Pengaruh Faktor Sosial Budaya dan Personal terhadap Perilaku Merokok Keluarga Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam

(1)

PENGARUH FAKTOR SOSIAL BUDAYA DAN PERSONAL TERHADAP PERILAKU MEROKOK KELUARGA PASIEN RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT GRAND MEDISTRA LUBUK PAKAM

TESIS

Oleh

LUCI RIANI BR GINTING 127032076/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH FAKTOR SOSIAL BUDAYA DAN PERSONAL TERHADAP PERILAKU MEROKOK KELUARGA PASIEN RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT GRAND MEDISTRA LUBUK PAKAM

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LUCI RIANI BR GINTING 127032076/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR SOSIAL BUDAYA DAN PERSONAL TERHADAP PERILAKU

MEROKOK KELUARGA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT GRAND MEDISTRA LUBUK PAKAM.

Nama Mahasiswa : Luci Riani Br Ginting Nomor Induk Mahasiswa : 127032076

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dra. Nurmaini, M,K,M, Ph,D) (Drs. Tukiman, M,K,M Ketua Anggota

)

Dekan,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS)


(4)

Telah Diuji

Pada Tanggal: 22 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D Anggota : 1. Drs. Tukiman, M.K.M

2. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si 3. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR SOSIAL BUDAYA DAN PERSONAL TERHADAP PERILAKU MEROKOK KELUARGA PASIEN RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT GRAND MEDISTRA LUBUK PAKAM

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2014

Luci Riani Br Ginting 127032076/IKM


(6)

ABSTRAK

Perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain disekitarnya. Jumlah perokok di Indonesia menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008 sebanyak 65 juta penduduk. Jumlah pasien rawat jalan pada Poliklinik Terpadu Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam sebanyak 300 - 400 orang per hari.Sedangkan Bed Occupation Rate (BOR), mencapai 90% per bulannya. Tampak pengunjung dan keluarga pasien merokok bersama-sama di kursi tunggu pasien pada lorong antar ruang rawat inap meskipun pada dinding telah tertulis Dilarang Merokok.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor sosial-budaya dan personal terhadap perilaku merokok keluarga pasien rawat inap yang dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2014, dengan metode analitik observasional serta desain case control study. Populasi dalam penelitian adalah keluarga pasien rawat inap yang merokok dan tidak merokok sejumlah 207 orang. Sampel sejumlah 102 orang yang terdiri dari 51 orang kasus dan 51 orang kontrol dengan menggunakan teknik sampling Purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi-square dan multivariat menggunakan uji regresi berganda pada taraf kepercayaan 95%, α = 5%.

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor sosial-budaya dalam kategori tidak baik, pada kasus sejumlah 27 orang (52,9%) dan sejumlah 43 orang (84,3%) pada kontrol. Faktor personal dalam kategori tidak baik, pada kasus sejumlah 39 orang (76,5%) dan pada kontrol dalam kategori baik sejumlah 28 orang (54,9%). Selain itu ada pengaruh faktor sosial-budaya dimana nilai p = 0,001 < 0,05 dengan OR = 4,778 dan personal dimana nilai p = 0,002 < 0,05 dengan OR = 0,253 terhadap perilaku merokok keluarga pasien rawat inap. Variabel yang dominan berpengaruh adalah faktor sosial-budaya dengan nilai koefisien Exp(β) = 13,888.

Manajemen rumah sakit agar menetapkan kebijakan dan memasang running text: Kawasan Tanpa Rokok di pintu masuk utama, penempelan slogan, foster dan promosi kesehatan secara rutin tentang larangan serta bahaya merokok di setiap ruang rawat inap dan rawat jalan. Kepada pasien dan keluarga untuk memberhentikan perilaku merokok. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan variabel faktor biologis, faktor lingkungan sosial, faktor demografis, dan faktor sosial-politik.


(7)

ABSTRACT

Smoking behavior is dangerous for health, either for an individual or for other people around him. According to the World Health Organization (WHO), there were 65 million smokers in Indonesia in 2008. There are 300 to 400 outpatients at the Integrated Polyclinic of Grand Medistra Hospital, Lubuk Pakam, each day, while the Bed Occupancy Rate (BOR) reaches to 90% per month. Many patients’ family members sit together along the corridors of the inpatient wards and smoke even though there are ‘No Smoking’ signs on the walls.

The objective of the research was to analyze the influence of socio-cultural and personal factors on smoking behavior of inpatients’ family members. The research was conducted from April to June, 2014. It used observational analytic approach with cross sectional design. The population was case control study design. The population was 207 inpatients’ family members who smoked and did not smoke, and 10-2 of them were used as the samples that consisted of 51 respondents in case group and the other 51 respondents of the control group, using purposive sampling technique. The data were gathered by conducting interviews with questionnaires and analyzed by using univatriate, bivatriate analysis with chi square test and multivatriate with multiple regression tests at the significance level of 95% with α = 5%.

The result of the analysis showed that 27 respondents (52.9%) of the case group and 43 respondents of the control group were in bad category in the socio-cultural factor. There were 39 respondents (76.5%) of the case group and 28 respondents of the control group were in good category in the personal factor. Besides that, there was the influence of socio-cultural factor at p-value = 0.001 < 0.05 with OR = 4.778 and of personal factor at p-value = 0.002 < 0.05 with OR = 0.253 on smoking behavior of inpatients’ family members. The variable which had the most dominant influence was socio-cultural factor at the value of coefficient Exp (β) = 13.888.

It is recommended that the management of the hospital make a policy by installing a running text: ‘No Smoking Area’ on the front gate and attaching slogans, posters, and health promotion routinely about the prohibition to smoke and the danger of smoking in every inpatient and outpatient ward. Patients and their families should stop smoking. Besides that, the next researches should be conducted by adding the variables of biological factor, socio-environmental factor, demographic factor, and socio-political factor.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini dengan judul “Pengaruh Faktor Sosial Budaya dan Personal terhadap Perilaku Merokok Keluarga Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam”.

Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik untuk menyelesaikan Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis menyadari banyak mendapat dukungan, bimbingan, bantuan dan kemudahan-kemudahan dari berbagai pihak sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Dengan ketulusan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih, kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D, dan Drs. Tukiman, M.K.M, selaku komisi pembimbing yang telah dengan sabar, tulus, ikhlas, meluangkan waktu dan pemikiran dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini. 5. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes, selaku

komisi penguji yang telah banyak memberikan kritik, saran, masukan sehingga dapat meningkatkan kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh Dosen Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan dibidang Kesehatan Masyarakat.

7. Drs. Johannes Sembiring, M.Pd, selaku Ketua Yayasan MEDISTRA Lubuk Pakam dan Drs. David Ginting, M.Pd, selaku Ketua STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam yang telah memberikan kesempatan dan izin kepada penulis untuk menjadi Dosen pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam dan melanjutkan pendidikan ke jenjang Magister (S2). 8. dr. Arif Sujadmiko, selaku Direktur Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian. 9. Para teman sejawat Dosen pada STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam dan

rekan-rekan mahasiswa pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, khususnya Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku angkatan 2012 yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan dan kerjasama selama ini.


(10)

10.Suami tercinta dan terkasih Kuat Sitepu, S.Kep, Ns, M.Kes (bapak Rika) dan anak-anakku tersayang Erika Florencia Sitepu (kakak Rika) serta Michael Alfonso Bremana Sitepu (adek Onco) yang selama ini telah banyak membantu, menyayangi, mengasihi, perhatian kepada penulis baik dalam suka cita maupun duka cita mulai dari awal sampai dengan selesainya proses pendidikan penulis.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan yang ada, maka penulisuntuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi sempurnanya tesis ini, besar harapan penulis agar tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang Ilmu Kesehatan Masyarakat serta bagi penelitian selanjutnya.

Medan, September 2014 Penulis,

Luci Riani Br Ginting 127032076/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Luci Riani Br Ginting lahir di Pangkalan Brandan pada tanggal 4 Agustus 1972, anak kelima dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak Alm. Pt. Em. TB. Ginting Suka dan Ibu M Br Sembiring Meliala. Bersaudara dengan Alm. Sapta Darma Ginting, SH (Abang), Sophia Kartina Ginting, A.Md (Kakak), Alm. Yophi Buna Ginting, A.Md (Abang), Rinaldi Ginting, A.Md (Abang), Venny Ridawati Ginting (Adik), Abdi Nartis Ginting (Adik), Pella Hernius Ginting (Adik). Menikah dengan Kuat Sitepu, S.Kep, Ns, M.Kes dan dikarunia 2 (dua) orang anak yang bernama Erika Florencia Sitepu dan Michael Alfonso Bremana Sitepu. Berdomisili di Jalan Sudirman No. 38 Lubuk Pakam Kel. Lubuk Pakam Pekan, Kec. Lubuk Pakam, Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara - 20512.

Jenjang pendidikan formal yang diikuti adalah SD Negeri No. 050758 Securai, lulus dan berijazah pada tahun 1986. SMP Negeri 1 Pangkalan Brandan, lulus dan berijazah pada tahun 1989. SMA YWKA Bandung lulus dan berijazah pada tahun 1992. Jenjang Perguruan Tinggi dilalui adalah Akper DELI HUSADA Delitua, lulus dan berijazah pada tahun 1996. Program Studi Kebidanan D III FKK UNPRI Medan, lulus dan berijazah pada tahun 2006. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam, lulus dan berijazah pada tahun 2007. Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM USU Medan dengan Minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, lulus dan berijazah pada tahun 2014.

Bekerja sebagai Dosen Tetap pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam mulai tahun 2006 sampai dengan sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan masalah ... 14

1.3. Tujuan Penelitian ... 14

1.4. Hipotesis ... 14

1.5. Manfaat Penelitian ... 14

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1. Konsep Perilaku Kesehatan ... 16

2.1.1. Pengertian Perilaku Kesehatan ... 16

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan ... 16

2.1.3. Aspek-aspek Perilaku Kesehatan ... 19

2.2. Konsep Perilaku Merokok... 20

2.2.1. Defenisi Perilaku Merokok ... 20

2.2.2. Tahapan dalam Perilaku Merokok ... 20

2.2.3. Tipe-tipe Perilaku Merokok ... 21

2.2.4. Dampak Perilaku Merokok ... 23

2.2.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Merokok ... 24

2.3. Konsep Interaksi Sosial ... 29

2.3.1. Defenisi Interaksi Sosial ... 30

2.3.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Proses Interaksi Sosial . 30 2.3.3. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial ... 32

2.4. Konsep Kebudayaan... 32

2.4.1. Pengertian Kebudayaan ... 32

2.4.2. Ciri-ciri Kebudayaan ... 33

2.4.3. Unsur-unsur Kebudayaan ... 33

2.4.4. Faktor yang Memengaruhi Kebudayaan ... 34

2.4.5. Sifat-sifat dari Kebudayaan ... 39

2.5. Konsep Kepribadian (Personality) ... 40


(13)

2.5.2. Faktor-faktor yang Membentuk Kepribadian ... 40

2.6. Landasan Teori ... 43

2.7. Kerangka Konsep ... 47

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 48

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 48

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

3.3. Populasi dan Sampel ... 49

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 52

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 54

3.6. Metode Pengukuran ... 55

3.7. Metode Analisis Data ... 56

3.7.1. Analisis Univariat... 56

3.7.2. Analisis Bivariat ... 56

3.7.3. Analisis Multivariat ... 56

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 58

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 58

4.2. Analisis Univariat... 59

4.2.1. Karakteristik Responden ... 59

4.2.2. Faktor Sosial-Budaya ... 61

4.2.3. Faktor Personal ... 68

4.2.4. Perilaku Merokok ... 72

4.3. Analisis Bivariat ... 74

4.3.1. Hubungan Faktor Sosial-Budaya dengan Perilaku Merokok ... 74

4.3.2. Hubungan Faktor Personal dengan Perilaku Merokok ... 75

4.4. Analisis Multivariat ... 76

BAB 5. PEMBAHASAN ... 80

5.1. Situasi dan Kondisi Perilaku Merokok Keluarga Pasien ... 80

5.2. Hubungan Faktor Sosial-Budaya dengan Perilaku Merokok ... 82

5.3. Hubungan Faktor Personal dengan Perilaku Merokok ... 85

5.4. Pengaruh Faktor Sosial-Budaya dan Personal terhadap Perilaku Merokok ... 88

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

6.1. Kesimpulan ... 90

6.2. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Metode Pengukuran Data Penelitian tentang Pengaruh Faktor Sosial-Budaya, dan Personal terhadap Perilaku Merokok Keluarga Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam ... 55 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,

Pendidikan Terakhir dan Pekerjaan dari Keluarga Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam ... 60 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Sosial-Budaya Keluarga

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam ... 61 4.3. Kategori Responden Berdasarkan Faktor Sosial-Budaya Keluarga Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam... 68 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Personal Keluarga Pasien

Rawat Inap Di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam ... 68 4.5. Kategori Responden Berdasarkan Faktor Personal Keluarga Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam... 72 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Merokok pada Keluarga

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam ... 73 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Batang Rokok yang Dihisap

Per Hari Sebelum dan Sesudah Mendampingi Keluarga Rawat Inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam ... 73 4.8. Hubungan Faktor Sosial-Budaya dengan Perilaku Merokok Keluarga

Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam ... 75 4.9. Hubungan Faktor Personal dengan Perilaku Merokok Keluarga Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam... 76 4.10. Analisis Variabel yang Masuk dalam Uji Regresi Logistik Berganda Baik

Faktor Sosial-Budaya dan Personal terhadap Perilaku Merokok Keluarga Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam ... 77 4.11. Model Regresi Logistik Berganda Faktor Sosial-Budaya dan Personal


(15)

terhadap Perilaku Merokok Keluarga Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam ... 77


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 47


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1. Lembar Permohonan Menjadi Responden ... 97

2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian ... 98

3. Kuesioner Penelitian ... 99

4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 103

5. Master Data Penelitian... 106

6. Analisis Univariat ... 119

7. Analisis Bivariat ... 126

8. Analisis Multivariat ... 129

9. Surat Izin Penelitian ... 133


(18)

ABSTRAK

Perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain disekitarnya. Jumlah perokok di Indonesia menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008 sebanyak 65 juta penduduk. Jumlah pasien rawat jalan pada Poliklinik Terpadu Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam sebanyak 300 - 400 orang per hari.Sedangkan Bed Occupation Rate (BOR), mencapai 90% per bulannya. Tampak pengunjung dan keluarga pasien merokok bersama-sama di kursi tunggu pasien pada lorong antar ruang rawat inap meskipun pada dinding telah tertulis Dilarang Merokok.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor sosial-budaya dan personal terhadap perilaku merokok keluarga pasien rawat inap yang dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2014, dengan metode analitik observasional serta desain case control study. Populasi dalam penelitian adalah keluarga pasien rawat inap yang merokok dan tidak merokok sejumlah 207 orang. Sampel sejumlah 102 orang yang terdiri dari 51 orang kasus dan 51 orang kontrol dengan menggunakan teknik sampling Purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi-square dan multivariat menggunakan uji regresi berganda pada taraf kepercayaan 95%, α = 5%.

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor sosial-budaya dalam kategori tidak baik, pada kasus sejumlah 27 orang (52,9%) dan sejumlah 43 orang (84,3%) pada kontrol. Faktor personal dalam kategori tidak baik, pada kasus sejumlah 39 orang (76,5%) dan pada kontrol dalam kategori baik sejumlah 28 orang (54,9%). Selain itu ada pengaruh faktor sosial-budaya dimana nilai p = 0,001 < 0,05 dengan OR = 4,778 dan personal dimana nilai p = 0,002 < 0,05 dengan OR = 0,253 terhadap perilaku merokok keluarga pasien rawat inap. Variabel yang dominan berpengaruh adalah faktor sosial-budaya dengan nilai koefisien Exp(β) = 13,888.

Manajemen rumah sakit agar menetapkan kebijakan dan memasang running text: Kawasan Tanpa Rokok di pintu masuk utama, penempelan slogan, foster dan promosi kesehatan secara rutin tentang larangan serta bahaya merokok di setiap ruang rawat inap dan rawat jalan. Kepada pasien dan keluarga untuk memberhentikan perilaku merokok. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan variabel faktor biologis, faktor lingkungan sosial, faktor demografis, dan faktor sosial-politik.


(19)

ABSTRACT

Smoking behavior is dangerous for health, either for an individual or for other people around him. According to the World Health Organization (WHO), there were 65 million smokers in Indonesia in 2008. There are 300 to 400 outpatients at the Integrated Polyclinic of Grand Medistra Hospital, Lubuk Pakam, each day, while the Bed Occupancy Rate (BOR) reaches to 90% per month. Many patients’ family members sit together along the corridors of the inpatient wards and smoke even though there are ‘No Smoking’ signs on the walls.

The objective of the research was to analyze the influence of socio-cultural and personal factors on smoking behavior of inpatients’ family members. The research was conducted from April to June, 2014. It used observational analytic approach with cross sectional design. The population was case control study design. The population was 207 inpatients’ family members who smoked and did not smoke, and 10-2 of them were used as the samples that consisted of 51 respondents in case group and the other 51 respondents of the control group, using purposive sampling technique. The data were gathered by conducting interviews with questionnaires and analyzed by using univatriate, bivatriate analysis with chi square test and multivatriate with multiple regression tests at the significance level of 95% with α = 5%.

The result of the analysis showed that 27 respondents (52.9%) of the case group and 43 respondents of the control group were in bad category in the socio-cultural factor. There were 39 respondents (76.5%) of the case group and 28 respondents of the control group were in good category in the personal factor. Besides that, there was the influence of socio-cultural factor at p-value = 0.001 < 0.05 with OR = 4.778 and of personal factor at p-value = 0.002 < 0.05 with OR = 0.253 on smoking behavior of inpatients’ family members. The variable which had the most dominant influence was socio-cultural factor at the value of coefficient Exp (β) = 13.888.

It is recommended that the management of the hospital make a policy by installing a running text: ‘No Smoking Area’ on the front gate and attaching slogans, posters, and health promotion routinely about the prohibition to smoke and the danger of smoking in every inpatient and outpatient ward. Patients and their families should stop smoking. Besides that, the next researches should be conducted by adding the variables of biological factor, socio-environmental factor, demographic factor, and socio-political factor.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan, tetapi masih banyak orang yang melakukannya, bahkan orang mulai merokok ketika dia masih remaja. Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004). Perilaku merokok adalah perilaku yang dinilai sangat merugikan bila dilihat dari berbagai sudut pandang baik bagi diri sendiri maupun orang lain disekitarnya (Aula, 2010).

Sebuah studi berdasarkan budaya dengan judul: Pengaruh pribadi dan sosial terhadap perokok remaja oleh Piko (2012), menunjukkan frekuensi merokok terbukti menjadi yang tertinggi di antara remaja Hungaria 58,7%, remaja Polandia 57,6%, remaja Amerika Serikat (AS) 22,1% dan remaja Turki 23,6%. Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa kesesuaian antara model yang dihipotesakan dan data yang diterima, χ2 = 221,74, df = 32, P <0,001, NFI = 0,99, CFI = 0,99, TLI = 98, RMSEA = 0,05. Sebagian besar jalur dalam model tetap signifikan. Semua prediktor dimasukkan dalam model hipotesis bersama-sama menjelaskan 37% (sampel AS), 22% (sampel Hungaria), 22% (sampel Polandia) dan 23% (sampel Turki) dari varians dalam penggunaan tembakau. Pengaruh teman yang merokok dan prestasi akademik yang terkait dengan merokok di seluruh negara. Kepuasan hidup secara langsung atau


(21)

tidak langsung berhubungan dengan merokok di semua negara kecuali AS. Model akhir sesuai data dengan baik: χ2 = 248,88, df = 53, P <0,001, NFI = 0,99, CFI = 0,99, TLI = 0,99 RMSEA = 0,04 tidak berbeda secara signifikan dari model hipotesis.

Penelitian tentang kebijakan, norma-norma, dan keterpaparan asap rokok sebelum dan sesudah penerapan hukum secara menyeluruh dalam mendukung bebas merokok di Meksiko, oleh Thrasher (2008) menunjukkan bahwa prevalensi perokok menurun sebelum dan sesudah penerapan hukum dimana pada sampel 1 dengan Odds Ratio (OR) = 0.61; 95%, dan Confidence Interval (CI) = 0.45; 0.82 serta pada sampel 2 dengan OR= 0.59; 95%, dan CI= 0.41; 0.84. Model Adjustb Odds Ratio (AOR) menunjukkan karakteristik sosiodemograpi tidak signifikan, pada sampel 1 dengan AOR = 0.75; 95% CI = 0.53; 1.05; berbanding sample 2 dengan AOR= 0.82; 95%,CI= 0.56; 1.20.

Hasil penelitian Thrasher (2008) juga menunjukkan persentase dari responden yang tidak merokok dalam membuat keputusan dengan benar untuk mendukung kebijakan, kepercayaan dan norma-norma bebas merokok mengalami peningkatan dari 23% sebelum penerapan hukum menjadi 27% setelah penerapan hukum pada sampel ke-2 sedangkan pada responden perokok mengalami peningkatan dari 38% sebelum penerapan hukum menjadi 54% setelah penerapan hukum pada sampel ke-2. Persentasi dari observer yang tidak merokok dalam membuat keputusan dengan benar mengalami penurunan dari 43% sebelum menjadi 33% setelah penerapan hukum pada sampel ke-2 sedangkan pada observer perokok dari 50% sebelum penerapan hukum menjadi 40% setelah penerapan hukum pada


(22)

sampel ke-2. Berdasarkan hasil analisis bivariate dan multivariate, Adjusted Odds Ratios (AOR) pada survei pertama sebelum dan sesudah penerapan hukum pada mereka yang tidak terpapar asap rokok dengan OR = 3.28; 95% CI = 2.16, 4.99; AOR = 3.25; 95% CI =1.95, 5.40 dan pada suvei kedua dengan OR = 3.45; 95% CI = 2.18, 5.45; AOR = 2.82; 95% CI =1.63, 4.87. Hasil analisis bivariate dan AOR pada responden yang terpapar asap rokok setiap hari dengan tingkat signifikansi yang rendah melalui survei pertama setalah penerapan hukum dengan OR = 0.35; 95% CI = 0.24, 0.52; AOR = 0.38; 95% CI = 0.24 0.60 dan pada suvei kedua setelah penerapan hukum dengan OR = 0.43; 95% CI = 0.27, 0.68; AOR = 0.50; 95% CI = 0.31, 0.81. Terpapar dengan asap rokok tidak merubah tingkat signifikansi hasil survei setelah penerapan hukum.

Penelitian Prasasti (2011) tentang hubungan antara dimensi kepribadian big five dengan perilaku merokok pada remaja akhir menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R square) adalah sebesar 0,213, hal ini berarti kepribadian neuroticism, extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan opennes memberikan sumbangsih sebesar 21,3% terhadap perubahan perilaku merokok, sedangkan sebesar 78,7% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Taraf signifikansi adalah p = 0.004 < 0,05, artinya ada pengaruh yang signifikan antara kepribadian neuroticism, extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan opennes dengan perilaku merokok.

Hasil riset Larson, dkk dalam Theodorus (1994) menemukan bahwa sensivitas ketajaman penciuman dan pengecapan para perokok berkurang bila dibandingkan dengan non-perokok. Dilihat dari sisi ekonomi, merokok pada


(23)

dasarnya “Membakar uang” apalagi jika hal tersebut dilakukan remaja yang belum mempunyai penghasilan sendiri.

Menurut Laventhal dan Clearly (1980) ada empat tahap dalam perilaku merokok. Keempat tahap tersebut adalah: Tahapan Prepatory, Tahapan Intination, Tahapan Becoming a Smoker, dan Tahapan Maintaining of Smoking. Kandungan rokok membuat seseorang tidak mudah berhenti merokok karena dua alasan, yaitu: Faktor ketergantungan atau adiksi pada nikotin dan faktor psikologis yang merasakan adanya kehilangan suatu kegiatan tertentu jika berhenti merokok (Aula, 2010).

Pada tahun 2011 di Indonesia sudah ada 21 provinsi dan pada tahun 2012 berkembang menjadi 27 provinsi, yang masing-masing telah memiliki peraturan perundang-undangan tentang pencegahan dan penanggulangan dampak merokok terhadap kesehatan. Peraturan perundang-undangan tersebut dalam bentuk surat edaran, instruksi, surat keputusan, peraturan gubernur, dan peraturan daerah. Selain itu, kabupaten dan atau kota yang telah memiliki peraturan perundang-undangan tentang pencegahan dan penanggulangan dampak merokok terhadap kesehatan dalam bentuk surat edaran, instruksi, surat keputusan, peraturan walikota, dan peraturan bupati pada tahun 2011, sebanyak 50 kabupaten dan atau kota, dan pada tahun 2012 menjadi 85 kabupaten dan atau kota (Profil Kesehatan Indonesia, 2012).

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ketiga setelah China dan India


(24)

pada sepuluh negara perokok terbesar di dunia. Jumlah perokok di Indonesia mencapai 65 juta penduduk. Sementara itu China sejumlah 390 juta perokok dan India sejumlah 144 juta perokok (Endrawanch, 2009).

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Global Adult Tobbaco Survey (GATS) yang dilansir oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa 190.260 orang di Indonesia meninggal dunia akibat mengkonsumsi rokok, hal ini berarti sekitar 500 orang per hari penduduk Indonesia meninggal akibat mengkonsumsi rokok. Rokok secara tidak langsung menjadi penyebab kematian seseorang, namun zat-zat yang terkandung dalam rokok terbukti menjadi penyebab utama berbagai penyakit kronis (Suryanto, 2013).

Penyakit yang disebabkan oleh rokok, yaitu: kanker paru, kanker kandung kemih, kanker payudara, kanker serviks, kanker kerongkongan, kanker pencernaan, kanker ginjal, kanker mulut, kanker tenggorokan, serangan jantung, penyakit jantung koroner (PJK), arterosklerosis, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), impotens, darah tinggi (Hipertensi), gangguan kesuburan, memperburuk asma dan radang saluran nafas, beresiko lebih tinggi mengalami macula (hilangnya penglihatan secara bertahap), katarak, menjadi lebih sering sakit-sakitan, menimbulkan noda gigi dan gusi, dan mengakibatkan sariawan di usus (Yudhe, 2013). Bagi ibu hamil, rokok menyebabkan kelahiran yang premature, berat badan bayi rendah, mortalitas prenatal, kemungkinan lahir dalam keadaan cacat, dan mengalami gangguan dalam perkembangan (Davidson dan Neale, 1990).


(25)

Penelitian Abdul Ghoni dan Tri Bodroastuti (2012) tentang pengaruh faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologi terhadap perilaku konsumen (studi pada pembelian rumah di perumahan griya utama banjardowo Semarang), hasil uji hipotesis secara simultan (uji F) dari keempat variabel bebas dengan F hitung sebesar 254,460 > F tabel sebesar 2,74 yang berada di daerah penolakan Ho. Hal ini berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan antara faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologi terhadap perilaku konsumen dalam membeli rumah. Nilai koefisien determinasi (R2) dari keempat variabel bebas diperoleh hasil sebesar 93,6% (0,936) dengan R sebesar 97% (0,97). Hal ini berarti bahwa kemampuan faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologi dalam menjelaskan perilaku konsumen sebesar 93,6%, sisanya sebesar 6,4% dapat dijelaskan oleh variabel lain, yang tidak masuk dalam model.

Penelitian tentang rokok pernah dilakukan sebelumnya oleh Komalasari dan Helmi (2000) dengan hasil analisis regresi ganda memperlihatkan bahwa F = 22,468 (p<0,05) dan R = 0,620 (R2 = 0,384). Artinya, sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja dan lingkungan teman sebaya merupakan prediktor terhadap perilaku merokok remaja. Jadi sumbangan sikap permisif orang tua dan lingkungan teman sebaya terhadap perilaku merokok remaja sebanyak 38,4%. Sementara itu, hubungan kepuasan psikologis terhadap perilaku merokok sebesar r = 0,640 (p<0,05). Hal ini berarti bahwa kepuasan psikologis menyumbang 40,9% terhadap perilaku merokok. Berdasarkan hasil analisis regresi ganda,


(26)

hipotesis yang diajukan tidak dapat diterima. Namun demikian, sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja dan lingkungan sebaya merupakan prediktor yang cukup baik terhadap perilaku merokok remaja yaitu 38,4%. Hal ini berarti bahwa faktor lingkungan yaitu lingkungan keluarga dan teman sebaya memberikan sumbangan yang berarti dalam perilaku merokok remaja.

Perilaku merokok pada seorang individu dipengaruhi juga oleh berbagai faktor seperti pada hasil penelitian Hardalena (2010) yakni terdapat hubungan antara sikap dengan tindakan merokok (p = 0.000), terdapat hubungan antara pengaruh lingkungan terhadap tindakan merokok (p = 0.000), serta ada hubungan antara pengaruh stress terhadap tindakan merokok (p = 0,000). Tidak terdapat hubungan antara peran keluarga terhadap tindakan merokok (p = 0,154).

Hasil penelitian Liana (2012) tentang hubungan pengetahuan lingkungan sosial dan ketersediaan sarana prasarana dengan perilaku merokok siswa SDN Ungaran 02.04, menyatakan responden paling banyak memiliki tingkat pengetahuan cukup sebesar 56,1%, lingkungan sosial di sekitar responden paling banyak adalah responden yang lingkungan sosialnya tidak mendukung sebanyak 58,5%. Ketersediaan sarana prasarana untuk merokok paling banyak adalah responden yang memiliki sarana prasarana mendukung kegiatan merokok sebesar 80,5%. Pengetahuan responden tentang rokok serta ketersediaan sarana prasarana memiliki p-value > 0,05. Lingkungan sosial di sekitar responden memiliki p-p-value < 0,05.

Rata-rata umur mulai merokok secara nasional adalah 17,6 tahun, dengan persentase penduduk yang mulai merokok tiap hari terbanyak pada umur 15-19


(27)

tahun, dimana yang tertinggi dijumpai di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 52,1%, disusul oleh Riau 51,3%, Sumatera Selatan 50,4%, Nusa Tenggara Barat 49,9% dan Lampung 49,5%. Menurut jenis kelamin pada laki-laki 11,8% prevalensinya 11 kali lebih banyak dibandingkan perempuan 1,4%. Menurut status kawin paling banyak 30,6% merokok setiap hari dari pada yang belum kawin 28,9% maupun cerai 17,0%. Menurut tempat tinggal, penduduk yang tinggal di perdesaan 30,8% prevalensinya lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan 25,9%. Menurut pendidikan prevalensi tinggi pada penduduk dengan pendidikan rendah yaitu tidak tamat sekolah dasar 31,9% dan cenderung menurun dengan meningkatnya pendidikan. Perokok setiap hari yang terendah prevalensinya pada mereka yang bersekolah 7,7% diikuti tidak bekerja, pegawai, wiraswasta, sedangkan tertinggi pada mereka yang bekerja di sektor informal yaitu petani/nelayan/buruh. Menurut tempat tinggal prevalensi perokok kadang-kadang tidak tampak perbedaan (Riskesdas, 2010).

Rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap tiap hari oleh lebih dari separuh 52,3% perokok adalah 1-10 batang dan sekitar 20 persen sebanyak 11-20 batang per hari. Penduduk yang merokok 1-10 batang per hari paling tinggi dijumpai di Maluku 69,4%, disusul oleh Nusa Tenggara Timur 68,7%, Bali 67,8%, DI Yogyakarta 66,3%, dan Jawa Tengah 62,7%. Sedangkan persentase penduduk merokok dengan rata-rata 21-30 batang per hari tertinggi di Provinsi Aceh 9,9% dikuti Kepulauan Bangka Belitung 8,5% dan Kalimantan Barat 7,4%. Persentase penduduk merokok dengan rata-rata lebih dari 30 batang per hari


(28)

tertinggi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 16,2%, Kalimantan Selatan 7,9% serta Aceh dan Kalimantan Tengah 5,4% (Riskesdas, 2010).

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau penggunaan rokok. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap resiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa baik individu, masyarakat, parlemen, maupun pemerintah, untuk melindungi generasi sekarang maupun yang akan datang. Komitmen bersama dari lintas sektor dan berbagai elemen akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Ruang lingkup Kawasan Tanpa Rokok (KTR) meliputi: tempat-tempat umum, tempat kerja tertutup, sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum. Rumah sakit merupakan salah satu dari ruang lingkup Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dari kategori sarana kesehatan yang ada ditengah-tengah masyarakat (Profil Kesehatan Indonesia, 2012).

Pemerintah telah menetapkan dan mengupayakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) untuk melindungi seluruh masyarakat dari bahaya asap rokok melalui: Undang-Undang R I Nomor: 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 115 ayat 1 dan Pemerintah Daerah wajib menetapkan dan menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di wilayahnya sesuai Pasal 115 ayat 2, serta Peraturan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Menteri Dalam Negeri RI, Nomor:


(29)

188/MENKES/PB/I/2011 dan Nomor: 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah R I Nomor: 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (Profil Kesehatan Indonesia, 2012).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah menetapkan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) melalui Peraturan Gubernur No. 35 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Untuk Kabupaten Mandailing Natal Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dalam bentuk Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Sedangkan Kota Medan dan Tebing Tinggi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) masih hanya dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah, dan bahkan Kabupaten atau Kota lainnya belum membentuk Rancangan Peraturan Daerah.

Proporsi penduduk Provinsi Sumatera Utara umur 10 tahun keatas yang merokok tiap hari sebesar 23,3%, perokok kadang-kadang sebesar 5,5%, mantan perokok 2,2% dan tidak merokok sebesar 69%. Proporsi penduduk Provinsi Sumatera Utara yang merokok setiap hari menurut umur sudah dimulai sejak umur 10-14 tahun 0,3%, kemudian meningkat menjadi 14% pada umur 15-24 tahun. Proporsi merokok terus meningkat seiring bertambahnya umur dan pada puncaknya pada umur 45-54 tahun (36,6%). Perokok umumnya pada laki-laki dan menurut pendidikan terbanyak pada yang berpendidikan tamat SMA (29,3%) selanjutnya tamat SMP. Berdasarkan kebiasaan di Provinsi Sumatera Utara 86,1% perokok melakukan kebiasaan merokok


(30)

di dalam rumah ketika bersama dengan anggota keluarga lainnya. Hal ini tentu membahayakan bagi anggota keluarga lain yang tidak merokok (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008).

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten yang belum mempunyai peraturan daerah tentang pencegahan dan penanggulangan dampak merokok terhadap kesehatan bagi masyarakatnya. Sehingga perilaku merokok pada individu atau masyarakat di tempat-tempat umum, instansi pemerintah dan swasta serta lainnya, belum diatur dan belum adanya sangsi yang mengikat para perokok. Selain itu iklan ataupun reklame rokok dan sejenisnya dilokasi strategis sepanjang jalan serta di dinding pertokoan tertempel dengan rapi, yang senantiasa mempengaruhi individu, masyarakat yang melihat dan membacanya. Kegiatan-kegiatan seremonial di Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, lintas sektor dan juga instansi swasta lainnya selalu didukung atau disponsori oleh produsen-produsen rokok.

Persentase penduduk umur 10 tahun keatas menurut kebiasaan merokok di Kabupaten Deli Serdang sebagai berikut: perokok setiap hari 21.9%, perokok kadang-kadang 4.3%, mantan perokok 1.5%, bukan perokok 72.3%. Sedangkan Prevalensi perokok dalam rumah ketika bersama anggota keluarga di Kabupaten Deli Serdang, adalah 83.4% (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008).

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di ruangan rawat inap Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam, tampak pengunjung dan keluarga pasien rawat inap merokok bersama-sama dengan pengunjung dan keluarga pasien lainnya di kursi tunggu pada lorong atau gang antar ruang rawatan meskipun di dinding tertulis


(31)

DILARANG MEROKOK. Pihak manajemen rumah sakit belum menetapkan lingkungan rumah sakit menjadi Kawasan Tanpa Rokok (KTR), akan tetapi telah membatasi ruang para perokok dengan menetapkan ruangan atau tempat bebas merokok bagi keluarga dan pengunjung, yakni di kantin dan anjungan setiap lantai rumah sakit. Pada area tersebut merupakan ruang terbuka dan tersedia meja dan kursi serta asbak rokok maupun tong sampah. Meskipun demikian hanya sebagian kecil keluarga dan pengunjung yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Bagi pengunjung dan keluarga pasien untuk mendapatkan rokok dari berbagai merek dan jenisnya, tersedia dikantin rumah sakit dan juga di toko atau kios yang ada di depan rumah sakit tersebut.

Menurut direktur rumah sakit dan jajarannya mereka senantiasa menemukan pengunjung dan keluarga pasien yang merokok, meskipun larangan merokok di sekitar ruang rawatan dan tempat lainnya selalu disosialisasikan oleh semua tenaga kesehatan yang ada disana, yang utamanya oleh perawat dan dokter. Menurut manajemen rumah sakit, perilaku merokok pengunjung dan keluarga pasien tersebut banyak ditemukannya terutama pada sore hari (pukul 18.00 WIB) sampai dengan malam hari (pukul 23.00 WIB), karena pada saat itu adalah waktu berkunjung atau membesuk bagi pengunjung dan keluarga pasien. Keluarga dan pengunjung rumah sakit juga mulai dari parkiran sambil berjalan menuju ruang rawatan keluarganya, secara berkelompok berbicara, bercanda dan bahkan merokok sehingga menggangu kenyamanan pengunjung lainnya serta kesehatan pasien yang sedang dirawat disana.

Selain di ruangan rawat inap, pada ruang tunggu fasilitas poliklinik terpadu juga keluarga pasien rawat jalan ditemukan merokok sambil mendampingi dan menunggu


(32)

keluarganya berobat. Perilaku merokok pengunjung dan keluarga pasien rawat inap dan rawat jalan sembarangan juga dapat ditemukan di area parkir dan taman maupun halaman rumah sakit dan peneliti menemukan puntung rokok yang dibuang sembarangan di halaman, lantai dan pada pot bunga rumah sakit. Menurut petugas kebersihan rumah sakit pada saat membersihkan taman, pot bunga, lorong atau gang, tong sampah, dan lainnya setiap harinya mereka banyak menemukan puntung rokok dan bahkan sampai merusak tong sampah yang ada.

Menurut kepala bidang perawatan dan bagian rekam medik Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam, Bed Occupation Rate (BOR) atau jumlah pasien yang rawat inap disana mencapai 90% per bulannya. Sedangkan jumlah pasien rawat jalan di poliklinik terpadu rumah sakit setiap hari kerja antara 300 sampai dengan 400 orang. Selain itu lebih dari 80% pasien yang rawat inap dan rawat jalan adalah masyarakat yang domisili di Kecamatan Lubuk Pakam dan daerah yang berdekatan dengan rumah sakit, seperti dari Kecamatan Tanjung Morawa, Pantai Labu, Beringin, Galang, Bangun Purba, Gunung Meriah, dan lainya di Kabupaten Deli Serdang. Bahkan masyarakat dari beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai yang langsung berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Pada umumnya masyarakat yang tinggal di daerah tersebut diatas adalah Suku Batak dan Jawa yang memiliki kekerabatan keluarga yang sangat dekat, dan kebiasaan merokok yang berkembang terlebih pada saat adanya kegiatan sosial kemasyarakatan, agama dan kesukuan atau budaya.


(33)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan penelitian adalah sebagai berikut: Adakah pengaruh faktor sosial-budaya dan personal terhadap perilaku merokok keluarga pasien rawat inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh faktor sosial-budaya dan personal terhadap perilaku merokok keluarga pasien rawat inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam.

1.4. Hipotesis

Hipotesis penelitian, yaitu: faktor sosial-budaya dan personal berpengaruh terhadap perilaku merokok keluarga pasien rawat inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, bagi : 1.5.1. Manajemen Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam

Memberikan masukan dan informasi bagi manajemen dalam menetapkan, menerapkan dan evaluasi kebijakan-kebijakan terhadap perilaku merokok keluarga pasien rawat inap di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam.


(34)

1.5.2. Pasien dan keluarga

Menambah wawasan, pemahaman, pengalaman dan dapat menentukan sikap serta tindakan pasien dan keluarga dalam perilaku merokok yang dapat merugikan kesehatan diri sendiri dan orang lain.

1.5.3. Penelitian selanjutnya

Memberikan asumsi dasar akan pengetahuan, dan pemahaman sehingga dapat dijadikan sumber ide, gagasan pada penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan konsep perilaku kesehatan khususnya perilaku merokok.


(35)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku Kesehatan 2.1.1. Pengertian Perilaku Kesehatan

Untuk dapat lebih memahami pengertian perilaku kesehatan, perlu kiranya dipahami terlebih dahulu arti dari perilaku, yang menurut Edwin G. Boring dalam Mappiare (2006) menyatakan perilaku merupakan kumpulan respon yang menjadi sangat kompleks yang selalu berkaitan dengan situasi, sebagaimana sebuah respons selalu terkait dengan sebuah stimulus.

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2007) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan.

Menurut Sarafino (2006) perilaku kesehatan adalah setiap aktivitas individu yang dilakukan untuk mempertahankan atau meningkatkan kondisi kesehatan tanpa memperhatikan status kesehatan. Sedangkan menurut Taylor (2003) mengatakan bahwa perilaku kesehatan adalah tindakan yang dilakukan individu untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi kesehatan mereka.

2.1.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Kesehatan

Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007) perilaku kesehatan ini ditentukan oleh 3 (tiga) faktor utama, yakni:


(36)

1) Faktor Pendorong (predisposing factors)

Merupakan faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.

2) Faktor pemungkin (enabling factors)

Merupakan faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor pemungkin maksudnya adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya: Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga, makanan bergizi, uang dan sebagainya.

3) Faktor penguat (reinforcing factors)

Merupakan faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan menurut Taylor (2003), antara lain:

1) Faktor demografik, perilaku kesehatan berbeda-beda berdasarkan pada faktor demografik. Individu yang masih muda, lebih makmur, memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik dan berada dalam kondisi stress yang rendah dengan dukungan sosial yang tinggi memiliki perilaku sehat yang lebih baik dari pada orang yang memiliki resources yang lebih sedikit.


(37)

2) Usia, perilaku kesehatan bervariasi berdasarkan usia. Secara tipikal perilaku kesehatan pada anak-anak dapat dikatakan baik, memburuk pada remaja dan orang dewasa, namun meningkat kembali pada orang yang lebih tua.

3) Nilai, nilai-nilai sangat mempengaruhi kebiasaan perilaku sehat individu. Misalnya latihan bagi wanita sangat diinginkan bagi budaya tertentu tetapi tidak bagi budaya lain.

4) Personal Control, persepsi bahwa kesehatan individu dibawah personal control juga menentukan perilaku sehat seseorang. Misalnya penelitian yang dilakukan pada Health locus of control scale yang mengukur derajat sejauh mana persepsi individu dapat mengontrol kesehatan mereka.

5) Pengaruh Sosial, juga dapat mempengaruhi perilaku sehat individu. Keluarga, teman, dan lingkungan kerja dapat mempengaruhi perilaku sehat.

6) Personal Goal, kebiasan perilaku sehat juga memiliki hubungan dengan tujuan personal. Jika tujuan menjadi atlet berprestasi merupakan tujuan yang penting, individu akan cenderung olah raga secara teratur dibandingkan jika hal itu bukan tujuan personal.

7) Perceived Symptoms, kebiasaan sehat dikontrol oleh perceived symptoms. Misalnya perokok mungkin mengontrol perilaku merokok mereka berdasarkan sensasi pada paru- paru mereka.

8) Akses ke Health care delivery system, akses ke health care juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Menggunakan program pengobatan tuberkolosis, pap smear


(38)

yang teratur, mamogram, imunisasi, merupakan contoh perilaku kesehatan yang secara langsung berhubungan dengan health care system.

9) Faktor kognisi, perilaku kesehatan memiliki hubungan dengan faktor kognisi, seperti keyakinan bahwa perilaku tertentu dapat mempengaruhi kesehatan.

2.1.3. Aspek-aspek Perilaku Kesehatan

Menurut Roizen (1999) mengatakan ada 7 (tujuh) aspek perilaku kesehatan yang dapat digunakan untuk mengukur perilaku kesehatan seorang individu, yaitu: 1) Makan dan minum, meliputi: a) mengkonsumsi makanan rendah kalori dan

lemak, diet berbagai jenis makanan yang bergizi tinggi; b) mengkonsumsi makanan berbahan kacang kedelai segar; c) mengkonsumsi ikan yang kaya omega 3; c) minum minimal 8 gelas air mineral perhari; d) sarapan setiap hari; e) mengkonsumsi makanan yang kaya vitamin B6, C, D, E, folate, kalsium atau suplemen; f) menghindari kurang vitamin dan tambahan mineral; g) menghindari diet; dan h) menghindari minuman beralkohol.

2) Olah raga, meliputi: a) olah raga teratur; b) membangun stamina; dan c) membangun kekuatan otot.

3) Kebiasan sehat, meliputi: a) menggosok gigi dan flosis setiap hari; b) tidur yang baik; c) mendapat sinar matahari selama 10-20 menit untuk menghasilkan vitamin D; d) menggunakan sabuk pengaman dan memiliki kantong udara di mobil; dan e) tinggal di daerah yang memiliki udara bersih.

4) Seks, mencakup: a) memiliki seks sehat; dan b) memiliki orgasme yang lebih sering.


(39)

5) Stres dan dukungan sosial, mencakup: a) menghindari stres yang tinggi atau menghadapi stres dengan baik; b) hidup sesuai dengan penghasilan dan menghindari kebangkrutan; dan c) mengembangkan hubungan sosial dengan keluarga dan teman.

6) Berat badan dan jantung sehat, mencakup: a) mempertahankan berat badan yang ideal; b) menjaga tekanan darah normal; dan c) kolesterol yang lebih rendah. 7) Tembakau dan rokok, meliputi: a) tidak merokok atau menggunakan produk

tembakau; b) tidak bekerja atau tinggal di daerah yang berasap; dan c) menghindari menggunakan obat-obatan terlarang.

2.2. Konsep Perilaku Merokok 2.2.1. Definisi Perilaku Merokok

Menurut Armstrong (1990) dalam Komalasari (2000), perilaku merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar kedalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar. Sedangkan menurut Levy (1984) dalam Komalasari (2000) mendefinisikan perilaku merokok sebagai sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisap rokok serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang di sekitarnya.

2.2.2. Tahapan dalam Perilaku Merokok

Menurut Levental dan Clearly dalam Komalasari (2000) menyatakan ada 4 (empat) tahap dalam perilaku merokok seseorang sehingga menjadi perokok, yaitu:


(40)

1) Tahap perpatory, seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara: mendengar, melihat atau dari hasil bacaan sehingga timbul minat untuk merokok.

2) Tahap initiation, tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.

3) Tahap becoming a smoker, bila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 (empat) batang per hari, maka akan mempunyai kecenderungan menjadi perokok. 4) Tahap maintenance of smoking, pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu

bagian dari cara pengaturan diri untuk memperoleh efek psikologis yang menyenangkan.

2.2.3. Tipe-tipe Perilaku Merokok

Tipe perilaku merokok dibedakan berdasarkan berbagai aspek, sebagai berikut:

1) Berdasarkan tempat aktivitas merokok dilakukan, Mu’tadin (2002) dalam Komalasari (2000) menggolongkan tipe perilaku merokok menjadi: a) Merokok di tempat umum atau ruang publik, meliputi: (1) kelompok homogen yang sama perokok, secara berkelompok mereka menikmati kebiasaannya; (2) kelompok heterogen atau merokok di tengah orang lain yang tidak merokok, seperti: anak kecil, orang jompo, orang sakit, dan sebagainya; dan b) merokok di tempat yang bersifat pribadi, meliputi: (1) kantor atau kamar tidur pribadi; dan (2) Toilet, perokok jenis ini dapat digolongkam sebagai orang yang suka berfantasi.


(41)

2) Berdasarkan manajemen terhadap afeksi yang ditimbulkan rokok, Silvan dalam Mu’tadin ( 2002) ada 4 ( empat) tipe perilaku merokok berdasarkan management theory of affect, keempat tipe tersebut adalah: a) tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif, meliputi: (1) pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah di dapat; (2) stimulation to pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedar menyenangkan perasaan; dan (3) pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh dari memegang rokok; b) tipe perokok yang dipengaruhi perasaan negatif, banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan negatif yang dirasakannya; c) tipe perokok yang adiktif, perokok yang sudah adiksi akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang; dan d) tipe perokok yang sudah menjadi kebiasaan, mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan.

3) Berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari, menurut Sitepoe (2000) dalam Alamsyah R.M (2009) membagi perokok atas 4 (empat) bagian, yaitu: 1) perokok ringan, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 1-10 batang perhari; 2) perokok sedang, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 11-20 batang perhari; 3) perokok berat, adalah sesorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang perhari; dan 4) perokok yang menghisap rokok dalam-dalam.


(42)

2.2.4. Dampak Perilaku Merokok

Menurut Wijaya (2011) dalam Prasasti (2011) menyatakan dampak buruk rokok terhadap kesehatan pertama sekali ditemukan pada tahun 1951, dan sejak saat itu banyak penelitian yang membuktikannya. Dampak rokok terhadap kesehatan sering disebut “silent killer” karena timbul secara perlahan dan dalam tempo yang relatif lama, tidak langsung dan tidak tampak nyata. Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor resiko bagi banyak penyakit tidak menular yang berbahaya. Merokok juga dapat mengurangi setengah usia harapan hidup perokok dan 50% dari kematian terjadi pada usia 30 – 69 tahun.

Odgen (2000) dalam Nasution (2007) membagi dampak perilaku merokok menjadi dua, yaitu:

1) Dampak positif

Merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit bagi kesehatan. Para perokoktersebut menyatakan bahwa perokok menyebutkan dengan merokok dapat menghasilkan mood positif dan dapat membantu individu menghadapi keadaan yang sulit. Smet (1994) dalam Nasution (2007) menyebutkan keuntungan merokok (terutama bagi perokok) yaitu mengurangi ketegangan, membantu berkonsentrasi, dukungan sosial dan menyenangkan.

2) Dampak negatif

Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat berpengaruh bagi kesehatan. Merokok bukanlah penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis penyakit sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan


(43)

kematian, tetapi dapat mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Menurut Sitepoe (2001) dalam Nasution (2007) berbagai jenis penyakit yang dapat dipicu karena merokok, antara lain: penyakit kardiolovaskular, neoplasma (kanker), saluran pernafasan, peningkatan tekanan darah, memperpendek umur, penurunan vertilitas (kesuburan) dan nafsu seksual, sakit mag, gondok, gangguan pembuluh darah, penghambat pengeluaran air seni, ambliyopia (penglihatan kabur), kulit menjadi kering, pucat dan keriput, serta polusi udara dalam ruangan (sehingga terjadi iritasi mata, hidung dan tenggorokan).

2.2.5. Faktor yang Memengaruhi Perilaku Merokok

Ada banyak faktor yang menyebabkan perilaku merokok pada remaja, menurut Aditama (1997) dalam Sulistyorini I.R (2008) menyebutkan bahwa perilaku merokok pada remaja ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya, adalah:

1) Faktor kepribadian (personal)

Seseorang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. 2) Faktor sosio-kultural

Seseorang merokok karena pengaruh orang tua dan “peer group” atau teman dan kelompoknya. Perilaku merokok akan lebih kuat pengaruhnya apabila orang tua juga merokok dan berbagai fakta mengungkapkan bahwa remaja yang merokok kemungkinan besar teman-temannya adalah perokok.


(44)

3) Faktor lingkungan

Seseorang merokok oleh karena iklan, seseorang dengan melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kematangan, kedewasaan, popularitas, dan bahkan lambang kejantanan. Sehingga menyebabkan remaja menganggap kalau mereka merokok, maka mereka akan mendapatkan semua predikat tersebut.

Mu`tadin (2002) dalam Kemalasari (2007) mengemukakan faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja diantaranya sebagai berikut:

1) Pengaruh orang tua

Remaja perokok adalah anak-anak yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anaknya dibandingkan dengan remaja yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Remaja yang berasal dari keluarga konservatif akan lebih sulit untuk terlibat dengan rokok maupun obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang permisif, dan yang paling kuat pengaruhnya adalah bila orang tua sendiri menjadi contoh figur yaitu perokok berat, maka anak-anaknya akan mungkin sekali untuk mencontohnya. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada mereka yang tinggal dengan orang tua tunggal (single parent). Remaja berperilaku merokok apabila ibu mereka merokok daripada ayah yang merokok yang lebih terlihat pada remaja putrid.


(45)

2) Pengaruh teman

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman- temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Ada dua kemungkinan yang terjadi dari fakta tersebut, pertama remaja tersebut terpengaruh oleh teman-temannya atau sebaliknya. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok 3) Faktor kepribadian

Seseorang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan. Satu sifat kepribadian yang bersifat pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Pendapat ini didukung Atkinson (1999) yang menyatakan bahwa orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih menjadi perokok dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah.

4) Pengaruh iklan

Dengan melihat iklan di media masa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut.

Sedangkan menurut Maman (2009) beberapa faktor yang berperan dalam perilaku merokok pada seseorang, antara lain:


(46)

1) Faktor individu

Perilaku merokok pada seseorang juga timbul karena pengaruh emosi yang menyebabkan seorang individu mencari relaksasi. Saat ini seseorang menghadapi berbagai tuntutan, harapan, resiko-resiko, dan godaan-godaan yang nampaknya lebih banyak dan kompleks dari pada yang dihadapi pada generasi sebelumnya. Semua ini sangat berpotensi menyebabkan seseorang merasa tertekan dan stress. Seseorang yang mengalami stress ini sangat mengembangkan perilaku merokok sebagai suatu cara untuk mengatasi stres yang mereka hadapi karena kurangnya perkembangan keterampilan menghadapi masalah secara kompeten dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Individu dengan dimensi kepribadian tertentu juga dapat menyebabkan mereka lebih sering mengalami stres pribadi sehingga lebih mungkin untuk berprilaku merokok.

2) Faktor lingkungan

Bandura dalam teori social learning berasumsi bahwa perilaku dan sistem nilai seseorang terbentuk oleh sekumpulan interaksi yang kompleks antara hubungan-hubungan sosial interpersonal. Menurut Jessor dalam Maman (2009) perilaku bermasalah pada seseorang termasuk merokok, merupakan hasil interaksi dari kepribadian, sikap, dan perilaku dengan sistem lingkungan termasuk lingkungan keluarga dan teman sebaya.

3) Faktor demografis

Beberapa faktor demografis yang berhubungan dengan perilaku merokok adalah usia, jenis kelamin, ras dan etnik serta tingkat sosial ekonomi. Status sosial


(47)

ekonomi yang terdiri dari tingkat pekerjaan, pendidikan dan penghasilan juga mempunyai hubungan yang cukup signifikan dengan perilaku merokok. Sebuah penelitian di Finlandia Timur, ditemukan bahwwa status sosial ekonomi khususnya tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang kuat dengan perilaku merokok. Hasil penelitian Rachiotis dkk (2008) menemukan bahwa usia yang semakin tua, jenis kelamin pria dan tingkat pendidikan orang tua yang semakin rendah berhubungan secara signifikan dengan perilaku merokok.

Selain itu, Hansen dalam Nasution (2007) juga menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok, yaitu:

1) Faktor biologis

Banyak penelitian menunjukkan bahwa nikotin dalam rokok merupakan salah satu bahan kimia yang berperan penting pada ketergantungan merokok. Hal ini didukung oleh penemuan kadar nikotin dalam darah perokok yang cukup tinggi.

2) Faktor psikologis

Merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi, menghalau rasa kantuk, mengakrabkan suasana sehingga timbul rasa persaudaraan, juga dapat memberikan kesan modern dan berwibawa, sehingga bagi individu yang sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit untuk dihindari.


(48)

3) Faktor lingkungan sosial

Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan dan perhatian individu pada perokok. Seseorang akan berperilaku merokok dengan memperhatikan lingkungan sosialnya

4) Faktor demografis

Faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok pada usia dewasa semakin banyak. Namun, pengaruh jenis kelamin saat ini tidak terlalu berperan karena baik pria maupun wanita sudah merokok.

5) Faktor sosial-budaya

Kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan, penghasilan, dan gengsi pekerjaan akan mempengaruhi perilaku merokok pada individu

6) Faktor sosial-politik

Faktor ini menambahkan kesadaran umum berakibat pada langkah-langkah politik yang bersifat melindungi bagi orang-orang yang tidak merokok dan usaha melancarkan kampanye promosi kesehatan untuk mengurangi perilaku merokok.

2.3. Konsep Interaksi Sosial

Manusia adalah mahluk individu sekaligus juga mahluk sosial. Manusia sebagai mahluk sosial memiliki motif untuk mengadakan hubungan, dan hidup dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan dasarnya, yang disebut dengan dorongan sosial. Manusia membutuhkan hubungan bukan saja dengan individu lain,


(49)

tetapi juga dengan lingkungan tempatnya berada.

Lingkungan memengaruhi individu dalam mengembangkan, menggiatkan, dan memberikan sesuatu yang manusia butuhkan. Hubungan manusia dengan individu lainnya dan lingkungan disebut dengan interaksi sosial. Interaksi sosial dapat juga disebut dengan proses sosial dan merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Agar lebih mudah dipahami, maka dibawah ini akan diuraikan lebih lanjut tentang hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial di masyarakat.

2.3.1. Defenisi Interaksi Sosial

Menurut Sitorus (1999) dalam Mubarak (2009) interaksi sosial adalah hubungan-hubungan dinamis yang menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok, kelompok dan kelompok dalam bentuk kerja sama serta persaingan atau pertikaian. Interaksi sosial menurut Walgito (2001) dalam Mubarak (2009) adalah hubungan antar individu satu dan individu lain, individu satu dapat memengaruhi yang lainnya atau sebaliknya, jadi terdapat hubungan yang timbal balik.

Berdasarkan kedua defenisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, interaksi sosial adalah hubungan yang dinamis antar sesama manusia baik orang dan perorangan, perorangan dan kelompok di dalam suatu lingkungan masyarakat yang menciptakan satu keterikatan kepentingan yang menciptakan status sosial.

2.3.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Proses Interaksi Sosial

Berlangsungnya suatu proses interaksi sosial didasarkan kepada berbagai faktor-faktor yang memengaruhinya, faktor yang dimaksudkan antara lain (Mubarak, 2009):


(50)

1) Faktor imitasi

Faktor imitasi ini mempunyai peranan sangat penting dalam proses interaksi sosial yang dapat mendorong seseorang mematuhi kaidah dan nilai yang berlaku. Salah satu segi positif dari imitasi ini adalah dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Segi negatif dari imitasi ini misalnya ditirunya tindakan-tindakan yang menyimpang. Imitasi dapat juga melemahkan dan bahkan mematikan pengembangan daya kreasi seseorang.

2) Faktor sugesti

Faktor ini memberikan suatu pandangan atau sikap yang berasal dari dirinya kemudian diterima oleh pihak lainnya. Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberikan suatu pandangan atau sikap yang berasal dari dirinya, kemudian diterima oleh pihak lain.

3) Faktor identifikasi

Faktor yang mempunyai kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identikasi sifatnya lebih mendalam karena kepribadian seseorang dapat terbentuk melalui proses ini. 4) Faktor simpati

Faktor yang merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik kepada pihak lain. Dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan bekerja sama dengannya. Faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri maupun tterpisah atau dalam keadaan bergabung, apabila masing-masing ditinjau secara lebih mendalam.


(51)

2.3.3. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa: 1) kerjasama (cooperation); 2) persaingan (competition); dan 3) pertentangan atau pertikaian (conflict). Suatu pertikaian mungkin mendapatkan suatu penyelesaian. Mungkin penyelesaian tersebut hanya dapat diterima untuk sementara waktu saja, proses ini dinamakan akomodasi (accomodation) dan ini berarti bahwa kedua belah pihak belum tentu puas sepenuhnya. Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial. Keempat bentuk pokok dari interaksi sosial ini tidak perlu menjadi suatu kontinuitas, dalam arti bahwa interaksi sosial dimulai dari kerja sama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertikaian dan akhirnya sampai pada akomodasi (Mubarak, 2009).

Gillin dan Gillin (1993) menggolongkan 2 (dua) macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu: 1) proses yang assosiatif (processes of association) yang terbagi kedalam 3 (tiga) bentuk khusus, yakni: akomodasi, asimilasi, dan akulturasi; 2) proses yang dissosiatif (processes of dissociation) yang mencakup persaingan, persaingan yang meliputi kontravensi dan pertentangan atau pertikaian (conflict).

2.4. Konsep Kebudayaan 2.4.1. Pengertian Kebudayaan

Istilah kebudayaan berasal dari kata Budh berasal dari bahasa sansekerta. Dari kata Budh ini kemudian dibentuk kata Buddhayah, sehingga kata kebudayaan diartikan


(52)

sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal manusia. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dari hasil karya manusia dalam rangka membangun kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.

Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia, kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan, kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah laku (Mubarak, 2009).

2.4.2. Ciri - ciri Kebudayaan

Ciri-ciri kebudayaan adalah sebagai berikut: 1) bersifat historis, dimana manusia membuat sejarah yang bergerak dinamis dan selalu maju yang diwariskan secara turun temurun; 2) bersifat geografis, dimana kebudayaan manusia tidak selalu berjalan seragam, ada yang berkembang pesat dan ada yang lamban. Dalam interaksi dengan lingkungan, kebudayaan tersebut berkembang pada komunitas tertentu dan meluas dalam kesukuan dan kebangsaan/ras, selanjutnya kebudayaan itu meluas dan mencakup wilayah / regional serta makin meluas keseluruh penjuru belahan bumi; dan 3) bersifat perwujudan dan nilai-nilai tertentu, dimana dalam perjalanan kebudayaan, manusia selalu berusaha melampaui (batas) keterbatasannya. Disinilah manusia terbentur pada nilai dan seberapa jauh nilai itu bisa dikembangkan (Mubarak, 2009). 2.4.3. Unsur-unsur Kebudayaan

Ada 7 (tujuh) unsur kebudayaan menurut sarjana sosiologi yaitu: 1) peraturan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, alat transportasi dan sebagainya); 2) mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi


(53)

(pertanian, peternakan, sistem produksi, distribusi, dan sebagainya); 3) sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan, dan sebagainya); 4) bahasa (lisan maupun tertulis); 5) kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya); 6) sistem pengetahuan (pengetahuan alam dan fisika dan sebagainya) dan 7) religi (sistem kepercayaan) (Mubarak, 2009). 2.4.4. Faktor yang Memengaruhi Kebudayaan

Menurut Soekanto (1986) dalam Nurlysa (2013) faktor-faktor penyebab perubahan kebudayaan dibagi menjadi 2 (dua) golongan besar, sebagai berikut:

1) Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam masyarakat sendiri, antara lain sebagai berikut: 1) bertambahnya atau berkurangnya penduduk, pertumbuhan penduduk yang cepat dapat menyebabkan perubahan dalam struktur masyarakat seperti munculnya kelas sosial yang baru dan profesi yang baru. Selain itu pertambahan jumlah penduduk juga mengakibatkan bertambahnya kebutuhan- kebutuhan seperti sandang, pangan, dan papan. Padahal sumbersumber pemenuhan kebutuhan tidak seimbang, sehingga akan imbul masalah sosial seperti pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, dan lain-lain. Kondisi ini akan mengubah pola interaksi dan meningkatnya mobilitas sosial. Selain itu, berkurangnya penduduk yang diakibatkan oleh migrasi dan urbanisasi akan mengakibatkan kekosongan dalam pembagian kerja dan jumlah angkatan kerja, sehingga akan memengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan; 2) adanya penemuan baru (discovery), penemuan baru dalam masyarakat di bidang ilmu


(54)

pengetahuan dan teknologi mengakibatkan terjadinya perubahan social; 3) pertentangan (conflix) masyarakat, dalam interaksi sosial di masyarakat yang heterogen dan dinamis, pertentangan-pertentangan (konflik) mungkin saja terjadi baik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Apalagi pada masyarakat yang berkembang dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern akan selalu terjadi pertentangan, misalnya golongan muda yang ingin mengadopsi budaya asing, golongan tua yang tetap mempertahankan tradisi lama. Konflik ini akan menimbulkan perubahan nilai-nilai, pola perilaku dan interaksi yang baru di masyarakat tersebut; 4) Terjadinya pemberontakan (revolution), revolusi adalah perubahan yang sangat cepat dan mendasar yang dilakukan oleh individu atau kelompok. Revolusi akan berpengaruh besar pada struktur masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Pengaruh tersebut mulai dari lembaga negara sampai keluarga yaitu mengalami perubahan-perubahan yang mendasar. Contohnya revolusi industri di Inggris, revolusi Perancis, revolusi fisik tahun 1945 di Indonesia.

2) Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar masyarakat, antara lain berikut ini: 1) lingkungan alam fisik, salah satu faktor penyebab perubahan yang bersumber dari lingkungan alam seperti terjadinya bencana alam banjir, longsor, gempa bumi, kebakaran hutan, dan sebagainya. Di daerah yang terkena banjir menyebabkan masyarakat yang berada di sekitar daerah tersebut terpaksa harus mencari tempat tinggal baru, sehingga mereka harus menyesuaikan diri dengan


(55)

lingkungan barunya. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga masyarakat; 2) peperangan, peperangan antara negara satu dengan negara yang lain kadang bisa menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan baik pada lembaga kemasyarakatan maupun struktur masyarakatnya. Biasanya negara yang menang memaksakan nilai-nilai, cara-cara, dan lembaga yang dianutnya kepada negara yang kalah. Hal itu berakibat terjadinya perubahan-perubahan pada struktur lembaga kemasyarakatan; dan 3) pengaruh kebudayaan lain, di era globalisasi ini tidak ada satupun negara yang mampu menutup dirinya dari interaksi dengan bangsa lain. Interaksi yang dilakukan antara dua negara mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh lain kadang juga bisa menerima pengaruh dari masyarakat lain. Dengan demikian akan timbul suatu nilai-nilai sosial budaya yang baru sebagai akibat asimilasi atau akulturasi kedua budaya.

Menurut Soekanto (1986) dalam Nurlysa (2013), dalam kaitannya dengan pengaruh kebudayaan masyarakat lain, dikenal istilah-istilah sebagai berikut:

1) Akulturasi (cultural contact)

Akulturasi adalah suatu kebudayaan tertentu yang dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing, yang lambat laun unsur-unsur kebudayaan asing tersebut melebur atau menyatu ke dalam kebudayaan sendiri (asli), tetapi tidak menghilangkan ciri kebudayaan lama. Hal-hal yang biasa terjadi dalam akulturasi seperti berikut: 1) substansi, yaitu: unsur kebudayaan yang ada sebelumnya diganti, dan melibatkan perubahan struktural yang kecil sekali; 2) sinkretisme,


(56)

yaitu unsur-unsur lama bercampur dengan yang baru dan membentuk sistem yang baru; 3) adisi, yaitu unsur-unsur baru ditambahkan kepada unsur yang lama; 4) dekulturasi, yaitu hilangnya bagian substansial sebuah kebudayaan; 5) orijinasi, yaitu tumbuhnya unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan situasi yang berubah; dan 6) rejection (penolakan), yaitu perubahan yang sangat cepat, sehingga sejumlah besar orang tidak dapat menerimanya, menyebabkan penolakan, pemberontakan, dan gerakan pembangkitan.

2) Difusi

Difusi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat lain, dari orang ke orang lain, dan dari masyarakat ke masyarakat lain. Manusia dapat menghimpun pengetahuan baru dari hasil penemuan-penemuan. Difusi dapat dibedakan ke dalam jenis, berikut: 1) difusi masyarakat, difusi intra-masyarakat dipengaruhi hal-hal berikut: a) pengakuan bahwa penemuan baru bermanfaat bagi masyarakat; b) ada tidaknya unsur kebudayaan yang memengaruhi (untuk diterima/ditolak); c) unsur yang berlawanan dengan unsur fungsi lama akan ditolak; d) kedudukan penemu unsur baru ikut menentukan penerimaan; dan e) ada tidaknya batasan dari pemerintah. 2) difusi antar masyarakat, difusi antarmasyarakat dipengaruhi hal-hal berikut: a) kontak antarmasyarakat tersebut; b) kemampuan mendemonstrasikan; c) kegunaan; d) menyaingi unsur lama atau mendukung; e) peran penemu dan penyebarannya; dan f) pemaksaan.


(1)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 11,657a 1 ,001

Continuity Correctionb 10,246 1 ,001 Likelihood Ratio 12,062 1 ,001

Fisher's Exact Test ,001 ,001

Linear-by-Linear Association

11,543 1 ,001

N of Valid Cases 102

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,00. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for Sosial budaya total kategorik (Tidak baik /Baik) 4,778 1,878 12,155 For cohort Perilaku merokok = Tidak Merokok 2,457 1,311 4,605 For cohort Perilaku merokok = Merokok ,514 ,360 ,735

N of Valid Cases 102

Personal total kategorik * Perilaku merokok

Crosstab

Perilaku merokok

Total Tidak

Merokok Merokok Personal

total kategorik

Tidak baik Count 23 39 62

Expected Count 31,0 31,0 62,0

% within Personal total kategorik 37,1% 62,9% 100,0% % within Perilaku merokok 45,1% 76,5% 60,8%

% of Total 22,5% 38,2% 60,8%

baik Count 28 12 40

Expected Count 20,0 20,0 40,0

% within Personal total kategorik 70,0% 30,0% 100,0% % within Perilaku merokok 54,9% 23,5% 39,2%

% of Total 27,5% 11,8% 39,2%

Total Count 51 51 102

Expected Count 51,0 51,0 102,0

% within Personal total kategorik 50,0% 50,0% 100,0% % within Perilaku merokok 100,0% 100,0% 100,0%


(2)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 10,529a 1 ,001

Continuity Correctionb 9,254 1 ,002

Likelihood Ratio 10,759 1 ,001

Fisher's Exact Test ,002 ,001

Linear-by-Linear Association

10,426 1 ,001

N of Valid Cases 102

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

20,00.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for Personal total kategorik (Tidak baik /

baik)

,253 ,108 ,591

For cohort Perilaku merokok = Tidak Merokok ,530 ,362 ,777 For cohort Perilaku merokok = Merokok 2,097 1,258 3,494

N of Valid Cases 102


(3)

Lampiran 8

ANALISIS MULTIVARIAT PENELITIAN TENTANG

PENGARUH FAKTOR SOSIAL-BUDAYA DAN PERSONAL TERHADAP

PERILAKU MEROKOK KELUARGA PASIEN RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT GRAND MEDISTRA

LUBUK PAKAM

1. ANALISIS INTERAKSI

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Cases

a

N

Percent

Selected Cases

Included in Analysis

102

100,0

Missing Cases

0

,0

Total

102

100,0

Unselected Cases

0

,0

Total

102

100,0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value

Internal Value

Tidak Merokok

0

Merokok

1

Block 0: Beginning Block

Classification Table

a,b

Observed

Predicted Perilaku merokok

Percentage Correct Tidak Merokok Merokok

Step 0 Perilaku merokok Tidak Merokok 0 51 ,0

Merokok 0 51 100,0

Overall Percentage 50,0

a. Constant is included in the model.

b. The cut value is ,500


(4)

Variables in the Equation

B

S.E.

Wald

df

Sig.

Exp(B)

Step 0 Constant

,000

,198

,000

1

1,000

1,000

Variables not in the Equation

Score

df

Sig.

Step 0

Variables

s.totk

11,657

1

,001

p.totk

10,529

1

,001

s.totkxp.totk

,071

1

,790

Overall Statistics

27,645

3

,000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square

df

Sig.

Step 1

Step

34,948

3

,000

Block

34,948

3

,000

Model

34,948

3

,000

Model Summary

Step

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1

106,454

a

,290

,387

a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has

been reached. Final solution cannot be found.

Classification Table

a

Observed

Predicted Perilaku merokok

Percentage Correct Tidak Merokok Merokok

Step 1 Perilaku merokok Tidak Merokok 20 31 39,2

Merokok 3 48 94,1

Overall Percentage 66,7

a. The cut value is ,500


(5)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step 1a s.totk 21,160 10377,780 ,000 1 ,998 1,548E9 ,000 .

p.totk -1,940 ,684 8,031 1 ,005 ,144 ,038 ,550 s.totkxp.totk -19,145 10377,780 ,000 1 ,999 ,000 ,000 .

Constant ,043 ,292 ,021 1 ,884 1,043

a. Variable(s) entered on step 1: s.totk, p.totk, s.totkxp.totk.

2. MODEL AKHIR REGRESI

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Cases

a

N

Percent

Selected Cases

Included in Analysis

102

100,0

Missing Cases

0

,0

Total

102

100,0

Unselected Cases

0

,0

Total

102

100,0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value

Internal Value

Tidak Merokok

0

Merokok

1

Block 0: Beginning Block

Classification Table

a,b

Observed

Predicted Perilaku merokok

Percentage Correct Tidak Merokok Merokok

Step 0 Perilaku merokok Tidak Merokok 0 51 ,0

Merokok 0 51 100,0

Overall Percentage 50,0

a. Constant is included in the model.

b. The cut value is ,500


(6)

Variables in the Equation

B

S.E.

Wald

df

Sig.

Exp(B)

Step 0 Constant

,000

,198

,000

1

1,000

1,000

Variables not in the Equation

Score

df

Sig.

Step 0

Variables

s.totk

11,657

1

,001

p.totk

10,529

1

,001

Overall Statistics

27,474

2

,000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square

df

Sig.

Step 1

Step

32,445

2

,000

Block

32,445

2

,000

Model

32,445

2

,000

Model Summary

Step

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1

108,957

a

,272

,363

a.

Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less

than ,001.

Classification Table

a

Observed

Predicted Perilaku merokok

Percentage Correct Tidak Merokok Merokok

Step 1 Perilaku merokok Tidak Merokok 20 31 39,2

Merokok 3 48 94,1

Overall Percentage 66,7

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step 1a s.totk 2,631 ,691 14,502 1 ,000 13,888 3,585 53,791

p.totk -2,418 ,653 13,696 1 ,000 ,089 ,025 ,321 Constant ,119 ,286 ,174 1 ,676 1,127

a. Variable(s) entered on step 1: s.totk, p.totk.