Kedua, aksi perebutan dan pendudukan kembali lahan-lahan mereka yang
sempat digusur reclaim action. Aksi-aksi seperti ini agaknya menjadi “trend mutakhir” bentuk perlawanan petani. Di beberapa tempat yang terekam dalam
penelitian ini, aksi-aksi pendudukan dan pengambil alihan kembali lahan-lahan petani yang dulunya digusur menjadi pilihan yang cukup strategis, sangat efektif
untuk mengobarkan semangat perlawanan.
5. Perlawanan Kaum Tani di Desa Pematang Lalang Dalam Tinjauan
Teoritis. 5. 1. Gerakan Petani Dalam Teori Gerakan Moral Ekonomi.
James Scott, perspektif Teori Moral Ekonomi, lebih tertarik menawarkan model perlawanan “Gaya Asia” yang digambarkan scott lewat “hikayat petani
miskin di Sedaka, Malaysia saat berhadapan dengan dengan efek marjinalisasi yang menimpa mereka. Para petani miskin teramcam kesejahteraan dan status
sosialnya akibat penetrasi capital ke pedesaan. Kebijakan pemerintah dalam konteks revolusi hijau dinilai telah memorak-morandakan tatanan sosial budaya
petani miskin, sehingga mereka melampiaskan kemarahannya dengan melakukan gerakan perlawanan terhadap orang-orang kaya dan Negara. Orang-orang miskin
berkerumunan dijalan untuk mencegat gandum yang diangkut ke pasar, lalu membagi-bagikan gandum diantara mereka dimuka pemiliknya seraya
mengatakan kepada pemiliknya bahwa mereka tidak dapat mati kelaparan hanya karena gandumnya dirampas.
105
105
Dr. Mustain, Petani Vs Negara: Gerakan Sosial Petani Melawan Negara, Op.Cit, hal. 22.
Universitas Sumatera Utara
Model gerakan perlawanan ini merupakan gerakan petani miskin yang lemah dengan organisasi yang anonim, besifat non-formal melalui koordiasi asal
sama-sama tahu saja. Perlawanan kecil-kecil dan sembunyi-sembunyi yang dilakukan setiap hari denga penuh kesabaran dan kehati-hatian, mencuri barang
kecil-kecil, memperlambat kerja, berpura-pura sakit dan bodoh, didepan bilang ‘ya’ dan dibelakang mengumpat dan sejenisnya, bergosip menjatuhkan nama baik,
menghindari konfrontasi langsung dan sejenisnya. Dengan cara-cara demikian, Kaum Tani Asia Tenggara, dan ternyata juga sempat dilakukan oleh para petani di
Desa Pematang Lalang Kabupaten Deli Serdang, menyatakan kehadiran politisnya. Sehigga kalaupun terjadi revolusi yang menggelora, itu lebih karena
konsekwensi logis dari langkah-langkah kecil tersebut yang akumulatif.
106
Perlawanan petani dalam perseptif Scottian tesebut karena didasari rasa kecewa yang amat sangat terhadap PT. Anugerah Tambak Perkasindo Tbk dan
negara melalui apparatusnya. Kekecewaan itu setidaknya terjadi dalam 5 momentum, yaitu: pertama, ketika pertama kali masuknya PT. Anugerah Tambak
Perkasindo Tbk di Desa Pematang Lalang pada Tahun 1988, dengan pemaksaan dan pengusuran petani Desa Pematang Lalang yang saat itu masih tergabung
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa model perlawanan Scottian masih ditemukan di Desa Pematang Lalang-Kabupaten Deli Serdang. Terutama
sebelum terjadinya reklaiming tahun 2005, misalnya aksi perlawanan masyarakat Pematang Lalang dalam konflik dengan PT. Anugerah Tambak Perkasindo Tbk
ketika tanahlahan sengketa dikuasai oleh PT. Anugerah Tambak Perkasindo Tbk secara sepihak dengan ditanami tanaman sawit.
106
Ibid, hal. 329-330.
Universitas Sumatera Utara
dalam Pertisi Persatuan Petani Islam Indonesia dimana terjadi legalisasi tanah secara sepihak. Kedua, Keluarnya Izin HGU tersebut diatur dalam keputusan
Kanwil BPN Sumatera Utara No. 1HGU22.0495 tertanggal 21 Maret 1995 untuk pengaturan 95,04 Ha. Ketiga, Perampasan tanah dan perusakan tanaman
rakyat tahun 1997 hingga 1998 dengan intimidasi dan pemalsuan surat yang dilakukan oleh PT. Anugerah Tambak Perkasindo Tbk. Keempat, Keberpihakan
Kepala Desa Pematang Lalang Tumpak Simanjuntak sebagai agen PT. Anugerah Tambak Perkasindo Tbk, yang mengeluarkan beberapa surat untuk sesegera
mungkin bertanggung jawab menyelesaikan kasus sengketa tanah tersebut dan akan melakukan menggusura secara paksa kepada para petani dengan
menggunakan alat negara. Kelima, keluarnya Surat Keputusan Kepala BPN Nasional No.19HGUBPN2001 tertanggal 7 Agustus 2001 seluas 335,8 Ha yang
letakknya di lahan sengketa. Perampasan tanah yang dilakukan oleh PT. Anugerah Tambak Perkasindo
Tbk yang didukung oleh negara dipahami oleh petani sebagai ancaman terhadap eksistensi diri dan kebelangsungan masa depan mereka dan generasinya.
Segudang kejengkelan dan amarah, dan kekecewaaan terakumulasi melalui puncak gerakan mereka di tahun 2005 yang tergambarkan melalui pendudukan
kembali reclaim dan mencabuti bibit-bit sawit yang ditanam oleh pekerja PT. Anugerah Tambak Perkasindo Tbk yang sering disebut dengan gerakan
reclaiming. Perlawanan lainnya juga dilakukan dengan mencuri udang dengan
komoditas ekspor dari tambak-tambak PT. Anugerah Tambak Perkasindo Tbk yang dilakukan berulang-ulang, ada sekitar 8 kolam yang terkuras dari hasil
Universitas Sumatera Utara
pencurian itu, sehingga PT. Anugerah Tambak Perkasindo Tbk mengalami kerugian yang cukup besar dari pencurian tersebut.
Dalam pandangan Scott seperti apa yang dilakukan oleh petani di Sedaka dan Pematang Lalang Deli Serdang merupakan bukti bahwa petani melakukan
aksinya cukup beralasan dengan posisi lapar dan lemah dipedesaan oleh karena tanah mereka dirampas dan tidak cukupnya sumber produksi sehari-hari untuk
menutupi kebutuhan hidup mereka. Dari sebab itu, etika subsistensi
107
Dalam ruang lingkup gerakan sosial petani melawan hegemoni negara meluasnya peran negara dalam proses transformasi pedesaan yang
mengakibatkan petani di
Desa Pematang Lalang mendorong mereka bertindak dan melakukan apapun ketika posisi mereka terancam dan dalam bahaya yang akut dalam memenuhi
kebutuhan sehari-harinya. Scott juga mengungkapkan, bahwa begitu banyak tindakan kekerasan yang
dilakukan oleh petani sebagai usaha untuk memaksa kaum elit untuk melakukan apa yang menurut anggapan petani adalah kewajiban mereka, atau melanggar
kaum elit untuk melanggar hak-hak mereka. Demikian juga kasus petani di Pematang Lalang, sering kali anggota masyarakat mengungkapkan
ketidakpercayaan mereka lagi terhadap negara sebagaimana yang diungkapkan oleh Scott.misalnya negara ini masih dijajah dan pemerintahan yanga da adalah
antekboneka dari pada pemilik modalkapitalis yang jelas pengabdian mereka pada Sang Tuan-Nya bukan kepada Rakyat Jelata.
108
107
Subsistensi adalah batas minimum bertahan dari lapar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
108
Dr. Mustain, Petani Vs Negara: Gerakan Sosial Petani Melawan Hegemoni Negara, Op.Cit
, hal. 23
: Pertama, perubahan hubungan petani lapisan kaya dan lapisan
Universitas Sumatera Utara
miskin: yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Perubahan demikian melahirkan bentuk perlawanan kaum lemah dalam menghadapi
hegemoni kaum kaya maupun negara. Kedua, munculnya realitas kaum miskin untuk membentuk kesadaran perlawanan dalam berbagai bentuk yang merupakan
pembelokan kultural. Ketiga, terjadinya atau terbangunnya senjata gerakan perlawanan menghadapi kaum kaya maupun negara. Senjata yang digunakan
dengan caranya sendiri, klas kaum lemah seperti menghambat, pura-pura menurut, pura-pura tidak tahu, berlaku tidak jujur, mencopet, masa bodoh, membuat
skandal, memfitnah, sabotase, yang mengakhiri pertentangan secara kolektif. Uraian menurut pandangan Scott diatas memang penuh dengan nilai-nilai
dan nuansa lokalistik Sedaka Malaysia, tetapi marjinalisasi yang dialami oleh petani Malaysia juga tak jauh berbeda dengan kondisi petani di Indonesia.
Perbedaan konteks waktu mungkin memengaruhi bagaimana perlawanan diekspresikan. Perlawanan Kaum Tani di Indonesia sesungguhnya telah
berlangsung lama dimana bentuk-bentuk perlawanannya mengikuti situasi politik yang menjadi konteks gerakannya. Namun sering pula gerakan tersebut muncul
dan memengaruhi konteks social politik disekitarnya seperti yang pernah dilakukan diawal diberlakukannya Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960
yang menegaskan populisme gerakan melalui program Land Reform. Pasang surut gerakan petani terjadi seiring dengan respon negara yang
menggunakan strategi pendekatan kekerasan, baik dalam rangka memaksakan program pembangunan maupun demi kepantingan militer untuk menjalankan
bisnisnya sendiri. Sejak rejim orde baru berkuasa, kekerasan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pemenuhan kebutuhan negara atas nama
Universitas Sumatera Utara
pembangunan. Demikian halnya dengan kondisi di Desa Pematang Lalang pada masa awal masuknya PT. Anugerah Tmbak Perkasindo Tbk Tahun 1988. PT.
Anugerah Tambak Perkasindo mengelola tambak udang yang disubsidi melalui bantuan pemerintah yang menurut mereka merupakan program pembangunan
nasional yang sering disebut dengan REPELITA pada jaman Orde Baru. Ketika posisi negara masih begitu kuat dan refresif seperti di era Belanda
dan Orede Baru, pola gerakan petani Desa Pematang Lalang mirip dengan gambaran Scott, petani tidakmempunyai kesempatan yang cukup untuk
melakukan untaian kekecewaan dan kemarahaannya sebagai akibat kuat ancaman negara, meskipun sudah sangat siap petani untuk melakukan mobilisasi melalui
framing process maupun mobilizing structures. Hal ini sangat terlihat jelas pada
tahun 1988, bahkan para petani hanya melakukan kegiatan menggarap saja tanpa melakukan perlawanan yang tersturktur dan terencana.
Bentuk dan Strategi gerakan tani model Scottian tersebut telah ditinggalkan oleh petani Pematang Lalang sesuah kejatuhan Soeharto, dan
memasuki era reformasi tentu memberikan peluang begitu besar bagi terbangunnya gerakan tani yang lebih solid dan kuat untuk memperjuangkan
tuntutannya yang telah lama di belenggu dan dibungkam oleh kekuasaan negara. Pilihan strategi petani desa Pematang Lalang diera reformasi bukan lagi gerakan
yang diam-diam, dahulukan selamat dan terselubung namun sudah menjadi gerakan yang sudah sangat terbuka, ekspresif, ekploratif, demontratif, missal, dan
ekspansif. Scott menjelaskan, petani di Asia Tenggara dalam konteks tertentu masih
cukup layak untuk menggambarkan dinamika petani Pematang Lalang. Terutama
Universitas Sumatera Utara
bentuk-bentuk gerakan sebelum terjadi gerakan reclaiming tahun 2005, kiemudian ia mnyebutkan “ ada daerah-daerah dimana posisi penduduk pedesaan ibarat
orangyang selamanya berdiri terendam air sampai ke leher, sehingga ombak yang kecil sekalipun akan menenggelamkannya. Kerentanan dan berbagai keterbatasan
petani ketika berhadapan dengan berbagai tantangan dan rintangan lingkungan, ekonomi uang, dan persoalan ketenagakerjaan dalam banyak hal telah
meningkatkan kerawanan terhadap subsistensi”. Kemudian Scott menyimpulkan ketidakberdayaan dan ketertekanan petani Pematang Lalang dalam menghadapi
kekuatan negara ibarat “Bara Api” yang berelasi dengan 3 bentuk kerawanan: pertama
, kerawanan structural perubahan demografis, produks untuk pasar dan kuatnya negara, kedua, ekologis ketidakpastian harga dan panenan dan ketiga
monokultur. Gambaran Scott diatas benar-benar telah membakar para petani Desa
Pematang Lalang yang tergabung dalam organisasi tani Serikat Tani Nasional Desa Pematang Lalang untuk melakukan perlawanan dengan menduduki dan serta
mencabuti bibit-bibit sawit pada tahun 2005 terhadap PT. Anugerah Tambak Perkasindo Tbk. Perlawanan dengan demikian semula dilakukan dengan mencuri
udang dari tambak yang dilakukan beberapa orang dan tidak terorganisir perlawanannnya, higga menguras 8 kolam milik PT. Anugerah Tambak
Perkasindo Tbk pada tahun 1998 serta dengan tetap melakukan aktifitas produksi persawahan di areal sengketa dengan menanam tanaman kelola masyarakat seperti
padi, kelapa, dan beberapa tanaman sayur-sayuran. Sehingga
disimpulkan perlawanan model Scottian ini berhubunganberkorelasi dengan dengan gerakan perlawanan kaum tani di Desa
Universitas Sumatera Utara
Pematang Lalang Deli Serdang yang tergabung dalam organisasi Serikat Tani Nasional Desa Pematang Lalang. Namun gerakan tani ini kemudian mengalami
perubahan bentuk oleh akibat etika subsistensi yang menjadi kebutuhan mereka hingga terbakarnya “Bara Api” kemarahan dan kejengkelan kaum tani terhadap
situasi yang mereka alami yang terekpresikan melalui pembakaran-pembakaran yang dilakukan kaum tani di desa Pematang Lalang terhadap kantor dan
inventarisasi PT. Anugerah Tambak Perkasindo Tbk yang berdekatan dengan lahan sengketa 360 Ha tersebut, sehingga sifat dan bentuk gerakannya berubah
menjadi lebih terbuka, massal, ekspresif, eksplosif, dan penuh dengan tindakan- tindakan diluar batas.
5. 2. Gerakan Petani Dalam Perspektif Kepentingan Kelas.