Penggunaan Lahan pada Lahan Sesuai dan Tidak Sesuai

60 Tabel 18 menunjukkan bahwa pada zona inti dan zona rehabilitasi, diprediksi meningkatnya luas semak belukar diikuti dengan menurunnya luas hutan dan padang rumput. Pada zona rimba, pengurangan luas hutan lebih dominan diikuti dengan peningkatan luas semak belukar. Zona pemanfaatan merupakan zona yang paling stabil, artinya diprediksi pada periode tahun 2013- 2025 tidak terdapat perubahan yang signifikan pada semua tipe penggunaan lahan. Pada daerah penyangga diprediksi terjadi dinamika perubahan penggunaan lahan cukup signifikan. Perkebunan campuran diprediksi berkurang cukup besar yaitu 835 ha, diikuti dengan meningkatnya luas ladang sebesar 853 ha. Perkebunan campuran pada tahun 2025 diprediksi mengalami penurunan luas yang paling besar yaitu seluas 849 ha atau berkurang 19 dibandingkan luas tahun 2013. Pengurangan luas perkebunan campuran paling besar diprediksi masih terjadi di daerah penyangga. Prediksi penurunan luas yang kedua terbesar adalah hutan yang luasnya berkurang 507 ha atau turun 14 dibandingkan tahun 2013. Pengurangan luas hutan diprediksi masih terus terjadi pada semua zona. Pengurangan luas hutan terbesar diprediksi terjadi pada zona rimba dan zona rehabilitasi yang masing-masing seluas 160 ha. Penggunaan lahan yang diprediksi mengalami peningkatan luas terbesar adalah ladang yang meningkat sebesar 944 ha atau meningkat 10 dari tahun 2013. Penambahan luas ladang paling besar diprediksi masih terjadi di daerah penyangga sebagai akibat dari peningkatan jumlah penduduk. Penambahan luas terbesar berikutnya adalah semak belukar yang meningkat sebesar 371,6 ha atau seluas 19 dari tahun 2013. Peningkatan luas semak belukar diprediksi masih terus terjadi di semua zona, namun yang paling besar berada di zona rimba dan zona rehabilitasi masing-masing seluas 140 ha. Kecenderungan perubahan penggunaan penggunaan lahan pada tahun 2001, 2013 dan 2025 disajikan pada Gambar 38. Penggunaan lahan yang cenderung mengalami peningkatan luas adalah ladang, permukiman dan semak belukar, sedangkan hutan, rumput dan perkebunan campuran cenderung mengalami penurunan luas. Gambar 38 Kecenderungan perubahan penggunaan lahan tahun 2001, 2013, dan prediksi 2025 Htn Pmk Ldg Rmp Smk Ltb Kbnc 2001 4900 1797 8154 841 697 5 5683 2013 3593 1964 9619 584 1955 5 4356 2025 3085 2122 10564 467 2327 5 3507 2000 4000 6000 8000 10000 12000 Lu a s h a 61

5.4 Skenario Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan

Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di dalam kawasan TNGMb dan di daerah penyangganya perlu dikendalikan agar keberadaan TNGMb dapat terus terjaga serta agar Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW kabupaten dapat direalisasikan dengan baik. TNGMb sebagai kawasan konservasi kondisinya terancam karena terjadi degradasi hutan dengan laju 2,29 per tahun atau setara dengan 87 hatahun pada periode tahun 2001-2013. Pengendalian perubahan penggunaan lahan di dalam kawasan TNGMb diarahkan untuk dapat meningkatkan luas tutupan hutan, sedangkan pengendalian perubahan penggunaan lahan di daerah penyangga TNGMb diarahkan agar sesuai dengan RTRW kabupaten yang telah disusun. Terdapat dua skenario pengendalian perubahan penggunaan lahan di kawasan TNGMb dan daerah penyangganya. Skenario dalam pemodelan diterjemahkan sebagai kesesuaian lahan berdasarkan kebijakan, tidak lagi menggunakan kesesuaian secara fisik. Skenario 1 diasumsikan bahwa Balai TNGMb sebagai pengelola menerapkan kebijakan yang progresif pada setiap zona dengan tidak memperbolehkan semua jenis kegiatan budidaya di dalam kawasan hutan. Penggunaan lahan di dalam kawasan hutan diarahkan untuk mencapai kondisi ekosistem alamiahnya yaitu a ekosistem hutan sub pegunungan, b ekosistem hutan pegunungan dan c ekosistem sub alpin. Penggunaan lahan di daerah penyangga diarahkan menurut kesesuaian lahan berdasarkan karakteristik fisik lahan, dengan memperhatikan daerah-daerah yang harus dilindungi seperti sempadan sungai dan mata air serta kawasan resapan air Keppres 32 Tahun 1990. Skenario 2 diasumsikan bahwa Balai TNGMb sebagai pengelola menerapkan kebijakan zonasi sesuai dengan Rencana Pengelolaan Taman Nasional yang telah disusun. Pada skenario ini kegiatan budidaya secara terbatas pada zona rehabilitasi dan pemanfaatan masih memungkinkan untuk dilakukan oleh masyarakat. Penggunaan lahan di daerah penyangga diarahkan untuk kawasan budidaya secara umum dengan tetap memperhatikan daerah-daerah yang harus dilindungi sesuai Keppres 32 Tahun 1990. Arahan pemanfaatan lahan di dalam kawasan TNGMb dan daerah penyangga TNGMb berdasarkan skenario 1 dan 2 disajikan pada Tabel 19 dan 20. Perbandingan perubahan penggunaan lahan tahun 2013 dengan hasil prediksi tahun 2025, skenario 1 dan 2 disajikan pada Tabel 21. Peta hasil prediksi penggunaan lahan pada skenario 1 dan 2 disajikan pada Gambar 39. Secara umum skenario 1 menunjukkan hasil penggunaan lahan yang lebih baik bila dilihat dari segi luas tutupan hutan. Hal ini dapat dilihat dari luas hutan yang tetap menjadi hutan pada skenario 1 lebih besar, serta luas hutan yang berubah menjadi semak lebih kecil bila dibandingkan skenario 2. Penambahan hutan pada skenario 1 berasal dari perubahan penggunaan lahan semak dan perkebunan campuran. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan secara progresif yang diterapkan pada setiap zona yang sesuai dengan kondisi ideal akan memberikan dampak positif terhadap rehabilitasi hutan.