3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dimulai pada bulan Juni tahun 2004 di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Laboratorium Biokimia FMIPA IPB. Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Laboratorium Biokimia UPI Bandung, Laboratorium Teknik Kimia Universitas Indonesia, dan Laboratorium Analisis
BRKP-DKP Jakarta.
3.2 Bahan
Bahan baku yang digunakan adalah cangkang udang jenis udang windu, yang berasal dari industri pembekuan udang Muara Baru Jakarta. Bahan kimia:
natrium hidroksida, asam klorida, asam asetat, ammonium fosfat, natrium klorida, natrium karbonat, timbal sulfat, tembaga sulfat, fero sulfat, merkuri sulfat,
kloroform, media TPC, media kultur E. coli, pewarna minuman, metilen biru, klorofil, ekstrak wortel, reagen analisis: nitrogen Kjeldahl, reagen Nesler, asam
sulfat, tiosulfat, ONPG Ortho Nitro Phenyl Glycoside
3.3 Alat
Peralatan yang digunakan meliputi alat gelas, plastik dan alat analisis: tanur, boiller, hotplate, filter, blender, inkubator Memert, centrifuge, Kjelteks,
Spektrofotometer UV-VIS Shimadzu, Autosorp Quantachrome, AAS Perkin Elmer, FTIR IR-480 easy deep, HPLC Shimadzu, SEM.
3.4 Metode
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yang meliputi: tahap preparasi absorben, tahap karakterisasi dan tahap aplikasi. Proses masing masing tahapan
dapat dilihat pada Gambar 9.
3.4.1 Tahap preparasi kitosan sebagai absorben
Tahap pertama merupakan tahap persiapan bahan absorben yaitu produksi kitosan dengan prosedur sebagai berikut:
a.
Pencucian bahan baku limbah udang.
b.
Demineralisasi penghilangan mineral dengan asam klorida 0,5 - 1 N dengan perbandingan 1:7, bv disertai pemanasan 90
C selama satu jam, setelah proses demineralisasi selesai dilakukan pemisahan residu dengan cairannya dan residu
dicuci sampai netral.
c.
Deproteinisasi dengan perlakuan NaOH 1,5-2N pada perbandingan 1 : 10 disertaipemanasan dengan suhu 90
C selama 3–5jam. Setelah pemanasan, residu dipisah dan dicuci sampai netral sebagai kitin.
d.
Deasetilasi dengan larutan NaOH 1,5-6N pada perbandingan 1 : 10 dengan suhu pemanasan sekitar 140
C selama 2-4 jam. Netralisasi dilakukan dengan pencucian berulang sampai pH 7, untuk
mempercepat penetralan maka pencucian pertama dilakukan dengan air panas.
Gambar 9 Skema penelitian.
Metode absorbsi
pengotor EkstraksiRL
Agar- agar
karagenan Analisis mutu fiskim
SEM HPLC
FTIR
Metode ekstraksi dengan absorben
Agar bermutu baik Karagenan non kimiawi
Fisika Kimia
Mikroskopis
Analisis Fe, Cu, Pb - UV-VIS
Karotenoid - UV-VIS Bakteri - ONPG
ABSORBEN Uji
Absorbsi Karakterisasi
Preparasi absorben Karakterisasi
Aplikasi
Analisis Air, abu, N - Proksimat
DD - FTIR
Viscositas - Viscometer Pori
- SEM
METODE EFISIEN Isolasi
Kitosan Kulit udang
Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran atau dapat juga dengan pengovenan untuk memperoleh produk kitosan. Modifikasi kondisi proses
dilakukan melalui berbagai perlakuan konsentrasi NaOH 0,5N – 2N pada proses deproteinisasi dan NaOH 1,5N - 6N pada poses deasetilasi, waktu proses dan
suhu proses deasetilasi. Total perlakuan adalah 36, disajikan pada Tabel 7. Hasil dari ke-36 perlakuan tersebut diuji kelarutannya dengan asam asetat 1-2, hasil
kelarutan yang sempurna dalam asam asetat 2 disertai terjadinya pembentukan gel adalah terbentuknya kitosan. Diagram alir proses pembuatan kitosan
termodifikasi disajikan pada Gambar 10. Tabel 7 Perlakuan konsentrasi NaOH dan waktu proses pada deproteinasi dan
deasetilasi Deproteinisasi
Deasetilasi Deproteinisasi
Deasetilasi No. NaOH Waktu NaOH Waktu No. NaOH Waktu NaOH Waktu
N Jam
N Jam
N Jam
N Jam
1 1
3 3
2 19
2 3
6 3
2 1
3 3
4 20
2 3
6 4
3 1
3 6
2 21
2 4
3 2
4 1
3 6
3 22
2 4
3 4
5 1
3 6
4 23
2 4
6 2
6 1
4 3
2 24
2 4
6 3
7 1
4 3
4 25
2 4
6 4
8 1
4 6
2
26 2
5 3
2 9
1 4
6 3
27 2
5 3
4
10 1
4 6
4 28
2 5
6 2
11 1
5 3
2 29
2 5
6 3
12 1
5 3
4 30
2 5
6 4
13 1
5 6
2
31 0,5
3 1,5
2 14
1 5
6 3
32 0,5
3 1,5
3 15
1 5
6 4
33 0,5
4 1,5
2
16 2
3 3
2 34
0,5 4
2 3
17 2
3 3
4 35
0,5 5
2 2
18 2
3 6
2
36 0,5
5 2
3
Pencucian dengan air Netralisasi
Kitin
Perendaman NaOH 3N, 1:5, 1 hari
Deasetilasi NaOH 1,5 N, 130
C, 3 jam Pencucian Netralisasi
Kitosan
Gambar 10 Diagram alir proses pembuatan kitosan hasil modifikasi.
3.4.2 Tahap karakterisasi kitosan sebagai absorben
Tahap karakterisasi merupakan tahap analisis fisika dan kimia kitosan yang dihasilkan serta pemilihan salah satu kitosan terbaik untuk aplikasi, melalui uji
absorbsi klorofil dan larutan Pb asetat. Pada tahap ini dilakukan pengujian fisiko- kimia dan mikroskopik pada kitosan yang terbaik, serta diuji kemampuannya
Parameter mutu : Warna putih
Ukuran 10 mesh Tekstur agak kaku
dan kasar Kadar air 10
kadar abu 1 kadar N 5
Kriteria : Warna lebih putih
Ukuran mengecil Tekstur lebih kaku
Tidak larut dalam asam asetat 2
Larut dalam H
2
SO
4
pekat panas
Kriteria : Warna putih
Ukuran lebih homogen Tekstur lebih lembut
Larut dalam asam asetat 1
Parameter mutu : Warna putih mengkilat
Ukuran ≤ 10 mesh
Kadar air 10 kadar abu 0,1
kadar N 4 DD 85-95
Limbah Udang
Demineralisasi HCl 0,5 N 1:7, 90
C, 1 jam
Pencucian dengan air Netralisasi
Deproteinasi NaOH 1 N, 90
C, 1 jam
dalam mengabsorbsi beberapa senyawa yang mempunyai bobot molekul bervariasi. Dalam hal ini diuji cobakan pada zat warna ekstrak wortel, logam berat
Pb
2+
, Cu
2+
, Fe
2+
dan mikroba E.coli. Analisis hasil dideteksi dengan spektrofotometer UV-VIS, FTIR dan AAS.
Analisis kimia kitosan meliputi parameter-parameter warna, kadar air, kadar abu, kadar nitrogen, dan derajat deasetilasi. Analisis fisika kitosan meliputi
parameter-parameter rendemen, ukuran, dan viskositas. Disamping karakteristik fisika kimia, ditentukan pula karakteristik mikroskopiknya untuk mengetahui
gambarsan morfologi permukaan kitosan yang berhubungan dengan sifat kemampuannya sebagai adsorben dan absorben. Uji distribusi pori dengan
autosorp untuk mengetahui kapasitas absorbsi kitosan. Tahap uji absorbsi merupakan tahap pembuktian bahwa kitosan dalam bentuk kristal dapat
mengabsorsi berbagai molekul yang bervariasi bobotnya. Kristal kitosan adalah suatu bentuk matriks yang mempunyai struktur
rambah. Oleh karena itu, kristal kitosan mempunyai sifat mengabsorsi molekul- molekul yang bermuatan berlawanan dan mempunyai ukuran sesuai dengan
ruang antara dalam matriks. Hal ini dibuktikan dengan cara memasukkan kitosan ke dalam larutan
yang mengandung molekul murni, kemudian dihomogenkan selama 30 menit dan dipisahkan antara kitosan dan larutannya, kemudian dilakukan analisis dengan
spektrofotometer UV-VIS, untuk uji mikroorganisme E coli dilakukan dengan metode enzimatis ONPG Ortho Nitro Phenol Glycoside.
Prosedur : 1 Absorbsi Fe, Cu, Pb oleh kitosanHolme and Peck 1993
Dibuat seri larutan FeSO
4
, CuSO
4
, PbCl
2
, masing-masing 1 bv, selanjutnya pada 100 ml masing masing seri larutan logam diperlakukan dengan
penambahan kitosan 0,1. 0,3. 0,5 dan 1, disertai pengadukan, kemudian dibiarkan 30 menit, selanjutnya dilakukan pemisahan dan supernatannya diuji
dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 280 nm. Diperoleh absorbansi larutan logam yang belum terserap oleh kitosan, dengan demikian
dapat diketahui persentase yang sudah terserap oleh kitosan, dengan acuan
absorbansi larutan logam sebelum digunakan adalah 100. Diagram alir proses absorbsi logam berat dapat dilihat pada Gambar 11.
Larutan 1 bv: FeS0
4
, CuS0
4
, PbCl
2.
Penambahan kitosan 0,1. 0,3. 0,5. 1
Pengabsorbsian 30 menit
Pemisahan supernatan
Pengujian dengan spektrofotometer
A. Supernatan
Gambar 11 Diagram alir proses absorbsi logam berat oleh kitosan.
Perhitungan absorbansi A terabsorbsi
A
k
= A Supernatan + A Terabsorbsi--------A.Terabs = A
k
– A supernatan A
k
= Absorbans kontrol tanpa penambahan kitosan A = Absorbans
2 Absorbsi zat warna ekstrak wortel dan klorofil oleh kitosan
Ekstrak wortel diperoleh dari hasil ekstraksi wortel dan klorofil A diperoleh dari ekstrak klorofil suplemen. Ekstrak wortel : 500 gr wortel yang
sudah dikupas dihancurkan menggunakan blender dengan penambahan 250 ml akuades, kemudian disaring dengan kertas saring Wattman 40, filtrat ditampung
sebagai ekstrak wortel, ekstraksi dilakukan2 kali. Hasil ekstraksi ditambah akuades menjadi 500 ml. Selanjutnya dibagi untuk lima perlakuan masing-masing
100 ml. Kepada masing-masing ekstrak wortel ditambahkan kitosan : 0,1 , 0,3, 0,5, 1 dan tanpa kitosan sebagai kontrol. Dilakukan pengadukan dan
dibiarkan 30 menit, kemudian dilakukan pemisahan kitosan dan dilakukan desorbsi ekstrak wortel dari kitosan dengan aseton, untuk kemudian dideteksi
dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 525 nm, absorban
kontrol menunjukkan konsentrasi ekstrak wortel awal sebelum absorbsi oleh kitosan. Untuk mengetahui kadarekstrak wortel, absorbansi ekstrak diplot ke
kurva standar ekstrak wortel murni yang dapat dilihat di Lampiran 2.
2 Pengukuran Absorbsi E.coli oleh kitosan
Pengukuran absorbsi dimulai dari produksi biomasa kultur E.coli. Selanjutnya biomas dalam buffer fosfat diabsorbsi dengan kitosan dan diuji
aktivitas enzim ß galaktosidase yang diproduksi E.coli dengan ONPG ortho nitro phenyl glycoside.
1 Kultur E.coli
Sebanyak 1 ose E.coli yang sudah disegarkan dan siap digunakan, dimasukkanke dalam medium induktif dalam erlenmeyer 250 ml ditempatkan
pada shaker selama 24 jam pada suhu 37 °C. Setelah 24 jam dituangkan kedalam tabung sentrifuge 500 ml dilakukan sentrifuge pada kecepatan 5000 rpm dengan
temperatur 2 ºC sampai 4 ºC selama 15 menit. Sel atau biomass yang diperoleh, dicuci dengan H
2
O dingin untuk menghilangkan sisa medium dan dilakukan kembali sentrifuge sampai diperoleh sel E.coli yang bersih dari media.
2 Absorbsi E coli dalam kitosanTrevan 1988
Sel E. coli 0,2 g disuspensikan dalam buffer fosfat Lampiran 3, lalu ditambahkan kitosan sebanyak 0,1, 0,3, 0,5, dan 1. Dibuat pula kontrol
tanpa kitosan. Campuran diaduk agar kitosan homogen, didiamkan selama 15 menit, lalu kitosan dipisahkan dan dicuci dengan buffer fosfat 3x. Kitosan siap
diuji. Komposisi buffer fosfat disajikan pada Lampiran 3.
3 Uji aktivitas E coli dengan ONPGAlexander 1993
Aktifitas E coli diuji dengan ONPG 30mM ONPG dalam aseton sebagai substrat dalam suasana alkali pH 8. Hasil penguraian ONPG oleh enzim -
galaktosidase akan membentuko-nitrophenil berwarna kuning yang dapat diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm.
Aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah ONPG yang direaksikan dalam µmol atau milimol per mililiter enzim per menit pada kondisi optimum.
3.4.3 Tahap aplikasi kitosan sebagai absorben
Tahap aplikasi merupakan tahap pemanfaatan kitosan sebagai absorben dalam pemurnian komponen primer rumput laut untuk memperoleh agar-agar, dan
karagenan dengan cara yang mudah dan sederhana. Analisis hasil dilakukan dengan alat uji proksimat, viskositas, kekuatan gel, pH, FTIR dan HPLC.
Aplikasi absorbsi komponen pengotor pengotor pada ekstraksi agar-agar dari rumput laut jenis Gracillaria dan pada ekstraksi karagenan dari rumput laut
jenis Euchema cottonii, dimana kitosan difungsikan sebagai absorben molekul- molekul pengotor yang mempunyai berat molekul lebih kecil tetapi berukuran
yang sesuai dengan pori-pori kitosan.
Tahap awal aplikasi yaitu sebelum ekstraksi berupa pretreatment yaitu dilakukan pengembangan rumput laut dalam larutan alkali encer dari rumput laut
kering. Tahap ini sekaligus dapat menurunkan kandungan sulfat dan pigmen, Netralisasi mutlak dilakukan sebelum ekstraksi melalui pencucian dengan air
sampai pH netral. Kitosan ditambahkan pada saat ekstraksi agar dan karagenan, tepatnya pada
filtrat setelah tahap pemisahan selulosa melalui penyaringan kasar. Penyaringan kasar berguna untuk memisahkan selulosa yaitu komponen yang berbobot
molekul lebih besar dari agar-agar dan karagenan. Proses absorbsi komponen pengotor dengan perlakuan penambahan
berbagai konsentrasi kitosan 0,05-0,2 dilakukan terhadap filtrat setelah tahap pemisahan selulosa, dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 90
o
C selama 30 menit sambil diaduk dan diakhiri dengan pemisahan kitosan absorben
dengan cara penyaringan. Pengujian hasil dilakukan dengan analisis mutu produk yang diperoleh
ekstrak rumput laut. Diagram alir proses ekstraksi agar-agar dan karagenan dengan perlakuan kitosan dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.
Rumput laut 100g Gracillaria
Pretreatment dengan
NaOH1semalam
Pemotongan Blender
Ekstraksi akuades 1 : 30. 30 menit
Pemisahanfiltrasi
Filtrat
Pemanasan 80º + Kitosan 0,05 sd 0,2 30 menit
Pemisahanfiltrasi
Filtrat Agar
Pengeringan
Agar –Agar
Gambar 12 Diagram alir ekstraksi agar-agar dengan perlakuan kitosan sebagai absorben.
untuk mereduksi pengotor
mengembangkan tekstur
Proses absorbsi yang baik dipengaruhi oleh
waktu, suhu dan ukuran molekul yang sesuai
dengan pori-pori kitosan
Untuk membuka jalan pelepasan agar
mereduksi kandungan sulfat melenturkan
tekstur agar mudah dalam ekstraksi
Absorbsi pengotor Komponen ber BM
agar, mineral dan logam berat
RUMPUT LAUT 100g Eucheuma cottonii
Perendaman air 5 jam
Pencucian
Perendaman dengan NaOH 1 Selama 15 menit
Netralisasipencucian
Pemotongan
Ekstraksi akuades 1:30 selama 1 jam
s.d. homogen Residu
penyaringan dengan kain blacu Ekstraksi II
Filtrat
Penambahan Kitosan 0,05 -0,2
KARAGENAN
pemanasan 30 menit Pengeringan
pemisahan kitosan Filtrat
dengan penyaringan kasar Gambar 13 Diagram alir ekstraksi karagenan dengan perlakuan kitosan sebagai
absorben.
Untuk : -Mereduksi pengotor
-Membuka pori-pori mengembangkan tekstur
-Mempermudah pelepasan kandungan
sulfat garam-garam sulfat
Untuk : - Membuka jalan pelepasan
agar - Mereduksi kandungan
sulfatyang tidak terlepas darikomponennya
- Melembutkan tekstur agar mempermudah ekstraksi
Untuk absorbsi pengotor molekul-molekul ber BM
dari karagenan : logam berat, pigmen, mineral,
silosa, manosa.
Untuk memberi waktu absorbsi
3.4.4 Prosedur analisis hasil Kadar Air AOAC 1995
Prinsip analisis kadar air adalah sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 102-105
C sampai diperoleh bobot konstan. Sampel sebanyak 2 gram dimasukan dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya kemudian dipanaskan dalam
oven dengan suhu 102-105 C sampai terjadi pengeringan. Selanjutnya, cawan
dipindahkan ke dalam desikator untuk didinginkan, setelah dingin cawan ditimbang, kadar air diperoleh dengan perhitungan sebagi berikut :
Kadar Abu AOAC 1995
Prinsip analisis kadar abu adalah menghitung berat mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550
C, sebelum pengabuan dalam furnace. Sampel sudah dipanaskan dahulu sampai terjadi pengabuan dengan kadar
airnya paling minimum. Pemanasan sampel dalam tungku pengabuan bersuhu 550
C dilangsungkan selama 1 - 2 jam sampai dengan diperoleh abu yang berwarna putih, kemudian cawan dikeluarkan dari furnace dan dimasukan
kedalam desikator, setelah dingin ditimbang, perlakuan di ulang sampai diperoleh bobot konstan, kadar abu dihitung melalui rumus berikut :
Kadar NitrogenAOAC 1995
Prinsip : Nitrogen Ammonia ditentukan berdasarkan metode Nessler. Reagen Nessler : K
2
HgI
4
bereaksi dengan ammonia dalam larutan yang bersifat basa, reaksi menghasilkan larutan berwarna kuning, coklat, intensitas warna yang
terjadi berbanding lurus dengan konsentrasi ammonia yang ada dalam contoh. Intensitas dapat dibaca dengan spektofotometer pada panjang gelombang 420 nm.
Sampel diproses dengan metode Kjeldahl diawali dengan tahap destruksi dilanjutkan tahap destilasi : 30 ml air + larutan Na
2
S
2
O
4
, NaOH 6 N, didestilasi, distilat ditampung dalam erlenmeyer 50 ml yang berisi 30 ml larutan asam borat
uji dengan kertas lakmus sd negatif, selanjutnya ditambah akuades sampai volume 500ml.
Sebanyak 50 ml sampel ditambahkan 2-3 tetes larutan Nessler, dikocok dan dibiarkan ± 10 menit. Uji Spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm
dengan blanko larutan Nessler dan akuades. Kurva baku dibuat dengan standar asam ammonia, dibuat 5 perlakuan
konsentrasi seperti pada sampel, lalu ditentukan kurva baku dan dihitung nilai slope. Perhitungan kadar Nitrogen sebagai berikut :
Kadar sulfat AOAC1995 Agarkaragenan sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 50 ml HCl 0,20 N dan direfluks sampai mendidih selama 1 jam. Ditambahkan 25 ml larutan H
2
O
2
1:10 dan direfluks selama 5 jam sampai larutan menjadi jernih. Larutan ini dipindahkan ke dalam gelas piala dan
dipanaskan sampai mendidih. Selanjutnya ditambahkan 10 ml larutan BaCl
2
tetes demi tetes sambil diaduk diatas penangas air selama 2 jam.
Endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring tak berbau dan dicuci dengan aquades mendidih hingga bebas klorida. Kertas saring dikeringkan
ke dalam oven pengering, kemudian diabukan pada suhu 1000 ºC sampai didapat abu berwarna putih. Abu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.
Perhitungan kadar sulfat adalah sebagai berikut :
Keterangan : P = Berat endapan BaSO4 gram
Viskositas AOAC 1995
Larutan karagenanagar dengan konsentrasi 1,50 dipanaskan dalam bak air mendidih sambil diaduk secara teratur sampai suhu mencapai 76-77 ºC.
vikositas diukur dengan menggunakan Viscosimeter Brookfield. Spindel terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 75 ºC kemudian dipasangkan ke alat ukur
Viscosimeter Brookfield. Posisi spindel dalam larutan panas diatur sampai tepat, viscometer dihidupkan dan suhu larutan diukur. Ketika suhu larutan mencapai
75 ºC, termometer dikeluarkan dan nilai viskositas diketahui dengan pembacaan viskosimeter pada skala 1 sampai 100. Pembacaan dilakukan setelah satu menit
putaran penuh. Hasil bacaan digandakan 5 kali untuk spindel no.1 dengan kecepatan 12 rpm, dan digandakan 2 untuk spindel yang sama dengan kecepatan
30 rpm. Hal ini berfungsi untuk menyatakan viskositas mutlak dalam satuan centipoises cPs.
Kekuatan Gel Marine Colloids 1977
Berdasarkan acuan Marine Colloids, untuk pengukuran kekuatan gel perlu ditambahkan garam potassium KCl yang disebut juga dengan potassium
kekuatan gel. Larutan karagenan 1,60 dan KCl 0,16 dipanaskan dalam bak air mendidih water bath dengan pengadukan secara teratur sampai suhu 80 ºC.
Volume larutan dibuat sekitar 50 ml. Pengukuran kekuatan gel dapat juga dilakukan tanpa penambahan KCI
yang disebut juga dengan kekuatan gel dalam air . Larutan karagenan 1,60 dipanaskan dalam bak air mendidih dengan pengadukan secara teratur sampai
suhu 80 ºC. Larutan panas dimasukan ke dalam cetakan berdiameter kira-kira 4 cm dan dibiarkan pada suhu 10 ºC selama 2 jam. Gel dalam cetakan berdiameter
ditempatkan alat ukur kekuatan gel curd tension meter, kemudian alat diaktifkan sampai dengan batang penekan plunger menembus permukaan gel. Pembacaan
dilakukan melalui grafik rekorder dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Grafik pembacaan sifat gel pada Recorder Curd Tension Mete
Derajat invasi garis normal
Grafik
F
Waktu detik
Pada penelitian ini kekuatan gel diukur dengan menggunakan Steven-LFRA Texture Analyzer dan dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Keterangan : Berat beban = 98 gr
Diameter Pluger = 0,1923 cm
Logam Berat Pb AOAC 1984 dimodifikasi
Kitosan dikeringkan dalam oven pada suhu 102-105 ºC selama 6-16 jam untuk menghilangkan kadar airnya. Sampel kering ditumbuk sampai halus,
kemudian sampel kering ditimbang 1-3 gram dan dimasukan dalam labu dekstruktif. Setelah itu dilakukan penambahan H
2
SO
4
95-97 sebanyak 10 ml dan asam klorida 65 sebanyak 5 ml. Sampel didekstruksi menggunakan
Digestions System DS sampai asap kuning dari sampel habis dan diganti asap putih. Sampel diangkat dari digestions system, dan dibiarkan beberapa menit
hingga agak dingin, lalu ditambahkan perklorat 70-72 sebanyak 5 ml. Sampel kembali diletakan pada digestions system. Sampel diangkat jika telah berwarna
jernih. Sampel dimasukan kedalam labu Erlenmeyer 50 ml dan volume dijadikan 50 ml dengan penambahan HCl 1N. Sampel siap dianalisis dengan menggunakan
AAS Lampiran 4. Untuk penetuan konsentrasi Pb, AAS di siapkan pada kondisi sebagai
berikut : Gas inert
: Asetilen C
2
H
2
Slit celah : 1,3 nm
Sumber cahaya : Lampu Pb katoda hampa
Aliran lampu : 7.5 mA
Panjang gelombang : 283,3 nm
Tekanan gas oksidan : 1,6 kgcm²
Tekanan bahan bakar gas : 0,3 kgcm²
Limit deteksi bawah dan atas : 0,1 ppm dan 200 ppm Perhitungan Logam Berat :
Dari absorban yang terbaca, ditentukan konsentrasi dengan cara memasukan nilai absorban kedalam persamaan yang diperoleh dari standar.
Keterangan :
Lbs = Konsentrasi logam berat pada sampel Lbp = Logam berat pada persamaan
Bs = Berat sampel
Derajat Deasetilasi Domsay 1985
Kitosan sebanyak 0,2 gram digerus dengan KBr dalam mortar agate sampai homogen, kemudian dimasukkan dalam cetakan pelet, dicetak dengan
dipadatkan dan divakum sampai optimum, selanjutnya pelet ditempatkan dalam sel dan dimasukkan ke dalam tempat sel pada spektrofotometer inframerah IR-
408 yang sudah dinyalakan dan stabil. Pendeteksian akan menghasilkan histogram FTIR pada rekorder yang memunculkan puncak-puncak dari gugus fungsi yang
terdapat pada sampel kitosan. Histogram yang diperoleh dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif misalnya analisis kuantitatif derajat deasetilasi
dari kitosan. Pengukuran derajat deasetilasi berdasarkan kurva yang tergambar oleh
spektrofotometer FTIR. Puncak tertinggi P dan puncak terendah P dicatat dan
diukur dengan garis dasar yang dipilih. Nisbah absorbansi dihitung dengan rumus:
A = Absorbansi pada bilangan gelombang tertentu. P
= Jarak antara garis dasar dengan garis singgung antara dua puncak tertinggi dengan panjang gelombang 1.655cm
-1
atau 3.450 cm
-1
. P = Jarak antara garis dasar dengan lembah terendah dengan panjang gelombang
1.655cm
-1
atau 3.450 cm
-1
.
Perbandingan absorbansi pada 1.655cm
-1
dengan absorbansi 3.450 cm
-1
digandakan satu per standar N-deasetilasi kitosan 1,33. Dengan mengukuran absorbansi pada puncak yang berhubungan, nilai persen N-deasetilasi dapat
dihitung dengan rumus:
Keterangan: A
1.655
= Absorbansi pada panjang gelombang 1.655 cm
-1
. A
3.450
= Absorbansi pada panjang gelombang 3.450 cm
-1
. 1,33 = konstanta untuk derajat deasetilasi yang sempurna.
Analisis HPLC Holme and Peck 1993
Analisis komponen kimiawi dari karagenan Galaktosa, anhidro-galaktosa, galaktosa sulfata setelah mengalami perlakuan absorbsi kitosan dilakukan dengan
HPLC. Melalui tahapan derivatisasi, metilasi dan deteksi dengan HPLC. Sampel karagenan diderivatisasi dengan asam klorida 6 N pada suhu 60
C selama 12 jam. Selanjutnya dimetilasi dengan metanol. Hasil hidrolisis disaring dengan
kertas saring whatman 40, dan dikeringkan dibawah vakum. Sampel kering dilarutkan dalam larutan pengencer Na asetat, siap diinjek. Kondisi HPLC.
Temperatur Kolom : 38 C
Jenis Kolom : Pico tag coulomb Tekanan : 3000 Psi
Fase Gerak : Aseto nitril 60 Buffer asam borat pH 6,7
Detektor : UV. β54 nm
Analisis SEM Fujitaet al. 1971
Mikroskop pendeteksi elektron menggunakan kemampuan elektron dalam mendeteksi preparatspesimen, menimbulkan gambar permukaan spisemen dalam
tiga dimensi, dengan daya fokus yang sangat tajam akibat ketajaman pancaran elektron yang tinggi yang dihasilkan oleh electrongun. Elektron dengan
muatannya yang negatif, dapat berinteraksi dengan komponen bermuatan positif A
1.655
1 N-deasetilasi = 1- X
A
3.450
1,33
konduktor dari spisemen. Perbesaran pada SEM dapat mencapai 50.000 kali. Gambar alat SEM dapat dilihat pada Lampiran 4.
Preparasi sampel untuk pendeteksian SEM: preparat harus dalam keadaan kering, kitosan serpihan diletakkan diatas sel objek dalam ketebalan 0,2 mm,
kemudian dibombardir dengan emas sampai membentuk lapisan emas yang homogen pada permukaan kitosan, kemudian dimasukan ke dalam alat SEM
untuk dilakukan pendeteksian pada perbesaran yang bervariasi sampai diperoleh gambar yang baik. Hasil deteksi dapat tergambar dalam layar, berupa gambar
permukaan atau morfologi kitosan sesuai dengan perbesaran yang dipilih.
Analisis FTIR Fourier Transformation Infra Red Holme and Peck 1993
Preparasi sampel: Kitosan sebanyak 0,02 gr di homogenkan dengan 1gr KBr dalam mortar agate, selanjutnya dimasukkan ke dalam cetakan sel dan di
padatkan dengan press vakum sampai berbentuk chip, kemudian chip diletakan dalam ruang sel FTIR, kitosan sudah terpasang dalam sel siap dideteksi FTIR.
Alat dinyalakan dan di stabilkan selama 15 menit. Selanjutnya kitosan yang sudah dalam sel dimasukkan ke dalam ruang sampel FTIR. Kemudian tekan
tombol start, selama pendeteksian berlangsung hasil deteksi akan muncul terekor sebagai kromatogram FTIR.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Preparasi Kitosan sebagai Absorben
Kitosan sebagai bahan absorben berasal dari bahan baku berupa limbah pengolahan udang beku, yang diperoleh dari perusahaan pembekuan udang di
Muara Baru, dalam bentuk kering utuh. Dengan kadar air sekitar 10. Persyaratan utama bahan baku adalah kesegaran yang prima. Dari hasil uji
proksimat bahan baku diperoleh kadar abu 32, kadar nitrogen 30, lemak 1,8, dan lainnya sekitar 26,2, termasuk di dalamnya kitin, dari batasan-batasan mutu
bahan baku inilah dimodifikasi proses produksi kitosan untuk memperoleh produk kitosan yang berfungsi baik sebagai absorben.
Proses produksi dimodifikasi untuk memperoleh kondisi yang paling efisien agar dihasilkan mutu kitosan yang baik sebagai absorben, melalui uji
secara visual dan fisiko-kimiawi yang meliputi penampakan yang putih mengkilat, ringan dengan ukuran yang cukup homogen sekitar 10 mesh. Mutu fisik adalah
viskositas dengan kategori nilai sedang viskositas medium 200-500 cPs yang menunjukkan besarnya polimer dalam keadaan terlarut Navaro 2003. Viskositas
sangat dipengaruhi oleh suhu proses pembuatan. Melalui suhu proses yang tinggi sekitar 140
C dapat diperoleh kitosan yang mempunyai viskositas rendah, berarti polimer yang terbentuk adalah pendek-pendek, sedangkan kitosan yang
diproduksi dengan suhu dibawah 140 C biasanya waktu proses lebih lama akan
diperoleh nilai viskositas yang lebih besar lebih besar dari 200 cPs bahkan bisa sampai ribuan.
Proses produksi didasari oleh eliminasi komponen-komponen yang terkandung dalam bahan baku sebagai pengotor selain protein dan mineral juga
yang lainnya seperti pigmen dan logam berat. Semakin besar jumlah komponen- komponen tersebut semakin sulit proses yang harus dilakukan, misalnya pada
tahapan-tahapan prosesnya diperlukan konsentrasi reagen, suhu dan waktu yang lebih besar.
Tahap deproteinasi yaitu tahap penghilangan protein, melalui ekstraksi protein dengan NaOH, karena protein dapat larut dengan baik dalam larutan
NaOH 3N membentuk larutan Na-proteinat. Proses tersebut terjadi akibat kerja
larutan NaOH dalam memecah ikatan-ikatan antara protein dengan N-asetil pada struktur kitosan, dimana protein hasil pecahannya berikatan dengan Na
membentuk Na-proteinat dan air, sehingga terbentuklah kitin yang masih mengandung mineral yang berikatan pada gugus asetil atau pada gugus aldehid
pada atom C ke 6, yang selanjutnya dapat dihilangkan melalui proses demineralisasi Muzarelli 2000. Reaksi yang terjadi pada proses deproteinasi
dapat dilihat pada Gambar 15.
Kulit udang + NaOH Na-proteinatlarut +Kulit+ H
2
O
+ NaOH Na-Proteinat +
Gambar 15 Gambaran reaksi deproteinisasi. Proses demineralisasi ditujukan untuk mengeliminir mineral, khususnya
yang dominan yaitu kalsium dan sebagian kecil Mg posphat serta logam berat sebagai kontaminan. Komponen mineral larut baik dalam asam kuat. Dalam hal
ini digunakan asam klorida 1 N dengan pH yang cukup rendah 1, asam ini terpilih karena lebih murah dan lebih aman untuk proses selanjutnya. Kandungan
mineral dalam bahan baku kulit udang mencapai 32, maka untuk mempercepat proses demineralisasi digunakan asam klorida yang disertai suhu tinggi tetapi
waktu lebih pendek. Dalam penelitian ini dipilih konsentrasi HCl 1N pada suhu 90
C selama waktu proses 1 jam agar dapat menurunkan kadar mineral dibawah 1. Mekanisme reaksi demineralisasi dapat dilihat pada Gambar 16.
+ HCl + CaCl
2
larut + H
2
O
Gambar 16 Gambaran reaksi demineralisasi.
CH
2
OH
N
-
C
-
C
-
protein
Ca-Mg- Ca-Mg-
CH
2
OH
N
-
C
-
C
-
CH
2
OH
N
-
C
-
CH
kitin
CH
2
OH
N – C - Ca-Mg-
Pembentukan kitosan terjadi saat dilakukan proses deasetilasi yaitu proses penghilangan gugus asetil dari group aminnya, sehingga terbentuklah gugus amin
yang reaktif yang menyebabkan kitosan mempunyai banyak fungsi dan kegunaan, adapun reaksinya disajikan pada Gambar 17.
+ NaOH +
+ + H
2
O
Kitin Kitosan
Gambar 17 Gambaran reaksi deasetilasi. Proses tersebut diperoleh melalui berbagai perlakuan konsentrasi reagen,
waktu dan suhu proses sebagai modifikasi kondisi proses. Tabel 7 menunjukkan kondisi tahap deproteinasi dan deasetilasi yang menghasilkan parameter-
parameter mutu bervariasi. Hasil modifikasi konsentrasi reagen dan waktu proses pada tahap
deproteinasi dan deasetilasi, menunjukkan bahwa proses deproteinasi dan deasetilasi membutuhkan kondisi yang ekstrim, baik dari segi konsentrasi reagen
ataupun suhu apabila diinginkan proses yang cepat. Kondisi proses masih bisa diturunkan konsentrasi reagen dan suhu tetapi waktu proses menjadi lebih
panjang, hal ini dikarenakan kandungan komponen yang akan dieliminir cukup tinggi mineral 32, protein 35 bahkan juga pigmen dan gugus asetil
4.2 Karakterisasi Kitosan Sebagai Absorben
Dari ke-36 perlakuan kondisi proses, dihasilkan sebelas kondisi yang memenuhi persyaratan kelarutan kitosan. Selanjutnya hasil uji mutu ke-sebelas
produk ini melalui FTIR terpilih yang paling efisien dari segi kondisi konsentrasi NaOH dan waktu proses, sebagai kondisi termodifikasi disajikan pada Tabel 8.
4.2.1 Karakteristik mutu kimia kitosan dan rendemen
Sesuai dengan produk yang diperoleh dari 36 kondisi perlakuan hanya terdapat 11 perlakuan yang dapat menghasilkan kitosan yang baik larut dalam
asetat. Hasil pengujian mutu menunjukkan kecenderungan semua bermutu baik, dengan derajat deasetilasi mulai dari 84 sampai 94, tetapi dari ke-sebelas
O CH
2
OH
N
-
C
-
CH H
140 C
1 jam CH
2
OH
N
-
H H
-
Na CH
3
C
perlakuan tersebut diambil salah satu yang paling tinggi kemampuan absorbsinya melalui uji absorbsi terhadap logam berat dan pigmen. Kitosan yang mempunyai
daya absorbsi yang baik, dengan kondisi proses efisien yang digunakan dalam aplikasi pemurnian agar dan karagenan.
Tabel 8 Karakteristik mutu kitosan hasil modifikasi terbaik Kondisi Proses
Mutu Kitosan Deproteinisasi
Deasetilasi Kadar
Air Kadar
Abu Kadar
N DD
NaOH N
Waktu Jam
NaOH N
Waktu Jam
2 3
3 2
8,7 0,48
4,79 87
2 3
3 4
9,1 0,15
4,1 94
1 4
6 2
10,0 0,21
3,82 90
1 5
6 2
9,8 0,20
4,56 87
1 3
6 4
9,1 0,1
4,43 85
1 4
6 4
8,9 0,11
3,28 91
2 5
6 2
10,0 0,02
4,28 90
2 5
6 3
9,5 0,40
4,25 91
2 4
6 4
9,5 0,4
4,5 90
2 5
6 4
9,4 0,41
4,2 93
5 5
2 3
10,1 0,45
4,11 84
Rendemen hasil untuk setiap ton kulit udang berat kering meliputi 265 kg kitin dengan derajat deasetilasi rata-rata 73 dan 138 kg kitosan dengan derajat
deasetilasi yang bervariasi.
4.2.2 Karakteristik absorbsi pada berbagai derajat deasetilasikitosan
Untuk mengetahui kemampuan absorbsi dari kitosan melalui uji absorbsi terhadap logam Pb dan klorofil, menunjukkan hasil bahwa meningkatnya persen
derajat deasetilasi, semakin meningkat pula kemampuannya mengabsorbsi Pb dan klorofil. Absorbsi yang paling tinggi terhadap logam Pb adalah kitosan dengan
derajat deasilasi 90, 91 dan 93, begitu pula untuk absorbsi klorofil pada derajat deasetilasi tersebut, lebih baik dari pada derajat deasetilasi yang lebih
rendah. Hasil dari kedua uji absorbsi oleh kitosan pada berbagai derajat deasetilasi menunjukkan bahwa kitosan yang mempunyai DD 90 keatas mempunyai daya