Oasis Bodhicitta Mandala Indonesia (Arsitektur Simbolisme)
OASIS BODHICITTA MANDALA INDONESIA
ARSITEKTUR SIMBOLISME
LAPORAN PERANCANGAN
TKA - 490 - STUDIO TUGAS AKHIR
SEMESTER B TAHUN AJARAN 2007/2008
Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Arsitektur
Oleh :
DEWI LESTARI
040406057
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2008
(2)
OASIS BODHICITTA MANDALA INDONESIA
(ARSITEKTUR SIMBOLISME)O l e h
DEWI LESTARI 04 0406 057
Medan, Juni 2008 Disetujui oleh,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Rudolf Sitorus, MLA. Imam Faisal Pane ST, MT.
(NIP: 131 572 867) (NIP: 132 299 801)
(Ketua Departemen Arsitektur FT- USU)
Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, MT. (NIP: 132 206 820)
(3)
SURAT HASIL PENILAIAN PROYEK AKHIR ( SHP2A )
Nama : Dewi Lestari
NIM : 040406057
Judul Proyek Akhir : Oasis Bodhicitta Mandala Indonesia Tema Proyek Akhir : Arsitektur Simbolisme
Rekapitulasi Nilai :
Nilai akhir A B+ B C+ C D E
Dengan ini mahasiswa bersangkutan dinyatakan :
No Status Waktu
Pengumpulan Laporan
Paraf Pembimbing
I
Paraf Pembimbing
II
Koordinator TKA-490
1 LULUS LANGSUNG 2 LULUS
MELENGKAPI 3 PERBAIKAN
TANPA SIDANG 4 PERBAIKAN
DENGAN SIDANG 5 TIDAK LULUS
Medan, Juni 2008
Ketua Departemen Arsitektur FT – USU Koordinator TKA-490 Studio Tugas Akhir
Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, MT. Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, MT. (NIP: 132 206 820) (NIP: 132 206 820)
(4)
KATA PENGANTAR
Namo Sanghyang Adi Buddhaya, Namo Buddhaya.Dengan rasa sangat berbahagia, penulis mengucapkan puji syukur kepada Sanghyang Adi Buddhaya, Sang Tathagata, karena berkat rahmat cinta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Perancangan Studio Tugas Akhir ini yang berjudul :
“OASIS BODHICITTA MANDALA INDONESIA”
dengan tema ARSITEKTUR SIMBOLISME dengan baik.
Penyusunan laporan Tugas Akhir Teknik Arsitektur ini untuk memenuhi persyaratan akademis agar memperoleh Sarjana Arsitektur pada Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Departemen Arsitektur, Universitas Sumatera Utara.
Proses yang panjang ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Terimakasih yang sebesar-besarnya untuk kedua orang tua serta saudara – saudara saya yang selalu memberikan doa dan semangat dalam proses tugas akhir ini.
Saya juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
- Bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA. sebagai Dosen Pembimbing I atas arahan dan bimbingan serta nasehat - nasehat yang membuka pikiran dalam penyelesaian tugas akhir ini.
- Bapak Imam Faisal Pane, ST, MT. sebagai Dosen Pembimbing II atas saran dan masukan serta kesabarannya dalam membimbing proses tugas akhir ini.
- Bapak Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc., Bapak Ir. N. Vinky R. MT., dan Ibu Amy Marisa, ST., M.Sc. sebagai dosen penguji atas saran dan kritikan yang sangat berguna.
- Koordinator tugas akhir, Bapak Ir. Nelson M. Siahaan, M. Arch., Bapak Imam Faisal Pane ST, MT., dan Bapak Ir. Dwi Lindarto MT. atas bimbingannya.
- Bapak Drs, Pdt. Tommy Tantowi, S. Ag, M. Ag. yang telah membantu dalam pengumpulan data.
- Khususnya untuk keluarga yang telah memberikan dukungan baik dari segi moril maupun material.
(5)
- Sahabat-sahabatku, Mili dan Ruth yang telah memberikan semangat dan bantuan yang sangat berarti.
- Firman, Dedi, dan Rangga yang telah memberikan ide, saran dan bantuan yang bermanfaat.
- Kawan - kawan satu kelompok sidang, bang Salman, Cory, Richie dan Dira serta semua penghuni Studio Tugas Akhir Angkatan XXV.
- Seluruh teman Archi Nol Empat.
- Senior dan Alumni USU, Denny, Rayendra, Taufik yang telah memberikan motivasi dan menceritakan pengalaman TA.
- Junior-junior tercinta, Iva, Yenfenni, Sugiono, Vera, Suwanti, Ivana, Putrisia, Dian yang telah memberikan dukungan doanya.
- Para staf Pengajar dan Pegawai Tata Usaha di lingkungan Fakultas Teknik Departemen Arsitektur USU.
- Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas ide, saran dan masukannya.
Penyusunan makalah Tugas Akhir ini masih terdapat kekurangan-kekurangan yang tidak disadari oleh penulis. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penulisan laporan ini. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan khususnya di lingkungan Departemen Arsitektur USU.
Sabhe Satta Bhavantu Sukhitatta (Semoga Semua Makhluk berbahagia) Sadhu, sadhu, sadhu
Medan, Juni 2008
Penulis
(6)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...iii
DAFTAR GAMBAR...vii
DAFTAR TABEL...ix
DAFTAR DIAGRAM...x
BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang...1
I.2. Maksud dan Tujuan...4
I.3. Masalah Perancangan...5
I.4. Sasaran...5
I.5. Lingkup/Batasan...5
I.6. Kerangka Berpikir...7
I.7. Sistematika Laporan...8
BAB II. TINJAUAN UMUM II.1. Vihara sebagai tempat ibadah Agama Buddha...9
II.1.1. Pengertian Vihara...9
II.1.2. Fungsi dan Tujuan Vihara...9
II.1.3. Data-Data Umum Vihara...10
II.1.4. Dasar-Dasar Peletakan Vihara...10
II.2. Agama Buddha...11
II.2.1. Riwayat Hidup Buddha Gautama...12
II. 2.2.1. Perkembangan Agama Buddha di Dunia...13
II.2.2. Perkembangan Agama Buddha di Indonesia...18
II.2.3. Hari-Hari Suci...20
II.3. Agama Konghucu...21
II.3.1. Sejarah Agama Konghucu...21
II.3.2. Ajaran Konfusius...23
II.3.3. Inti Sari Ajaran Konfusius...24
II.3.4. Kitab Suci...25
(7)
II.4.1. Riwayat Hidup Laozi...26
II.4.2. Ajaran Taoisme...27
II.5. Kepercayaan Tradisional Tionghua...28
II.6. Kriteria Pemilihan Tapak dan Lokasi...29
II.6.1. Kriteria Pemilihan Lokasi...29
II.6.2. Alternatif Lokasi...32
II.6.3. Penilaian Lokasi Tapak...33
BAB III. TINJAUAN KHUSUS III.1. Deskripsi Proyek...35
III.1.1. Umum...35
III.1.2. Arti Kata...35
III.1.3. Pengertian...36
III.1.4. Persamuhan Bodhicitta Mandala Indonesia...36
III.1.5. Fasilitas...39
III.1.6. Deskripsi Kegiatan...40
III.1.7. Studi Banding Proyek Sejenis...40
III.2. Elaborasi Tema...48
III.2.1. Definisi Simbolisme...48
III.2.2. Jenis-Jenis Simbol...48
III.2.3. Simbol Religius...50
III.2.4. Latar Belakang Pemilihan Tema...51
III.2.5. Interpretasi Tema...51
III.2.6. Simbol-Simbol Agama Buddha...52
III.2.7. Studi Banding Tema Sejenis...56
BAB IV. ANALISA IV.1. Analisa Eksisting...60
IV.1.1. Analisa Lokasi...60
IV.1.2. Analisa Kondisi Eksisting Lahan...61
IV.1.3. Analisa Tata Guna Lahan...62
IV.1.4. Batas-Batas Site...65
IV.1.5. Sarana dan Prasarana...66
(8)
IV.2. Analisa Potensi dan Kondisi Site...68
IV.2.1. Analisa Sirkulasi...68
IV.2.2. Analisa Pencapaian...70
IV.2.3. Analisa View...74
IV.2.4. Analisa Vegetasi Matahari...76
IV.2.5. Analisa Kebisingan...77
IV.3. Analisa Bangunan...79
IV.3.1. Analisa Bentuk...79
IV.3.2. Analisa Orientasi dan View...80
IV.3.3. Analisa Sirkulasi dan Penzoningan...81
IV.3.4. Analisa Ruang Luar...82
IV.3.5. Analisa Struktur...84
IV.3.6. Analisa Utilitas...87
IV.4. Analisa Fungsional...94
IV.4.1. Pelaku, Kegiatan, Kebutuhan Ruang...94
IV.4.2. Pola Sirkulasi dan Kebutuhan Ruang...99
IV.4.3. Hierarki dan Filosofi Ruang...99
IV.4.4. Kebutuhan Ruang...100
BAB V. KONSEP PERANCANGAN V.1. Konsep Fisik...106
V.1.1. Konsep Dasar...106
V.1.2. Konsep Sirkulasi dan Pencapaian...106
V.1.3. Peletakan Massa Bangunan...109
V.1.4. Konsep Ruang Luar...109
V.1.5. Konsep View dan Orientasi...111
V.2. Konsep Non Fisik...112
V.2.1. Konsep Ruang Dalam...112
V.2.2. Penzoningan Aktivitas...117
V.2.3. Organisasi Ruang...118
V.2.4. Konsep Bentukan Massa...118
V.2.5. Konsep Lansekap...119
V.3. Konsep Struktur dan Material...120
(9)
V.4.1. Sistem Distribusi Listrik...122
V.4.2. Sistem Jaringan Air Bersih dan Kotor...122
V.4.3. Sistem Penghawaan...123
V.4.4. Sistem Pencahayaan...123
BAB VI. HASIL PERANCANGAN VI.1. Site Plan...124
VI.2. Ground Plan...125
VI.3. Denah Lt 1...126
VI.4. Denah Lt 2 dan Lt. Dasar...127
VI.5. Denah Kolumbarium dan Krematorium...128
VI.6. Tampak A...129
VI.7. Tampak B...130
VI.8. Tampak C...131
VI.9. Tampak D...132
VI.10. Potongan A-A...133
VI.11. Potongan B-B...134
VI.12. Potongan C-C...135
VI.13. Detail...136
VI.14. Rencana Pondasi...137
VI.15. Rencana Pembalokan...138
VI.16. Rencana Atap...139
VI.17. Rencana Plumbing...140
VI.18. Rencana Elektrikal...141
VI.19. Perspektif Eksterior...142
VI.20. Sketsa Suasana...143
VI.21. Sketsa Interior dan Perspektif Interior...144
DAFTAR PUSTAKA...145
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Latar belakang perkembangan Agama Buddha dan Kebudayaan...3
Gambar 2.1. Penyebaran Agama Buddha semasa pemerintahan Raja Asoka...14
Gambar 2.2. Koin masa Raja Alexander Yaneus...14
Gambar 2.3. Damma Perak Menander I...15
Gambar 2.4. Penggambaran Suku Mon mengenai Dharma Cakra...15
Gambar 2.5. Koin emas masa Kushan memperlihatkan Raja Kanishka I...17
Gambar 2.6. Penyebaran aliran Mahayana antara abad pertama – abad ke 10 M...17
Gambar 2.7. Penyebaran aliran Theravada dari abad ke -11...17
Gambar 2.8. Gambar peruntukan lahan...30
Gambar 3.1. Vihara Buddha Murni Indonesia...41
Gambar 3.2. Tempat persembahyangan dewa-dewa...41
Gambar 3.3. Tungku penyimpanan abu jenazah...41
Gambar 3.4. Tungku pembakaran kertas-kertas sembahyang...41
Gambar 3.5. Tempat penghormatan kepada Sang Buddha...42
Gambar 3.6. Kuti Sangha...42
Gambar 3.7. Krematorium Di Zang Dian...43
Gambar 3.8. Oasis Lestari...43
Gambar 3.9. Proses kremasi dengan oven...43
Gambar 3.10. Aula Krematorium...43
Gambar 3.11. Aula Semayam...44
Gambar 3.12. Tempat transit jenazah...44
Gambar 3.13. R. Pemandian...45
Gambar 3.14. R. Keluarga...45
Gambar 3.15. R. Rias Jenazah ...45
Gambar 3.16. R. Kolumbarium...45
Gambar 3.17. Dinding Memorial...46
Gambar 3.18. Vihara di Penang...46
Gambar 3.19. Rupang Buddha...46
Gambar 3.20. KE LOK SI...47
Gambar 3.21. Ornamen Buddha...47
(11)
Gambar 3.23. Pagoda...47
Gambar 3.24. Patung Sang Buddha...53
Gambar 3.25. Stupa...53
Gambar 3.26. Pagoda...54
Gambar 3.27. Teratai...54
Gambar 3.28. Bendera Buddhis...55
Gambar 3.29. Swatika...55
Gambar 3.30. Air...56
Gambar 3.31. Candi Borobudur...57
Gambar 3.32. TWA Kennedy Airport...58
Gambar 6.1. Site Plan...124
Gambar 6.2. Ground Plan...125
Gambar 6. 3. Denah Lt. 1...126
Gambar 6. 4. Denah Lt. 2 dan Denah Lt Dasar...127
Gambar 6. 5. Denah Kolumbarium dan Krematorium...128
Gambar 6. 6. Tampak A...129
Gambar 6. 7. Tampak B...130
Gambar 6. 8. Tampak C...131
Gambar 6. 9. Tampak D...132
Gambar 6. 10. Potongan A-A...133
Gambar 6. 11. Potongan B-B...134
Gambar 6. 12. Potongan C-C...135
Gambar 6. 13. Detail...136
Gambar 6. 14. Rencana Pondasi...137
Gambar 6. 15. Rencana Pembalokan...138
Gambar 6. 16. Rencana Atap...139
Gambar 6. 17. Rencana Plumbing...140
Gambar 6. 18. Rencana Elektrikal...141
Gambar 6. 19. Perspektif Eksterior...142
Gambar 6. 20. Sketsa Suasana...143
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel Peruntukan Lahan...31
Tabel 2.2. Penilaian Pemilihan Lokasi...34
Tabel 4.1. Analisa Jenis Sirkulasi...82
Tabel 4.2. Analisa Struktur Atas...84
Tabel 4.3. Analisa Struktur Bawah...85
Tabel 4.4. Analisa Bahan Struktur...86
Tabel 4.5. Analisa Bahan Bangunan...86
Tabel 4.6. Penangkal petir...93
Tabel 4.7. Kegiatan Anggota Sangha...95
Tabel 4.8. Kegiatan pengunjung yang sembahyang...95
Tabel 4.9. Kegiatan pengunjung yang mengkremasi...96
Tabel 4.10.Kegiatan pengunjung yang berziarah...96
Tabel 4.11.Kegiatan Pengelola...98
(13)
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1.1. Kerangka Berpikir...7
Diagram 3.1. Simbol Agama Buddha...52
Diagram 4.1. Skema Operasional Pemadaman Otomatis...90
(14)
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Salah satu kebebasan yang paling utama dimiliki tiap manusia adalah kebebasan beragama. Melalui agama, manusia mengerti arti dan tujuan hidup yang sebenarnya. Agama membimbing umatnya agar selalu dalam jalur benar dan menanamkan hal kebajikan dalam tatanan kehidupan keluarga, masyarakat hingga berbangsa dan bernegara.
Agama sangat berperan dalam pembentukan karakter dan menyatukan semua keanekaragaman suatu bangsa. Sebagai tatanan tertinggi suatu bangsa, pemerintah turut berperan dalam agama melalui konstitusinya UUD’45 pasal 29 yang memberikan kebebasan beragama di Indonesia. Melihat ini, Agama Buddha bersama dengan agama lainnya juga turut mengemban tugas dalam menjaga kedamaian serta tidak menyimpang dari peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia.
Setelah 61 tahun kemerdekaan, jumlah penganut Buddhis meningkat dengan cepat di Indonesia dan sebagian besar berada di Sumut. Sejalan ini Agama Buddha menempatkan dua hal, yaitu dari luar, Agama Buddha telah berkembang bersama-sama dengan tradisi budaya Indonesia sehingga hal inilah yang menjadikan ciri khas Buddhis Indonesia. Sedangkan dari dalam, Agama Buddha memiliki 3 aliran yaitu Theravada, Mahayana dan Tantrayana. Ketiga aliran tersebut telah berkembang terlebih dulu di negara-negara Buddhis sejak jaman sebelum masehi.
Di kehidupan modern saat ini dunia semakin terpuruk dalam hal-hal negatif. Agama Buddha sangat prihatin atas penyimpangan-penyimpangan yang terjadi seperti penurunan kualitas keimanan dan moral manusia, masalah narkoba, prostitusi, merebaknya minuman keras, perjudian, perbuatan asusila yang menyalahgunakan arti kebebasan yang sebenarnya, perampokan dan pembunuhan tanpa memikirkan penderitaan makhluk hidup lain. Semua ini merupakan penyimpangan atas Pancasila Buddhis.
Agama Buddha berharap semoga seluruh umat manusia tidak semakin larut dalam penyimpangan ini tetapi mengembangkan kesadaran untuk
(15)
melakukan kebajikan dan kesabaran dalam menjalankan kehidupan ini. Masih banyak pembelajaran yang bisa dilakukan bukan pembodohan tanpa arah yang hanya menyesatkan hati dan pikiran umat manusia. Perkembangan Agama Buddha di kota Medan sangatlah dipengaruhi oleh tradisi setempat yang berakar pada Konfusianisme dan Taoisme. Hal itu terkait dengan tradisi, tata upacara dan ritual.
Ajaran utama konfusianisme menekankan cara menjalin kehidupan yang harmonis dengan mengutamakan moralitas. Seseorang dilahirkan untuk menjalin hubungan tertentu, sehingga setiap orang mempunyai kewajiban tertentu. Sebagai contoh kewajiban terhadap negara, sehingga setiap orang mempunyai kewajiban terhadap orang tua, kewajiban untuk menolong teman dan suatu kewajiban umum terhadap kehidupan manusia. Kewajiban-kewajiban tersebut tidaklah sama, dimana kewajiban terhadap negara dan orang tua lebih diutamakan daripada kewajiban terhadap teman dan kehidupan manusia. Sifat-sifat yang mulia diajarkan oleh konfusius adalah bertujuan untuk menciptakan manusia yang berbudi pekerti luhur yang disebut budiman. (Sutradharma, 1998 : 111).
Pengaruh terbesar Konfusianisme sehubungan dengan upacara kematian adalah kewajiban terhadap keluarga yang diwujudkan dalam bakti, seperti : memuja orang tua dan leluhur, kewajiban anggota keluarga terhadap yang meninggal, lama berkabung, pakaian berkabung, ziara pada bulan 3 penanggalan Imlek, membersihkan altar atau kuburan.
(16)
LATAR BELAKANG PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DAN KEBUDAYAAN MASYARAKAT UMAT BUDDHA DI KOTA MEDAN
DAN SEKITARNYA
DIAGRAM 1.1. Latar belakang perkembangan agama buddha dan kebudayaan masyarakat umat Buddha di kota Medan dan sekitarnya.
Sumber : Menjalani Kehidupan Buddhisme, Konfusianisme dan Taoisme. BUDDHISME
TAOISME KONFUSIANISME
Kehidupan harmonis dengan mengutamakan moralitas, setiap orang mempunyai kewajiban tertentu. Kewajiban terhadap orang tua lebih diutamakan.
JALAN TENGAH (8 jalan utama)
- Pandangan benar - Pikiran Benar - Ucapan Benar - Perbuatan Benar - Mata Pencaharian Benar - Usaha Benar
- Kesadaran Benar - Konsentrasi Benar
• Erat kaitannya tentang dunia dan alam semesta • Terkesan tidak logis dan
melampaui batas-batas logika
• Diidentikkan dengan sesuatu yang bersifat gaib dan mistis
(17)
Pandangan Taoisme erat kaitannya tentang dunia dan alam semesta serta hubungannya dengan kehidupan manusia dan pemerintah. Taoisme terkesan tidak logis, dan Tao memang melampaui batas-batas logika. Dalam perkembangannya Taoisme diidentikkan sebagai sesuatu yang bersifat gaib dan mistik (Sutradharma, 1998 : 164).
Pengaruh terbesar Taoisme sehubungan dengan upacara kematian terlihat pada upacara dan ritual. Pengaruh Konfusianisme dan Taoisme dalam Buddha dapat dijelaskan sebagai : Ajaran Taoisme yang menekankan jalan Ke-Alamsemesta-an (TAO) yang mengatur hubungan antar manusia dengan alam semesta atau gejala-gejala alam di luar sifat manusia dan Konfusianisme melengkapinya dengan jalan Kemanusiaan (JEN), yang menekankan hubungan antar manusia dengan lingkungannya dalam kehidupan bermasyarakat, kemudian Buddhisme dengan ajaran Jalan Tengah pada dasarnya dapat melengkapi Taoisme dan Konfusianisme dengan menghubungkan TAO dan JEN, dalam suatu perwujudan yang merupakan satu perwujudan yang merupakan perluasan Jalan Tengah (Sutradharma, 1998 : 162).
Sampai saat ini penganut agama Buddha khususnya di Medan belum memiliki tempat peribadatan yang sekaligus memiliki fasilitas tambahan yang menunjang upacara ritual pernikahan, pembhaktisan, kematian serta kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan bidang sosial, lingkungan hidup, pendidikan dan spiritual.
Dengan latar belakang di atas dan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kota Medan dan sekitarnya, maka akan dibangun sebuah tempat peribadatan Oasis Bodhicitta Mandala Indonesia yang dapat memberi pelayanan kepada masyarakat pada umumnya dan umat Buddha khususnya, bukan hanya sekedar fungsional, tetapi juga secara budaya menurut perkembangan agama buddha dan kebudayaan masyarakat umat buddha di kota Medan.
I. 2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari proyek ini adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan sebuah kompleks peribadatan yang bukan saja fungsional tetapi juga sebagai kompleks yang dapat memberi makna religius agama Buddha.
Tujuan dari proyek ini adalah sebagai berikut : 1. Menyediakan tempat ibadah bagi umat Buddha.
(18)
2. Menyediakan tempat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan kita akan ajaran Agama Buddha.
3. Menyediakan asrama sebagai tempat peristirahatan bagi umat dan bhikkhu. 4. Menyediakan tempat bagi umat Buddha untuk melaksanakan upacara-upacara
tradisi, dan ritual-ritual seperti pernikahan, pembhaktisan, dan kematian. 5. Menyediakan tempat pengkremasian jenazah.
6. Menyediakan tempat penyimpanan abu jenazah dengan segala fasilitas pendukungnya.
7. Menjadikan tempat ini tidak hanya diperuntukkan bagi kebutuhan rohani umat Buddha, tetapi juga menjadi objek wisata di kota Medan.
I. 3. Masalah Perancangan
Rumusan perancangan dalam kasus ini adalah :
1. Bagaimana membentuk suatu kompleks bangunan yang dapat menampung segala aktivitas keagamaan berupa tempat bhaktisala, vihara, kuti, tempat kremasi, tempat penyimpanan abu?
2. Bagaimana membentuk suatu bangunan yang secara visual mampu memberikan simbol sebagai bangunan religius umat Buddha?
3. Bagaimana memadukan konsep ruang, baik ruang dalam maupun ruang luar, yang dikaitkan dengan kegiatan keagamaan untuk menciptakan kesan ruang yang mendukung kegiatan ibadah?
I. 4. Sasaran
Dengan adanya Oasis Bodhicitta Mandala Indonesia ini akan membuat umat Buddha di Medan dan sekitarnya memperoleh kenyamanan dalam melakukan aktivitas keagamaan dan menerima edukasi Buddhis serta dapat menjadi objek wisata di kota Medan.
I. 5. Lingkup /Batasan
a. Perancangan kompleks peribadatan yang memberikan kenyamanan bagi umatnya.
b. Perancanangan sarana pendukung lainnya untuk kegiatan-kegiatan lain di luar kegiatan peribadatan.
(19)
1. Fasilitas utama :
• Balai Dhamma (Dharmasala), tempat untuk pembacaan paritta,
pembabaran Dhamma, diskusi Dhamma, meditasi unuk melakukan Vesakpuja (puja bakti waisak), Asathapuja (puja bakti Asadha), dan Maghapuja. Selain itu, juga berfungsi sebagai tempat untuk melangsungkan upacara pernikahan, ulang tahun atau upacara kematian.
• Kuti, tempat tinggal untuk Bhikkhu/Bhikkhuni.
• Perpustakaan, merupakan sarana untuk menambah wawasan
melalui koleksi buku-buku Buddhist maupun buku-buku pengetahuan umum.
• Aula krematorium, yang berfungsi untuk melakukan proses
kremasi.
• Ruang kremator, tempat kremasi dilaksanakan. Jenis ruang
kremator tergantung pada bahan bakar dan cara kremasi.
• Ruang penyimpanan guci abu jenazah, sebagai tempat untuk
menyimpan guci penyimpan abu jenazah, dan juga tempat melakukan ziara dan sembahyang kepada yang meninggal.
2. Fasilitas Pendukung :
• Ruang pengelola administrasi, tempat kegiatan administrasi,
pembukuan, penjualan serta konsultasi.
• Ruang-ruang utilitas, tempat pengoperasian proses kremasi,
perawatan, dan serta elektrikal & mekanikal gedung.
• Ruang-ruang servis, seperti tempat parkir, ruang sekuriti, dapur,
ruang makan, kamar mandi, locker/ruang ganti staff, dan gudang. 3. Fasilitas Penunjang :
Aula serba guna, yang berfungsi untuk mengakomodasi
upacara-upacara lain setelah kremasi, seperti upacara-upacara : 1. Peringatan 1000 hari
2. Peringatan hari Ulambhana
3. Kegiatan sosial dan seminar keagamaan
I. 6. Kerangka Berpikir
PENDAHULUAN Latar Belakang : Kebutuhan akan
(20)
DIAGRAM 1.2. Latar belakang perkembangan agama buddha dan kebudayaan masyarakat umat Buddha di kota Medan dan sekitarnya.
Sumber : Pribadi
(21)
BAB I : PENDAHULUAN, meliputi latar belakang, maksud dan tujuan, permasalahan, sasaran dan batasan masalah, kerangka berpikir dan sistematika laporan.
BAB II : TINJAUAN UMUM, menjelaskan tentang pengertian, sejarah perkembangan, riwayat hidup Buddha Gautama, kitab suci serta hari besar agama Buddha, interpretasi judul dan studi banding proyek sejenis.
BAB III : TINJAUAN KHUSUS, menjelaskan tentang peninjauan lokasi, deskripsi proyek secara umum, struktur organisasi, fasilitas-fasilitas pendukung, elaborasi tema yang menguraikan pengertian tema dan interpretasinya, serta keterkaitannya dengan judul dan studi banding tema sejenis.
BAB IV : ANALISA, menganalisa lingkungan, tapak dan bangunan serta fungsional ruangan.
BAB V : KONSEP, menggambarkan sketsa-sketsa ide dasar rancangan, tapak, bangunan, dan ruangan.
BAB VI : HASIL PERANCANGAN, meliputi gambar kerja berupa denah, tampak, potongan, rencana, detail, perspektif.
(22)
BAB II
TINJAUAN UMUM
II. 1. Vihara sebagai tempat ibadah Agama Buddha II. 1.1. Pengertian Vihara
• Vihara adalah pondok, tempat tinggal, tempat penginapan bhikkhu/bhikkhuni. Vihara merupakan milik umum (umat Buddha) dan tidak boleh dijadikan miliki perseorangan, biasanya dibentuk suatu yayasan untuk mengatur kepentingan tersebut (Giriputra, 1994 : 2).
• Vihara merupakan tempat umum bagi umat Buddha untuk melaksanakan segala macam bentuk upacara atau kebaktian keagamaan menurut keyakinan dan kepercayaan agama Buddha (Peraturan Departemen Agama RI nomor H III/BA.01.1/03/1/1992, Bab II).
II. 1.2. Fungsi dan Tujuan Vihara
Adapun fungsi dari Vihara adalah :
• Tempat untuk melakukan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui Sang Tri Ratna (Buddha, Dhamma, dan Sangha).
• Tempat pembabaran, pendidikan, penghayatan dan pengamalan Dhamma. • Tempat latihan meditasi dalam usaha untuk melenyapkan kekotoran batin
dan merealisasikan cita-cita kehidupan suci. • Tempat tinggal Bhikkhu/ni dan Samanera/i.
• Tempat tinggal Pabbajja/Upasaka/Pandita yang ingin melaksanakan sila agama Buddha.
• Tempat yang menunjukkan jalan kebebasan.
• Tempat untuk memasyarakatkan dan menyebarkan agama Buddha.
Tujuan Vihara sebagai pusat kegiatan keagamaan yang dapat meningkatkan moral dan budi pekerti yang luhur dalam kehidupan beragama bagi umat beragama, bagi umat Buddha, baik dalam lingkungan Vihara pada khususnya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya serta melalui pengertian dan usaha untuk menimbulkan kesadaran yang mendalam mengenai Dhamma (Ajaran Buddha), dan juga bertujuan untuk mendidik putra-putri bangsa agar menjadi masyarakat yang berguna.
(23)
II. 1.3. Data-Data Umum Vihara
Suatu bangunan dapat dikatakan sebagai vihara apabila terdiri dari : (Peraturan Departemen Agama RI nomor H III/BA.01.1/03/1/1992, Bab II).
1. Uposathagara atau Sima
Gedung tempat pentahbisan Bhikkhu atau Bhikkhuni, merupakan suatu area yang memiliki batas-batas tertentu yang dibuat menurut aturan keagamaan. Dalam ruangan ini terdapat altar yang merupakan tempat perletakan Pratima Sang Buddha, Boddhisatva, Dewa, Guru atau Orang Suci Buddhis, Lambang Buddhis dan Relik Suci. Selain itu terdapat alat perlengkapan kebaktian.
2. Dhammasala/Dhammasabha (Balai Dhamma)
Gedung atau ruang khotbah, mengajar dan diskusi ajaran Buddha atau tempat pertemuan keagamaan. Dalam ruangan ini terdapat juga altar yang isinya sama atau kurang lebih sama dengan di Uposathagara. Jika tidak memungkinkan Dhammasala digabungkan dengan Uposathagara.
3. Kuti
Adalah bangunan untuk tempat tinggal para Viharawan yaitu para bhikkhu/ni, Samanera/i, Upasaka/sika yang melaksanakan Atthasila. Banyak kuti tergantung pada jumlah para Viharawan di Vihara tersebut. 4. Sarana pendidikan
5. Tempat meditasi 6. Ruang-ruang lain
II. 1.4. Dasar-dasar Peletakan Vihara
Dasar-dasar Pengaturan Vihara sebagai Objek Puja antara lain( Bhikkhu Subalaratono dan Samanera Uttamo, Puja : 29-31) :
a. Tata Meletakkan Lampu
Penyinaran altar yang lebih terang dari bagian lain dalam ruangan ini akan menarik perhatian maksimal kepada Altar. Pemilihan warna yang teduh misalnya merah, hijau dan biru.
b. Tata Suara
Dalam kebaktian umat biasanya tersedia pengeras suara. Gunanya dalam pembacaan paritta sering suara umat tidak sama tinggi rendahnya.
(24)
Yang dimaksud disini adalah tempat duduk bhikkhu Sangha, pimpinan kebaktian dan umat. Untuk bhikkhu Sangha dapat disediakan temapt yang lebih tinggi dari umat. Maksudnya sebagai penghormatan sila (latihan) yang dilaksanakan.
d. Tata Taman
Ruangan kebaktian yang ideal memiliki taman juga. Taman ini berguna untuk memberikan suasana teduh dan nyaman, sehingga dapat menjernihkan pikiran dan kekotorannya sewaktu umat mempersiapkan diri dalam kebaktian. Lingkungan yang segar dan bersih memupuk pikiran positif serta menarik perhatian bagi pengunjung tempat kebaktian yang menjadi sumber penghormatan utama.
e. Tata Bangunan
Bangunan utama dimana altar berada, ditempatkan sebagai pusat dari bangunan lain yang ada di sekelilingnya. Peninggian pada bagian tengah bangunan akan membantu pertukaran udara yang lebih baik sehingga ruang kebaktian tidak terasa panas demikian juga dengan resonansi suara yang lebih sempurna dalam pembacaan paritta. Secara psikologis, bentuk atap yang menjulang tinggi akan membantu menumbuhkan kesan kecil untuk orang yang berada di bawahnya.
II. 2. Agama Buddha
Agama Buddha ialah
Śākyamuni (Siddhārtha Gautama) yang mungkin lahir pada kurun ke-5 sebelum masehi. Agama Buddha menyebar ke benua India dalam 5 kurun selepas Baginda meninggal dunia. Dalam dua ribu tahun yang seterusnya, agama Buddha telah menyebar ke tengah, tenggara dan timur
utama, yaitu
Agama Buddha terus menarik orang ramai menganutnya di seluruh dunia dan mempunyai lebih kurang 350 juta penganut. Agama Budddha dikenali sebagai salah satu agama yang paling besar di dunia.
Seorang Buddha ialah seorang yang mendapati alam semula jadi yang benar melalui pelajarannya yang bertahun-tahun, penyiasatan dengan pengamalan agama pada masanya dan pertapaan. Penemuannya dikenali sebagai Sesiapa yang bangun dari "Ketiduran Kejahilan" secara langsung yang mengenali alam
(25)
semula jadi nyata yang sebenar dikenali sebagai Buddha. Śākyamuni dikatakan sebagai
Buddha yang terkini daripada banyak Buddha. Terdapat banyak Buddha akan dilahirkan
selepas Śākyamuni dan banyak Buddha dilahirkan sebelum Śākyamuni. Mengikut
ajaran Buddha, sesiapa dapat mempelajarinya dan juga memahami alam semula jadi nyata yang sebenar seperti Buddha dengan menurut kata-kata Buddha yang dikenali sebagai "Dharma" dan mempraktikkannya dengan mengamalkan kehidupan yang bermoral dan pemikiran yang bersih. Secara keseluruhan, tujuan seorang menganut agama Buddha adalah untuk menamati segala kesusahan dalam kehidupan. Bagi mencapai matlamat ini, penganut Buddha harus membersihkan dan melatih minda sendiri dengan mengikut "Lapan Jalan Tepat", atau "Jalan Tengah" supaya memahami kenyataan yang sebenar lalu mencapai kebebasan dari segala kesusahan, iaitu nirodha atau nirvāna(Pāli nibbāna) (www. wikipedia.org).
II. 2.1. Riwayat Hidup Buddha Gautama
Ayah dari Pangeran Siddharta Gautama adalah Sri Baginda Raja Suddhodana dari Suku Sakya dan ibunya adalah Sri Ratu Maha Maya Dewi. Pangeran Siddharta dilahirkan pada tahun 623 sebelum Masehi di Taman Lumbini. Ibunda Ratu meninggal dunia tujuh hari setelah melahirkan Sang Pangeran. Sejak itu Pangeran Siddharta dirawat oleh Maha Pajapati, bibinya yang juga menjadi isteri Raja Suddhodana.
Pertapa Asita Kaladewala meramalkan bahwa Pangeran Siddharta kelak akan menjadi seorang pewaris tahta kerajaan atau akan menjadi seorang Buddha. Mendengar ramalan tersebut, Sri Baginda menjadi cemas. Oleh pertanyaan Sang Raja, pertapa itu menjelaskan agar Sang Pangeran jangan sampai melihat ke empat peristiwa, atau ia akan menjadi pertapa dan menjadi Buddha. Empat macam peristiwa itu adalah : 1. Orang tua, 2. Orang sakit, 3. Orang mati, 4. Orang pertapa.
Sejak kecil Sang Pangeran selalu dilayani oleh dayang-dayang yang muda dan cantik rupawan. Dalam usia 16 tahun Pangeran Siddharta menikah dengan Puteri
Yasodhara yang dipersuntingnya setelah memenangkan sayembara dan dihadiahkan
tiga istana dengan tiga musim serta kemewahan yang melimpah.
Namun Sang Pangeran tetap tidak dapat menahan rasa bosannya untuk meninggalkan istananya. Dengan rasa berat hati, ayahnya mengizinkan. Pada akhirnya Sang Pangeran melihat empat peristiwa. Setelah itu, Pangeran Siddharta selalu tampak murung dan kecewa melihat kenyataan hidup yang penuh derita ini.
(26)
Ketika Beliau berusia 29 tahun, puteranya lahir dan diberi nama Rahula. Setelah itu Pangeran Siddharta meninggalkan keluarga dan istana untuk mencari kebijaksanaan yang dapat membebaskan manusia dari penderitaan. Beliau bermeditasi di bawah pohon Bodhi dan menghadap ke timur. Selama pertapaan, pertapa Siddharta berjuang dalam batin melawan nafsunya dan gangguan dari Mara. Setelah berhasil melewatinya, pertapa Siddharta melewati beberapa tahapan kebijaksanaan yautu kebijaksanaan untuk mengetahui kelahiran-kelahiran terdahulu, kebijaksanaan melihat kematian dan lahir kembalinya semua makhluk sesuai dengan karma mereka, dan kebijaksanaan semua Asava atau kekotoran batin. Dengan pencapaian ini Beliau telah mengerti arti kehidupan dan penderitaan serta cara mengakhirinya.
Setelah bertapa selama enam tahun, dalam usia 35 tahun pertapa Siddharta memperoleh Penerangan Sempurna (Nibbana), menjadi Buddha (budh + ta = ia yang sadar) di bawah pohon Bodhi di hutan Uruvela. Untuk pertama kalinya Beliau mengajarkan Dhamma kepada lima orang pertapa yaitu Kondanna, Bodhiya, Vappa, Mahanama dan Assaji. Khotbah pertama ini kemudian dikenal sebagai Khotbah Pemutaran Roda Dhamma (Dhamma Cakka Pavattana Sutta).
Selanjutnya selama 45 tahun, Sang Buddha bersama dengan murid-murid tunggalNya sangat giat mengajarkan Dhamma di sepanjang daratan aliran Sungai Gangga. Beliau Pari-Nibbana (meninggal) di Kusinara dalam usia 80 tahun. Buddha Gautama bukanlah Buddha yang pertama. Buddha-Buddha sebelumnya adalah Buddah Kakusandha, Buddha Konagamana, Buddha Kassapa. Buddha yang akan datang adalah Buddha Mettaya (Maitreya).
II. 2.2.1. Perkembangan Agama Buddha di Dunia
Beberapa prasasti Dunia Helenistik dan Baktria
dilaksanakan oleh Asoka untuk mempromosikan agama Buddha di dunia Helenistik (Yunani), yang kala itu berkesinambungan tanpa putus dari India sampai Yunani. Piagam-piagam Asoka menunjukkan pengertian yang mendalam mengenai sistem politik di wilayah-wilayah Helenistik: tempat dan lokasi raja-raja Yunani penting disebutkan, dan mereka disebut sebagai penerima 247 SM), 258 SM), dan
(27)
Gambar 2.1. Penyebaran Agama Buddha semasa pemerintahan Raja Asoka (260-218 SM) Sumber : www.wikipedia.org
Kemudian, menurut beberapa sumber dala Asoka adalah bhiksu-bhiksu Yunani, yang menunjukkan eratnya pertukaran agama antara kedua budaya ini. Mulai dari tahun juga secara alternatif disebut "cakra berruji delapan" dan kemungkinan dipengaruhi desain
Gambar 2.2 Koin masa Raja Alexander Yaneus (103-76 SM) dengan cakra berisikan delapan ruji
Sumber : www.wikipedia.org
Di wilayah-wilayah bara bertetangga sudah ada di
ole
kurang lebih tahu
yang akan lestari di India bagian utara sampai akhir
Agama Buddha berkembang di bawah naungan raja-raja Yunani-India, dan pernah diutarakan bahwa maksud mereka menginvasi India adalah untuk menunjukkan dukungan mereka terhada dari penindasan kaum Sungga termasyhur adalah Raj
(28)
Gambar 2.3 Damma Perak Menander I (160-135 SM)
Sumber : www.wikipedia.org
Di daerah-daerah sebelah timur anak benua Hindia (sekara Ekspansi ke Asia
Budaya India banyak mempengaruhi sukubangsa masuk agama Buddha sekitar tahun sebelum perpecahan antara aliran
Gambar 2.4. Penggambaran Suku Mon mengenai Dharma Cakra sekitar abad ke-8
Sumber : www.wikipedia.org
Agama Buddha konon dibawa ke enam kawannya semas Tissa dan banyak anggota bangsawan masuk agama Buddha. Inilah waktunya kapan
wihara
ditulis di Sri Lanka semasa kekuasaan Raja Vittagamani (memerintah tradisi Theravada berkembang di sana. Beberapa komentator agama Buddha juga bermukim di sana sepert berjaya dan Sri Lanka akhirnya menjadi benteng terakhir aliran Theravada, dari mana aliran ini akan disebarkan lagi ke
(29)
tahun setelah mangkatnya maharaj terakhir seoran terhadap kaum-kaum Buddha. Dicatat ia telah "merusak wihara dan membunuh para bhiksu" (Divyavadana, pp. 429–434): 84. dirusak (R. Thaper), dan 100 keping koin emas ditawarkan untuk setiap kepala bhiksu Buddha (Indian Historical Quarterly Vol. XXII, halaman 81 dst. dikutip di Hars.407). Sejumlah besar
Kerajaan-kerajaan Yunani-India ini secara bertahap dikalahkan dan diasimilasi oleh kaum noma
Berkembangnya aliran Mahayana (Abad Pertama SM Abad ke-2)
dan lalu kaum Kaum Kushan menunjang agama Buddha dan konsili keempat Buddha kemudian dibuka oleh maharaja secara resmi dan pecahnya aliran ini dengan alira mengakui keabsahan konsili ini dan seringkali menyebutnya "konsili rahib bidaah".
Konon Kanishka mengumpulkan Vasumitra, untuk menyuntin konsili ini telah dihasilkan 300.000 bait dan lebih dari 9 juta dalil-dalil. Karya ini memerlukan waktu 12 tahun untuk diselesaikan.
Konsili ini tidak berdasarkan kano sekelompok teks-teks suci diabsahkan dan juga prinsip-prinsip dasar doktrin Mahayana
disusun. Teks-teks suci yang baru ini, biasanya dalam bahas
klasik.
(30)
Gambar 2.5. Koin emas masa Kushan memperlihatkan Raja Kanishka I (100-126 M) dengan lukisan Boddo (Buddha)
Sumber : www.wikipedia.org
Gambar 2.6. Penyebaran aliran Mahayana antara abad pertama – abad ke 10 M
Sumber : www.wikipedia.org
Dari saat itu dan dalam kurun waktu beberapa abad, Mahayana berkembang dan menyebar ke arah timur. Dari India ke
Kelahiran kembali Theravada (abad ke-11 sampai sekarang)
Gambar 2.7. Penyebaran aliran Theravada dari abad ke -11 Sumber : www.wikipedia.org
(31)
Mula Islam menyebabkan kemunduran aliran Mahayana di Asia Tenggara. Rute daratan lewat anak benua India menjadi bahaya, maka arah perjalanan laut langsung di antar
Raja
mempersatukan negara dan memeluk aliran Theravada. Ini memulai membangun ribuan candi Budh antaranya masih berdiri. Kekuasaan orang Birma surut dengan kenaikan orang Thai, dan dengan ditaklukannya ibu kota Pagan ole Buddha Theravada masih merupakan kepercayaan utama rakyat Myanmar sampai hari ini.
Kepercayaan Theravada juga dipeluk oleh kerajaan etni sekitar sampai Tenggara, Theravada terus menyebar ke
Tetapi, mulai Tenggara, pengaruh
II. 2.2.2. Sejarah Perkembangan Agama Buddha di Indonesia
Cerita rakyat Aji Saka melawan Dewoto Cengar, menceritakan bahwa perang dasyat Dharma melawan kejahatan. Dalam bahasa Kawi, Aji Sakya berarti ilmu kitab suci Sakya dan Dewoto Cengar berarti Dewa Jahat. Cerita rakyat ini telah merakyat di Jawa Tengah.
Awal Mulanya
Penanggalan tahun Saka (tahun Jawa) dimulai tanggal 0001 (Nir Wuk Tanpa Jalu : Kosong-tidak jadi-tanpa-1) di mana penanggalan ini sama dengan tanggal 14 Maret 78 masehi. Sehingga banyak yang mengatakan bahwa kedatangan Aji Saka merupakan awal masuknya Agama Buddha di Indonesia yaitu abad I jauh sebelum candi Borobudur didirikan.
(32)
Sriwijaya berada di pulau Sumatera didirikan pada kira-kira abad ke-7 dan dapat bertahan terus hingga tahun 1377. Sriwijaya bukan saja termashyur karena kekuatan angkatan perangnya, melainkan juga karena pusat ilmu dan kebudayaan Buddha. Di sana terdapat banyak vihara yang dihuni oleh ribuan bhikkhu. Pada perguruan tinggi Agama Buddha di Sriwijaya orang dapat mengikuti selain kuliah-kuliah tentang Agama Buddha juga kuliah-kuliah-kuliah-kuliah tentang bahasa Sansekerta dan bahasa Indonesia kuno. Pada waktu itu Sriwijaya merupakan mercusuar Agama Buddha di Asia Tenggara. Tentang Agama Buddha di Sriwijaya juga banyak diceritakan oleh I-Tshing, seorang sarjana asal Tiongkok. Tahun 672 ia bertolak untuk berziarah ke tempat-tempat suci Agama Buddha di India. Waktu pulang dalam tahun 685 ia singgah di Sriwijaya dan tinggal di sana sampai 10 tahun lamanya untuk mempelajari dan menyalin buku-buku suci Agama Buddha dlama bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Tionghua.
Pada tahun 775 hingga tahun 850 di Yogyakarta berkuasalah raja-raja dari wangsa Sailendra yang memeluk Agama Buddha. Jaman ini adalah jaman ilmu pengetahuan dan keseniannya mencapai taraf mutu yang sangat tinggi terutama seni pahat. Ini terbukti dari catatan-catatan Fa-Hien asal Tiongkok yang datang ke Jawa. Pada waktu itu seniman-seniman bangsa Indonesia menghasilkan karya-karya yang mengagumkan. Hingga sekarang pun masih dapat kita saksikan betapa indahnya candi-candi yang mereka buat misalnya candi-candi Kalasan, Sewu, Borobudur, Pawon, dan
Mendut.
Jaman Mataram
Di dalam masa pemerintahan raja-raja Majapahit (tahun 1292 s/d 1476), Agama Buddha berkembang dengan baik bersama-sama dengan Agama Hindu. Toleransi (saling menghargai) di bidang keagamaan dijaga dengan baik, sehingga pertentangan agama tidak pernah terjadi. Di waktu pemerintahan Hayam Wuruk, seorang pujangga terkenal, Mpu Tantular, telah menulis sebuah buku yang berjudul
Sutasoma, di mana terdapat kalimat Bhinneka Tunggal Ika yang kini dijadikan slogan
Negara Republik Indonesia yang mengartikan meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu persatuan. Setelah Majapahit runtuh pada tahun 1478, maka berangsur-angsur Agama Buddha dan Hindu digeser kedudukannya oleh Agama Islam.
Jaman Majapahit
Agama Buddha mulai bangkit kembali di pulau Jawa dengan datangnya Bhikkhu Narada Thera dari Sri Langka (Ceylon) pada tahun 1934. Selama berada di Kebangkitan Kembali
(33)
pulau Jawa, Bhikkhu Narada Thera memberikan khotbah-khotbah dan Dhamma di beberapa tempat yang ditandai pemberkahan penanaman pohon Bodhi di pekarangan candi Borobudur sekaligus membantu pendirian Java Buddhist Association (Perhimpunan agama Buddha yang pertama) di Bogor dan Jakarta dengan menjalin kerja sama yang erat dengan bhiksu-bhiksu dari kelenteng-kelenteng dan Perkumpulan Theosofi Indonesia di Jakarta, Bogor, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Beliau kemudian melantik upasaka-upasaka dan upasika-upasika di tempat-tempat yang beliau kunjungi. Salah satunya adalah bapak Maha Upasaka S. Mangunkowotjo di Yogyakarta, seorang tokoh umat Buddhis dan anggota MPR di Jawa Tengah.
Pada tanggal 22 Mei 1953 (Waisak 2497), umat Buddhis bersama Perkumpulan Theosofi Indonesia merayakan upacara Waisak yang dipimpin oleh
Anagarika Tee Boan An di Candi Borobudur. Dengan demikian api Buddha Dharma
menyala kembali di Indonesia. Beliau memasuki kehidupan samanera dengan menerima diksa secara Mahayana dari Mahabhiksu Pen Ching sebelum berangkat ke Burma untuk memperdalam pengetahuannya tentang Agama Buddha. Pada bulan April 1954, beliau menerima upasampada dari Mahathera Mahasi Sayadaw dan diberi gelar nama Bhikkhu
Ashin Jinarakkhita sekaligus adalah putra Indonesia pertama yang menjadi bhikkhu
sesudah runtuhnya kerajaan Majapahit. Pada tanggal 17 Januari 1955, beliau kembali ke Indonesia dan tanggal 14 Juli 1955, beliau mendirikan Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) sebagai organisasi umat awam yang membantuk Sangha Agung Indonesia (SAGIN) dalam mengembangkan Agama Buddha di Indonesia.
Tahun 1972, PUUI diganti menjadi Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI) yang kemudian disempurnakan lagi menjadi Majelis Upasaka Pandita Agama Buddha Indonesia dengan singkatan yang tetap yaitu MUABI. Akhir tahun 1979, nama MUABI diubah menjadi Majelis Buddhayana Indonesia (MBI). Lambang PUUI dipakai hingga sekarang.
II. 2.3. Hari-Hari Suci
1. Hari Uposatha, hari puasa dan kebaktian umum yang jatuh pada tanggal 1, 8, 15, dan
23 menurut penanggalan bulan lunar.
2. Hari Waisak, hari raya umat Buddhis yang utama. Ditetapkan sebagai Hari Libur
Nasional sesuai Surat Keppres RI No. 3 Tahun 1983. Hari suci Waisak memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Buddha Gautama yang jatuh di saat
(34)
bersamaan yaitu bulan purnama di bulan Waisak sehingga dikenal hari Sang Buddha yang jatuh pada bulan Mei.
3. Hari Asadha, memperingati khotbah pertama Sang Buddha di Isipatana (Taman
Rusa) sehingga dikenal dari Dhamma yang jatuh pada bulan Juli.
4. Hari Kathina, memperingati selesainya musim hujan di India. Bhikkhu-Bhikkhuni
tidak boleh mengembara di musim hujan karena banyak binatang-binatang kecil yang berkembang biak bisa terinjak maupun tergiring roda-roda kendaraan selama perjalanan. Maka Bhikkhu-Bhikkhuni menetap untuk bermeditasi (Vassa) sehingga dikenal hari Sangha yang biasanya dirayakan tiga empat bulan setelah Hari Asadha. 5. Hari Magha Puja, memperingati hari pertemuan para Arahat di bulan Magha yaitu
bulan Februari atau Maret, di mana pertemuan ini adalah tanpa diundang ataupun direncanakan lebih dulu dan semua Bhikkhu yang memiliki enam kemampuan gaib ini adalah Ehi Bhikkhu yaitu bhikkhu yang ditabiskan langsung oleh Sang Buddha sendiri.
6. Hari Ulambana, hari berdana kepada Sangha berupa jubah, obat-obatan, dan
makanan di saat selesainya Vassa Bhikkhu-Bhikkhuni di bulan 7 tanggal 15. Kemudian berkembang menjadi berdana kepada fakir miskin. Bakti ini dulunya diajarkan Sang Buddha kepada Bhikkhu Mogallana yang ingin menolong ibunya yang terlahir di alam Setan Kelaparan namun gagal karena karma buruk tidak dapat diubah kecuali melakukan kebajikan dan berdana kepada Sangha.
7. Hari Metta, ditandai dengan melakukan kegiatan yang bersifat cintakasih seperti
tidak melakuka n kejahatan, memberikan dana, dan membebaskan binatang ke alam bebas. Dicetuskan saat berdirinya rumah sakit Buddhis di Hongkong yang dihadiri umat Buddhis dari berbagai negara.
II. 3. Agama Khonghucu
Agama Khonghucu adalah istilah yang muncul sebagai akibat dari keadaan
politik di
denga
II. 3.1. Sejarah Agama Khonghucu
Konfusianisme muncul dalam bentuk agama di beberapa negara seperti
Konfusianisme sebagai agama dan filsafat
(35)
seringkali disebut sebagai Kongjiao (孔教) atau Rujiao (儒教). Namun, secara hakikat sebenarnya isi agama Khonghucu berbeda dengan Kongjiao atau Rujiao di negara-negara tersebut. Agama Khonghucu di Indonesia merujuk kepada pemel sebenarnya pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa tidak dapat digolongkan ke salah satu agama yang diakui di Indonesia, maka muncullah agama Khonghucu sebagai penaung pemeluk kepercayaan tadi.
Di zaman Orde Baru, pemerintahan Soeharto melarang segala bentuk aktivitas berbau kebudayaaan dan tradisi
Agama Khonghucu di zaman
pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa menjadi tidak berstatus sebagai pemeluk salah satu dari 5 agama yang diakui. Untuk menghindari permasalahan politis (dituduh
sebagai
memeluk salah satu agama yang diakui, mayoritas menjadi pemeluk agam
juga terpaksa merubah nama dan menaungkan diri menjadi tempat ibadah agama Buddha.
Seusai Orde Baru, pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa mulai mencari kembali pengakuan atas identitas mereka. Untuk memenuhi syarat sebagai agama yang diakui menurut hukum Indonesia, maka beberapa lokalisasi dilancarkan menimbulkan perbedaan pengertian agama Khonghucu di Indonesia dengan Konfusianisme di luar negeri.
Agama Khonghucu di zaman
Agama Khonghucu di Indonesia:
Perbedaan definisi agama Khonghucu di Indonesia dan luar negeri
• Mengangkat先知).
• Menetapkan Litang (Gerbang Kebajikan) sebagai
dikarenakan tidak banyak akses ke litang, masyarakat umumnya menganggap
• Menetapkan四書五經) sebagai
(36)
• Hari-hari raya keagamaan lainnya; Hari lahir Khonghucu (28-8 Imlek), Hari Wafat Khonghucu (18-2-Imlek), Hari Genta Rohani (Tangce) 22 Desember, Chingming (5 April), Qing Di Gong (8/9-1 Imlek) dsb.
• Rohaniawan; Jiao Sheng (Penebar Agama), Wenshi (Guru Agama), Xueshi (Pendeta), Zhang Lao (Tokoh/Sesepuh).
Konfusianisme di luar negeri : • Konfusius hanya sebagai orang bijak (聖人).
• Kelenteng sebagai tempat ibadah pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa, tempat ibadah Konfusianis adalah litang (禮堂).
• Jumlah kitab mengulas tentang Konfusianisme tak terhitung banyaknya, tidak ada yang khusus disucikan.
• Tahun baru Imlek tidak ada hubungannya dengan Konfusius, hari lahir Konfusius jatuh pada tanggal sebagai hari raya penganut Konfusianisme.
II. 3.2. Ajaran Konfusius
Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu (juga: Kong Fu Tze atau Konfusius)
dala儒教) yang berarti agama dari
orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Khonghucu memang bukanlah pencipta agama ini melainkan beliau hanya menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya seperti apa yang beliau sabdakan: "Aku bukanlah pencipta melainkan Aku suka akan ajaran-ajaran kuno tersebut". Meskipun orang kadang mengira bahwa Khonghucu adalah merupakan suatu pengajaran
meningkatkan
memahami secara benar dan utuh tentang Ru Jiao atau Agama Khonghucu, maka orang akan tahu bahwa dalam agama Khonghucu (Ru Jiao) juga terdapat Ritual yang harus dilakukan oleh para penganutnya. Agama Khonghucu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar sesama manusia atau disebut "Ren Dao" dan bagaimana kita melakukan hubungan dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang disebut dengan istilah "Tian" atau "Shang Di".
Ajaran falsafah ini diasaskan ole dan terkenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur 32 tahun, Kong Hu Cu
(37)
banyak menulis buku-buku moral, sejarah, kesusasteraan dan falsafah yang banyak diikuti oleh penganut ajaran ini. Beliau meninggal dunia pada tahun
Konfusianisme mementingkan akhlak yang mulia dengan menjaga hubungan antara manusia di langit dengan manusia di bumi dengan baik. Penganutnya diajar supaya tetap mengingat nenek moyang seolah-olah roh mereka hadir di dunia ini. Ajaran ini merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajar bagaimana manusia bertingkah laku.
Konfusius tidak menghalangi orang Tionghoa menyembah keramat dan penunggu tapi hanya yang patut disembah, bukan menyembah barang-barang keramat atau penunggu yang tidak patut disermbah, yang dipentingkan dalam ajarannya adalah bahwa setiap manusia perlu berusaha memperbaiki moral.
Ajaran ini dikembangkan oleh muridnya beberapa perubahan. Kong Hu Cu disembah sebagai seora menjadi agama baru, meskipun dia sebenarnya adalah yang luar biasa akan Kong Hu Cu telah mengubah falsafahnya menjadi sebuah agama dengan diadakannya perayaan-perayaan tertentu untuk mengenang Kong Hu Cu.
II. 3.3. Inti Sari Ajaran Konfusius
a. Delapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui) dalam agama Khonghucu:
1. Sepenuh Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Cheng Xin Huang Tian)
2. Sepenuh Iman menjunjung Kebajikan (Cheng Juen Jie De)
3. Sepenuh Iman Menegakkan Firman Gemilang (Cheng Li Ming Ming)
4. Sepenuh Iman Percaya adanya Nyawa dan Roh (Cheng Zhi Gui Shen)
5. Sepenuh Iman memupuk Cita Berbakti (Cheng Yang Xiao Shi)
6. Sepenuh Iman mengikuti Genta Rohani Nabi Kongzi (Cheng Shun Mu Duo)
7. Sepenuh Iman memuliakan Kitab Si Shu dan Wu Jing (Cheng Qin Jing Shu)
8. Sepenuh Iman menempuh Jalan Suci (Cheng Xing Da Dao)
b. Lima Sifat Kekekalan (Wu Chang):
1. Ren - Cintakasih
2. Yi - Kebenaran/Keadilan/Kewajiban
3. Li - Kesusilaan, Kepantasan
(38)
5. Xin - Dapat dipercaya
c. Lima Hubungan Sosial(Wu Lun):
1. Hubungan antara Pimpinan dan Bawahan
2. Hubungan antara Suami dan Isteri
3. Hubungan antara Orang tua dan anak
4. Hubungan antara Kakak dan Adik
5. Hubungan antara Kawan dan Sahabat
d. Delapan Kebajikan(Ba De):
1. Xiao - Laku Bakti
2. Ti - Rendah Hati
3. Zhong - Satya
4. Xin - Dapat Dipercaya
5. Li - Susila
6. Yi - Bijaksana
7. Lian - Suci Hati
8. Chi - Tahu Malu
e. Zhong Shu = Satya dan Tepa selira/Tahu Menimbang:
"Apa yang diri sendiri tiada inginkan, jangan dilakukan terhadap orang lain" (Lunyu)
II. 3.4. Kitab Suci
Kitab sucinya ada 2 kelompok, yakni:
• 5 Kitab Suci 五經 Wu Jing (Kitab Suci yang Lima) yang terdiri atas:
1. Kitab Sanjak Suc
2. Kitab Dokumen Sejarah
3. Kitab Wahyu Perubaha
4. Kitab Suci Kesusilaan
5. Kitab Chun-q
•
1. Kitab Ajaran Besar -
2. Kitab Tengah Sempurna -
(39)
4. Kitab Mengzi -
Selain itu masih ada satu kitab lagi: Xiao Jing (Kitab Bhakti).
II. 4. Taoisme
Taoisme 道教 atau 道家 ) juga diejakan Daoisme, diprakarsai oleh
老子ǎozǐ) sejak akhir
道德經īng). Pengikut Laozi yang
terkenal adalah庄子) yang merupakan tokoh penulis kitab yang judul
II. 4.1. Riwayat Hidup Laozi
Menurut kitab史記ĭjì), nama as
(李耳ĭĚr), nama sapanya Boyang (伯阳) dan nama almarhum kehormatannya Dan (聃). Terdapat segolongan sarjana mengatakan Boyang dan Dan adalah nama sopan beliau. Laozi (SM570~SM470), dilahirkan di provinsi Ku(苦县), Chuguo (楚国), sekarang dikenali Provinsi Henan. Beliau merupakan ketua pustakawan Chuguo, kitab-kitab serta catatan-catatan historis, sehingga beliau mencapai keinsafan wawasan.
Kemasyhuran beliau luas tersebar sehingga kenala catatan kesopanan. Terdapat lukisan-lukisan berdasarkan kisah ini. Dengan ini, terdapat
persangkaan
Menurut rujukan Zhuangzi, kali pertama 17 kemudiannya pada usia 34, perjumpaan ketiga berada di Xiangyi (相邑) serta semasa berusia 51 dan 66.
Pada waktu keruntuhan
meninggalkan negerinya. Ketika beliau tiba di Kastam Hangu (函谷关), Guan Yixi (关尹喜) meminta beliau meninggalkan filsafat dalam bentuk tulisan. Atas permintaan Guan Yixi, Laozi meninggalkan dua karya yang berjudul De dan Dao (Judul pertama adalah "De" dan kedua adalah "Dao" ) sebelum meninggalkan Chuguo. Kedua-dua kitab digabungkan dan diperkenalan sebagai Tionghua dalam 81 bab.
(40)
Terdapat banyak legenda mengenai Laozi yang masih terlibat dalam argumen orang ramai. Argumen dan Legenda yang berkenalan adalah seperti berikut:
Argumen dan Legenda
1. Laozi berada dalam perut ibundanya selama 82 tahun dan dilahirkan dalam keadaan tua. Oleh itu digelarkan sebagai Laozi yang berarti Budak Tua.
2. Laozi berusia 200 tahun.
3. Perjumpaan
II. 4.2. Ajaran Taoisme
Taoisme adalah berasalkan "Dao" (道) yang berarti tidak berbentuk, tidak terlihat tetapi merupakan asas atau jalan atau cara kejadian kesemua benda hidup dan benda-benda alam semesta dunia. Dao yang wujud dalam kesemua benda hidup dan kebendaan adalah De (德). Gabungan Dao dengan De diperkenalkan sebagai Taoisme merupakan asasi alamiah. Taoisme bersifat tenang, tidak berbalah, bersifat lembut seperti air, dan berabadi. Keabadian manusia adalah apabila seseorang mencapai kesedaran Dao dan akan menjadi dewa. Penganut-penganut Taoisme mempraktekan Dao untuk mencapai kesedaran Dao dan juga mendewakan.
Taoisme juga memperkenalkan teori Yinyang (阴阳), dalam 42:
“道生 一,一生 二,二生 三,三生 万物。万 物负阴而抱阳,冲气以为和
"
Berarti: Dao melahirkan sesuatu, yang dilahirkan itu melahirkan Yin dan Yang, Yinyang saling bertindak balas menghasilkan tenaga atau kuasa, dengan adalah tenaga ini, hasil jutaan benda di dunia. Setiap benda dalam alam, samada hidup atau tidak, mengandungi
Yinyang yang saling bertindak untuk mencapai keseimbangan.
Yin dan Yang dengan saintifiknya diterjemahkan sebagai negatif dan positif.
Setiap benda adalah dualisme, terdapat positif mesti adanya negatif; tidak bernegatif dan tidak berpositif jadinya kosong, tidak ada apa-apa. Bahkan magnet, magnet kepunyaan positif dan negatif, kedua-dua sifat tidak bisa diasingkan; tanpa positif, tidak wujudnya negatif, tidak jadinya magnet.
Lambang
Lambang Yinyang
(先天太極圖) atau Yinying Yu (阴阳魚) diperkenalkan oleh Lai Zhide (來知德; tahun
(41)
1525~1604). Sejarah kajian dan perkembangan Lambang Yinyang boleh dikatakan sejak awal (陳摶) dan Chou Dunyi (周敦頤). Lambang asli adalah Lambang Wuji(無極圖) oleh Chentuan pada awal Dinasti Song, kemudiannya dimajukan oleh Chou Dunyi dan memperkenalkan Lambang Taiji (太極圖).
Bidang-bidang yang dikembangkan berasakan Taoisme termasuk Taiji, Qigong, bidang medis, kesehatan, ilmu kimia, muzik dan sebagainya. Salah satu Kesatuan Taoisme Tiongkok kepunyaan kumpulan kitab-kitab hasil kajian Taoisme. Kitab-kitab tersebut merangkumi ajaran asli Taoisme, peraturan Taoisme, Qigong serta kajian-kajian medis, kesehatan, ilmu kimia, musik dan lain-lain.
Perkembangan berasaskan Taoisme
II. 5. Kepercayaan tradisional Tionghua
Kepercayaan tradisional Tionghoa ialah tradisi kepercayaan rakyat yang
dipercayai oleh kebanyaka
mempunyai
kepercayaan atau filsafat antara lain
Kepercayaan tradisional Tionghoa ini juga mengutamakan lokalisme seperti dapat dilihat pada penghormatan pada datuk di kalangan Tionghoa di Sumatera sebagai pengaruh dari kebudayaan Melayu.
Secara umum, kepercayaan tradisional Tionghoa mementingkan ritual penghormatan yaitu:
• Penghormatan leluhur: Penghormatan kepada nenek moyang merupakan
intisari dalam kepercayaan tradisional Tionghoa. Ini dikarenakan pengaruh ajaran Konfusianisme yang mengutamakan bakti kepada orang tua termasuk leluhur jauh.
• Penghormatan dewa-dewi: Dewa-dewi dalam kepercayaan tradisional
Tionghoa tak terhitung jumlahnya, ini tergantung kepada popularitas sang dewa atau dewi. Mayoritas dewa atau dewi yang populer adalah dewa-dewi yang merupakan tokoh sejarah, kemudian dikultuskan sepeninggal mereka karena jasa yang besar bagi masyarakat Tionghoa di zaman mereka hidup.
(42)
II. 6. Pendekatan Pemilihan Tapak dan Lokasi II. 6.1. Kriteria Pemilihan Lokasi
Untuk memilih lokasi yang akan dijadikan tempat pelaksanaan pembangunan proyek ini, maka penting terlebih dahulu dibuat kriteria-kriteria pemilihan lokasi. Langkah ini ditempuh kemudian dievaluasi sehingga mendapatkan lokasi yang benar-benar cocok untuk proyek ini.
Kriteria ini dibuat berdasarkan analisa tata ruang kota, analisa sasaran proyek, analisa program aktifitas, analisa pencapaian, dan analisa penerapan tema.
Ada pun kriteria dalam pemilihan lokasi untuk proyek ini adalah:
• Kesesuaian dengan RUTRK
Kota Medan sebagai pusat administrasi pemerintahan, pusat industri, pusat distribusi, pusat jasa pelayanan keuangan, pusat komunikasi, pusat akomodasi jasa kepariwisataan, dan pusat perdagangan regional dan internasional, maka dalam pelaksanaannya studi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kotamadya Medan menetapkan adanya satuan-satuan Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP), dimana tujuan dari WPP ini adalah mengoptimalkan pembangunan di setiap sektor atau wilayah. WPP Kotamadya Medan dibagi menjadi lima wilayah, yaitu :
(43)
Gambar 2.8. Gambar Peruntukan Lahan
Daerah WPP A Merupakan Kawasan Pelabuhan dan industri
Daerah WPP B
Merupakan kawasan perkantoran dan perdagangan
Daerah WPP C Merupakan kawasan pemukiman dan perdagangan Daerah WPP D
Merupakan kawasan perkantoran
Daerah WPP E Merupakan kawasan pemukiman dan perdagangan
(44)
WPP Cakupan Kecamatan
Pusat Pengembangan
Peruntukan Lahan Program Pembangunan A M. Belawan
M. Marelan M. Labuhan
BELAWAN Pelabuhan, Industri, Permukiman, Rekreasi, Maritim
Jalan baru, jaringan air minum, septic tank, sarana pendidikan dan permukiman. B M. Deli TJ. MULIA Perkantoran,
Perdagangan, Rekreasi, Indoor, Permukiman
Jalan baru, jaringan air minum,
pembuangan sampah, sarana pendidikan. C M. Timur
M. Perjuangan M. Tembung M. Area M. Denai M. Amplas
AKSARA Permukiman, Perdagangan, Rekreasi
Sambungan air minum, septic tank, jalan baru, rumah permanen, sarana pendidikan dan kesehatan. D M. Johor
M. Baru M. Kota M. Maimoon M Polonia
INTI KOTA CBD, Pusat Pemerintahan, Hutan Kota, Pusat Pendidikan, Perkantoran, Rekreasi Indoor, Permukiman Perumahan permanen, pembuangan sampah, sarana pendidikan.
E M. Barat M. Helvetia M. Petisah M. Sunggal M. Selayang M. Tuntungan
SEI SEKAMBING Permukiman, Perkantoran, Perdagangan, Konservasi,
Rekreasi, Lapangan Golf, Hutan Kota
Sambungan air minum, septic tank, jalan baru, rumah permanen, sarana pendidikan dan kesehatan. Tabel 2.1 Tabel Peruntukan Lahan
Berdasarkan pembagian wilayah pembangunan kotamadya Medan menurut RUTRK tahun 2005, kriteria untuk site adalah berada di WPP A,B,E, yaitu lokasi site berada di pinggiran perkotaan.
(45)
• Tinjauan Terhadap Struktur Kota
Proyek berkaitan dengan peribadatan sehingga lokasi perencanaan harus memiliki tingkat ketenangan yang cukup tinggi, tidak berdekatan dengan pusat keramaian. Lokasi perencanaan diharapkan jauh dari pemukiman penduduk
• Pencapaian
Site harus dapat dicapai dengan mudah, baik bagi kendaraan maupun bagi pejalan kaki. Site juga harus sudah memiliki jaringan jalan dengan kondisi yang baik, cukup lebar, nyaman, dan dilalui oleh angkutan umum.
• Area Pelayanan
Berdasarkan RUTRK tentang Konsep Pola Hierarki Fasilitas Pelayanan Kota adalah antara 2-3 km.
II. 6.2. Alternatif Lokasi
Jl. Jamin Ginting, Kelurahan Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan Alternatif A
Potensi site antara lain :
Berada di pinggiran kota
Pencapaian mudah
Daerah cukup tenang
Dekat dengan area sungai
Lokasi berada di Jl. Jamin Ginting, Pancur Batu Alternatif B
Potensi site antara lain :
Berada di pinggiran perkotaan
Sudah tersedia jaringan jalan yang cukup baik
Suasana tenang
Jauh dari daerah pemukiman penduduk
Padang Golf International Alternatif C
Lokasi berada di Jl. Jamin Ginting, Pancur Batu Potensi site antara lain :
(46)
Tersedia jaringan jalan yang cukup baik
Suasana tenang dan jauh dari sumber kebisingan
Jauh dari daerah pemukiman penduduk
II. 6.3. Penilaian Lokasi Tapak
Kriteria Alternatif A Alternatif B Alternatif C
Tingkatan jalan Jalur Primer (5) Jalur Sekunder (3) Jalur Primer (5) Pencapaian ke Lokasi Transportasi mudah didapat (5) Transportasi cukup mudah didapat (4) Transportasi cukup mudah didapat (4) Jangkauan terhadap struktur kota
Cukup jauh dari Pemukiman Penduduk (4) Jauh dari Pemukiman Penduduk (5) Jauh dari Pemukiman Penduduk (5) Fungsi Pendukung Sekitar Lokasi Terdapat sungai di sekitar site
(5)
Terdapat sungai kecil di sekitar
site (4)
Tidak terdapat sungai di sekitar
site (2) RUTRK (Pengembangan Perdagangan dan Rekreasi) Diperuntukkan untuk Permukiman, Perkantoran, Perdagangan, Konservasi, Rekreasi, Lapangan Golf, Hutan Kota (5) Diperuntukkan untuk Permukiman, Perkantoran, Perdagangan, Konservasi, Rekreasi, Lapangan Golf, Hutan Kota (5) Diperuntukkan untuk Permukiman, Perkantoran, Perdagangan, Konservasi, Rekreasi, Lapangan Golf, Hutan Kota (5) Fungsi Eksisting Restoran
Kenanga (4) Lahan Kosong (5) Lahan Kosong (5)
(47)
Kontur Berkontur (5)
Berkontur (5)
Berkontur (5)
Ketenangan Tenang
(4)
Tenang (4)
Sangat Tenang (5)
Total Nilai 37 35 36
Peringkat 1 3 2
Tabel 2.2. Penilaian Pemilihan Lokasi
Keterangan :
5 : Baik Sekali 3 : Cukup 1 : Kurang Sekali
4 : Baik 2 : Kurang
Dari ketiga alternative lokasi yang ditawarkan, ketiganya memiliki potensi yang memenuhi kriteria pemilihan lokasi proyek. Namun dari ketiga lokasi tersebut, yang memiliki potensi adalah pada lokasi pertama. Jadi, lokasi yang dipilih untuk proyek Oasis Bodhicitta Mandala Indonesia ini adalah Jl. Jamin Ginting, Kelurahan Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan.
(48)
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
III. 1. Deskripsi Proyek III. 1.1. Umum
Nama Proyek : Oasis Boddhicitta Mandala Indonesia Status Proyek : Fiktif
Pemilik : Persamuhan Bodhicitta Mandala Indonesia (PBMI)
Pendanaan : Swasta
Lokasi : Jalan : Jamin Ginting
Kelurahan : Lau Cih
Kecamatan : Medan Tuntungan Kotamadya : Medan
Luas Tapak : ±2,5 ha
Batas Tapak : Utara : Restoran Kenanga Indonesia
Timur : Hotel Seri Buena Indah Selatan : Pemukiman Penduduk Barat : Pemukiman Penduduk
Existing Tapak : Fungsi : Lahan Kosong
Prasarana : Ada
Lansekap : Tanah cukup berkontur, pepohonan dan rumput liar
KDB : 60 %
GSB : Min 8 meter dari Jalan Jamin Ginting
III. 1.2. Arti Kata
JUDUL : OASIS BODHICITTA MANDALA INDONESIA
Oasis : suatu tempat yang menyenangkan di tengah-tengah
suasana yang serba kalut dan tidak menyenangkan.
Bodhicitta : suatu pikiran dan hati yang luhur.
(49)
Bodhicitta Mandala : sebuah kehidupan yang mengaktualisasikan kondisi
Bodhicitta. Bodhicitta Mandala itu sendiri diambil dari PBMI (Persamuhan Bodhicitta Mandala Indonesia) yang merupakan suatu organisasi yang bergerak di bidang sosial, lingkungan hidup, pendidikan, dan spiritual.
Indonesia : nama negara kepulauan di Asia Tenggara yang terletak di
antara benua Asia dan benua Australia.
III. 1.3. Pengertian
Jadi yang dimaksud dengan Oasis Bodhicitta Mandala Indonesia ialah suatu lingkungan kompleks peribadatan yang dibentuk oleh suatu organisasi sosial yaitu PBMI (Persamuhan Bodhicitta Mandala Indonesia) yang dimaksudkan agar umat Buddha memperoleh kesejukan rohani di tengah-tengah suasana yang serba kalut dengan skala kota, daerah, nasional. Walaupun Oasis Bodhicitta Mandala Indonesia memiliki fungsi tambahan berupa krematorium dan kolumbarium, namun tetap dapat menciptakan kesan religius dan nyaman, tanpa ada perasaan angker.
III. 1.4. Persamuhan Bodhicitta Mandala Indonesia (PBMI)
PBMI (Persamuhan Bodhicitta Mandala Indonesia) adalah sebuah organisasi yang bergerak di bidang sosial, lingkungan hidup, pendidikan dan spiritual. Tujuan dari didirikannya PBMI adalah membantu masyarakat dalam bidang sosial, pendidikan, lingkungan hidup serta dalam bidang spiritual.
Kegiatan yang telah dilakukan PBMI antara lain : A. Sosial
• Program Anak Asuh Metta Jaya
Yang bertujuan membantu anak-anak yang keluarganya bermasalah agar mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang lebih layak.
• Pendirian Poliklinik umum
Bertempat di Jln. Selam no.23 Medan Yang bertujuan mengobati masyarakat yang mempunyai penyakit umum dengan biaya yang terjangkau.
(50)
Bertempat di Jln. Industri no.70i Medan Yang bertujuan membantu masyarakat yang kurang mampu dengan masalah gigi dan mulut.
• Program kartu donasi Bodhicitta
Yang bertujuan bagi masyarakat yang ingin beramal rutin setiap bulan. Dana donasi yang terkumpul digunakan untuk pelayanan kesehatan (poliklinik), pelayanan sosial (tempat berkumpulnya orang tua, pentipan anak, rumah kedamaian, tempat rehabilitasi penyandang masalah sosial), menumbuh suburkan Buddha Dharma, perpustakaan buddhis, pengembangan Dharma Duta, pengadaan dan pengembangan SDM.
B. Pendidikan
• Program beasiswa ke Taiwan
Yang bertujuan bagi pelajar yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi serta memperdalam bahasa mandarin dan bahasa inggris.
• Pendirian Gedung Pusat Pelatihan dan Bimbingan Belajar Bodhicitta
Yang bertujuan sebagai fasilitas pelayanan masyarakat di bidang pendidikan dan pengembangan diri.
• Program Summer Camp dari Bamboo Community University, Hsin Chu Taiwan
Yang bertujuan agar peserta Summer Camp dapat memperoleh berbagai skill dalam aspek teknologi terutama komputerisasi serta dalam pembuatan barang kerajinan tangan (handy-craft).
C. Lingkungan Hidup
• Pemberian tong sampah kepada masyarakat
Yang bertujuan agar masyarakat dapat menjaga kebersihan lingkungan serta dapat membedakan sampah organik (tong sampah biru) dan non-organik/daur ulang (tong sampah kuning).
(51)
• Pembibitan di Pancur Batu.
Yang bertujuan sebagai tempat pelatihan pembudidayaan dan pembuatan tanaman unggul serta menjadi tempat pembelajaran bagi masyarakat untuk lebih memahami tumbuhan hutan dan pengembangannya.
• Pusat studi lingkungan hidup Bodhicitta Panopuan Tapsel Yang bertujuan memperkenalkan dan mempertahankan konsep kesatuan antara manusia dan alam, melakukan pengelolaan dan pemanfaatan lahan kritis menjadi lahan yang bermanfaat secara ekonomis dan ekologis, sebagai kawasan penyangga sistem kehidupan dan pengawetan keanekaragaman hayati, pemanfaatan lestari yang berdayaguna dan agar masyarakat ikut serta dalam menjaga kelestarian kawasan.
• Gerakan 1.111.111 pohon
Yang bertujuan menanam dan melestarikan pohon serta berusaha menyelamatkan kawasan hutan alam yang masih tersisa dengan menggali potensi dan kearifan masyarakat Indonesia dalam menjaga alamnya.
• Program barang bekas Bodhicitta
Yang bertujuan agar barang-barang bekas yang diberikan masyarakat dapat didayagunakan kembali.
D. Spiritual
• Dharma class kepada anak asuh dan murid-murid Perguruan Buddhis Bodhicitta
Yang bertujuan memberikan siraman rohani untuk perkembangan anak asuh ke arah yang lebih baik.
• Pelatihan diri di Padang Sidempuan
Yang bertujuan melatih pendidikan, spiritual, mental dan emosi.
(52)
III. 1.5. Fasilitas
Fasilitas yang akan dibangun pada proyek Oasis Bodhicitta Mandala Indonesia adalah sebagai berikut :
• Balai Dhamma (Dharmasala),
Merupakan tempat untuk pembacaan paritta, pembabaran Dhamma, diskusi Dhamma, meditasi unuk melakukan Vesakpuja (puja bakti waisak), Asathapuja (puja bakti Asadha), dan Maghapuja. Selain itu, juga berfungsi sebagai tempat untuk melangsungkan upacara pernikahan, ulang tahun atau upacara kematian.
• Kuti
Merupakan tempat tinggal untuk Bhikkhu/Bhikkhuni dan Samanera-Samaneri.
• R. Administrasi
Merupakan sarana tempat tempat kegiatan administrasi, pembukuan, penjualan serta konsultasi.
• Ruang kremator,
Merupakan tempat kremasi dilaksanakan. Jenis ruang kremator tergantung pada bahan bakar dan cara kremasi.
• Ruang penyimpanan guci abu jenazah (kolumbarium)
Merupakan tempat untuk menyimpan guci penyimpan abu jenazah, dan juga tempat melakukan ziara dan sembahyang kepada yang meninggal.
• Aula serba guna, yang berfungsi untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan sosial maupun upacara-upacara seperti:
4. Peringatan 1000 hari 5. Peringatan hari Ulambhana
6. Upacara pembakaran rumah kertas • Perpustakaan,
Merupakan sarana untuk menambah wawasan melalui koleksi buku-buku Buddhist maupun buku-buku pengetahuan umum.
(53)
III. 1.6. Deskripsi Kegiatan
Secara garis besar kegiatan yang dilaksanakan dalam Oasis Bodhicitta Mandala Indonesia adalah :
a. Kebaktian
Merupakan kegiatan rutin yang selalu dilakukan setiap hari, kebaktian hari Minggu dan kebaktian hari-hari besar Agama Buddha.
b. Seminar dan sarasehan
Dilaksanakan secara berkala dan merupakan kegiatan yang berskala kota, daerah, nasional, maupun internasional.
c. Kegiatan sosial
Merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara berkala untuk membantu terhadap sesama manusia yang membutuhkan bantuan maupun kegiatan yang diadakan pada saat hari besar agama seperti hari Cinta Kasih, di mana umat Buddhis melakukan kegiatan pelepasan makhluk hidup ke alam bebas seperti pelepasan burung, ikan, dan kura-kura.
d. Kegiatan penghormatan kepada leluhur
Merupakan kegiatan yang dilaksanakan sebagai kewajiban terhadap keluarga yang diwujudkan dalam bakti, seperti : memuja orang tua dan leluhur, kewajiban anggota keluarga terhadap yang meninggal, lama berkabung, pakaian berkabung, ziara pada bulan 3 penanggalan Imlek, membersihkan altar.
III. 1.7. Studi Banding Proyek Sejenis
A. VIHARA BUDDHA MURNI, TANJUNG MORAWA, SUMATERA
UTARA
Vihara Buddha Murni terletak di Tanjung Morawa dengan 4 bangunan terpisah yang memiliki fungsinya masing-masing. Yaitu tempat penyimpanan abu jenazah, tempat peribadatan, kuti, serta krematorium.
(54)
Gambar 3.1. Vihara Buddha Murni Indonesia Sumber : pribadi
Bangunan pertama yang terletak paling depan merupakan tempat persembahyangan dewa-dewa serta tempat penyimpanan abu jenazah. Di luar vihara terdapat tungku pembakaran kertas-kertas sembahyang. Bangunan kedua merupakan tempat peribadatan, tempat kebaktian, tempat penghormatan kepada Sang Buddha
Gambar 3.1. Tempat persembahyangan dewa-dewa Sumber : pribadi
Gambar 3.4. Tungku Pembakaran Kertas-Kertas Sembahyang
Sumber : pribadi Gambar 3.3. Tempat Penyimpanan Abu Jenazah
(55)
Bangunan ini dari luar tidak terlihat karena bersifat lebih sakral. Pencapaian menuju bangunan ini melalui tangga yang memberi kesan hierarki yang lebih tinggi. Bangunan ini hanya bisa diakses setelah melewati bangunan pertama.
Gambar 3.5. Tempat penghormatan kepada Sang Buddha Sumber : pribadi
Bangunan ketiga merupakan tempat peristirahatan bagi bhikhu-bhikkhuni. Bangunan ini bisa diakses dari luar langsung karena berada di sisi luar membentuk huruf U.
Gambar 3.6. Kuti Sangha
Sumber : pribadi
Bangunan keempat merupakan tempat pengkremasian jenazah. Pada bangunan ini terdapat ruang upacara ritual sebelum pengkremasian jenazah dan ruang pengkremasian jenazah yang menggunakan tenaga gas maupun tenaga listrik.
(56)
Gambar 3.7. Krematorium Di Zang Dian Sumber : pribadi
B. OASIS LESTARI
Krematorium Oasis Lestari merupakan salah satu tempat kremasi paling modern pada masa ini khususnya di daerah Jabotabek. Dengan latar depan telaga yang sejuk dan dikelilingi oleh danau dengan bunga lotus. Krematorium Oasis Lestari memberikan fasilitas yang paling modern dan
r a m
a h
Sumber :
Gambar 3.9. Proses kremasi dengan oven Sumber :
Gambar 3.10. Aula Krematorium Sumber :
(57)
Gambar 3.11. Aula Semayam
Sumber :
lingkungan. Gedungnya didesain dengan gaya Eropa yang menggunakan tehnik minimalis. Komposisi warna putih yang mendominasi hampir seluruh bagian gedung memberikan kesan bersih dan indah. Dua alua Krematorium yang masing-masing beberrukuran 10 x 10 meter, dirancang dengan tata cahaya, tata artistik dan tata suara sehingga tercipta ruang yang khidmat, tenang dan nyaman. Tiap aula Krematorium dapat menampung 100 orang yang dilengkapi dengan ruang keluarga.
Fasilitas Rumah Duka Oasis Lestari dilengkapi oleh ruang transit jenazah, ruang permandian, ruang rias, aula/ruang semayam, ruang keluarga, kantor administrasi, kantin dan sarana umum untuk pengunjung. Ruang transit jenazah berukuran 6 x 4 meter, terdapat 2 tempat tidur untuk jenazah, bersih dan steril. Ruang pemandian jenazah berukuran 6 x4 meter,
dibagi mmenjadi 2 ruangan yaitu ruangan yang digunakan untuk memandikan jenazah dilengkapi dengan shower dan ruangan yang digunakan untuk membersihkan jenazah. Ruang rias jenazah berukuran 3 x 2 meter. Aula/ruang semayam dirancang khusus untuk kapasitas 150 orang
untuk masing-masing ruangnya, ukurannya luas dan ketinggian ruang yang
maksimal, dilengkapi dengan sistem tata udara yang membuat pengunjung dapat menikmati kenyamanan. Oasis Lestari mempunyai 6 ruang semayaman. Di dalamnya juga terdapat ruang keluarga yang berukuran 4 x 3 meter dilengkapi dengan tempat tidur queen size dan kamar mandi yang bersih.
Gambar 3.12. Tempat transit jenazah Sumber :
(58)
D i
d a l a L
Lobby dan selasar yang dikelilingi oleh tembok naga dapat mengakomodasikan 1000 orang. Pada bagian luar Rumah Duka terdapat danau yang cukup panjang dihiasi dengan bunga lotus dan ikan-ikan hias untuk memberikan kesan nyaman bila melihatnya.
Rumah Abu Oasis Lestari didesain terbuka untuk menimbulkan kesan sejuk dan nyaman. Aula tebuka dari Rumah Abu dilengkapi dengan kolam yang memanjang dari sisi kiri sampai sisi kanan, dana didalamnya terdapat ikan-ikan hias yang dapat menambah rasa nyaman. Banyak pengunjung yang berkunjung ke Rumah Abu Oasis Lestari meletakan
ikannya di kolam tersebut. Rumah Abu menampung 360 ruang penyimpanan abu yang elegan, bersih dan nyaman. Kebersihan Rumah Abu sangat diutamakan karena merupakan salah satu kewajiban Oasis Lestari untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi para keluarga. Di bagian belakang Rumah Abu terdapat kantor dan toilet.
Di bagian depan rumah abu, terbentang Dinding Memorial yang berfungsi untuk mengenang kehidupan orang yang kita cintai. Dinding
Gambar 3.13. R. Pemandian
Sumber :
Gambar 3.14. R. Keluarga
Sumber :
Gambar 3.15. R. Rias Jenazah
Sumber :
Gambar 3.16. R. Kolumbarium Sumber :
(59)
memorial memberikan fasilitas penulisan nama di dinding dan penulisan obituari.
C. Vihara di Penang, Malaysia
Vihara di Penang memiliki ciri khas ornamen-ornamen runcing di atap serta pada puncak atap terdapat stupa. Warna bangunan merupakan perpaduan warna kuning emas dan jingga. Interior berisi rupang-rupang Buddha yang monumental merupakan kesan yang didapat dari bangunan ini.
Gambar 3.17. Dinding Memorial
Sumber :
Gambar 3.18. Vihara di Penang
Sumber : pribadi
Gambar 3.19. Rupang Buddha Sumber : pribadi
(60)
D. KE LOK SI di Penang, Malaysia
Kompleks peribadatan ini terdiri dari beberapa bangunan yang tersusun secara teratur. Terdiri dari bangunan-bangunan tempat penyembahan kepada dewa-dewa serta sebuah pagoda sebagai tempat penyimpanan abu jenazah.
Pada penghubung antar bangunan terdapat rupang-rupang Buddha yang menuntun kita ke bangunan selanjutnya. Kompleks peribadatan ini penuh dengan ornamen-ornamen yang diadaptasikan dari China. Serta interior yang megah dengan plafon yang sangat tinggi memberi kesan megah dan monumental. Bangunan berbentuk pagoda difungsikan sebagai tempat penyimpanan abu jenazah.
Gambar 3.20. KE LOK SI Sumber : pribadi
Gambar 3.21. Ornamen Buddha
Sumber : pribadi
Gambar 3.22. Interior Vihara
Sumber : pribadi
Gambar 3.23. Pagoda
(61)
III. 2. Elaborasi Tema
III. 2.1. Definisi Simbolisme
Pengertian dari simbolisme jika ditinjau dari arti kata adalah sebagai berikut : • Simbol : Lambang, sesuatu seperti tanda yang menyatakan suatu hal atau
mengandung maksud tertentu. 1
• Simbol : Something associated with something else that signifies or represent (suatu fenomena yang dapat memberikan asosiasi bahwa ia dapat membawa arti penting atau dapat mewakili) (Ensyclopedia Americana, 1976 : 166)
• Simbol : Adalah tanda dimana hubungan antara tanda dengan denotatumnya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum, ditentukan oleh suatu persyaratan bersama atau konvensi. (Halim : 36)
• Simbol : Sebagai tanda dapat juga menggambarkan suatu ide abstrak jadi tidak ada kemiripan antara benutk tanda dan arti terdapat yang bebas antara signified (objek atau arti yang dimaksudkan) dari rupa tanda. (Ibid : 36)
• Simbolisme : Perihal pemakaian simbol (lambang) untuk mengekspresikan ide-ide.
Pengertian Simbolisme secara keseluruhan :
Suatu cara yang dipakai untuk memberikan asosiasi bahwa sesuatu itu dapat membawa arti atau mewakili hadirnya fenomena lain yang lebih kompleks yang berkaitan dengannya.
Simbol, tanda atau lambang merupakan metode ekspresi yang sangat langsung. Mereka digunakan dalam rancangan arsitektur untuk memfokuskan perhatian para pemakai bangunan dengan menyampaikan pemahaman fungsi bangunan atau ruang di dalam arsitektur. (Synder : 145).
III. 2.2. Jenis-Jenis Simbol
Ada beberapa jenis simbol yang dapat dikaitkan dengan peran itu sendiri. Kesan yang ditimbulkan oleh bentuk simbol yang semuanya ditampilkan pada bentuk-bentuk tertentu.
1. Simbol yang agak tersamar
1 Kamus Besar Bahasa Indonesia
(62)
Yang menyatakan peran dari suatu bentuk, misalnya pabrik yang berbentuk gerigi. Bangunan pabrik dengan ruang yang besar dan luas sesuai dengan kebutuhan proses produksi dalam ruang tersebut. Karena luas ruangan dibutuhkan penyelesaian atap khusus untuk memasukkan cahaya agar ruangan sebesar itu tidak gelap. Hasilnya berupa bentuk atap gerigi. Sebetulnya bentuk itu menggambarkan peranannya sebagai bentuk yang memasukkan cahaya ke dalam. Pemakaian bentuk tersebut digunakan berulang-ulang dengna tujaun yang sama pada pabrik, sehingga akhirnya bentuk tersebut dikenal masyarakat sebagai bentuk simbolis pabrik yang berperan sebagai bentuk yang memasukkan cahaya ke dalam.
2. Simbol Metaphor
Simbol ini berdasarkan pada pandangan seseorang terhadap bentuk bangunan yang dilihat dan diamatinya. Baik dari bentuk keseluruhan atau terhadap bagian masyarakatnya, yaitu tingkat kecerdasan dan pengalamannya, sebab seseorang itu selalu membandingkan bangunan yang diamatinya dengan bangunan atau benda lain, misalnya Nagaka Capsule Building, Tokyo.
Terdapat 3 kategori metafora dalam arsitektur (Antonlade, 1992 : 30-31)
a. Intangible Metaphor (metafora yang tidak dapat diraba). Metafora yang dipakai berangkat dari suatu konsep, ide, hakekat manusia, dan nilai-nilai seperti individualisme, naturalisme, komunikasi, tradisi dan kebudayaan. b. Tangible metaphor (metafora yang nyata)
Metafora yang dipakai berangkat dari hal-hal yang visual serta spesifikasi/karakter tertentu dari sebuah benda seperti sebuah rumah (puri atau istana)
c. Combine metaphor (metafora kombinasi)
Merupakan gabungan intangible dan tangible metaphor dengan membandingkan suatu objek visual yang lain di mana mempunyai persamaan nilai/konsep, di mana bentuk visualnya dapat dipakai sebagai acuan kreativitas perancangan.
3. Simbol Tanda Pengenal
a. Masyarakat mengenal mesjid dari bentuk kubahnya. Pada umumnya bentuk kubah mewakili mesjid secara keseluruhan. Bentuk tersebut terjadi karena persyaratan struktur sebab bahan yang ada terbatas dan menuntut perlakuan struktur seperti itu. Karena pemakaian yang terus menerus pada jenis
(63)
bangunan yang itu-itu saja, bentuk yang disepakati oleh masyarakat sebagai simbol mesjid, meskipun bentuk ini tidak fungsional lagi karena ada bahan-bahan lain yang tidak menuntuk perlakuan struktur yang melahirkan bentuk kubah tadi.
b. Tanda bulan-bintang sebagai simbol Agama Islam c. Tanda salib sebagai simbol Agama Kristen.
d. Bentuk gereja yang ditandai dengan salib, patung Bunda Maria, Yesus Kristus, dll
e. Pura dijumpai ukiran-ukiran dan patung-patung dalam agama Hindu.
f. Dalam Agama Buddha dijumpai lambang-lambang seperti Stupa, Mandala, Dharma Cakra, dll.
III. 2.3. Simbol Religius(Hendropuspito, 1993 : 101)
Masalah keagamaan yang abstrak (yang berkenaan dengan makhluk super empiris) menjadi jelas bagi pemeluknya hanya dalam bahasa lambang, seluruh lambang diambil dari dunia (barang-barang) jasmani yang konkrit, yang pada dasarnya berfungsi menjembatani dunia ilahi dengan dunia manusiawi, karena itu lambang selalu mengandung kekuatan saklar dan ilahi, membangkitkan rasa hormat (reventia) takut (timor), dan menarik-mengasyikkan (fasanantia). Simbol-simbol bukan saja membangkitkan gambaran (image) dalam kesadaran pemeluk agama, dengan menghantarkan dan mendekatkan manusia dengan realitas yang dilambangkan, tetapi juga mengkomunikasikan realita ilahi kepada manusia. Bahasa lambang religius disesuaikan dengan kebutuhan manusia yang ingin memahami sesuatu melalui indera penglihatan, pendengaran dan gerakan. Maka lambang dapat dikelompokkan dalam 3 kategori :
1.Lambang Visual
Misalnya binatang tertentu, orang tertentu, gambar tertentu 2.Lambang Auditif
Misalnya lagu-lagu, paritta-paritta, ayat-ayat suci yang dibacakan 3.Lambang Motoris
Misalnya gerak-gerik (gesta)sewaktu kebaktian, gerakan ritual keagamaan Untuk memahami betapa penting peranan simbol keagamaan ini bagi para pemeluknya baik individu maupun kolektif, maka setiap pengamat mau tidak mau harus bersedia menerima arti yang diberikan kepada lambang-lambang itu.
(64)
Simbol-simbol keagamaan ini diterima oleh pemeluknya dalam bentuk persepsi. Persepsi menjadikan orang-orang menerima dan mengakui sugesti-sugesti dan proses sugesti sebagai salah satu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan keagamaan. (Thoules, 2000 : 39)
Simbol-simbol tersebut membantu manusia untuk menghayati dan merasakan pengalaman agamawinya, yaitu pengalaman terhadap ajaran agamanya dan pengalaman berhadapan dengan ”sesuatu” yang Maha Daulat.
III. 2.4. Latar Belakang Pemilihan Tema
Bangunan religius dalam penggunaannya berhubungan dengan kegiatan dan tata cara ibadah dalam suatu agama dan adat istiadat, sehingga dalam perencanaannya, aspek keagamaan dan budaya menjadi pertimbangan utama dalam perancangan.
Oasis Bodhicitta merupakan bangunan religius yang bukan saja dipengaruhi oleh ajaran religinya tetapi juga merupakan kebudayaan masyarakat yang menggunakannya. Kebiasaan dan adat istiadat masyarakat umat Buddha di Medan dan sekitarnya adalah hasil asimilasi Buddhisme, Taoisme dan Konfusianisme. Dengan latar belakang ini, bangunan krematorium ini dibuat harus dapat mencerminkan dirinya sebagai bangunan religius umat Buddha yang mampu menampung semua kegiatan keagamaan. Hal ini dapat dilakukan melalui penerapan simbol-simbol keagamaan dan budaya yang benar dengan pemahaman akan arti yang terkandung didalamnya, sehingga akan dihasilkan suatu bangunan religius yang mengandung makna simbolik agama Buddha.
III. 2.5. Interpretasi Tema
Sejak dulu manusia berinteraksi dengan sesamanya melalui bahasa tulisan sebagai salah satu cara komunikasi dalam penyampaian maksud. Namun, jabatan kalimatnya masih sederhana dan mengutamakan subjek dan objek. Dikarenakan visual lingkungan saat itu, maka bentuk subjek dan objeknya adalah tanda-tanda atau simbol. Dalam perkembangannya, simbol mengalami penyempurnaan. Simbol menjadi istimewa pada benda-benda khusus dan menekankan maksud untuk mewakili keinginan hingga sebagai ungkapan seni.
Selain itu, manusia juga berinteraksi dengan alam yaitu dengan cara membuat tempat berlindung atap yang sederhana, dengan begitu manusia telah menciptakan fungsi bangunan sebagai bagian pertama dari arsitektur. Kemudian manusia berpikir
(1)
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
(2)
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
(3)
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
(4)
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
(5)
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
(6)
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara