menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara tindakan dengan kejadian tuberkulosis paru dengan nilai p = 0,000 p0,05. Hasil uji regresi logistik dengan
metode enter diperoleh R Square sebesar 0.395 atau 39.5 artinya, variasi tindakan menjelaskan tuberkulosis paru kategori lemah.
4.6. Hubungan Karakteristik Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru.
Tabel 4.5. Hubungan Karakteristik Lingkungan Fisik Rumah dengan
Kejadian Tuberkulosis Paru di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2009
Tuberkulosis Paru
No Kasus Kontrol
Total Nilai Karakteristik Lingkungan
Fisik Rumah
N n N P R
Squer 1
Kepadatan Hunian Kamar
a. Tidak Memenuhi Syarat b. Memenuhi Syarat
37 28
28.5 21.5
13 52
10.0 40.0
50 80
38.5 61.5
0.000 0.138
2 Jenis
Lantai
a. Tanah
b. SemenPlesteranSejenisnya
35 30
26.9 23.1
13 52
10.0 40.0
48 82
36.9 63.1
0.000 0.119
3 Ventilasi Rumah
a. Tidak Memenuhi Syarat b. Memenuhi Syarat
33 32
25.4 24.6
13 52
10.0 40.0
46 84
35.4 64.6
0.000 0.101
4 Pencahayaan
Alami
a. Tidak Memenuhi Syarat b. Memenuhi Syarat
34 31
26.2 23.8
13 52
10.0 40.0
47 83
36.2 63.8
0.000 0.110
5 Kelembaban
a. Tidak Memenuhi Syarat b. Memenuhi Syarat
33 32
25.4 24.6
17 48
13.1 36.9
50 80
38.5 61.5
0.004 0.063
6 Suhu
a. Tidak Memenuhi Syarat b. Memenuhi Syarat
34 31
26.2 23.8
11 54
8.5 41.5
45 85
34.6 65.4
0.000 0.134
7 Polutan
Dalam Rumah
a. Tidak
b. Ada 41
24 31.5
18.5 27
38 20.8
29.2 68
82 52.3
47.7 0.014 0.046
٭ signifikan prob α = 0,05
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5. diatas menunjukkan bahwa dari 38.5 kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat = 8 m
2
untuk dua orang mayoritas menderita tuberkulosis paru yaitu 28.5, sedangkan dari 61.5 kepadatan hunian kamar yang memeuhi
syarat = 8 m
2
untuk dua orang mayoritas tidak menderita tuberkulosis paru yaitu 40.0, artinya bahwa kepadatan hunian kamar yang memenuhi syarat lebih kecil
terjadinya tuberkulosis paru. Hasil uji Chi Square menunjukkan ada hubungan kepadatan hunian kamar dengan kejadian tuberkulosis paru dengan nilai p = 0,000
p0,05. Kemudian berdasarkan uji regresi logistik dengan metode enter diperoleh R Square yaitu besarnya 0.138 atau 13.8 artinya, variasi kepadatan hunian kamar
menjelaskan tuberkulosis paru kategori lemah. Rumah dengan jenis lantai tanah 36.9 mayoritas menderita tuberkulosis
paru yaitu 26.9, sedangkan 63.1 rumah dengan jenis lantai rumah dengan semes lesteransejenisnya mayoritas tidak menderita tuberkulosis paru yaitu 40.0, artinya
bahwa jenis lantai dengan semenplesteransejenisnya lebih kecil kemungkinannya mengakibatkan tuberkulosis paru. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa terdapat
hubungan jenis lantai dengan kejadian tuberkulosis paru dengan nilai p = 0,000 p0,05. Hasil uji regresi logistik dengan metode enter diperoleh R Square sebesar
0.119 atau 11.9 artinya, variasi jenis lantai menjelaskan tuberkulosis paru kategori lemah.
Ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat 35.4 mayoritas menderita tuberkulosis paru yaitu 25.4, sedangkan 64.6 ventilasi rumah yang memenuhi
Universitas Sumatera Utara
syarat mayoritas tidak menderita tuberkulosis paru yaitu 40.0, artinya bahwa ventilasi yang memenuhi syarat lebih kecil kemungkinannya mengakibatkan
tuberkulosis paru. Hasil uji Chi Square menunjukkan ada hubungan ventilasi rumah dengan kejadian tuberkulosis paru dengan nilai p = 0,000 p0,05. Hasil uji regresi
logistik dengan metode enter diperoleh R Square sebesar 0.101 atau 10.1 artinya, variasi jenis lantai menjelaskan tuberkulosis paru kategori lemah.
Pencahayaan alami yang tidak memenuhi syarat 36.2 mayoritas menderita tuberkulosis paru yaitu 26.2, sedangkan 63.8 pencahayaan alami yang memenuhi
syarat kesehatan mayoritas tidak menderita tuberkulosis paru yaitu 40.0, artinya bahwa pencahayaan yang memenuhi syarat lebih kecil kemungkinannya
mengakibatkan tuberkulosis paru. Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan pencahayaan dengan kejadian tuberkulosis paru dengan nilai p = 0,000
p0,05. Hasil uji regresi logistik dengan metode enter diperoleh R Square besarnya 0.110 atau 11.0 artinya, variasi pencahayaan menjelaskan tuberkulosis paru
kategori lemah. Kelembaban rumah yang tidak memenuhi syarat = 40-70 sebesar 38.5
mayoritas menderita tuberkulosis paru yaitu 25.4, sedangkan 61.5 kelembaban rumah yang memenuhi syarat = 40-70 mayoritas tidak menderita tuberkulosis paru
yaitu 36.9, artinya bahwa kelembaban yang memenuhi syarat lebih kecil kemungkinannya mengakibatkan tuberkulosis paru. Hasil uji Chi Square
menunjukkan bahwa terdapat hubungan kelembaban dengan kejadian tuberkulosis
Universitas Sumatera Utara
paru dengan nilai p = 0,004 p0,05. Kemudian berdasarkan uji regresi logistik dengan metode enter diperoleh R Square yaitu besarnya 0.063 atau 6.3 artinya,
variasi kelembaban menjelaskan tuberkulosis paru kategori lemah. Keadaan suhu kamar yang tidak memenuhi syarat = 18
C-30 C sebesar
34.6 mayoritas menderita tuberkulosis paru yaitu 26.2, sedangkan 65.4 suhu kamar yang memenuhi syarat = 18
C-30 C mayoritas tidak menderita tuberkulosis
paru yaitu 41.5, artinya bahwa suhu yang memenuhi syarat lebih kecil kemungkinannya mengakibatkan tuberkulosis paru. Hasil uji Chi Square
menunjukkan bahwa terdapat hubungan suhu dengan kejadian tuberkulosis paru dengan nilai p = 0,000 p0,05. Hasil uji regresi logistik dengan metode enter
diperoleh R Square yaitu besarnya 0.134 atau 13.4 artinya, variasi suhu menjelaskan tuberkulosis paru kategori lemah.
Tidak ada polutan dalam rumah 52.3 mayoritas menderita tuberkulosis paru yaitu 31.5, sedangkan 47.7 ada polutan dalam rumah mayoritas tidak menderita
tuberkulosis paru yaitu 29.2, artinya bahwa selain faktor polutan lebih besar faktor lain yang memungkinkan mengakibatkan tuberkulosis paru. Hasil uji Chi Square
menunjukkan bahwa terdapat hubungan polutan dalam rumah dengan kejadian tuberkulosis paru dengan nilai p = 0,014 p0,05. Hasil uji regresi logistik dengan
metode enter diperoleh R Square yaitu besarnya 0.046 atau 4.6 artinya, variasi polutan dalam rumah menjelaskan tuberkulosis paru kategori lemah.
Universitas Sumatera Utara
4.7. Hubungan Karakteristik Wilayah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru