Panduan Pembelajaran
46
Siswa memperoleh pengalaman dan keterampilan dalam memba- has implikasi temuan dalam dunia nyata, aplikasi atau penerapannya,
temuan penyelidikan. Siswa dapat didorong untuk mengambil peran lebih aktif selama tahap-tahap awal pelajaran. Hal ini termasuk meng-
ambil inisiatif dalam menjelaskan kesimpulan dan hasil penyelidikan Tahap 4; melakukan kegiatan penyelidikan secara mandiri, kadang-
kadang dengan dukungan siswa lain dan dengan pengawasan guru Ta- hap 3; perencanaan prosedur penyelidikan secara mandiri Tahap 2;
dan akhirnya mengusulkan bidang garapan atau masalah penelitiannya sendiri Tahap 1.
6. Contoh-Contoh Skenario InquiryDiscovery Learning
a. Mata Pelajaran IPS
Tabel 6 . Contoh Skenario
InquiryDiscovery Learning
Sekolah Menengah Pertama
47
Panduan Pembelajaran
48
b. Mata Pelajaran PJOK
Tabel 7. Contoh Skenario Langkah-Langkah
InquiryDiscovery Learning
pada Mata Pelajaran PJOK
- -
- -
Sekolah Menengah Pertama
49
o
o o
Panduan Pembelajaran
50
Sekolah Menengah Pertama
51
7. Peran Guru Dan Siswa dalam InquiryDiscovery Learning
Dalam InquiryDiscovery Learning, guru lebih berperan sebagai fa- silitator, inspirator, pengarah, dan partisipan dalam merumuskan per-
tanyaan dan menemukan jawaban. Namun deminikan, pada saat yang tepat terutama apabila siswa belum terbiasa dengan metode ini guru
dapat memberi tahu, memberi monirmasi, dan member umpan balik.
Dalam praktik InquiryDiscovery Learning yang sesungguhnya, sis- wa diberi lebih banyak kesempatan bagi keterlibatan dan inisiatif da-
lam melakukan penyelidikan. Guru lebih memberi kesempatan siswa menjawab pertanyaan sendiri atau menjaring pertanyaan siswa untuk
didiskusikan lebih lanjut dan ditanggapi oleh kelas, secara keseluruh- an pada akhir kegiatan. Dalam proses ini, guru mendorong siswa yang
bertanya untuk mendiskusikan pertanyaan siswa dengan teman sekelas dan merumuskan kemungkinan tanggapan atau memberi tugas tam-
bahan yang mengarahkan siswa untuk mendapat jawaban dari referensi yang tersedia. Jadi, guru membimbing siswa dalam mencari sumber,
melakukan penemuan dan untuk menarik kesimpulan termasuk yang melampaui lingkup penyelidikan diri.
Guru dapat kembali ke pendekatan pembelajaran yang lebih tradisi- onal dengan menyediakan format untuk mengorganisir dan mengana-
lisis tanggapan, atau, lebih baik mendorong siswa untuk mengembang- kan format siswa sendiri, tergantung pada tingkat kesulitan materi yang
diajarkan dan dengan mengukur pemahaman siswa sebelumnya serta kesiapan siswa untuk melakukan kegiatan lebih mandiri.
c. PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
PROBLEM-BASED LEARNING
1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran Berbasis Masalah PBM pada awalnya dipergunakan pada Program Studi Kedokteran di Mc Master University Canada seki-
tar tahun 1960. PBM dipraktikkan pada mahasiswa kedokteran yang sedang praktik, yang dituntut untuk bisa membantu dan menemukan
solusi untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang dihadapi masya- rakat secara langsung. Pola belajar ini menjadikan mahasiswa tergerak
untuk belajar, melakukan kajian, diskusi dan curah pendapat untuk dapat menemukan solusi dari permasalahan tersebut. Selanjutnya pola
Panduan Pembelajaran
52
belajar ini diikuti oleh berbagai program studi di Amerika, Eropa, Asia dan Australia dengan kajian terhadap masalah sesuai dengan studinya
masing-masing.
Pembelajaran berbasis masalah PBM bersandar pada teori belajar kognitif-konstruktivistik. Vygotsky menekankan perhatiannya pada ha-
kikat sosial dari pembelajaran. Dalam belajar, siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mere-
ka berbicara dengan teman lain mengenai problemnya. Tidak satu pun dapat memecahkan masalah sendiri. Kerja kelompok membantu sis-
wa pada suatu pemecahan, pengalaman mendengarkan ide orang lain, mencoba dan selanjutnya menerima balikan untuk pemecahan.
Berdasarkan pada beberapa pendapat tentang Pembelajaran Berba- sis Masalah disimpulkan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah adalah
kegiatan pembelajaran yang memfokuskan pada identiikasi serta pe- mecahan masalah nyata, praktis, kontekstual, berbentuk masalah yang
strukturnya tidak jelas atau belum jelas solusinya ill-structured atau open ended yang ada dalam kehidupan siswa sebagai titik sentral kajian
untuk dipecahkan melalui prosedur ilmiah dalam pembelajaran, yang kegiatannya biasanya dilaksanakan secara berkelompok.
Masalah yang dimaksudkan di sini adalah masalah-masalah yang ada dan dialami oleh siswa dalam kehidupan sehari-harinya, sesuai de-
ngan substansi kompetensi dasar mata pelajaran masing-masing, mi- salnya masalah kenakalan remaja, pelanggaran disiplin, kepatuhan
terhadap tata tertib, penyalahgunaan narkoba, pelanggaran norma, ke- miskinan, perilaku sehat, komunikasi dengan sesama, mengekpresikan
seni dan hobi, dan sebagainya.
Pembelajaran Berbasis Masalah menuntut siswa menggunakan pe- ngetahuan yang dimilikinya untuk diimplementasikan, dipergunakan
dalam menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari- nya, mencari pengetahuan untuk menyelesaikan masalah serta me-
ngembangkan sikap dan keterampilan intelektual untuk bekerjasama, berbagi, peduli, rasa ingin tahu, dan saling menghargai sesamanya.
2. Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbasis Masalah
Prinsip-prinsip dalam Pembelajaran Berbasis Masalah mengacu ke- pada karakteristiknya. Berdasarkan beberapa pendapat tentang karak-
teristik Pembelajaran Berbasis Masalah dapat diketahui bahwa Pembel-