2.3.2. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Banyak alasan mengapa seseorang terhambat dalam memenuhi regimen pengobatan TB paru.
a. Usia
Penelitian yang dilakukan oleh Mkopi, et al. 2012 menunjukkan bahwa usia berhubungan dengan kepatuhan terapi. Kelompok pasien umur 25 tahun ke bawah
lebih patuh dari kelompok pasien yang berumur 35-44 tahun OR: 0,77; 95 CI: 0,99; p0,049. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anyaike et al.
2013 yang dalam penelitiannya mendapatkan ada hubungan signifikan atara usia dengan kepatuhan terapi pasien TB p=0.0165.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Bello Itiola 2010 dengan menggunakan uji chi square didapatkan bahwa usia tidak memiliki hubungan
yang signifikan degan kepatuhan p=0,844. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Anyaike et al. 2013 yang mendapatkan bahwa ada
hubungan antara kurangnya uang transportasi dengan kepatuhan pasien p=0.0001.
b. Jenis Kelamin
Penelitian yang dilakukan ole Mkopi, et al 2012 menunjukkan bahwa jenis kelamin dan usia berhubungan dengan kepatuhan terapi. Pasien perempuan lebih
patuh 2 kali dibanding dengan pasien laki-laki OR= 2,04; 95 CI: 1.24-3,02; p = 0.003. Anyaike et al. 2013 dalam penelitiannya mendapatkan ada hubungan
signifikan atara jenis kelamin dan terapi p=0.001.
Universitas Sumatera Utara
c. Dukungan Sosial
Anyaike et al. 2013 dalam penelitiannya mendapatkan ada hubungan signifikan antara dukungan teman dan keluarga dan kepatuhan pasien p=0.042.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Solarte Barona 2008 yang mendapatkan bahwa salah satu faktor yang berhubungan signifikan dengan
kepatuhan penderita TB adalah kurangnya dukungan keluarga. d.
Pasien tidak lagi merasa sakit Ketika pasien tidak lagi merasa sakit, pasien selalu berpikir tidak mengapa
jika tidak melanjutkan konsumsi obat TB. Gejala TB dapat bertambah baik secara dramatis selama fase awal pengobatan 8 minggu pertama CDC, 1999.
Anyaike et al. 2013 dalam penelitiannya mendapatkan ada hubungan signifikan antara perasaan membaik dan tidak ingin melanjutkan terapi serta
merasa sakit dan depresi juga memiliki hubungan dengan kepatuhan p=0.0001. e.
Kurangnya pengetahuan Pasien terkadang tidak mengerti secara penuh mengenai regimen pengobatan,
atau alasan durasi pengobatan TB yang panjang. Kurangnya pengetahuan dapat menyebabkan ketidakmampuan dan kurangnya motivasi untuk memenuhi
regimen CDC, 1999. Pada penelitian yang dilakukan oleh Gopi et al. 2007 didapatkan faktor
yang berhubungan dengan ketidakpatuhan adalah tidak sekolah sebanyak 39 yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya terapi
dibawah pengawasan. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bello Itiola 2010 yang menemukan ada pengaruh positif dari konseling terhadap
Universitas Sumatera Utara
kepatuhan pengobatan pasien. Lebih lanjut dengan menggunakan uji chi square didapatkan bahwa edukasi berhubungan signifikan dengan kepatuhan p=0,001.
Zhou, et al. 2012 dalam penelitiannya juga mendapatkan bahwa pasien yang tidak patuh tidak mengetahui TB sebelum diagnosa P=0.05 dan tidak mendapat
edukasi TB terkait kesehatan sebelum terapi p=0.01. Lebih lanjut, dengan menggunakan analisis multivariat dengan regresi logistik didapatkan edukasi
kesehatan terkait TB sebelum terapi adalah faktor yang berhubungan secara signifikan dengan kepatuhan pasien.
f. Nilai personal dan budaya
Beberapa pasien memiliki kepercayaan personal dan budaya yang kuat mengenai penyakit TB, bagaimana pengobatannya, dan siapa yang dapat dicari
untuk pertolongan. Ketika pengobatan TB bertentangan dengan keyakinan, pasien menjadi takut, cemas, atau terasing dari orang yang memberikan pelayanan
kesehatan pada pasien, seperti dokter, asisten dokter dan perawat CDC, 1999. g.
Kurangnya keterampilan Pasien-pasien khusus memiliki keterampilan yang kurang untuk mengikuti
instruksi dan patuh terhadap regimen yang diresepkan. Pasien lansia dengan keterbatasan mobilitas, pasien dengan penyalahgunaan obat atau masalah
kesehatan mental, dan anak muda yang berisiko memiliki masalah untuk kepatuhan CDC, 1999.
Universitas Sumatera Utara
h. Kurangnya akses pada pelayanan kesehatan
Kurangnya akses terhadap pelayanan kesehtan dapat menjadi hambatan yang signifikan terhadap keberhasilan pemenuhan regimen TB. Usaha khusus harus
dibuat untuk menjangkau dan memberikan pelayanan bagi pasien yang tidak memiliki alamat tetap dan alat transportasi. Pasien yang bekerja kemungkinan
memiliki jadwal kerja yang bertentangan dengan jam klinik CDC, 1999. Pada penelitian yang dilakukan oleh Gopi et al. 2007 didapatkan faktor
yang berhubungan dengan ketidakpatuhan adalah kesulitan mengakses fasilitas kesehatan sebanyak 57 karena kurangnya keuangan dan jarak dari tempat
tinggal pasien ke fasilitas kesehatan dan pusat DOT swasta 43. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nezenega, Gacho Tafere 2013 dengan
menggunakan analisis multivariat didapatkan area tempat tinggal, waktu bersama tim kesehatan, kemudahan menjangkau, waktu tunggu, pelayanan profesional dam
semua kepuasan pasien berhubungan secara signifikan dengan kepatuhan terapi TB p 0,05.
i. Hubungan yang buruk dengan petugas kesehatan
Beberapa pasien memiliki hubungan yang buruk dengan petugas kesehatan. Ketika pasien dan petugas kesehatan gagal untuk membangun hubungan saling
percaya, kurangnya hubungan dapat mempengaruhi kepatuhan pasien, Jika pasien percaya atau merasa nyaman dengan perugas kesehatan, mereka lebih mengikut
intruksi dan nasehat dan mampu bekerja sama dengan petugas kesehatan CDC, 1999.
Universitas Sumatera Utara
j. Motivasi yang rendah
Pasien mungkin memiliki motivasi yang rendah untuk patuh terhadap regimen TB. Jika pasien memiliki banyak prioritas yang bersaing dalam hidupnya
seperti penyalahgunaan obat, tuna wisma, penyakit lain cth. HIV, konsumsi obat TB mungkin tidak menjadi prioritas bagi pasien CDC, 1999.
2.3.4. Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Paru