Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan

61

5.4 Skenario Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan

Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di dalam kawasan TNGMb dan di daerah penyangganya perlu dikendalikan agar keberadaan TNGMb dapat terus terjaga serta agar Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW kabupaten dapat direalisasikan dengan baik. TNGMb sebagai kawasan konservasi kondisinya terancam karena terjadi degradasi hutan dengan laju 2,29 per tahun atau setara dengan 87 hatahun pada periode tahun 2001-2013. Pengendalian perubahan penggunaan lahan di dalam kawasan TNGMb diarahkan untuk dapat meningkatkan luas tutupan hutan, sedangkan pengendalian perubahan penggunaan lahan di daerah penyangga TNGMb diarahkan agar sesuai dengan RTRW kabupaten yang telah disusun. Terdapat dua skenario pengendalian perubahan penggunaan lahan di kawasan TNGMb dan daerah penyangganya. Skenario dalam pemodelan diterjemahkan sebagai kesesuaian lahan berdasarkan kebijakan, tidak lagi menggunakan kesesuaian secara fisik. Skenario 1 diasumsikan bahwa Balai TNGMb sebagai pengelola menerapkan kebijakan yang progresif pada setiap zona dengan tidak memperbolehkan semua jenis kegiatan budidaya di dalam kawasan hutan. Penggunaan lahan di dalam kawasan hutan diarahkan untuk mencapai kondisi ekosistem alamiahnya yaitu a ekosistem hutan sub pegunungan, b ekosistem hutan pegunungan dan c ekosistem sub alpin. Penggunaan lahan di daerah penyangga diarahkan menurut kesesuaian lahan berdasarkan karakteristik fisik lahan, dengan memperhatikan daerah-daerah yang harus dilindungi seperti sempadan sungai dan mata air serta kawasan resapan air Keppres 32 Tahun 1990. Skenario 2 diasumsikan bahwa Balai TNGMb sebagai pengelola menerapkan kebijakan zonasi sesuai dengan Rencana Pengelolaan Taman Nasional yang telah disusun. Pada skenario ini kegiatan budidaya secara terbatas pada zona rehabilitasi dan pemanfaatan masih memungkinkan untuk dilakukan oleh masyarakat. Penggunaan lahan di daerah penyangga diarahkan untuk kawasan budidaya secara umum dengan tetap memperhatikan daerah-daerah yang harus dilindungi sesuai Keppres 32 Tahun 1990. Arahan pemanfaatan lahan di dalam kawasan TNGMb dan daerah penyangga TNGMb berdasarkan skenario 1 dan 2 disajikan pada Tabel 19 dan 20. Perbandingan perubahan penggunaan lahan tahun 2013 dengan hasil prediksi tahun 2025, skenario 1 dan 2 disajikan pada Tabel 21. Peta hasil prediksi penggunaan lahan pada skenario 1 dan 2 disajikan pada Gambar 39. Secara umum skenario 1 menunjukkan hasil penggunaan lahan yang lebih baik bila dilihat dari segi luas tutupan hutan. Hal ini dapat dilihat dari luas hutan yang tetap menjadi hutan pada skenario 1 lebih besar, serta luas hutan yang berubah menjadi semak lebih kecil bila dibandingkan skenario 2. Penambahan hutan pada skenario 1 berasal dari perubahan penggunaan lahan semak dan perkebunan campuran. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan secara progresif yang diterapkan pada setiap zona yang sesuai dengan kondisi ideal akan memberikan dampak positif terhadap rehabilitasi hutan. 62 Tabel 19 Arahan pemanfaatan lahan di dalam kawasan TNGMb berdasarkan skenario 1 dan 2 Zona Aktual Skenario 1 Referensi Skenario 2 Referensi Inti Hutan Hutan  Steenis 1972  Indrianto 2006 Hutan Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Merbabu Periode 2007 - 2026 Padang rumput Padang rumput Padang rumput Semak belukar Semak belukar Semak belukar Rimba Hutan Hutan Hutan Permukiman Hutan Permukiman Ladang Hutan Ladang Padang rumput Hutan Padang rumput Semak belukar Hutan Hutan Perkebunan campuran Hutan Perkebunan campuran Pemanfaatan Hutan Hutan Hutan Permukiman Hutan Permukiman Ladang Hutan Ladang Semak belukar Hutan Hutan Rehabilitasi Hutan Hutan Hutan Permukiman Hutan Permukiman Ladang Hutan Ladang Padang rumput Hutan Padang rumput Semak belukar Hutan Hutan Perkebunan campuran Hutan Perkebunan campuran 63 Tabel 20 Arahan pemanfaatan lahan pada zona penyangga TNGMb berdasarkan skenario 1 dan 2 Zona Penyangga TNGMb Skenario 1 Skenario 2 Budidaya umum Kesesuaian berdasarkan karakteristik fisik Tidak sesuai untuk hutan, semak belukar dan lahan terbuka Sempadan sungai dan mata air Sesuai untuk rumput dan perkebunan campuran Sesuai untuk rumput dan perkebunan campuran Resapan air Tidak sesuai untuk permukiman impermeable area Tidak sesuai untuk permukiman impermeable area Pada skenario 2, perubahan penggunaan lahan tertinggi berada pada perkebunan campuran yang berubah menjadi ladang, walaupun diikuti pula oleh perubahan ladang menjadi perkebunan campuran dalam luasan yang lebih kecil. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kawasan hutan pada skenario 2 jumlahnya paling sedikit jika dibandingkan prediksi tanpa skenario atau tahun 2025, maupun skenario 1. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan yang akan dijalankan sesuai dengan Rencana Pengelolaan yang ada, belum cukup kuat untuk membuat kondisi hutan di TNGMb menjadi lebih baik atau tetap terjaga. Tabel 21 Perbandingan perubahan penggunaan lahan tahun 2013 dengan hasil prediksi 2025, skenario1 dan 2 Penggunaan Lahan PREDIKSI 2013 Perubahan 2025 Skenario 1 Skenario 2 Hutan Hutan 2.692 2.871 2.671 Permukiman 3 2 3 Ladang 274 283 273 Padang rumput 42 49 39 Semak 517 260 550 Perkebunan campuran 65 128 57 Ladang Ladang 8.676 8.675 8.699 Hutan 97 97 99 Permukiman 300 303 302 Semak 4 10 4 Perkebunan campuran 542 534 515 Semak Semak 1.653 1.391 1.614 Hutan 217 507 252 Ladang 53 24 51 Padang rumput 32 33 38 Perkebunan campuran Perkebunan campuran 2.821 2.760 2.849 Hutan 34 100 23 Permukiman 92 96 91 Ladang 1.407 1.396 1.390 Semak 2 3 3 64 Gambar 39 Peta prediksi penggunaan lahan tahun 2025 a skenario 1 dan b skenario 2 65

5.4.1 Skenario di Dalam Kawasan TNGMb

Prediksi luas penggunaan lahan pada skenario 1 dan skenario 2 di dalam kawasan TNGMb diperlihatkan pada Tabel 22. Hasil analisis menunjukkan bahwa luas tutupan hutan pada skenario 1 lebih besar bila dibandingkan skenario 2. Luas tutupan hutan pada zona rehabilitasi dan zona rimba meningkat sedangkan luas tutupan semak berkurang secara signifikan. Luas ladang dan perkebunan campuran di zona rehabilitasi pada skenario 1 juga lebih kecil bila dibandingkan dengan skenario 2. Hal ini menunujukkan bahwa aturan yang tegas dengan tidak memperbolehkan semua kegiatan budidaya di dalam kawasan hutan diprediksi cukup berhasil untuk merehabilitasi kawasan TNGMb. Sebaliknya, luas penggunaan lahan berupa ladang, semak belukar, dan perkebunan campuran meningkat pada skenario 2. Hal ini mengindikasikan masih besarnya tekanan penduduk terhadap kawasan TNGMb, terutama pada zona rehabilitasi yang letaknya berdekatan dengan permukiman tanah milik masyarakat. Hal ini juga disebabkan masih diperbolehkannya aktifitas budidaya secara terbatas pada zona rehabilitasi sampai dengan tahun 2025, sehingga kondisinya diprediksi semakin meluas. Gambar 40 menunjukkan perbandingan luas masing-masing penggunaan lahan pada tahun 2001, 2013, hasil prediksi 2025 dan skenario 1 dan 2. Secara umum, terlihat bahwa luas tutupan hutan pada tahun 2001 menurun signifikan pada tahun 2013. Hal ini menyebabkan prediksi untuk tahun 2025 juga tetap menurun. Namun, dengan diberlakukannya kebijakan progresif yang tidak memperbolehkan aktifitas penduduk di dalam kawasan TNGMb, maka kondisi tutupan hutan meningkat sesuai dengan skenario 1. Peningkatan hutan juga terjadi pada skenario 2, namun jumlahnya tidak signifikan jika dibandingkan prediksi tahun 2025. Sehingga kondisi terbaik adalah dengan menggunakan skenario 1. Prediksi tersebut mengindikasikan bahwa semakin rendah aktivitas masyarakat di dalam kawasan TNGMb akan meningkatkan peluang kawasan tersebut untuk pulih kembali. Sebaliknya, pada skenario 2, mengindikasikan bahwa kebijakan yang disesuaikan dengan RPTN belum efektif untuk mencegah laju degradasi terutama yang disebabkan oleh perilaku negatif masyarakat. Tabel 22 Perbandingan luas penggunaan lahan hasil prediksi skenario 1 dan 2 pada masing-masing zona TNGMb Penggunaan lahan Zonasi Jumlah Inti Rimba Pemanfaatan Rehabilitasi Sk. 1 Sk. 2 Sk. 1 Sk. 2 Sk. 1 Sk. 2 Sk. 1 Sk. 2 Sk. 1 Sk. 2 Htn 12 185 1.154 978 134 134 1.777 1.126 3.077 2.423 Pmk 10 10 3 3 25 26 38 38 Ldg 210 210 20 21 468 555 698 785 Rmp 353 409 82 57 435 466 Smk 742 513 145 309 834 1.394 1.721 2.216 Kbnc 11 38 67 38 78 Jumlah 1.107 1.107 1.518 1.518 157 157 3.224 3.224 6.007 6.007 66 Gambar 40 Perbandingan luas masing-masing penggunaan lahan di dalam kawasan TNGMb pada tahun 2001, 2013, hasil prediksi 2025 dan skenario 1 dan 2 Dari hasil perbandingan prediksi antara kondisi kawasan hutan berdasarkan skenario 1 dan 2, didapatkan kondisi terbaik adalah pada skenario 1, yaitu meningkatnya jumlah tutupan hutan di dalam kawasan TNGMb. Namun, untuk menerapkan kebijakan sesuai dengan skenario 1, dibutuhkan usaha keras dari pihak pengelola maupun masyarakat. Skenario 1 mensyaratkan adanya kondisi ideal pada kawasan konservasi, yaitu tidak terdapatnya permukiman dan ladang pada kawasan. Hal ini sulit dilakukan, mengingat kondisi eksisting yang memperlihatkan sebuah keterlanjuran masuknya penduduk ke dalam kawasan TNGMb, terutama pada zona pemanfaatan dan rehabilitasi. Kondisi eksisting tersebut menunjukkan bahwa pendekatan yang dilakukan oleh pengelola TNGMb berdasarkan RPTN bersifat menghindari konflik, karena masih mentolerir adanya kebutuhan masyarakat sekitar akan lahan dan sumberdaya lainnya yang tersedia di dalam kawasan. Namun, untuk memulihkan kembali kondisi hutan di kawasan TNGMb, perlu dilakukan upaya penegakan peraturan sesuai dengan kondisi ideal. Keberadaan permukiman dan ladang di dalam kawasan TNGMb akan terus berlanjut jika tidak ada sikap tegas dari pihak pengelola Taman Nasional. Sikap 2001 2013 2025 Sk 1 Sk 2 Htn 3793 2752 2386 3077 2423 1000 2000 3000 4000 Lu a s H a Hutan 2001 2013 2025 Sk 1 Sk 2 Pmk 38 41 40 38 38 36 38 40 42 Lu a s H a Permukiman 2001 2013 2025 Sk 1 Sk 2 Ldg 519 688 780 698 785 200 400 600 800 1000 Lu a s H a Ladang 2001 2013 2025 Sk 1 Sk 2 Rmp 840 584 466 435 466 200 400 600 800 1000 Lu a s H a Padang rumput 2001 2013 2025 Sk 1 Sk 2 Smk 632 1821 2227 1721 2216 500 1000 1500 2000 2500 Lu a s H a Semak belukar 2001 2013 2025 Sk 1 Sk 2 Kbnc 185 121 107 38 78 50 100 150 200 Lu a s H a Perkebunan campuran