Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan suatu bangsa pada era globalisasi saat ini ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya faktor yang penting adalah kualitas sumber daya manusia. Pendidikan sebagai salah satu upaya dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia selama ini belum dapat menunjukan hasil yang optimal. Pendidikan luar sekolah dalam usaha memberdayakan masyarakat siap memanfaatkan peluang yang diciptakan kemudian dan menyiapakan peserta didik dengan pelatihan ketrampilan yang dapat menjadi bekal dikemudian hari atau setelah menyelesaikan program pendidikan luar sekolah. Dalam hal ini pendidikan luar sekolah memberikan pendidikan yang dengan sengaja dirancang untuk membekali dengan keterampilan atau kecapan hidup life skill yang memadukan potensi generic dan spesifik guna memecahkan dan mengatasi berbagai masalah. Menurut Sudjana 2000:1, memberikan pengertian pendidikan luar sekolah adalah sebagai berikut: Pendidikan luar sekolah adalah setiap usaha yang dilakukan secara sadar, sengaja, teratur, dan berencana yang bertujuan untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan dirinya sehingga terwujud manusia yang gemar belajar-mengajarkan, mampu menigkatkan taraf hidup, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial atau pembangunan masyarakat. 2 Program pendidikan kecakapan hidup dalam konteks pendidikan luar sekolah PLS pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk meningkatkan ketrampilan, pengetahuan, sikap dan kemampuan yang memungkinkan warga belajar dapat hidup mandiri. Dalam implementasinya, program pendidikan kecakapan hidup life skill berprinsip dalam 4 pilar pendidikan sebagaimana dikemukakan UNESCO Ditjen Diklusepa, 2003:6, yaitu: “learning to know belajar untuk memperoleh pengetahuan learning to do belajar untuk dapat berbuat atau melakukan sesuatu learning to be belajar untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang berguna dan learning to love together belajar untuk dapat hidup bersama orang lain.” Konsep life skill di atas menunjukan bahwa implementasi program pendidikan kecakapan hidup diharapkan mampu membelajarkan peseta didik agar. 1 Memperoleh pengetahuan atau kecakapan akedemik. 2 Terampil bekerja atau melakukan suatu pekerjaan. 3 Dapat menjadikan dirinya orang yang berguna, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. dan 4 Dapat bekerja sama dengan orang lain. Dapat hidup bersama dengan orang lain dan lebih jauh dapat hidup bermasyarakat dengan baik. Tren dan teknologi menjadi hal yang terus berkembang dan berubah dengan pesat. Salah satu hal yang sangat dibutuhkan dalam perkembangan tren dan teknologi tersebut adalah desain. Desain 3 berarti suatu kegiatan manusia untuk menciptakan lingkungan dan khasanah perbendaan buatan yang diolah dari alam. Khasanah ini kemudian berkembang melalui inovasi-inovasi yang menciptakan kehidupan budaya manusia yang lebih baik. Desain dan teknologi menjadi dua hal yang saling berkaitan. Bila pada saat awal perkembangannya desain masih mengandalkan cara manual, maka pada saat ini desain menggunakan cara digital. Sebaliknya, perkembangan desain produk menjadi penunjang berkembangnya industri teknologi, sehingga dua hal ini akan selalu berkembang dan saling mendukung bagi terciptanya kemajuan dunia. Grafis merupakan media yang tidak asing lagi bagi dunia pendidikan istilah grafis seringkali dikaitkan dengan gambar dan dikatagorikan sebagai bahan komunikasi visual. Penggunaan bahan- bahan visual gambar-gambar, foto, film, televisi, transparansi, bagan, diagram, ilustrasi teks, animasi, pembelajaran berbantuan komputer dan sebagainya untuk melengkapi pengajaran dikelas, telah menjadi cara umum dalam pengajaran disemua tinggkatan pendidikan, tidak terkecuali lembaga-lembaga penyelenggara jasa baik formal maupun non-formal dan dalam program pengembangan lainnya. Penggunakan bahan-bahan visual dalam beberapa studi secara empiris terbukti meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan pembelajaran. Namun dalam pengajaran dengan tujuan spesifik selalu lebih efektif dari pengajaran tanpa menggunakan bahan-bahan visual. 4 Pemanfaatan grafis dalam pendidikan ditujukan sebagai media yang dapat membantu efektifitas dan efisien pencapaian tujuan pembelajaran. Grafis sebagai sebuah ilustrasi visual mampu memuat pesan-pesan pembelajaran yang dapat memberikan sejumlah rangsangan stimuli dengan kekuatan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Rangsangan melalui indera visual terbukti cukup efektif untuk membantu manusia dalam proses belajarnya. Francis M. Dwyer dalam bukunya Strategies for Improving Visual Learning menggambarkan bahwa manusia belajar 1 dilakukan melalui indera perasa taste, 1,5 melalui sentuhan touch, 3,5 melalui penciuman smell, 11 melalui pendengaran hearing, dan 83 melalui penglihatan. Manusia umumnya mengingat 10 dari apa yang pernah dibaca, 20 dari apa yang pernah didengar, 30 dari apa yang pernah dilihat, 50 dari apa yang pernah dilihat dan didengar, 70 dari apa yang pernah diperbincangkan dan 90 dari apa yang pernah dilakukannya. Lebih lanjut Dwyer menyatakan bahwa penggunaan metode pengajaran dengan lebih banyak memanfaatkan indera penglihatan akan memiliki pengaruh terhadap kemampuan untuk mengungkapkan kembali pada peserta didik. Menurut Suyanto 2004 desain grafi s didefinisikan sebagai “aplikasi dariketerampilan seni dan komunikasi untu k kebutuhan bisnis dan industry”. Aplikasi-aplikasi ini dapat meliputi periklanan dan penjualan produk, menciptakan identitas visual untuk institusi, produk dan 5 perusahaan, dan lingkungan grafis, desain informasi, dan secara visual menyempurnakan pesan dalam publikasi. Pengertian desain grafis yang sebagaimana di kemukakan oleh suyanto, jika direfleksikan ke dalam program pelatihan di muallimin akan membawa kepada kita suatu inisiatif dalam pendidikan formal. Madrasah mualimin harus mencoba mengkontribusikan dirinya menjadi suatu sekolah yang mampu secara maksimal mencetak alumnus yang setiap saat dapat membangun dirinya sendiri melalui pelatihan desain grafis. Disamping menolong dirinya sendiri self help diharapkan mereka juga menjadi agen pembangunan secara konsep ekonomi, yang mampu membangun masyarakat bersama-sama dengan anggota masyarakat lain. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka pendidikan luar sekolah atau biasa disebut non formal yang didalamnya juga terdapat life skill merupakan proses pendidikan di luar formal yang dengan sengaja diselenggarakan secara teratur dan terorganisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai bekal untuk menigkatkan taraf hidupnya, upaya peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia tersebut maka diadakan program pelatihan desain grafis terhadap santri atau peserta didik. Keberadaan kegiatan pelatihan desain grafis di madrasah muallimin sangatlah di perlukan bagi santri-santri atau peserta didik, karena muallimin sendiri dinilai telah memberikan kontribusi terhadap 6 kemandirian setiap santri dengan upaya-upaya pengadaan pelatihan keterampilan yang dapat meningkatkan keterampilan santri sehingga lebih memudahkan untuk bekal di era globalisasi. Muallimin dapat menjadi tempat bagi santri bukan saja menimba ilmu keislaman saja akan tetapi tempat untuk belajar, meningkaatkan pengetahuan, ketrampilan, tukar menukar informasi, berbagai pengalaman sehingga terbina suasanakondisi saling membelajarkan, memotifasi dan meningkatkan kepercaan diri. Sementara di muallimin sendiri terdapat beberapa fasilitas pendukung kegiatan pelatihan desain grafis mulai dari komputer, printer dan alat-alat lainnya. Akan tetapi alat-alat tersebut kurang dimanfaatkan oleh pihak madrasah dan hanya berfungsi pada mata pelajaran komputer saja. Akibatnya kurang maksimalnya alat-alat atau fasilitas yang ada di madrasah muallimin. Sehingga penulis mengharapkan keseriusan pihak Madrasah Muallimin mengelola fasilitas yang ada dapat dimaksimalkan. Dengan gagasan dan pemikiran inilah penulis ingin melakukan sebuah penelitian dengan judul : Pelakasanaan Program Pelatihan Design Grafis di Madrasah Muallimin Muhammdiyah Yogyakarta 7

B. Identifikasi Masalah