Pada tanggal 13 Juni 2005, pukul 9 WIB 4 orang warga Pematang Lalang
bersama Kamelia, 2 orang LMND Johan dan Fitri mendatangi POLTABES Medan untuk memuat pengaduan intimidasi dan terror. Laporan diterima pukul
10.30 atas nama pelapor, Denci Panjaitan. Kemudian pukul 11.00 WIB 2 orang staf KontraS Sumut Sulaiman dan Reynold datang dan ikut mendampingi warga.
Dengan nomor Surat Tanda Bukti Laporan NO.POL.LP540K3VI2005OPSTABES ditandatangani oleh AIPDA B.L.
Tobing Lampiran 43 serta membuat pernyataan sikap yang dikeluarkan oleh KontraS-Sumut Lampiran 44. Dua hari kemudian, tanggal 15 Juni 2005 terjadi
penganiayaan yang dilakukan oleh Saut Cs warga desa Pematang Lalang yang menjadi kaki tangan PT. Anugerah Tambak perkasindo kepada Ibu Simpan Br.
Silitonga, saat korban hendak menanam padi di sawah, kemudian Saut Cs datang dan mengatakan kepada Ibu Simpan Br. Silitonga adalah Penggarap tanah dan
terjadilah pertengkaran mulut kemudian Saut Cs melakukan pemukulan dan menendang hingga mengeroyok Ibu Simpan Br. Silitonga.
90
2. 8. Aksi Protes dan Reklaiming Sejak 17 Juni 2005.
Dan pada saat beberapa jam kemudian Ibu Simpan Br. Silitonga melaporkan kejadian tersebut ke
polisi dengan surat tanda terima laporan bernomor: STPL788K.16VI2005SPK
Lampiran 45.
91
Dua hari kemudian setelah kejadian Ibu Simpan Br. Silitonga, pada
tanggal 17 masyarakat Pematang Lalang melakukan aksi untuk merebut kembali
90
Keterangan ini berdasarakan Surat Tanda Penerimaan Laporan bernomor: STPL788K.16VI2005SPK.
91
KontraS, Kronologis Bentrokkan yang Terjadi di Desa Pematang Lalang Percut Sei Tuan
, 17 Juni 2005.
Universitas Sumatera Utara
lahan seluas 360 Ha yang dikuasai oleh PT.Anugerah Tambak perkasindo Tbk, dan dalam aksi tersebut dijaga oleh beberapa preman-preman bayaran yang
terindikasi dari salah satu organisasi kepemudaan OKP yang ada di kota Medan. Sejak pagi hari pukul 06.00 Wib, ibu-ibu telah berkumpul. Dan
masyarakat terus mengajak warga lainnya untuk berkumpul dan melakukan pematangan aksi. Karena intimidasi preman yang terus dilakukan, maka ibu-ibu
terus datang dengan cara sembunyi-sembunyi kelokasi diadakannya aksi. Pada pukul 09.00 Wib, beberapa warga datang melaporkan rencana aksi
yang akan di lakukan ke Polsek Sei Tuan sekaligus memohon perlindungan dari kepolisian untuk menghindari kejadian yang tak diinginkan. Tetapi pihak polisi
justru tidak dapat menerima permohonan warga karena permohonan hanya dilakukan secara lisan. Karena tidak digubris oleh pihak kepolisian Percut sei
Tuan, warga kembali kekampung untuk mempersiapkan aksinya kemudian. Pukul 10.00 Wib, warga bergerak langsung kelokasi untuk mengambil
tanah yang sudah ditanami kelapa sawit, dan warga membentuk barisan langsung bergerak ke sawah yang diawasi sekitar 20 preman dan ditambah orang yang
bekerja untuk menanami sawit. Hingga pukul 11.30 warga bernegosiasi dengan pekerja lading yang didampingi oleh preman. Masyarakat berupaya menjelaskan
kepada para pekerja bahwa tanah tersebut adalah milik masyarakat yang diambil oleh PT. Anugerah Tambak Perkasindo Tbk. Setelah ada kesepakatan antara
warga dan para pekerja, pekerja penanam sawit meninggalkan tempat itu, setelah pekerja pergi warga langsung mencabuti sawit yang ditanam dilahan sengketa.
Kemudian, datanglah polisi dari Kapol Pos Saentis bernama Ujang dengan pakain preman menganjurkan kepada warga untuk kembali kerumahnya
Universitas Sumatera Utara
masing-masing dan menyelesaikan persoalan ini dengan musyawah dengan pihak PT. Anugerah Tambak Perkasindo Tbk, warga menyanggupi sarannya dan
mengajak warga lainnya yang sedang mencabuti sawit untuk pulang kerumah. Tetapi pada saat bersamaan warga meninggalkan lokasi aksi, terdengar suara
instruksi dari salah seorang preman memerintahkan untuk menyerbu masyakat yang sedang berpaling. Dengan bersenjatakan ‘klewang’
92
dan samurai menyerbu warga yang berjarak 5 m dari preman tersebut. Serbuan ini menyebabkan para
warga tidak menggunakan senjata dan mayoritas ibu-ibu secara spontan lari terpontang-panting untuk menyelamatkan diri, seperti ungkapan Op. Jonathan
Nababan
93
Saat kejadian itu, saudara Johan Merdeka Ketua LMND Medan yang sebelumnya ikut bernegoisasi yang ada ditengah-tengah preman menjadi sasaran
kebrutalan preman, sehingga Johan mengalami luka bacokan di kepala 17 jahitan dan hantaman balok kayu pada mata sebelah kanan, bagian rahang
sehingga beberapa gigi rontok dan pelipisnya mendapat 5 jahitan, dan Johan ditendang-tendang sehingga sekujur tubuhnya mengalami luka yang parah dan
: “ Saat preman menyerang kami dari belakang, kami lari menyelamatkan
diri masing-masing. Ketika itu saya lari dan tidak memperdulikan apa saja yang sudah saya pijak ternyata kaki saya sudah terturuk duri sawit,
namun karena saya tidak sadar dan karena ada rasa ketakutan, saya tidak merasakannya dan saya bersembunyi bersembunyi di sela-sela pohon
sawit yang sambil mawas diri. Sebagian besar kawan-kawan masuk ke areal persawahan ”
92
Klewang adalah parang dalam ukuran panjang lebih dari 1 meter.
93
Keterangan ini pada tanggal 13 Maret 2005, saat peneliti berada di lokasi penelitian.
Universitas Sumatera Utara
karena dianggap oleh para preman tersebut saudara Johan telah tewas, tubuh Johan lantas dimasukkan kedalam kolam persawahan. Pengeroyokan tersebut
dilakukan dihadapan Pak Ujang Kapol Pos Saentis, namun beliau tidak meresponnya walaupun hanya untuk sekedar melerai.
Sementara warga yang kabur bertahan disebelah jembatan yang berhadapan dengan perkampungan penduduk, saat itu kondisi warga sudah mulai
tenang tetapi tiba-tiba dari arah PT. Anugerah Tambak Perkasindo Tbk keluar beberapa preman dengan mengendarai sepeda motor sambil mengacungkan
samurai kearah kumpulan massa. Hal inilah kemudian yang membuat emosi massa memuncak dan terjadilah bentrokkan berikutnya dengan preman teersebut.
Saat bentrokan tersebut 3 orang warga menjadi korban kekejaman preman dan salah satunya dalam kondisi kritis dengan luka bacokan samurai dan tikaman
pisau disekujur tubuhnya. Pada pukul 14.00 Wib, pihak preman mundur ke lokasi PT. Anugerah
Tambak Perkasindo Tbk, sementara warga kembali kerumahnya masing-masing. Kemudian masyarakat melakukan penyerangan kembali dengan menjemput warga
yang dianiaya serta memangil warga lainnya untuk mendapatkan pertolongan, kemudian warga desa melampiaskan kemarahan mereka dengan melakukan
pembakaran terhadap salah satu posko serta 3 unit sepeda motor dilokasi kejadian. Setelah itu warga kembali kerumahnya,
Tepatnya pukul 14. 30 datang pihak kepolisian dari Poltabes Medan dan Kapolsek Percut Sei Tuan Bapak Muriada beserta 10 orang petugas kepolisian
yang meminta keterangan dari warga. Sekitar 2 dua truk dari kepolisian menangkap sekitar 26 orang dilokasi kejadian pertambakan PT. Anugerah
Universitas Sumatera Utara
Tambak Perkasindo Tbk yang melakukan penyerangan terhadap warga dan pihak kepolisian melakukan penahanan terhadap beberapa tersangka.
Pada tanggal 19 Juni 2005, rakyat Pematang Lalang Temu Kampung dihadiri sebagian besar rakyat setempat, massa yang hampir mencapai 250 orang,
dan siap berjuang hingga titik darah penghabisan. Dari temu kampong yang diadakan, terungkap kompleksitas permasalahan di Pematang Lalang, diantaranya:
masalah penembakan tahun 1998, dugaan korupsi TIR, dengan penyelewengan beras, dugaan penyelewengan bibit, dugaan korupsi APBDES, dugaan penjualan
tanah secara illegal, dan lain segalanya. Pada hari yang sama, Polsek Percut Sei Tuan mengirimkan surat ke Pimpinan RS Pringadi Medan untuk meminta visum
lukamemar atas nama Parulian Simajuntak dengan nomor surat:
VER371VI2005SPK Lampiran 46.
Tiga hari kemudian, pada tanggal 21 Juni 2005, Polsek Percut Sei Tuan mengirimkan surat ke pimpinan RS Pringadi Medan untuk meminta visum
lukamemar atas nama:
Johan Merdeka, dengan nomor surat: VER375VI2005SPK Lampiran 47
,
Jontir TP.Bolon, dengan nomor surat: VER378VI2005SPK Lampiran 48
. Tongam Simanjuntak, dengan nomor surat:
VER376VI2005SPK Lampiran 49.
Pada tanggal 2 Juli 2005, Johan Merdeka, Denci, dan dua orang masyarakat Pematang Lalang membuat pengaduan tindak kekerasan yang didampingi oleh
kontras. Dua hari setelah itu, tanggal 4 Juli 2005, aksi KOPERS dibagi dua. Satu
Universitas Sumatera Utara
kelompok dipimpin oleh Anjur Silitonga aksi di Pengadilan Negeri Deli Serdang sekaligus menghadiri sidang Korupsi Beras Miskin yang dilakukan oleh Kepala
Desa Pematang Lalang , Tumpak Simanjuntak. Kasus yang ditangani oleh jaksa penuntut umum Evi Rayani SH ini telah memakan waktu 5 bulan sampai menuju
sidang pemanggilan Sakti. Sidang selanjutnya pada hari Rabu 13 Juli 2005 dikarenakan jaksa penuntut umum tidak mampu menghadirkan terdakwa, dengan
alasan sakit gula dan sedang dirawat dirumah sakit. Padahal paginya warga melihat yang bersangkutan nongkrong di kedai kopi. Saksi yang dipanggil James,
Anjur Silitonga, dan Rajali. Sedangkan satu kelompok lagi aksi di DPRD SUMUT, karena pada saat yang bersamaan DPRD SUMUT memanggil Kapolda
Sumut untuk mendengarkan keterangan tentang kasus Desa Pematang Lalang dan DPRD Sumut mengeluarkan surat rencana pertemuan Gubsu, BPN Sumut, Bupati
Deli Serdang, PT. Anugerah Tambak Perkasindo Tbk, Pardamean Simanjuntak br Pardede dan Kamelia dkk pada tanggal 11 Juli 2005 di DPRD Sumut.
Pada tanggal 6 September 2005, PT. Anugerah Tambak Perkasindo Tbk mendaftarkan gugatan di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Esok harinya tanggal
7 September 2005, masyarakat Desa Pematang Lalang melakukan aksi ke DPRD SUMUT, perihal perampasan tanah yang diklaim oleh pihak PT. ATP sebagai
miliknya. Dua minggu kemudian tertanggal 22 September 2005, penangkapan warga Desa Pematang Lalang yang bernama Muster Tampubolon, yang dilakukan
Polisi Poltabes Medan. Ia Muster disangka telah melanggar pasal 160 KUHP menghasut orang lain untuk melakukan perbuatan pidana. Tetapi penangkapan
terhadap Muster Tampubolon bukan seperti yang disangkakan, melainkan ia
Universitas Sumatera Utara
disuruh untuk menandatangani surat untuk keluar dari lahan yang dirampas PT. Anugerah Tambak Perkasindo Tbk.
2. 9. Lahirnya Serikat Tani Nasional Desa Pematang Lalang.