Konsep pendidikan akhlak dalam falsafah ziki guru bura pada masyarakat Mbojo (Bima, NTB)

(1)

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegururan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam

(S.Pd.I)

Oleh:

Yan Yan Supriatman 109011000212

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIFHIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i NTB).

Akhlak sangat penting dalam kehidupan manusia. Berakhlak mulia sebagai salah satu dari kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya dan sebagai salah satu tujuan dari pendidikan, juga sebagai refleksi kehidupan bermasyarakat yang berperadaban. Oleh sebab itu permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana konsep pendidikan akhlak yang terdapat dalam falsafah ziki guru bura pada masyarakat mbojo (Bima, NTB) lebih khususnya pada daerah Bima bagian timur yaitu kecamatan sape. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan falsafah ziki guru bura

tentang konsep pendidikan akhlak pada dan mengetahui lebih dalam tentang fungsi dan peran falasafah ziki guru bura pada masyarakat Mbojo (Bima, NTB). Adapun teknik pengumpulan yang penulis gunakan adalah dengan wawancara dan observasi langsung ke lapangan. Data yang berhasil dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan metode history dengan pendekatan kualitatif deskriptif.

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di kecamatan Sape kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat, penulis temukan terkait dengan konsep akhlak dalam falsafah ziki guru bura adalah bahwa ziki guru bura

merupakan satu konsep akhlak yang tercipta atas dasar (penyatuan) nilai-nilai agama, sejarah, dan budaya masyarakat Mbojo (Bima, NTB) dalam kehidupannya sehari-hari. Ziki guru bura sebagai salah satu bentuk konsep akhlak pada masyarakat yang menjadi pedoman bagi masyarakat dalam bersikap dan tingkah laku ditengah tengah kehidupan masyarakat sosial.


(6)

ii NTB).

Morals is very important in human life. Morality as one of the human sense of completeness with meaning real and as one of the goals of education, also as a reflection of civilized social life. Therefore, the issues raised in this paper is how the concept of moral education contained in philosophy ziki guru bura pada masyarakat mbojo (Bima, NTB) more specifically on the eastern area of the district Bima is sape. The purpose of this study is to know the idea of philosophy

ziki guru bura about the concept of moral education and learn more about the function and the role falasafah ziki guru bura on society Mbojo (Bima, NTB). The technique used in compile the author is with interviews and direct observation to field. Data collected then analyzed using the method of history with a qualitative descriptive approach.

Based on the results of research conducted by the author in the district Sape Bima regency, West Nusa Tenggara, I have found associated with the concept of morality in philosophy ziki guru bura is that ziki guru bura is a moral concept that is created on the basis of (unification) religious values, history, and culture of the community Mbojo (Bima, NTB) in their everyday lives. Ziki guru bura as one form of the concept of morality in society that guide people in attitude and behavior amid the social life of the community.


(7)

iii

Segala puja dan puji bagi Allah SWT sebagai pagar penjaga nikmatNya, Zat Yang Maha menggenggam segala sesuatu yang zahir dan yang tersembunyi di atas dan atau dibalik jagad raya semesta alam, zat Yang Maha Meliputi segala sesuatu yang terfikir maupun yang tidak terfikir. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas Sang Sabda, Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, serta bagi seluruh Umat Islam yang terlena maupun terjaga dari dan atas sunnahnya.

Alhamdulillahirrabil „alamin, penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah

SWT atas segala rahmat dan pertolonganNya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dalam paruh waktu yang tak terhitung. Tanpa rahmat pertolonganNya, tidaklah mungkin penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.Skripsi ini berjudul “Konsep Pendidikan Akhlak dalam Falsafah Ziki Guru Bura pada Masyarakat Mbojo (Bima NTB).” Skripsi ini, penulis gunakan untuk memenuhi

persyaratan kelulusan yang ditempuh Mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan bila tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Dan sudah sepatutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan yang tak terputus, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan disetiap detik waktu yang bergerak. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ayahanda (Umar AR) dan Ibunda tercinta (Ma'ani) yang telah mendidik dan membimbing anakda, serta dengan susah payah menyekolahkan anakda sampai jenjang bangku kuliyah. Semoga Allah Swt. melimpahkan seluruh rahmat dan kasih sayang-Nya kepada Ibunda dan Ayahanda tercinta.

2. Ibu Nurlena, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(8)

iv

(PAI) FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Dr. Muhammad Dahlan, M.Hum., dosen penasehat akademik yang telah membina dan memberikan nasihat selama kuliah.

6. Bapak Drs. Masan AF., M.Pd., dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan mengarahkan dalam penulisan skripsi.

7. Para dosen jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama kuliah.

8. K.H. Ramli Ahmad, M.A.P., guru, pembimbing dan penasihat penulis semenjak di bangku sekolah sampai sekarang.

9. Tuan guru H. Ridwan Umar dan Khotib To’i (Ust. Idham) yang telah

membantu memberikan data dan pengetahuan dalam proses penelitian. 10.Para senior Bima yang ada di Jakarta (kakanda Fandri Maryatno dan istrinya

Nurliati, Bang Ahmad Zakaria, Arman, Hanafi, Najmul Wathan, ust. Hakim) dan kawan-kawan (Adhar, Khairul Anam, M. Hisyam, Rosyidah, Abd. Halik, dan Ahmadin) yang sedikit banyak memberikan andil bagi terwujudnya Skripsi ini.

11.Teman-teman seperjuangan yang ada di kelas maupun di organisasi IPAH-Nasional dan IPAH-Jabodetabek, Birch Institute, dan AMPIQU yang sedikit banyak mempengaruhi pola pikir penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga penulisan skripsi ini, dapat memberikan faedah kepada seluruh civitas akademika dan seluruh lapisan masyarakat yang membaca juga dapat menjadi bahan rujukan untuk penulisan karya ilmiah yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Wallahu A'lam.

Jakarta,10 Juni 2013


(9)

v

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...7

C. Pembatasan Masalah ...7

D. Perumusan Masalah ...8

E. Tujuan Penelitian ...8

F. Kegunaan Penelitian ...8

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Teori-Teori yang Relevan dengan Variabel yang Diteliti ...10

1. Pendidikan Akhlak ...10

a. Pengertian Pendidikan Akhlak ...10

b. Macam-Macam Akhlak ...14

c. Dasar Pendidikan Akhlak ...16

d. Tujuan Pendidikan Akhlak ...18

e. Metode Pedndidikan Akhlak ...19

f. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak ...22

2. Ziki Guru Bura ...33

a. Pengertian Ziki Guru Bura ...33

b. Sejarah dan Perkembangan Ziki Guru Bura ...34

3. Sekilas tentang Mbojo (Bima, NTB) ...37

a. Geografis ...37

b. Motto dan Pandangan Hidup Masyarakat ...40

c. Mbojo Kini, Dulu dan Esok ...42


(10)

vi

A. Tempat dan Waktu Penelitian ...52

B. Metode Penelitian ...52

C. Unit Analisis ...53

D. Instrumen Penelitian ...53

E. Teknik Pengumpulan Data ...54

F. Teknik Analisa Data ...54

G.Teknik Penulisan ...55

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Temuan Penelitian ...56

1. Konsep Pendidikan Akhlak dalam Falsafah Ziki Guru Bura ...56

2. Korelasi Ziki Guru Bura dengan Al-Qur’an dan Hadits ...59

3. Ziki Guru Bura sebagai Meetode Pendidikan Akhlak ...61

B. Pembahasan terhadap Temuan Penelitian ...63

1. Ziki Guru Bura sebagai Pembina Akhlak Dou Mbojo (Masyarakat Bima) ...63

2. Implementasi Nilai Akhlak dalam Falsafah Ziki Guru Bura pada Dou Mbojo (Masyarakat Bima) ...72

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...81

B. Implikasi ...82

C. Saran-saran ...82

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah sarana untuk membentuk, dan mengembangkan karakteristik manusia yang yang tangguh dan unggul dalam ilmu pengetahuan (intelektualitas), amal, ibadah, harta kekayaan, sikap dan terlebih prilaku-sopan santun kepada diri, keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar. Tanpa pendidikan yang memadai, manusia akan jatuh harkat dan martabatnya dihadapan manusia lain, karena pendidikan adalah upaya untuk mewujudkan eksistensi diri dan menumbuh-kembangkan kedewasaan melalui penanaman pengetahuan, nilai-nilai kebudayaan dan keagamaan serta sebagai bekal untuk hidup di masa yang akan datang dibawah bimbingan seorang pendidik.

Karena pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh seorang pendidik dalam rangka untuk membina dan mengararahkan peserta didik guna menjadikan peserta didik menjadi manusia yang berilmu pengetahuan tinggi, berkarakter, bertanggungjawab, bijak, dan berakhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan orang lain. Secara lebih filosofis Muhammad Natsir menerangkan dalam tulisannya Ideologi Pendidikan Islam sebagaimana yang dikutip oleh Azyumadri Azra, menyatakan bahwa: “yang dinamakan pendidikan adalah suatu


(12)

pimpinan jasmani dan rohani menuju kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya”.1

Akhlak sangat penting dalam kehidupan manusia. Berakhlak mulia sebagai salah satu dari kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya dan sebagai salah satu tujuan pendidikan juga sebagai refleksi kehidupan bermasyarakat yang berperadaban. Maka sandaran umat Islam dalam mengambil contoh figur yang terbaik dalam akhlak adalah Rasulullah saw. Beliau adalah sebaik-baiknya manusia yang pernah hidup di dunia karena akhlaknya beliau adalah akhlak al-Quran dan langsung dididik oleh Sang Maha Pendidik. Sebagaimana firman Allah:







“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Q.S. Al-Qalam/68 ayat 4).

Dan penjelasan tentang akhlak Nabi juga banyak diterangkan oleh hadits beliau, diantaranya yang paling populer adalah :

“Sesungguhnya Aku (Muhammad) diutus tidak lain adalah untuk

menyempurnakan akhlak yang mulia”. (H.R. Malik).

Akhlak sebagaimana menurut Imam al-Ghazali seperti yang dikutip oleh Ahmad Mustofa merupakan perbuatan yang lahir secara reflek dan tiba dari seseorang tanpa pertimbangan dan pemikiran terlebih dahulu,2 mempunyai peran yang sangat signifikan dalam mencapai keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt., dan menggapai kebahagiaan baik sebagai individu maupun masyarakat. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:

“Bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan kepada pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan kepada Tuhan

1

Azyumardi Azra, Pendidikan Isam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru,

(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002), cet. IV, h. 4

2


(13)

Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.”3

Dengan merujuk pernyataan di atas, bahwasannya berakhlak mulia sangatlah sulit untuk ditimbulkan karena perlu proses yang sangat panjang dan dengan proses yang berkelanjutan, tidak boleh setengah-setengah. Karena pembentukan akhlak yang mulia itu tidak segampang membalikkan telapak tangan. Menanamkan akhlak mulia kepada peserta didik adalah proses belajar, pembelajaran, dan pendidikan yang guru sebagai pendidik harus kompeten dan mampu menciptakan susana pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga hasil belajar yang didapatkan bisa maksimal dan dapat mereka (peserta didik) optimalkan secara baik.

Berangkat dari tujuan pendidikan di atas kalau dibandingkan dengan keadaan masyarakat Indonesia sekarang ini, sangat jauh dari kata berakhlak mulia. Karena kita lihat fenomena yang terjadi di sekitar kita banyak terjadi kerusuhan, korupsi, pelecehan seksual, penjarahan, pemakaian obat-obatan terlarang, minum minuman keras, free sex menjadi tren generasi muda sekarang, hamil diluar nikah dan aborsi sudah menjadi biasa dan bahkan tawuran antar pelajar menjadi kebanggan tersendiri.

Fenomena-fenomena seperti itu membangkitkan rasapenasaran yang amat mendalam di hati sanubari penulis, sehingga penulis membaca kembali karya-karya yang telah ditulis oleh para pendidik yang telah berpengalaman dalam mendidik, membimbing dan mengarahkan peserta didik dengan semaksimal mungkin dan juga menelaah kembali kecerdasan dan kearifan lokal (local wisdem) yang mulai lemah dan tercabut dari akar budayanya oleh datangnya

westernisani dan modernisasi pendidikan yang berorientasi pada lieralisasi dan kapitalisasi pendidikan.

Kita cenderung lupa dan meninggalkan warisan leluhur kita yang sangat berharga, sehingga kita tidak tahu lagi apa yang telah diwariskan oleh para leluhur kita dahulu. Padahal kita menikmati hidup sekarang berkat kerja keras yang

3

Departemen Agama RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan,


(14)

dilakukan oleh para leluhur dan pelaku sejarah di masa lalu. Bukankah kita tahu dan sering kita dengar sebuah pepatah “belajarlah dari pengalaman, karaena pengalaman adalah guru yang terbaik”, baik itu pengalaman pribadi atau orang lain.

Karena pengalaman itu adalah sejarah, sesuatu yang telah terjadi. Apa jadinya kalau masyarakat kita sampai tidak menghargai sejarah bangsa. Masyarakat zaman sekarang bisa hidup seperti sekarang karena adanya sejarah yang telah dibuat oleh para pelaku sejarah di masa lalu. Bangsa yang arif dan bijak adalah bangsa yang menghargai sejarah bangsanya. Bangsa-bangsa yang hidup di masa lalu mengalami puncak kejayaannya karena senantiasa belajar dari masa lalu. Firman Allah swt.:





















”Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (Q.S. Yusuf/12 ayat 111).

Abraham Lincoln mantan president Amerika pernah mengatakan seperti yang dikutip oleh Ghazali Ama La Nora bahwa “one can not escape history” (tidak ada satu orang pun yang bisa menghindari sejarah). Dan dipertegas oleh mantan president Indonesia, Soekarno; “Bukan saja tidak mungkin menghindar

dari sejarah, tetapi jangan sekali-kali kita meninggalkan sejarah.”4 Bahkan dalam buku Soerakrno The Leadership Seckrets Of yang dikutip oleh Argawi Kandito bahwa Soekarno juga pernah mengatakan “JASMERAH” (jangan sekali -kali melupakan sejarah).5

Akan tetapi tidak sedikit diantara kita yang terlalu silau dengan kemajuan yang ditimbulkan oleh negara-negara modern dan mengkonsumsinya dengan mentah, karena yang seperti itu juga belum tentu cocok dengan kebiasaan dan karakteristik bangsa kita. Masyarakat kita yang terlalu banyak mengkomsumsi berbagai paham dan budaya dari luar, mengakibatkan masyarakatnya cenderung

4

Ghazali Ama La Nora, Mutiara Donggo; Biografi Perjuangan Tuan Guru Abdul Majid Bakry, (Jakarta: NCI Perss, 2008), h.24

5

Argawi Kandito, Soekarno”The Leadership Secrets Of” (Depok: Oncor Semesta Ilmu, 20011), cet. I, h. vi


(15)

mengenyampingkan dan meninggalkan paham dan budaya bangsa dan daerahnya. Bahkan tidak sedikit masyarakatnya yang lupa dan tidak tahu bagaima kecendrungan dan kebudayaan yang telah ditanamkan oleh para tokoh dan pendahulu mereka. Dan tidak sedikit juga masyarakatnya yang melenceng dari koridor kehidupan berbudaya dan bermasyarakat.

Padahal nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang telah diciptakan oleh para pendahulu kita dari berbagai suku dan budaya yang tersebar luas diseluruh nusantara ini telah menjadi pegangan dan sandaran masyarakat Indonesia, terlebih khusus penulis menitik beratkan pada karakteristik masyarakat Mbojo6 (Bima NTB) dalam menerjemahkan dan memahami pesan-pesan pendidikan yang pernah diciptakan oleh tokoh-tokoh yangpernah hidup di Mbojo yang menggambarkan bentuk dari kehidupan masyarakatnya pada zaman dahulu yang tidak bertentangan dengan model kehidupan sekarang, dan bisa sejalan bahkan masyarakat Mbojo

sekarang bisa menjadikannya contoh mengembangkannya, yaitu salah satunya adalah dziki guru bura, sehingga bisa dikembangkan sebagai konsep pendidikan yang bermoral dan dapat menciptakan generasi bangsa yang berakhlak mulia, jujur, bertanggungjawab, dan berkarakter. Menurut Ahmad Tafsir :

“Karakter itu sama dengan akhlak dalam pandangan Islam. Akhlak dalam pandangan Islam adalah kepribadian.kepribadian itu kompenennya ada tiga, yaitu tahu (pengetahuan), sikap, dan prilaku. Yang dimaksud dengan kepribadian utuh adalah bila penhetahuan sama dengan sikap dan prilaku. Dan kepribadian pecah adalah bila pengetahuan sama dengan sikap, tapi tidak sama dengan prilakunya. Atau pengetahuan tidak sama dengan sikap, dan

tidak sama dengan prilaku.”7

Penulis beranggapan bahwa kehancuran moral bangsa ini akibat dari pola pendidikan yang tidak seimbang antara pengembangan intelektualitas dengan peningkatan budipekerti (akhlak mulia), walaupun dalam undang-undang kita tercantum jelas bahwa proses pendidikan bertujuan untuk menciptakan manusia yang unggul dalam bidang ilmu pengetahuan dan berbudipekerti luhur, sehingga

6

Ada yang mengatakan Mbojo itu berasal dari bahasa Jawa, yaitu bojo yang artinya pasangan. Ada juga yang mengatakan Mbojo itu berasal dari bahasa lokal, yaitu babuju yang artinya berbukit-bukit. Dan untuk selanjutnya penulis akan menelitinya.

7

Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Berspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 20011), cet. I, h. iv


(16)

mereka (peserta didik) bisa berguna bagi kehidapan bermasyarakat, agama dan bangsa, tapi hal itu hanya ada dalam tulisan saja. Kenyataan yang kita dapatkan di lapangan sangat berbeda dari apa yang kita harapkan. Pendidikan yang ada sekarang hanya cenderung mengembangkan ranah kognitifnya saja tanpa menghiraukan sisi afektifnya. Yang lebih pahit lagi, para pendidik juga tidak jarang hanya mengejar untuk menyampaikan materi pengajaran tentang akhlak.

Padahal pendidikan akhlak bukanlah rangkaian teori dan materi yang susah, sehingga terkesan menakutkan bagi peserta didik. Akan tetapai akhlak adalah contoh praktis dari seorang pendidik yang lahir dari hati sanubari yang suci tanpa dibuat-buat, sehingga harapan itu akan menjadi sebuah kenyataan dan bukan harapan yang kosong.

Pada level keluarga, sekolah dan masyarakat pendidikan akhlak bertumpuk pada figuritas yang akan memberikan warna terhadap pola perilaku anak (peserta didik), dalam hal ini Azyumardi Azra memberikan tiga cara untuk meningkatkan nilai-nilai moral dan akhlak, yaitu:

Pertama, menerapkan pendekatan modeling atau exemplary atau uswatun hasanah. Yakni, mensosialisasikan lingkungan sekolah untuk menghidupkan nilai-nilai akhlak dan moral yang benar melalui model dan keteladanan. Setiap guru dan tenaga kependidikan lain di lingkungan sekolah hendaknya mampu menjadi uswah hasanah yang hidup (living exemplary) bagi setiap peserta didik; Kedua menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada peserta didik secara terus terang tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk;

Ketiga menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (character based education). Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan character based approach ke dalam setiap pelajaran yang ada disamping matapelajaran-matapelajaran khusus untuk pendidikan karakter, seperti pelajaran agama, sejarah, pancasila dan sebagainya.”8

Penulis tidak memprioritaskan terhadap moderenitas pandidikan, baik yang bersumber dari Barat maupun dari Timur. Akan tetapi penulis ingin menggabungkan keduanya, agar kita menjadi manusia yang menghargai warisan leluhur yang selaras dengan ajaran Islam dan sekaligus terbuka terhadap pandangan baru.

8

Azyumardi Azra, “Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokrastisasi” (Jakarta: Kompas, 2006 ), h. 176-177.


(17)

Maka dari penjelasan tersebut diatas dan keinginan untuk melestarikan warisan budaya yang luhur penulis mengangkat judul skripsi ini yaitu: KONSEP

PENDIDIKAN AKHLAK DALAM FALSAFAH ZIKI GURU BURA PADA

MASYARAKAT MBOJO (BIMA, NTB)

B. Identifikasi Masalah

1. Akhlak mulia sebagai salah satu dari tujuan pendidikan nasional kian terabaikan.

2. Nilai-nilai lokal (local wisdom) yang mulai tercerabut dari akar budaya bangsa dan terlebih khusus lagi dalam pesan pendidikan akhlak.

3. Westernisasi dan modernisasi yang tidak terbendung dikonsumsi tanpa disaring terlebih dahulu mengakibatkan masyarakat kian meninggalkan warisan budaya daerahnya yang menjadi warisan nenek moyangnya.

4. Pola pendidikan yang tidak seimbang antara pengembangan intelektualitas dengan peningkatan budipekerti (akhlak mulia) mengakibatkan kehancuran moral bangsa.

5. Konsep pendidikan akhlak dalam falsafah ziki guru bura pada masyarakat

Mbojo (Bima, NTB)

C. Pembatasan Masalah

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang ziki guru bura, sebagai konsep pendidikan akhlak, maka perlu dilakukan pembatasan masalah dalam penelitian agar persoalan penelitian dapat dikaji lebih mendalam, yaitu hanya mengkaji dalam kaitannya dengan pendidikan saja dan yang lebih khusus lagi adalah pesan dan nilai-nilai akhlak yang terkandung di dalamnya.

D. Perumusan Masalah

Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan, maka di sini penulis memberikan perumusan masalah, yaitu : Bagaimana konsep pendidikan akhlak dalam falsafah ziki guru bura pada masyarakat Mbojo (Bima, NTB).?


(18)

E. Tujuan Penelitian

Dengan memahami perumusan masalah, maka dalam penelitian karya ilmiah ini, tardapat bebarapa tujuan yang mendasar dan manfaat dari penelitian tersebut. Adapun Tujuannya adalah :

Untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak dalam falsafah ziki guru bura pada masyarakat Mbojo (Bima, NTB).

F. Kegunaan Penelitian

Setelah mengetahui tujuan yang dicapai setelah dilakukan penelitian tentang konsep penididikan akhlak dalam falsafah ziki guru bura pada masyarakat Mbojo

(Bima, NTB) sehingga bisa digunakan sebagai acuan atau konsep falsafah hidup masyarakat dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari agar teciptanya keseimbangan masyarakat dalam menjalankan kehidupan duniawi dengan akhiratnya. Karena kehidupan manusia di dunia ini hanya semata-mata untuk mengabdikan diri kepada Allah swt.


(19)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Teori-Teori yang Relevan dengan Variabel yang Diteliti

1. Pendidikan Akhlak

a. Pengertian Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak terdiri dari dua suku kata, yaitu pendidikan dan akhlak.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia “pendidikan”berasal dari kata “didik” yang mempunyai makna ganda, yaitu; 1) Mendidik yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran; 2) Didikan : hasil didik, anak atau cara mendidik; 3) Pendidik yaitu orang yang mendidik. Kemudian kata “didik” tersebut diberi awalan pe dan akhiran an

yang artinya sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.1 Atau perbuatan yang mengandung ilmu pemeliharaan, asuhan, pimpinan dan latihan karakter.2

Dalam undang-undang, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya dalam rangka untuk memiliki kekuatan

1

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua tahun 1991, Jakarta. h. 232.

2

W.J.S. Poerwardarmita, Kamus Umum Bahasa Indinesia. (Jakarta: Balai Pustaka 1996). h. 250.


(20)

spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan lain untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.3

Dalam bahasa arab pendidikan disebut “Tarbiyah”. Kata Tarbiyah berasal dari kata dasar:

ىــبر

-وــبْرــي

artinya bertambah, tumbuh

يـبر

ىـبْرـي

artinya menjadi besar

ّر

-ــي

ر

ّ

artinya memperbaiki, menguasai, menuntun, menjaga, dan

memelihara. 4

Tarbiyah dari segi bahasa mengandungmakna pertumbuhan agar menjadi besar (lebih maju) sehingga dapat memperbaiki, memelihara, dan menuntun ke arah yang lebih baik dan sukses. Dilihat dari segi fungsinya, berasal dari kata ََّّـلَا artinya al-Malik (raja, penguasa), as-Sayyid (tuan), al-Mudabbir (pengatur), al-Qayyim (penanggungjawab), al-Mu’min (pemberi nikmat). Istilah Tarbiyah dapat diartikan sebagai proses penyampaian atau pendampingan (asistensi) terhadap peserta didik sehingga dapat mengantarkan peserta didik ke arah yang lebih baik.5

Namun ada juga sebagian memasukan pengajaran dalam proses pendidikan

yang mana dalam bahasa arab disebut “ta’lim” yang berasal dari akar kata

“‘alama” yang berarati membuat orang lain mengetahui. Dalam al-Quran ditegaskan bahwa Allah mengajarkan Nabi Adam dengan menggunakan kata مـــّع

- مـــيـّْعي































“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:

3

Departemen Agama RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan,

(Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006), h.5

4

Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1989), cet. VIII, h. 136.

5

Wajidi Sayadi, Hadits Tarbawi; Pesan-Pesan Nabi saw. Tentang Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), cet. I, h. 11.


(21)

"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (Q.S. Al-Baqarah/2 ayat 31).

Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan arahnya untuk membentuk pribadi, sedangkan pengajaran adalah memberi pengetahuan kepada seseorang agar mempunyai ilmu pengetahuan, jadi kalau dikatakan pengajaran akhlak, maka pengajaran akhlak tersebut berarti ilmu pengetahuan mengenai akhlak. Pendidikan di sekolah umumnya menggunakan pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, jadi pengertian pendidikan lebih luas dari pada pengajaran.

Sebagian dari pakar pendidikan seperti Hasan Langgulung seperti yang dikutip oleh Wajidi Sayadi lebih cenderung pada istilah “ta’dib” yang berarti

membimbing dan mengarahkan dari pada kata “tarbiyah”.6

Adapun pengertian akhlak menurut etimologi diambil dari bahasa arab yang

berasal dari akar kata “kholaqo, yakhluqu, khuliqan yang artinya : budi pekerti,

perangai, tingkah laku atau tabiat”.7 Sedangkan menurut Moh. Ardani, akhlak adalah tabi’at, watak dasar kebiasaan, sopan dan santun agama.8

Dalam pergaulan dalam masyarakat, akhlak diartikan dengan budi pekerti atau sopan santun. Tapi para pakar kesusilaan masing-masing memberikan definisi yang berbeda-beda mengenai akhlak namun masih tetap bersandar pada pokok masalah. Dan secara terminology, beberapa ulama mendefinisikannya antara lain :

Menurut Ibnu Maskawaih, yang dikutip oleh Ahmad Mustofa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan dan pemikiran (terlebih dahulu). Menurut Imam Al-Ghazali, Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan dengan mudah dengan tidak

6

Wajidi Sayadi, Hadits Tarbawi; Pesan-Pesan Nabi saw...,h. 12

7Lois Ma’luf, Almunjid fil Lughah Wal ‘Alam,

(Darul Masyrik Beirut Libanon, 2000). h. 194

8

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, Nilai-nilai Akhlak/Budipekerti dalam Ibadat & Tasawuf,


(22)

memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu).9 Sedangkan menurut Al-Farabi, seperti yang dikutip oleh Moh. Ardani menjelaskan bahwa akhlak itu bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahakan oleh semua orang.10

Dari beberapa pengertian diatas, maka bisa diambil kesimpulan bahwa pendidikan akhlak adalah ajaran tentang baik dan buruk terhadap sesuatu perbuatan atau perkataan seseorang yang timbul dalam jiwanya tanpa paksaan dan tekanan dari luar. Walaupun sumber penggerak akhlak atau karakter seseorang datang dari dalam jiwa. Namun proses pembentukannya sedikit banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, seperti; pendidikan yang ditempuh, buku yang dibaca dan teman serta keluarga yang menjadi tempat membagi rasa. Akhlak baik adalah perilaku seseorang yang dapat menghasilkan perbuatan-perbuatan baik dan terpuji, baik menurut akal maupun tuntunan agama. Sedangkan akhlak yang tercela adalah perilaku seseorang yang menghasilkan sesuatu perbuatan yang jelek dan tidak terpuji.

Jadi, pada hakikatnya akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian sehingga darinya akan timbul berbagai macam perbuatan yang spontanitas, mudah tanpa dibuat-buat dan tidak membutuhkan pemikiran terlebih dahulu.

Dengan merujuk pada pengertian pendidikan dan akhlak, penulis menyimpulkan bahwa pengertian pendidikan akhlak adalah usaha berupa bimbingan atau bantuan yang diberikan oleh pendidik terhadap anak didiknya yang berkaitan dengan masalah budi pekerti sehingga jasmani dan rohaninya dapat berkembang menjadi pribadi utama (insan kamil) sesuai dengan ajaran agama Islam.

9

Ahmad Musthafa, Akhlaq Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), cet. V, h. 11-12

10


(23)

b. Macam-macam Akhlak

Dalam Islam, yang menjadi dasar atau alat pengukur yang menyatakan bahwa sifat seseorang itu baik atau buruk adalah al-Quran dan al-Sunnah. Apa yang baik menurut al-Quran dan Sunnah, itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, apa yang buruk menurut al-Quran dan Sunnah berarti tidak baik dan harus dijauhi. Pribadi Nabi Muhammad saw. adalah contoh yang paling tepat untuk dijadikan teladan dalam membentuk pribadi masing-masing. Begitu juga pribadi sahabat-sahabat beliau, dapat kita jadikan contoh teladan, karena mereka semua mempedomani al-Quran dan Sunnah Nabi saw. Akhlak terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1) Akhlak Mulia (al-Karimah)

Akhlak al-karimah, ialah segala tingkah laku yang terpuji (yang baik) yang biasa dinamakan ”fadlilah”. Akhlak yang baik umpamanya: benar, amanah, menepati janji, sabar (tabah), pemaaf, pemurah, dan lain-lain sifat dan sikap yang baik.

Akhlak al-karimah atau dalam bahasa indonesianya itu akhlak mulia sangat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia. Akhlak mulia itu dapat dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya:

a) Akhlak Kepada Allah

Jika kita perhatikan, akhlak terhadap Allah ini merupakan pondasi atau dasar dalam berakhlak terhadap siapapun yang ada di muka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak positif terhadap Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki akhlak positif terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah, maka ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain. Diantaranya cara kita berakhlak kepada Allah yaitu dengan cara melakukan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya, tawakal, dan bertawadu. Karena hanya dengan seperti itulah manusia bisa berterima ksaih kepada Allah yang telah memberikan kehidupan dan semua yang dibutuhkan oleh manusia.


(24)

b) Akhlak Kepada Diri Sendiri

Diantara akhlak kita kepada diri sendiri adalah dengan cara menjaga lahir batin, harus berani membela yang baik, rajin bekerja dan mengamalkan ilmunya, bergaul dengan orang baik, berusaha mencari nafkah yang halal, jujur dan benar dalam perilaku.

c) Akhlak Kepada Sesama Manusia

Akhlak kepada sesama manusia adalah salah satu kunci terpenting bagaimana kita dapat mengarungi kehidupan di dunia. Akhlak kepada sesama manusia diantaranya adalah Berbuat baik terhadap ibu dan bapak, berbuat baik terhadap teman, dan berbuat baik terhadap sahabat. 11

d) Akhlak Kepada Sesama Makhluk

Di dalam kehidupan kita di dunia ini, kita juga perlu memperhatikan bagaimana kita juga berakhlak kepada sesama makhluk yaitu dengan cara sayang kepada hewan, tumbuh-tumbuhan dengan cara memperlakukannya dengan semestinya. Tidak merusak, yang akan mengakibatkan alam tidak ramah lagi dengan manusia. Seperti halnya terjadi berbagai bencana alam.12

e) Sabar

Ada pribahasa yang mengatakan bahwa kesabaran itu pahit laksana jadam, namun akibatnya lebih manis dari paada madu. Ungkapan tersebut memberikan gambaran betapa hikmah dari kesabaran sebagai fadilah. Kesabaran dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu sebagai berikut :

1) Sabar menanggung beratnya melaksanakan kewajiban. 2) Sabar dalam menanggung musibah dan cobaan.

3) Sabar dalam menahan penganiayaan darorang lain. 4) Sabar dalam menanggung kemiskinan dan kepapaan.13

11

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, Nilai-nilai, . . .h. 49-57

12

Ana Suryana, Materi Pendidikan Agama Islam. (Tasikmalaya: STAI, 2007), h. 73-74

13

M. Yatim Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2007), cet. I, h. 41-42.


(25)

2) Akhlak Tercela (al-Madzmumah)

Akhlak yang buruk adalah racun yang membawa pemiliknya ke jalan syaitan dan penyakit yang menghancurkan kebahagian umat manusia. Untuk itu ada sendi-sendi yang patutu diketahui yang menjadi sumber timbulnya perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Sendi-sendi akhlak tercela tersebut adalah :

a) Khubtsan wa jarbazan (keji dan pintar busuk) dan balhan (bodoh), yaiut keadaan jiwa yang terlalu pintar atau tidak bisa menentukan hal yang benar diantara yang salah karena bodohnya di dalam urusan ikhtiariah.

b) Tahawwur (berani tapi sembrono), jubun (penakut) dan khauran (lemah, tidak bertenaga), yaitu kekuatan amarah yang tidak bisa dikekang atau tidak pernah dilahirkan, sekalipun sesuai dengan yang dikehendaki akal.

c) Syarhan (rakus) dan jumud (beku), yaitu keadaan syahwat yang tidak terdidik

oleh akal dan syari’at agama, berarti ia bisa berkelebihan atau sama sekali tidak berfungsi.

d) Zalim, yaitu kekuatan syahwat dan amarah yang tidak terbimbing oleh hikmah, yaitu kebalikan dari adil. 14

Keadaan-keadaan akhlak ini adalah pangkal yang menentukan corak hidup manusia. Dengan itu manusia dapat mengetahui yang baik dan yang buruk, dapat membedakan mana yang harus dikerjakan dan mana yang tidak, mana yang hak dan yang bathil. Yang kesemuanya itu adalah hal yang khusus untuk manusia.

14


(26)

c. Dasar Pendidikan Akhlak

Ajaran agama Islam menjadikan Al-Quran dan Al-Sunah sebagai dua sumber pokok dasar pendidikan akhlak sementara di luar dari keduanya adalah sebagai tambahan (sekunder), yang benar dan sesui dengan ajaran Islam maka diterima dan kalau salah maka ditolak, karena kebahagiaan umat Islam apabila mereka berpegang teguh pada dua sumber tersebut.

Al-Quran adalah firman Allah yang diturukan pada nabi Muhammad saw., melalui malaikat Jibril as., yang berisi tentang aturan pokok ajaran Islam yang merupakan sumber utama nilai-nilai akhlak sebagai pedoman dan petunjuk bagi umat manusia untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan di akhirat. Al-Quran diturunkan untuk membimbing umat manusia ke jalan yang lurus sebagaimana firmanNya yang menceritakan nasehat Lukman pada anaknya di bawah ini:



































“Wahai anakku! dirikanlah sholat dan perintahkanlah manusia untuk berbuat baik dan cegahlah mereka berbuat munkar (kerusakan) dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan”.(Q.S. Lukman/31 ayat 17)

Firman Allah pada ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa al-Quran adalah kitab petunjuk bagi umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, maka sangat wajar kalau al-Quran menjadi sumber atau dasar utama pendidikan akhlak.

Adapun sumber pendidikan akhlak yang kedua adalah al-Hadits yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw., setelah beliau diangkat menjadi rasul yang terdiri dair perkataan, perbuatan maupun persetujuannya (Takrir).15 Karena Hadits juga berfungsi sebagai penjelas terhadap pesan-pesan

15


(27)

Quran yang bersifat mujmal (global) sehingga bisa dipahami dan di praktekan oleh kaum muslimin dalam kehidupannya sehari-hari.

Dalam hal ini acuan umat Islam dalam berakhlak yaitu akhlaknya Nabi Muhammad SAW., sebagaimana yang diterangkan dalam al-Quran surat:



































“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagiorang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan

hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(Q.S. Al-Ahzab/33 21).

Menurut M. Yatim Abdullah tentang akhlak pribadi Rasulullah sendiri telah

dijelaskan oleh „Aisya ra., yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dari „Aisyah

ra., berkata : Sesungguhnya akhlak rasulullah itu adalah al-Quran. Hadits Rasulullah meliputi perkataan, dan tingkah laku beliau, merupakan sumberakhlak yang kedua setelah al-Quran. Karena setiap perkataan dan perbuatan beliau senantiasa mendapatkan bimbingan dari Allah.16 Seperti dijelaskan dalam al-Quran:



















٥

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan

(kepadanya).” (Q.S. An-Najm/53 ayat 3-4).

Maka sudah menjadi keharusan bagi para pendidik untuk mengikuti jejak baginda rasul dalam mendidik umat yang berakhlak karimah, sehingga peserta didik menjadi manusia yang paripurna ilmu dan akhlaknya.

16


(28)

d. Tujuan Pendidikan Akhlak

Muncul kembalinya gagasan tentang pendidikan budi pekerti (akhlak) harus diakui berkaitan erat dengan semakin berkembangnya padangan dalam masyarakat luas, bahwa pendidikan nasional dalam berbagai jenjang, khususnya jenjang menengah dan tinggi, “telah gagal” dalam membantuk peserta didik yang

memiliki akhlak, moral, dan budi pekerti yang baik. Dan lebih jauh lagi banyak peserta didik sering dinilai tidak hanya kurang memiliki kesantunan, baik di sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat, tetapi juga sering terlibat dalam tindakan kekerasan massal, dan tawuran.

Maka dari problem-problem di atas itulah pendidikan akhlak ini diarahkan, dengan tujuan untuk menciptakan manusia yang selaras atara kognitif, afektif dan sikomotoriknya, dalam arti bahwa pendidik dan peserta didik diarahkan untuk mengaktualisasikan pikiran dan ucapannya dalam bentuk perbuatan nyata sehingga menjadi manusia yang sholeh lahir dan batin.

Menurut M.Yatim Abdullah, dari segi tujuan akhir setiap ibadah adalah pembinaan takwa, yaitu melaksanakan segala perintah agama dan menjauhi segala apayang dilarang. Berarti dalam hal ini menjauhi segala perbuatan jahat atau akhlak tercela dan melaksanakan segala perbuatan yang baik atau akhlak terpuji. Orang yang bertakwa berarti oarang yang berakhlak mulia yang hal ini dapat memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat.17

Jadi, tujuan dari pendidikan akhlak adalah menjadikan pesarta didik dan masyarakat pada umumnya berbudipekerti luhur, berakhlak mulia, semakin bijak, dan bisa menghargai antar sesama serta menambah ketakwaan kepada Allah. Karena yang seperti itu akan membawa kebahagiaan dunia dan diakhirat kelak.

17


(29)

e. Metode Pendidikan Akhlak

Dalam kamus ilmiah, metode adalah cara yang teratur dan stigmatis untuk melakukan sesuatu atau dapat disebut juga dengan cara kerja.18 Menurut Abuddin Nata, metode diartikan sebagai berbagai cara atau langkah yang digunakan dalam menyampaikan suatu gagasan, pemikiran atau wawasan yang disusun secara sistematik dan terencana bedasarkan pada teori, konsep, dan prinsip tertentu yang terdapat dalam berbagai disiplin ilmu terkait.19

Dalam pendidikan metode adalah cara seorang pendidik dalam melakukan proses pembelajaran dan menyampaikan pelajaran kepadapeserta didiknya. Dan diantara banyak meode yang digunakan dalam proses pembelajaran. Menurut penulis, metode yang baik dan tepat untuk digunakan dalam metode pendidikan akhlak, adalah :

1) Metode Keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh, yaitu seseorang dijadikan sebagai teladan atau contoh bagi para peserta didik, bisa pendidik (orang tua, guru, kiyai, ustadz, dan serupa dengannya) atau teman dalam kelompok peserta didik itu sendiri. Metode keteladanan memiliki peran yang sangat signifikan dalam upaya keberhasilan atau pembentukan akhlak mulia. Karena secara psikologis, peserta didik banyak meniru dan mencontoh prilaku sosok figurnya. 20 Dalam konteks ini, seorang yang paling cocok dijadikan sebagai figur teladan paling baik adalah Rasulullah SAW., sendiri. Karena Rasulullah adalah sebaik-baiknya budi pekerti yang ada seperti yang telah penulis terangkan di atas. Selain itu, seorang pendidik juga dituntut untuk menampilakan budipekerti mulia atau akhlak al-karimah sehingga dapat dijadikan contoh teladan dan diikuti oleh para peserta didiknya.

2) Metode kisah atau cerita yaitu suatu cara dalam menyampaiakan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya suatu hal, baik yang sebenarnya atau hanya rekaan saja. Para pendidik

18

Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer..., h. 308.

19

Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), cet. I, h.176.

20

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. I, h. 117-124.


(30)

sekarang juga dituntut untuk pandai berkisah tentang kehidupan-kehidupan yang pernah terjadi dimasa lalu, menyelarasaskan tema dan materi dengan cerita atau tema cerita dengan materi serta menjelaskan kisah yang telah diceritakan tersebut mana yang baik untuk ditiru dan mana yang buruk untuk dijauhi oleh pesarta didik. Sehingga hal tersebut dapat berdampak pada kehidupan sekarang dan yang akan datang.21 Rasulullah ketika memberikan pelajaran kepada para sahabatnya, beliau sering kali bercerita tentang kehidupan dan insiden-insiden yang pernah terjadi di masa lalu.

3) Metode cerita atau kisah, dianggap akan lebih membekas dalam jiwa oarang-orang atau peserta didik yang mendengarkannya serta lebih menarik perhatian (konsentrasi) mereka.22 Seperti yang telah diterangkan Allah dalam firmannya:



































“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat Ini Telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi

orang-orang yang beriman.”(Q.S. Hud/11 ayat 120).

4) Metode pembiasaan adalah sebuah cara yang dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran yang telah ditentukan.23 Peserta didik sejak lahir bahkan ketika masih dalam kandungan ibunya sudah dibekali dengan fitrahtauhid yang murni. Fitrah yang ada pada diri anak atau peserta didik akan berkurang bahkan hilang kalau tidak ada lingkungan yang mengasah dan mengarahkanya, maka disinilah pentingnya pembiasaan dalam pendidikan akhlak agar anak atau peserta didik terbiasa tumbuh dengan nilai-nilai keimanan yang murni, berakhlak dengan akhlak Islam, sehingga ia menjadi pribadi yang utama (insan kamil). Pengarahan dan

21

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodelogi..., h. 160-164.

22

Abdul Fattah Abu Ghuddah, 40 Metode Pendidikan dan..., h. 211.

23


(31)

pembiasa mutlak dilakukan oleh orang tua sebagai pendidik pertama bagi putra/putrinya sebelum mereka mengenal lingkungan luar, kalu tidak dilakukan pembisaan sejak dini maka institusi keluarga sebagai sekolah pertama akan hancur nilainya. Oleh sebab itu, pembinaan yang baik terhadap peserta didik hendaklah dilakukan sejak dini dan seca kontiniu.

5) Metode nasihat dan peringatan yaitu para pendidik harus dapat memberikan nasihat dan peringatan terhadap peserta didiknya. Karena Agama Islam sendiri adalah agama nasehat (addiinun nashihah), melalui kitab suci al-Quran Allah swt., menjalin interaksi dengan pembacanya melalui nasehat-nasehat yang relevan dan konstruktif terhadap keadaan masyarakat. Maka pendidikan akhlak yang bertumpu pada nasehat atau petuah yang menggunakan media bahasa tutur maupun bahasa tulis sangat besar pengaruhnya dalam membuka cakrawala kesadaran anak atau peserta didik. Seperti kematangan emosional, kepekaan sosial dan keutamaan akhlak karimah dapat dengan mudah disampaikan dengan nasehat.24 Hal ini juga telah diterangkan dalam al-Quran :















)

(

“Dan berilah peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu memberikan manfaat kepada orang-orang beriman.” (Q.S. Adz-dzaariyat/51 ayat 55). 6) Metode drill (Latihan) bermaksud agar pengetahuan dan kecakapan tertentu

dapat menjadimilik peserta didik dan dikuasai sepenuhnya. Yang berfungsi untuk memberikan umpan balik dan menentukan angka kemajuan peserta didik, serta untuk menentukan peserta didik dalam situasi pembelajaran yang tepat dan mengenal situasi latar belakang dari peserta didik.25 Dalam hal ini, seorang pendidik memberikan latihan berupa pengimplementasian atau yang bersifat psikomotorik terhadap pesan-pesan akhlak mulia yang telah dipelajari

24

Abdul Fattah Abu Ghuddah, 40 Metode Pendidikan dan Pengajaran Rasulullah SAW., Terj. dari Ar-Rasul Al-Mu’alim SAW. wa Aslibuha fil Ta’lim, oleh Mochtar Zoerni, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2009), cet. X, h. 205-208.

25

Zakiah Daradjat,dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet. IV, h. 302-304.


(32)

sebelumnya. Bagaimana seorang berakhlak terhadaporang tuanya, guru, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, teman, alam dan sebagainya.

f. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak

Segala yang kita alami dan kita dapatkan dikehidupan kita, baik itu pendidikan, sikap, karakter, pasti ada yang mempengaruhi terbentuknya hal itu. Begitupun dengan akhlak, diantara aspek yang mempengaruhi terbentuknya akhlak adalah sebagai berikut:

1) Dasar Bawaan (Turunan/Genetik)

Seorang bayi telah diwarnai dengan unsur-unsur yang diturunkan oleh kedua orang tuanya dan diwarnai oleh perkembangan dalam kandungan ibunya yang menjadi dasar pembentukan akhlak seseorang.26 Tingkah laku manusia adalah sikap seseorang yang dimanifestasikan dalam perbuatan dan tingkah laku. Secara fitrah manusia, seseorang telah dilahirkan dalam keadaan suci dan kecendrungan untuk melakukan kebaikan.

Manusia tidak diwarisi dosa dari orang tuanya, karena itu bertentangan dengan hukum keadilan Tuhan. Manusia hidup di bumi dengan dibekali akal, pikiran dan iman kepada Allah. Keimanan tersebut dalam perjalanan hidup manusia dapat bertambah atau berkurang tergantung pada lingkungan dan manusia itu sendiri.

Bawaan (turunan) yaitu dimana orang-orang membawa turunan dengan beberapa sifat yang bersamaan. Seperti bentuk, pancaindera, perasaan, akal dan kehendak. Dengan sifat-sifat yang diturunkan ini,manusia dapat mengalahkan alam di dalam beberapa perkara, sedangkan binatang tidak dapat menghadapinya.

Kenapa anak bisa pandai, karena salah satunya dipengaruhi oleh sifat-sifat dan saraf-saraf yang diwariskan oleh orang tuanya. Dalam mewarisi sifat pokok dari kedua orang tuanya, si anak tidak menerimanya dengan 100%, sebab antara

26

Hendriati Agustiani, Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri padaRemaja, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), cet. I, h. 129.


(33)

kedua orang tua terkadang memiliki sifat yang berlawanan. Di dalam turunan, kedua orang tua mempunyai beberapa sifat yang tertentu, dan tidak nampak sifat ini pada anak-anaknya, akan tetapi nampak pada cucunya dan cucu-cucunya.27

2) Insting dan Naluri

Menurut bahasa, insting berarti kemampuan berbuat pada sesuatu yang dibawa sejak lahir, merupakan pemuasan nafsu, dorongan-dorongan nafsu, dan dorongan psikologis. Insting juga merupakan kesanggupan melakukan hal yang kompleks tanpa dilihat sebelumnya, terarah kepada satu tujuan yang berarti bagi subjek tidak didasari langsung secara mekanis.28

Menurut James, insting adalah suatu sifat yang menyampaikan pada tujuan dan cara berpikir.29 Insting merupakan kemampuan dibawa sejak lahir yang dibimbing oleh naluri. Binatang mempunyai insting untuk memenuhi kebutuhannya seperti makan, minum, memperbanyak keturunan, mengenali kawan dan lawan yang bersifat tetap dan tidak berubah-rubah. Sedang pada manusia, menjadi faktor tingkah laku dalam melakukan aktifitas dalam mengenali sesama manusia yang dapat berubah dan dapat dibentuk secara intensif. Masing-masing makhluk dapat mempertahankan dirinya melalui instingnya agar tetap hidup dan tidak mati.Dalam insting terdapat tiga unsur yang bersifat psikis, yaitu mengenal (kognisi), kehendak (konasi), dan perasaan (emosi). Unsur-unsur tersebut terdapat juga pada binatang. Insting terdiri dari empat pola khusus, yaitu: a) Sumber insting, yang berasal darikondisi jasmaniahuntuk melakukan

kecendrungan, lama-lama akan menjadi sebuah kebutuhan.

b) Tujuan insting, adalah menghilangkan rangsangan jasmaniah, untuk menghilangkan perasaan tidak enak yang timbul karena adanya tekanan batinyang disebabkan oleh meningkatnya energi pada tubuh.

c) Objek insting, merupakan segala aktivitas yang mengantar keinginan dan memilah-milah agar keinginannya dapat terpenuhi.

27

Ahmad Musthafa, Akhlaq Tasawuf..., h. 88-91.

28

M. Yatim Abdullah, M.A., Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran..., h.76.

29


(34)

d) Gerak insting, yang bergantung pada itensitas (besar-kecilnya) kebutuhan. Insting pada tingkat tertentu dapat berubah-ubah, bisa jadi ia hidup dan bisa juga ia mati. Perubahan tersebut adalah sebagai berikut:

a) Insting hidup, yang berfungsi melayani kebutuhan individu untuk tetaphidup dan memperpanjang ras dan keturunan, seperti insting makan, minum, dan seksual. Dalam Islam, hal ini telah diatur dalam al-Quran agar dapat dibedakan dengan binatang.

































) (

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang

terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;

Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Q.S. Al-Baqarah/2 ayat 168).

































) (

“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al-Baqarah/2 ayat 223).

b) Insting mati atau dapat disebut juga sebagai insting merusak. Fungsi insting ini tidak begitu jeas jika dibandingkan dengan insting hidup, karena insting ini tidak terlalu terkenal. Suatu derivatif insting-insting mati yang terpenting adalah dorongan agresif. Sifat agresif adalah pengurusan diri yang diubah dengan objek substansi.

Dalam ilmu akhlak, insting berarti akal pikiran. Akal dapat memperkuat akidah, namun harus ditopang dengan ilmu, amal dan takwa kepada Allah. Allah


(35)

memuliakan akal dengan menjadikannya sebagai sarana tanggung jawab. Akal adalah jalinan pikir dan rasa yang menjadikan manusia berlaku, berbuat, membentuk suatu kelompok dan membina kebudayaan.

Naluri merupakan asas tingkah laku perbuatan manusia. Naluri dapat diartikan sebagai kemauan tak sadar yang dapat melahirkan perbuatan mencapai tujuan tanpa berpikit ke arah tujuan dan tanpa dipengaruhi oleh latihan berbuat. Tingkah laku perbuatan manusia sehari-hari dapat ditunjukkan oleh naluri sebagai pendorong. Misalnya, tindakan makan adalah naluri lapar dan tindakan berpakaian adalah naluri malu, dan demikian pula tindakan-tindakan yang lain adalah didorong dengan naluri.

Banyak juga insting yang mendorong prilaku perbuatan yang menjurus kepada akhlak mulia maupun akhlak tercela, tergantung pada orangyang mengendalikannya. Karena naluri itu berakar pada hati naluri manusia pada dua asas pokok, yaitu naluri asas keselamatan, dan naluri asas kesenangan.30

3) Lingkungan

Dalam pengertian psikologi, lingkungan adalah segalasesuatu yang ada didalam atau diluar individu yang bersifat mempengaruhi sikap, tingkah laku atau perkembangannya, yang wujudnya dapat berupa benda-benda, obyek-obyek alam, manusia dan karyanya.31 Lingkungan juga dapat disebut dengan suatu yang melingkungi tubuh yang hidup. Lingkungan tumbuh-tumbuhan oleh adanya tanah dan udaranya, dan lingkungan manusia adalah apa yang melingkunginya dari negri, lautan, sungai, bangsa dan masyarakat.

Lingkungan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaiut:

a) Lingkungan alam. Alam adalah segala ciptaan Tuhan baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Lingkungan alam dapat menghalangi maupun mendukung bakat dan prestasi seseorang. Alam dapat membentuk kpribadian manusia sesuai dengan lingkungan alamnya. Setiap lingkungan alam punya

30

M. Yatim Abdullah, M.A., Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran..., h. 76-81.

31

M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2006), cet. IV, h. 34.


(36)

potensi masing-masing, misalnya masyarakat yang tinggaldi lingkungan laut cenderung memenuhi kehidupannya dari laut. Begitupun masyarakat yang berada dilingkungan pegunungan akan memaksimalkan potensi yang ada di lingkungannya, ataupun masyarakat yang berada di lingkungan perkotaan. Masing-masing lingkungan tempat hidup akan berbeda-beda dalam hal kebiasaan dan tingkah laku.

b) Lingkungan pergaulan. Lingkungan ini mengandung susunan pergaulan meliputi manusia di rumah, sekolah, kantor dan tempat kerja. Lingkungan pergaulan dapat mengubah keyakinan, akal, pikiran, adat istiadat, pengetahuan dan akhlak. Lingkungan pergaulan dapat membuahkan kemajuan dan kemunduran bagi manusia. Lingkungan pergaulan yang banyak membentuk kemajuan pikiran dan teknologi, namun juga dapat menjadikan prilaku baik dan buruk seseorang.

Lingkungan pergaulan sendiri dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, yang tentunya semua lingkungn itu dapat berpengaruh terhadat budipekerti dan akhlak seseorang. Lingkungan tersebt adalah:

1) Lingkungan dalam rumah tangga. 2) Lingkungan sekolah.

3) Lingkungan pekerjaan. 4) Lingkungan organisasi. 5) Lingkungan jamaah.

6) Lingkungan ekonomi atau perdagangan. 7) Lingkungan pergaulan bebas/umum.

Lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan Islam dan akhlak yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap peserta didik. Lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap peserta didik dapat dibedakan menjadi tigakelompok : 1) Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama.

2) Lingkungan yang berpegang teguh terhadap agama.

3) Lingkungan yang mempunyai tradisi agama dengan standar dan hidudalam lingkungan agama.


(37)

Oleh sebab itu, lingkungan merupakan aspek yang penting dalam budipekerti dan akhlak. Lihatlah dengan siapa berhubungan, dimana beradaptasi, dan akalahrus dapat membedakan dan menempatkannya sesuai dengan fitrah manusia.32

4) Adat dan Kebiasaan

Menurut kamus ilmiah, adat adalah himpunan kaidah-kaidah sosial yangterdapat dalam masyarakat luas yang telah berjalan sejak dulu dan tidak

termasuk hukum syara’.33

Adat menurut Nasraen yang dikutip oleh M. Yatim Abdullah adalah suatu pandangan hidup yang mempunyai ketentuan-ketentuan objektif, kokoh dan benar serta mengandung nilai mendidik yang besar terhadap seseorang dalam masyarakat.34

Kebiasaan adalah perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dengan lancar yang diawali oleh pertimbangan akal dan perencanaan yang matang sehingga seolah-olah berjalan dengan sendirinya. Pada umumnya pembentukan kebiasaan itu dibantuoleh refleks-refleks, maka refleks itu menjadi khas dasar dari pembentukan kebiasaan. Akhirnya, kebiasaan itu berlangsung dengan sendirinya secara otomatis dan mekanis, terlepas dari pemikiran dan kesadaran, namun sewaktu-waktu pikiran dan kesadaran bisa difungsikan laki untuk memberikan pengarahan baru untuk pembentukan kebiasaan baru yang lainnya.35

Adat yang telah menjadi suatu kebiasaan dalam masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang yang hidup didalamnya. Semua kebiasaan baik dan buruk akan menjadi adat kebiasaan karena adanya suatu kecendrungan hati terhadapnya danmenerima kecendrungan tersebut dengan disertai perbuatan berulang-ulang. Kebiasaan tersebut ditentukan oleh lingkungan sosial, kebudayaan dan dikembangkan manusia sejak lahir. Adat merupakan

32

M. Yatim Abdullah, M.A., Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran..., h. 89-91.

33

Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap, (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), cet.I, h. 11.

34

M. Yatim Abdullah, M.A., Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran..., h. 85.

35


(38)

hukum-hukum yang ditetapkan untuk mengatur hubungan perorangan, hubungan masyarakat dan untuk mewujudkan kemaslahatan dunia.

5) Kehendak dan Takdir

a) Kehendak

Kehendak menurut bahasa (etimologi) adalah kemauan, keinginan, dan harapan yang keras. Kehendak yaitu fungsi jiwa untuk mencapai sesuatu yang merupakan kekeuatan dari dalam hati, yang bertautan dengan pikiran dan perasaan. Kehendak merupakan salah satu fungsi kejiwaan dari kekuatan aktivitas jiwa dalam kelompok trikotomi yang dinamakan konasi. Sesuatu kekuatan yang dapat melakukan gerakan, kekuatan yang timbul dari dalam diri manusia.

Melakukan sesuatu perbuatan yang diinginkan maupun yang dihindari itu dinamakan dengan kehendak. Kehendak adalah sesuatu kekuatan yang mendorong melakukan perbuatan untuk mencapai suatu tujuan, baik tujuan tersebut yang bersifat positif maupun negatif.

Kehendak merupakan sesuatu kekuatan dari beberapa kekuatan, seperti listrik dan magnet. Penggerak itu timbul kemudian menghasilkan kehendak dan segala sifat manusia. Kehendak mempunyai dua macam perbuatan, yaitu:

(1) Perbuatan yang menjadi pendorong, yaitu kadang-kadang mendorong kekuatan manusia agar melakukan sesuatu perbuatan seperti membaca, mengarang, melukis atau pidato.

(2) Perbuatan menjadi penolak, yaitu terkadang mencegah perbuatan-perbuatan di atas seperti dengan melarang berkata atau berbuat.

Kekuatan kehendak adalah rahasia kemenangan dalam hidup dan tanda bukti bagi orang-orang yang besar. Apabila kehendak itu sakit dan cenderung kehendak tersebut ditunjukan kepada keburukan, maka kehendak tersebut dapat diobati dengan beberapa macam, di antaranya:

(1) Bila kehendak itu lemah, dapat diperkuat dengan latihan.

(2) Kehendak dihidupkan dengan agama, dengan menjalankan syari’at sehingga dapat terbimbing kepada hal yang baik.


(39)

(3) Memperkenalkan jiwa pada jalan yang baik dan menghindari jalan yang buruk menurut ajaran agama.

Allah SWT yang Maha Kuasa di seluruh alam semesta ini. Dia mengatur segala sesuatu dengan kebijaksanaan dan kehendak-Nya, maka dari itu semua yang terjadi di alam semesta ini berjalan sesuai dengan kehendak yang telah direncanakan. Sejak semula Allah telah membuat peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dalam alam dan berjalan sesuai kehendaknya masing-masing.

Allah yang menciptakan dan bebas memilih siapa pun dari makhluk-Nya sesuai dengan apa yang telah dikehendaki, karena Dia adalah pengatur secara mutlak. Tidak satu pun diantara makhluk-Nya mampu memiliki hak untuk memilih sesuai dengan kehendak-Nya. Allah berfirman:



















































)

“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, Maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, Maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang.” (Q.S. Yunus/10 ayat 107).

Dari ayat di atas, Allah berkehendak mengatur seluruh lingkungan kerajaan-Nya, ini adalah hak mutlak yang tidak dapat diganggu gugat. Apabila seorang itu ditimpa bencana, tidak ada yang dapat menyelamatkannya selain Allah. Dan sebaliknya, apabila Allah menghendaki seseorang memperoleh kebaikan, tidak satu pun juga yang dapat menghalangi-Nya.

Kehendak bukanlah sesuatu kekuatan,tetapi merupakan tempat penerapanseluruh kekuatan. Tuhan telah menciptakan dengan kehendak. Oleh karena itu, yang disebut dengan kehendak dalam diri pada hakikatnya adalah sesuatu kekuatan Tuhan, jika ada rahasia yang dapat dipelajari di balik misteri dunia, rahasia itu adalah kehendak-Nya.


(40)

b) Takdir

Takdir adalah ketetapan Tuhan, sesuatu yang telah ditetapkan tuhan sebelumnya atau nasib manusia. Secara bahasa, takdir adalah ketentuan jiwa, yaitu sesuatu peraturan tertentu yang telah dibuat Allah swt., baik dari aspek struktural maupun dari aspek fungsional unutk segala yang ada di alam semesta ini.

Imam Nawawi,memberikan definisi takdir sebagai sesuatu yang maujud ini adalah kehendak Allah, telah digariskan sejak zaman qidam dahulu. Allah Maha Mengetahui apasaja yang akan terjadi atas segala sesuatu dalam waktu yang telah ditentukan sesuai dengan garis yang telah ditentukan-Nya.

Berbagai macam peristiwa yang terjadi di alam ini, ada yang sehat, sakit, miskin, kaya,susah, senang, dan lain sebagainya merupakan takdir Tuhan. Tidak ada yang bisa melampaui kekuasan-Nya, segala kejadian yang telah terjadi maupun yang akan terjadi telah digariskan menurut garis yang telah ditentukan-Nya.

Garis takdir itu gaib bagi manusia, tak seorang pun yang mengetahui takdir yang telah ditentukan Tuhan bagi dirinya, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi dengan dirinya besok. Walaupun takdir telah ditentukan, namun tuhan juga memberi kuasa kepada makhluk ciptaan-Nya agar berusaha dan berikhtiar. Allah berfirman:

















































) (

“. . . Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain


(41)

Ada enam tingkatan Tuhan menciptakan kadar dan takdir-Nya, yaitu sebagai berikut:

1) Kadar yang diciptakan Allah pada Azal. Sebelum terjadi segala sesuatu, belum ada langit dan bumi, belum ada surga dan neraka. Dikala itu Allah telah menjadikan qadar untuk membuat alam dengan sebaik-baiknya.

2) Pentakdiran sebelum terjadinya langit dan bumi, sedangkan ’arsy sudah diciptakan.

3) Pentakdiran yang dilakukan Tuhan tentang celaka dan bahagia yang ditentukan Tuhan sebelum manusia dijadikan.

4) Qadar yang ditemukan Tuhan terhadap manusia tentang amal,kecelakaan dan kebahagiaan ketika di dalam rahim ibu.

5) Pentakdiran yang dilakukan Tuhan disetiap malam qadar, pentakdiran ini dinamakan pentakdiran Hauly (takdir Tuhan).

6) Takdir yang ditemukan Tuhan untuk setiap hari atau takdir Yaumy.

Keenam takdir ini sudah diatur oleh Allah sedemekian elok, dan adil, sehingga manusia dan seluruh makhluk tinggal menjalaninya sesuai dengan hukum alam yang telah berlaku.

Makna takdir adalah sesuatu peraturan tertentu yang telah dibuat oleh Allah untuk segala yang ada di alam semesta yang maujud. Peraturan-peraturan tersebut merupakan undang-undang umum atau kepastian-kepastian yang diikatkan di dalamnya antara sebab dengan masalahnya, dan antara sebab dan akibatnya. Hal itu diciptakan supaya kekuatan dan kecakapan manusia itu dapat dicapai untuk menyadari adanya ketentuan dan peraturan-peraturan Tuhan yang dilaksanakan untuk membina dan membangun akhlak baik dengan bersendikan ajaran-Nya.36

36


(42)

2. Ziki Guru Bura

a. Pengertian Ziki Guru Bura

Secara etimologi, ziki guru bura adalah gabungan dari tiga suku kata yang dari tiga bahasa yang berbeda yaitu bahasa Arab, Indonesia dan bahasa Bima (Nggahi Mbojo) sehingga gabungan ketiga suku kata tersebut anggap sebagai bahasa Mbojo (Bima). 1) Ziki, berasal dari bahasa Arab yang asal katanya dari

dzikir artinya mengingat, oleh masyarakat Mbojo menyebutnya dengan ziki karena masyarakat Mbojo dalam percakapannya sehari-hari jarang menggunakan huruf konsonan pada akhir suatu suku kata,37 itu dibuktikan dengan hampir semua nama kampung di dana Mbojo huruf akhirnya tidak menggunakan huruf konsonan. Ziki

dalam kehidupan masyarakat Mbojo sendiri diidentik dengan berkumpul dalam

sebuah majelis untuk melaksanakan ngaji atau do’a bersama.38

2) Guru adalah bahasa Indoneria yang memiliki makna sebagai sesorang yang menyampaikan ilmu dan pendidikan serta seseorang yang dapat dijadikan sebagai teladan yang baik. 3) Bura berasal dari bahasa Bima sendiri yang arti sempitnya adalah putih, suci, bersih, sedang dalam arti luasnya adalah kebaikan yang mengantarkan kepada kesucian dan kemurnian.

Menurut Ahmad Zakaria, ziki guru bura (dzikir dari guru putih) adalah sejenis gurindam (gurindam dua belas milik Raja Ali Haji yang sangat terkenal dalam kesusuteraan melayu lama) yang bercerita tentang keluhuran akhlak dan bekal bagi hidup masa depan (akhirat), secara etimologi dziki berasal dari kata

dzikir karena lidah orang bima cenderung menghilangkan akhiran suatu kata atua kalimat dalam bertutur hingga dzikir di sebut dziki, yang bermakna mengingat. Mengingat akan kehidupan yang lebih suci (bura: putih) yang telah diajarkan oleh para guru yang mendapatkan predikat mursyid.

Menurut Khotib To’i, ziki guru bura atau yang akrab juga disebut sebagai

dali dou mbojo adalah Syair yang di dalamnya memuat pesan-pesan moral untuk

37

Wawancara dengan Ahmad Zakaria selaku orang asli sape (sekarang di Jakarta) yang terlebih dahulu mendalami dan mengkaji tentang ziki guru bura. Pada hari jum’at tanggal 16 November 2012, jam 2siang.

38

Wawancara dengan Hanafi (skripsi dan tesisnya membahas tentang budaya Mbojo). Pada hari rabu tanggal 21 November jam 8 malam.


(43)

mengatur kehidupan masyarakat Bima, menyampaikan ajaran-ajaran yang terkandung di dalam al-Quran dan hadits sebagai sumber utama ajaran Islam dengan syair,yang dalam bahasa Bimanya adalah kapatu.39

Menurut penulis, ziki guru bura adalah syair yang bersifat tasawuf, seperti halnya syair-syair yang diciptakan oleh Hamzah Fansuri40 dalam menggambarkan proses penghambaan diri manusia kepada Allah swt., sehingga menjadi insan kamil. Di dalam ziki guru bura termuat tatanan dan peraturan hidup atau falsafah hidup bagi masyarakat Mbojo dalam kehidupannya sehari-hari, baik dalam segi duniawi maupun ukhrawi.

Jadi, secara terminologi, ziki guru bura adalah syair yang di dalamnya termuat ajaran-ajaran yang dijadikan sebagai falsafah hidup dan petuah bagi masyarakat yang disampaikan oleh seorang yang telah mendapatkan gelar mursyid yang dapat dijadikan sebagai contoh teladan yang baik dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

b. Sejarah dan Perkembangan Ziki Guru Bura

Pada masa kesultanan Sultan Ismail (1819-1854 M.), syair atau yang biasa disebut oleh douMbojo sebagai dali dibuat atau disampaikan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat yang religious dan cinta tanah air. Karena pada tanggal 11 April 1815 waktu itu terjadi kejadian dahsyat yang meluluh lantahkan pulau Sumbawa yaitu meletusnya gungung Tambora selama 3 hari 2 malam41 yang mengakibatkan sekitar setengah dari penduduk yang ada di pulau Sumbawa meninggal dunia. Dan masyarakat yang mayoritasnya sebagai petani tidak bisa bertani dan berladang selama lima tahun sehingga didera kelaparan yang berkepanjangan. Akibatnya, kekayaan masyarakat seperti emas, tembaga, dijual dengan harga yang tidak seberapa dan banyak terjadi pelanggaran sosisal

39Wawancara dengan pak Idham atau akrab dipanggil dengan Khotib to’i, Jum’

at tanggal 22 Maret 2013 di Sape.

40

Hamzah Fansuri adalah seorang sufi yang berasal dari KotaBarus di Aceh Barat Daya yang diperkirakan hidup sebelum tahun 1630-an. Selanjutnya baca, M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 31-36.

41

Abdullah Tajeb BA., Sejarah Bima Dana Mbojo,(Jakarta: PT Harapan Masa PGRI Jakarta, 1995), cet.I, h. 236.


(44)

seperti menjual anak-istri kepada para pendatang hanya untuk memenuhi kebutuhan makan pada saat itu.42

Selain itu juga, sekitar tahun 1830 yaitu hampir sezaman dengan syair-syair yang dikarang oleh Abdullah bin Abdulkadir Munsyi di Malaka dan Singapura, dan oleh Syaikh Abdullah Al-Misri di Batavia. Ketika itu syair-syair di Bima ditulis untuk menceritakan kisah-kisah kesaksian dan menggambarkan kehidupan di Kerajaan dan masyarakat Bima. Dalam mengisahkan tentang lingkungan pengarang syair itu sendiri menceritakan tentang hal-ihwal kaum bangsawan Bima dan para pembesar kerajaan dan tugasnya masing-masing serta para kerabatnya. 43 Pada akhir abad ke XIX, syair di Bima tersebar dan berkembang hampir diseluruh daerahnya terutama di daerah Bima bagian timur yang oleh masyarakatnya mengenalnya dengan istilah ziki guru bura atau dali dou mbojo.

Tidak banyak yang tau pasti bagaimana terciptanya istilah ziki guru bura.

Khotib To’i berpendapat bahwa istilah ziki guru bura berawal dari meninggalnya seorang mubaligh yang menyebarkan ajaran Islam dengan syair di daerah Bima bagian timur (sape dan sekitarnya). Nilai-nilai dan pesan akhlak yang beliau sampaikan dengan syair sebagai kenangan dan ingatan sendiri bagi masyarakat. Selama hidupnya, tidak ada yang meragukan kesalehan dan kebaikannya kepada masyarakat serta akhlaknya menjadi panutan bagi masyarakatnya. Kain kafan berwarna putih yang membungkus jasadnya dianggap sebagai simbol untuk memulai keidupan baru yang sebelumnya harus dipersiapkan oleh kita dikehidupan sekarang.44

Seiring dengan perkembangannya, ziki guru bura dijadikan sebagai metode dakwah yang sangat efektif kepada masyarakat Bima. Karena dalam pelaksanaannya, masyarakat senang dengan pesan-pesan akhlak yang termuat

42

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kerajaan Tradisinoal di Indonesia: Bima,

(Jakarta: CV. Putra Sejati Raya, 1997), h. 91-92.

43

Henri Cambert-Loir, Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2004), cet. II, h. 232.

44Wawancara dengan pak Idham atau akrab dipanggil dengan Khotib To’i, Jum’at tanggal


(45)

dalam al-Quran dan hadits dijabarkan kedalam syair-syair yang menyentuh dan mudah dipahami oleh masyarakat, bahkan orang yang menyampaikan ziki guru bura tersebut sering diminta untuk memberikan fatwanya dalam permasalahan yang terjadi di kalangan masyarakat. Hal seperti ini terlaksana dalam masyarakat sekian lama sehingga masyarakat teratur dan tentram karena banyak paran tokoh teladan yang dijadikan contoh dan model dalam berakhlak. 45 Akan tetapi pada awal tahun 19-an terjadi banyak perang saudara di Bima yang dipropagandakan oleh pemerintahan kolonial Belanda pada saat itu yang mengakibatkan banyak para tokoh agama turun langsung dalam peperangan sehingga sempat fakum sampai awal tahun 90an karena banyak para tokoh agama tersebut meninggal dunia.46 Dan tidak banyak generasi pada waktu itu yang tidak paham dengan ziki guru bura baik dalam teori maupun praktiknya.

Dewasa ini, tidak banyak masyarakat yang mengetahui apa dan bagaimana itu

ziki guru bura. Bahkan ketika dilaksanakannya ziki guru bura tersebut, masyarakat banyak yang tidak mengetahui itu adalah ziki guru bura yang telah menjadi adat dan kebiasaan masyarakat dahulu. Dan sangat disayangkan juga, para pemimpin yang mengatur daerah secara organisir tidak mengetahui pula tentang ziki guru bura. Hanya bebrapa masyarakat dari kaum tua saja yang mengetahui tentang hal ini. Walaupun begitu, dari beberapa masyarakat yang mengetahuinya masih melaksanaknnya dalam beberapa acara adat untuk meberikan nasihat dan peringatan serta melestarikan adat dan potensi kearifan lokal pada masyarakat.

45Wawancara dengan pak Idham atau akrab dipanggil dengan Khotib to’i, Jum’at tanggal 22

Maret 2013 di Sape.

46


(46)

3. Sekilas Tentang Mbojo (Bima, NTB)

a. Geografis

1) Letak dan Luas

Daerah Bima berada di ujung Timur Pulau Sumbawa, salah satu pulau di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat, selain Pulau Lombok dan pulau kecil lainnya. Luas wilayah Bima pada saat sekarang diperkirakan 4.596,90 km² atau 1/3 dari luas Pulau Sumbawa. Bima terletak di tengah-tengah Kepulauan Nusantara dan di tengah-tengah gugusan pulau-pulau yang sebelum tahun 1950 bernama Sunda Kecil (Bali, NTB, dan NTT sekarang). Samudera Indonesia di Selatan, Laut Flores di Utara, Kabupaten Dompu dan Kabupaten Sumbawa di Barat, dan Selat Sape di Timur.47

Peta Bima NTB

Secara sosiologis dan antropologis budaya, Pulau Sumbawa tiga kali lebih luas dari Pulau Bali, dihuni oleh dua kelompok etnis, yaitu; etnis Samawa (Tau Samawa) yang menghuni bagian Barat (Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat) dan etnis Mbojo (dou Mbojo) di bagian Tengah dan Timur (Kabupaten Bima, Kota Bima, dan Kabupaten Dompu). Pulau Sumbawa menjadi sangat penting mengingat keberadaannya di antara dua keyakinan ideologi yang berbeda, yaitu; antara keyakinan agama Hindu (Bali) dan Kristen (Flores, NTT).

47

M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam di Dana Mbojo (Bima) (1540-1950), (Bogor: CV Binasti, 2008), h. 11.


(47)

2) Keadaan Alam

Alam Bima mempunyai keelokan tersendiri, di sepanjang pesisir terdapat banyak teluk. Dari sekian banyak teluk, yang paling menonjol adalah Teluk Bima, Teluk Sape, Teluk Waworada, ketiga teluk itu sejak abad 11 M48 telah berperan sebagai pelabuhan alam yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai penjuru negeri.49 Daratan yang unik dengan gugusan pegunungan dan perbukitan yang sejuk.

Di antara gugusan pegunungan itu, terdapat gunung berapi yang paling terkenal yaitu Gunung Tambora, pada tanggal 11 April tahun 1815 meletus dengan dahsyat dan menghancurkan Kerajaan Tambora, Kerajaan Sanggar dan

Kerajaan Pekat. Selain Gunung Tambora, terdapat pula GunungSangiang50 yang terletak di daerah bima bagian utara (sekarang Kec. Wera).

Luas dataran rendah ± 30% dari luas wilayah Bima, dulu dikenal subur, namun kini berubah kering, akibat kemarau setiap tahunnya. Lahan pertanian beralih fungsi sebagai daerah pemukiman dan perkantoran, akibatnya wilayah Bima semakin sempit dan berkurang.

3) Sosial Budaya

Selain masyarakat pribumi (Dou Mbojo), daerah Bima juga didiami oleh pendatang-pendatang yang terdiri dari beragam suku (etnik) seperti Jawa, Melayu, Bugis, Makassar, Sasak dan Manggarai yang mendiami daerah pesisir pantai.51

Menurut M. Hilir Ismail, Suku Mbojo dikenal sebagai suku yang taat agama, hampir seluruh masyarakat menganut agama Islam. Suku Mbojo memiliki

pandangan hidup “Maja Labo Dahu”. Malu dan takut melanggar larangan agama dan adat-istiadat.52 Jika terdapat masyarakat melanggar norma agama dan adat,

48

Abad 11 M, perkembangan politik di Nusantara bagian Barat memberi peluang bagi Bima untuk memanfaatkan potensi geografis yang dimilikinya. Pada masa pemerintahan Raja Erlangga politik ofensif Sriwijaya berakhir, sehingga antara kedua kerajaan besar terjalin perdamaian. Erlangga berusaha memajukan perniagaan di Nusantara bagian Timur melalui jalur selatan. Akibatnya perairan laut Flores menjadi ramai, dan pelabuhan Bima yang tenang menjadi pusat niaga di Nusantara.

49

M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam..., h. 12.

50

Abdullah Tajeb, Sejarah Bima Dana Mbojo...,h. 9-12.

51

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kerajaan..., h.16

52


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)