93
VI. ANALISIS PENGENTASAN KEMISKINAN
6.1. Analisis Pengentasan Kemiskinan
Untuk menguji efek pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap perubahan dalam kemiskinan, persamaan yang akan diestimasi adalah:
it it
jit jit
j it
N c
Y H
b a
P
log log
log
.........................………........ 40 Model diatas diregresi dengan menggunakan model fixed effect, dengan
weighting cross section weights dan white heteroscedasticity. Model dengan fixed
effect dipilih setelah melalui pengujian yang menyimpulkan bahwa model dengan
individual effect lebih baik daripada dengan common effect Uji F. Pengujian
dengan uji Hausman juga menyimpulkan bahwa fixed effect lebih baik daripada random effect
. Sedangkan weighting dengan cross section weights dan white heteroscedasticity
karena model fixed effect mengandung heteroskedastisitas hasil selengkapnya pada Lampiran 8.
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin berhubungan negatif dengan pertumbuhan ekonomi. Namun perlu dikaji lebih
lanjut sektor-sektor apa saja yang dominan dalam pengentasan kemiskinan. Hasil estimasi Persamaan 40 ditunjukkan pada Tabel 18.
Data pada Tabel 18 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang mengurangi kemiskinan terjadi pada 4 sektor, yaitu: sektor bangunan; sektor
perdagangan, hotel, dan restoran; sektor angkutan dan komunikasi; dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Sedangkan pertumbuhan ekonomi
pada sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih justru meningkatkan kemiskinan.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer
http:www.novapdf.com
94 Tabel 18 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Pertumbuhan Penduduk
terhadap Pengentasan Kemiskinan Variable
Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -1,862906 2,500794 -0,744926
0,4594 1. Pertanian
0,777811 0,250736 3,102104
0,0030 2. Pertambangan Penggalian
-0,015738 0,021184 -0,742940 0,4606
3. Industri Pengolahan 0,351389 0,115642
3,038581 0,0036
4. Listrik, gas air bersih 1,585078 0,636180
2,491558 0,0157
5. Bangunan -0,452432 0,179755 -2,516936
0,0147 6. Perdag., hotel restoran
-1,118438 0,448425 -2,494150 0,0156
7. Pengangkutan komunikasi -1,112451 0,520341 -2,137927
0,0369 8. Keu. Persewaan, jasa prsh
-0,711210 0,245567 -2,896200 0,0054
9. Jasa-jasa 0,944421 0,832062
1,135037 0,2612
10. Penduduk 0,460245 0,300985
1,529126 0,1319
R-squared 0,989532
Adjusted R-squared 0,985794
F-statistic 264,6911
ProbF-statistic 0,000000
Pertumbuhan ekonomi pada sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor angkutan dan komunikasi; dan sektor keuangan,
persewaan, dan jasa perusahaan mampu mengurangi kemiskinan. Pada tahun 2008, jumlah tenaga kerja yang bergerak di sektor-sektor tersebut sebesar
29,81 persen dari keseluruhan penduduk yang bekerja Tabel 19. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang bergerak di sektor pertanian; sektor industri
pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 53,61 persen dari keseluruhan penduduk yang bekerja.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer
http:www.novapdf.com
95 Tabel 19 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun keatas yang Bekerja menurut
Lapangan Usaha Utama Tahun 2005-2008 LAPANGAN USAHA
2005 2006
2007 2008
1. Pertanian 41,43
54,03 50,15
48,00 2. Pertambangan penggalian
2,70 2,60
2,50 2,63
3. Industri pengolahan 11,48
4,97 5,25
5,34 4. Listrik, gas air bersih
0,17 0,32
0,30 0,27
5. Bangunan 7,51
6,36 5,65
5,54 6. Perdag., hotel restoran
15,32 14,82
16,65 17,39
7. Pengangkutan komunikasi 7,01
6,05 6,5
5,75 8. Keu. Persewaan, jasa prsh
1,09 0,79
0,9 1,13
9. Jasa-jasa 13,30
10,07 12,05
13,9 Jumlah
100 100
100 100
Sumber : BPS Provinsi Riau, 2005-2008 diolah Sektor bangunan rata-rata tumbuh sebesar 8,76 persen selama periode
2002-2008. Hal ini sejalan dengan pesatnya pembangunan sejak bergulirnya otonomi daerah. Pembangunan fisik yang giat dilaksanakan di Riau mampu
mendorong pertumbuhan sektor bangunan hingga diatas 11 persen pada tahun 2007 dan 2008. Pertumbuhan yang tinggi pada sektor ini akan menyedot
tenaga kerja yang ada sehingga berperan dalam mengurangi kemiskinan. Tercatat sebanyak 5,54 persen tenaga kerja bergerak di sektor bangunan pada
tahun 2008. Kontribusi sektor bangunan juga terus mengalami peningkatan, dari sebesar 2,50 persen pada tahun 2002 hingga menjadi sebesar 3,26 persen
pada tahun 2008. Pesatnya
pembangunan juga
mendorong tumbuhnya
sektor perdagangan, karena sebagian barang-barang kebutuhan dan bahan baku
harus didatangkan dari luar provinsi. Sektor perdagangan rata-rata tumbuh sebesar 9,92 persen selama periode 2002-2008 dengan kontribusi rata-rata
sebesar 7,14 persen. Pesatnya perkembangan sektor perdagangan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 16,65 persen pada 2007 dan 17,39 persen pada
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer
http:www.novapdf.com
96 2008. Tenaga kerja ini umumnya bergerak di sektor informal, sehingga
pertumbuhan ekonomi yang pesat di sektor perdagangan mampu menurunkan kemiskinan di Riau.
Sektor angkutan dan komunikasi memegang peranan penting dalam pengentasan kemiskinan. Meskipun kontribusi sektor terssebut relatif kecil,
yakni rata-rata sebesar 2,46 persen, namun pertumbuhannya yang mencapai 10,34 persen mampu berperan dalam menurunkan kemiskinan di Riau. Dari
sisi pemerintah, perkembangan pada sektor angkutan dan komunikasi akan mempermudah dalam pemerataan pembagunan dan pendistribusian barang
dan jasa. Sedangkan dari sisi masyarakat, perkembangan sektor angkutan akan memperlancar dalam pemasaran produk-produk pertanian, mempermudah
akses terhadap pendidikan dan kesehatan. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan rata-rata tumbuh
sebesar 15,08 persen per tahun selama periode 2002-2008. Meskipun tenaga kerja yang di serap sektor ini sangat kecil, yakni sebesar 1,13 persen pada
tahun 2008, namun pertumbuhan sektor ini mampu mengurangi angka kemiskinan.
Pertumbuhan pada
sektor ini
mampu menggerakkan
perekonomian melalui penyediaan modal dari perbankan. Rata-rata pertumbuhan sub sektor perbankan sebesar 36,71 persen mampu mendorong
sektor-sektor lainnya sehingga secara keseluruhan akan berdampak pada pengentasan kemiskinan.
Hal yang menarik adalah pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih justru
meningkatkan kemiskinan. Pertumbuhan pada sektor pertanian tidak mengurangi kemiskinan, padahal tenaga kerja yang bergerak di sektor ini
cukup banyak 48 persen. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa sektor pertanian ternyata ditopang oleh sub sektor perkebunan dan sub sektor kehutanan,
masing masing 36,46 persen dan 36,19 persen, sehingga sebagian besar pertumbuhan pada sub sektor perkebunan dan sub sektor kehutanan akan di
nikmati oleh sedikit orang sehingga tidak signifikan dalam pengentasan kemiskinan. Bhagwati 1988 dalam Kakwani et al 2004 menyebut hal ini
sebagai “immiserizing growth”. Bhagwati mencontohkan kondisi petani yang
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer
http:www.novapdf.com
97 lebih kaya bisa menggunakan bibit dan teknologi baru yang lebih baik sehingga
hasil panennya meningkat, yang mendorong penurunan harga. Petani lainnya yang tidak mampu membeli bibit dan teknologi tersebut produksinya tidak berubah
sehingga pendapatannya menurun. Namun hal ini jarang terjadi, karena dalam jangka panjang seluruh petani akan mampu memanfaatkan bibit dan teknologi
baru tersebut. Penjelasan lain dari dampak pertumbuhan sektor pertanian yang
meningkatkan angka kemiskinan adalah produktivitas tenaga kerja sektor pertanian yang rendah. Peningkatan output sektor pertanian lebih dipengaruhi oleh
penggunaan tenaga kerja yang lebih banyak, sehingga produktivitas sektor tersebut rendah. Kondisi yang umumnya terjadi adalah sektor pertanian menjadi
penampungan tenaga kerja yang tidak bisa bekerja di sektor lain. Melimpahnya tenaga kerja pada sektor pertanian akan menurunkan upah riil, sehingga
pendapatan yang diterima rendah. Sebagai ilustrasi, rata-rata output sektor pertanian sebesar 16,53 persen selama periode 2002-2008 dihasilkan oleh sekitar
48 persen tenaga kerja, bandingkan dengan output sektor perdagangan sebesar 7,14 persen yang dihasilkan oleh 17, 39 persen tenaga kerja.
Nilai tukar petani NTP Riau dibawah 100. Hal ini menunjukkan bahwa harga komoditas yang diproduksi petani tidak bisa mengimbangi laju kenaikan
harga-harga barang dan jasa yang dikonsumsi, baik untuk keperluan proses produksi ataupun konsumsi rumahtangganya.
Tabel 20 Nilai Tukar Petani Provinsi Riau dan Indonesia Tahun 2004-2007 Nilai Tukar Petani
2004 2005
2006 2007
Provinsi Riau 75,67
88,13 89,34
86,56 Indonesia
102,26 100,95
102,49 107,09
Sumber: BPS Provinsi Riau, 2004-2007 diolah
Pertumbuhan sektor industri pengolahan yang terjadi tidak mengurangi angka kemiskinan. Pertumbuhan yang pesat pada sektor industri pengolahan tidak
diikuti dengan pertumbuhan tenaga kerja yang pesat, karena sektor ini adalah sektor yang padat modal capital intensive. Penyerapan tenaga kerja yang rendah
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer
http:www.novapdf.com
98 menyebabkan sektor ini tidak bisa mengurangi kemiskinan.
Pertumbuhan pada industri padat modal akan mengurangi upah riil, karena akan mengurangi permintaan terhadap tenaga kerja dan meningkatkan return to
capital Teorema Stolper-Samuelson. Jadi pertumbuhan sektor industri
pengolahan di Riau tidak menurunan angka kemiskinan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Warr 2006 yang juga menyatakan sektor industri tidak mengurangi
kemiskinan. Hasil serupa juga disampaikan oleh Ravallion dan Datt 1996, yang
menyatakan bahwa pertumbuhan sektor sekunder tidak memberikan efek positif pada kelompok miskin.
Sektor listrik, gas dan air bersih di Riau sebagian besar ditopang oleh sub sektor listrik. Peningkatan pada sub sektor listrik belum bisa dimanfaatkan untuk
proses produksi, sehingga hanya meningkatkan konsumsi penduduk seperti peningkatan penggunaan barang-barang eektronik. Jadi pertumbuhan pada sektor
ini malah meningkatkan kemiskinan.
6.2. Penyebab Perbedaan Kemiskinan