Karakteristik absorbsi logam berat
mengkontaminasi rumput laut bahkan sampai ke produk akhirnya. Dengan memanfaatkan kitosan sebagai absorben pengotor pada ekstraksi rumput laut
kiranya kontaminasi logam berat dapat dihindari dengan mudah. Hasil uji spektrometer serapan atom AAS terhadap absorbsi Cu
2+
, Fe
2+
, dan Pb
2+
, oleh kitosandisajikan pada Tabel 11. Absorbsi Cu
2+
, Fe
2+
, dan Pb
2+
, yang terdeteksi AAS yaitu Cu
2+
26 , Fe
2+
32 dan Pb
2+
22, dengan demikian 0,1 gr kitosan dapat mengabsorbsi 26 ppm Cu
2+
, 32ppm Fe
2+
, dan 22ppm Pb
2+
, dari larutan masing masing 100 ppm. Kurva standar dapat dilihat pada Lampiran 8, 9 dan 10.
Tabel 11 Hasil deteksi AAS pada logam terabsorbsi
Logam AAS
Cu 26
Fe 32
Pb 22
Kemampuan kitosan dalam mengabsorsi logam tersebut berdasarkan kekuatan ion dari masing-masing logam, berat molekul serta besar kecilnya
struktur molekul terabsorbsi Bailey 1999. Semakin tinggi kekuatan ion logam, semakin cepat dan besar kapasitas pengikatannya. Begitu pula berat molekul dan
besar kecilnya struktur ruang, semakin berat dengan struktur ruang besar seperti karagenan semakin sulit memasuki pori-pori kitosan Falshave 2003.
Kitosan dengan diameter pori-pori yang bervariasi, akan mempengaruhi kemampuan mengabsorsi molekul lain yang sesuai dengan pori-pori tersebut, oleh
karena itu kristal kitosan yang digunakan sebagai absorben membutuhkan spesifikasi tertentu, terutama parameter derajat deasetilasi, diameter pori dan
ukuran kristal. Semakin besar derajat deasetilasi semakin terbuka pori-pori, artinya tidak terhalangnya gugus nitrogen yang reaktif untuk berikatan dengan
molekul lain yang bermuatan berlawanan, termasuk logam berat. Semakin kecil ukuran kristal kitosan semakin luas permukaannya berarti semakin luas pula
kesempatan pengikatannya, walaupun umumnya kitosan yang digunakan sebagai absorben dilapiskan pada suatu suport, namun dalam penelitian ini kitosan yang
digunakan sebagai absorben adalah dalam bentuk alaminya yaitu serpihan yang berukuran rata-rata 10 mesh, untuk memudahkan pemisahannya dalam
pemurnian.
Dari hasil yang diperoleh terbukti bahwa kitosan dalam bentuk serpihan cukup baik mampu mengabsorbsi logam berat dalam larutan 100 ppm. Apabila
dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Boddu 1999, absorbsi logam berat dalam air limbah 1 yang menunjukkan absorbsi Fe
2+
mencapai 74, Cu
2+
35 dan Hg
2+
81, umumnya lebih tinggi dari hasil penelitian, tetapi Boddu menggunakan kitosan komposit. Hasil penelitian Alfian 2003 yang
menggunakan kitosan serbuk dan larutan untuk penyerapan limbah Cu
2+
dan menunjukkan bahwa serbuk kitosan lebih baik mengabsorbsi Cu
2+
dari pada kitosan larutan. Hasil penelitian ini masih sangat kecil apabila dibandingkan
dengan hasil Boddu dan Alfian tetapi dalam aplikasi selanjutnya penelitian ini menggunakan suhu proses yang tinggi yaitu 100
o
C, yaitu pada proses ekstraksi agar dan karagenan. Pada suhu tinggi kitosan dapat meningkatkan kapasitas
porinya sehingga kemampuan mengabsorbsinya jadi meningkat. Logam berat terikat pada gugus N yang reaktif dan juga kemungkinan
pada gugus dari cabang yang lain, sehingga logam tersebut menjadi stabil di dalam kitosan. Semakin tinggi derajat deasetilasi semakin besar pori-pori kitosan
tersebut dan semakin mudah komponen lain untuk berikatan dengan gugus N reaktif dari kitosan. Begitu pula dalam hal waktu, semakin panjang waktu kontak
semakin banyak komponen yang terabsorpsi. Pada konsentrasi kitosan yang lebih besar diduga terjadi efek penyumbatan. Sehingga dibutuhkan waktu kontak yang
lebih panjang serta perlu pengadukan, supaya energi Van Der Walls meningkat untuk mempercepat absobsi dan mengurangi efek fouling penyumbatan. Dari
hasil tersebut maka terpilih konsentrasi kitosan 0,1 yang lebih efisien dalam mengabsorpsi logam berat.