Ketimpangan Pendapatan DINAMIKA PEMBANGUNAN EKONOMI RIAU

74 penggalian pada tahun tersebut sebesar -1,97 persen, kemudian pada tahun 2004, hal yang sama juga terjadi, pertumbuhan sebesar -1,56 persen pada sektor pertambangan dan penggalian menyebabkan perteumbuhan ekonomi Kabupaten Siak -0,09. Kabupaten Bengkalis juga mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2003 sebesar -0,14 persen. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan negatif sektor pertambangan dan penggalian pada tahun tersebut sebesar -1,20 persen. Kemudian pada tahun 2004 dan 2007, kontraksi yang terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian sebesar - 0,13 persen dan - 0,37 persen menyebabkan pertumbuhan ekonomi Bengkalis hanya sebesar 1,16 persen dan 0,61 persen. Kabupaten Rokan Hilir mengalami kontraksi sebesar - 0,93 persen pada tahun 2004 yang disebabkan oleh kontraksi sektor pertambangan dan penggalian sebesar - 3,58 persen. Pada tahun 2003 dan , kontraksi sektor pertambangan dan penggalian sebesar - 0,12 persen dan - 0,35 persen menyebabkan pertumbuhan yang rendah, yakni masing-masing hanya 1,67 persen 2,04 persen.

4.3. Ketimpangan Pendapatan

Data indeks Gini tahun 2002-2008 menunjukkan bahwa secara umum di Provinsi Riau terjadi kenaikan dari sekitar 0,273 menjadi 0,306. Kenaikan ini menunjukkan terjadinya kenaikan ketimpangan antar individu. Kenaikan ketimpangan juga terjadi pada sebagian besar kabupatenkota di Provinsi Riau, ini berarti pertumbuhan ekonomi yang dicapai pada periode 2002 – 2008 juga membawa dampak berupa kenaikan ketimpangan pendapatan antar individu. Hal ini bisa dilihat dengan semakin melebarnya kurva Lorenz Gambar 21. Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer http:www.novapdf.com 75 Sumber: Susenas, 2002-2008 diolah Gambar 21 Kurva Lorenz Provinsi Riau Tahun 2002 dan 2008 Perubahan distribusi terjadi pada semua kabupatenkota di Provinsi Riau. Umumnya, pada periode 2002-2008 ketimpangan pendapatan semakin bertambah, kecuali pada Kota Pekanbaru, Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan. Perubahan distribusi pendapatan yang terbesar terjadi pada Kabupaten Kuantan Singingi. Pada tahun 2002, indeks Gini Provinsi Riau tercatat sebesar 0,273. Pada tingkat kabupatenkota terjadi variasi indeks Gini antara 0,187 hingga 0,313. Distribusi pendapatan pada seluruh kabupaten di Provinsi Riau relatif merata, dengan indeks Gini dibawah 0,300. Tercatat bahwa indeks Gini Kabupaten Indragiri Hilir adalah yang terendah, yakni sebesar 0,187. Indeks Gini Kabupaten Kuantan Singingi juga termasuk rendah, hanya sebesar 0,191. Sedangkan indeks Gini pada Kota Pekanbaru dan Kota Dumai diatas 0,300. Indeks Kota Pekanbaru adalah yang tertinggi, yakni sebesar 0,313, sedangkan Kota Dumai pada peringkat kedua, dengan indeks Gini 0,305. Penggambaran secara spasial bisa dilihat pada Gambar 22. Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer http:www.novapdf.com 76 Sumber: Susenas, 2002 diolah Gambar 22 Ketimpangan Pendapatan menurut KabupatenKota di Provinsi Riau Tahun 2002 Sumber: Susenas, 2008 diolah Gambar 23 Ketimpangan Pendapatan menurut KabupatenKota di Provinsi Riau Tahun 2008 Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer http:www.novapdf.com 77 Pada perkembangannya, terjadi perubahan yang cukup besar pada distribusi pendapatan di semua kabupaten kota di Riau. Pada tahun 2008, indeks Gini Provinsi Riau tercatat sebesar 0,306. Pada tingkat kabupatenkota terjadi variasi indeks Gini yang cukup besar. Kota Pekanbaru, Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan berhasil memperbaiki distribusi pendapatannya. Tercatat bahwa indeks Gini Kabupaten Siak adalah yang terendah, yakni sebesar 0,237. Sementara itu, distribusi pendapatan di Kabupaten Kuantan Singingi semakin tidak merata, dengan indeks Gini sebesar 0,334. Distribusi pendapatan di Kota Dumai relatif tidak berubah, dengan indeks Gini pada tahun 2008 sebesar 0,324. Penggambaran secara spasial bisa dilihat pada Gambar 23.

4.4. Pengentasan Kemiskinan