Manfaat Penelitian Combination of Zooprophylactic and Smearing of Residual Deltamethrin Insecticide on Cattle as Efforts of Malaria Vector Control

direncanakan, mempunyai daya merubah nyamuk vektor yang antrofilik menjadi zoofilik dalam batas tertentu. Pengendalian vektor melalui zooprofilaksis juga sangat tergantung pada peran serta masyarakat. Karena diharapkan mereka yang akan memelihara ternak di sekeliling rumah sebagai perlindungan terhadap gigitan nyamuk. Pada tahap awal peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam ujicoba ternak yang mempunyai daya profilaksis yang paling tinggi. Soedir 1985 melaporkan bahwa sapi mampu menarik 20 spesies nyamuk, domba 19 spesies, dan manusia 9 spesies. Adapun tiga hewan lainnya yaitu monyet, kelinci, serta ayam mempunyai daya tarik yang relatif kecil. Masing- masing hanya menyumbang 1.2 delapan spesies, 2.1 sepuluh spesies dan 3.7 enam spesies dari seluruh nyamuk yang tertangkap. Hasil uji presipitin yang dilakukan Boewono 1986 di desa Kali Gading, Jawa Tengah menunjukkan 56.04 dari populasi An. aconitus mengisap darah sapi, 13.19 darah domba dan 4.40 darah kambing serta 3.30 darah manusia. Faktor yang membedakan daya tarik ternak bagi nyamuk An. aconitus adalah jarak penempatan kandang ternak terhadap rumah penduduk, semakin dekat penempatan sapi atau kerbau dari rumah penduduk, semakin banyak infestasi nyamuk An. aconitus. Bruce-Chwatt 1985 menemukan An. gambiae lebih menyukai darah ternak dan kuda. Di negara pecahan Unisoviet, ternak digunakan sebagai salah satu metode pengendaliaan malaria. Di bagian Utara Eropa dan sejumlah negara di Amerika Utara, metode zooprofilaksis juga dapat menurunkan kasus malaria di masing-masing daerah tersebut. Melihat kenyataan tersebut, pemberdayaan ternak sebagai tameng terhadap penyakit malaria mempunyai potensi dan prospek yang baik dimasa depan. Penelitian tentang zooprofilaksis dilaporkan Hewitt et al. 1994 pada tempat pengungsi Afganistan di Pakistan dengan mengunakan seekor sapi dan dua ekor kerbau sebagai zooprofilaksis, diperoleh hasil adanya peningkatan angka gigitan nyamuk oleh An. staphensi masing-masing 38 dan 50 untuk penggunaaan sapi dan kerbau sebagai zoobarier. Mathys 2010 menyatakan ada dua syarat untuk keberhasilan program zooprofilaksis yaitu pertama, jenis spesies Anopheles harus bersifat zoofilik. Kedua, ternak tersebut harus disebar dalam bentuk tameng antara nyamuk vektor dan manusia. Lokasi penempatan ternak harus sejauh mungkin dari permukiman manusia. Berdasarkan hasil tersebut Hewitt et al. 1999 mengusulkan agar pengertian zooprofilaksis didefinisikan sebagai penyebaran ternak yang bukan inang reservoar dari suatu penyakit untuk mengalihkan gigitan nyamuk vektor dari manusia yang menjadi inang dari penyakit tersebut.

2.6 Pemanfaatan Ternak dan Insektisida Pengendalian Anopheles

Pengendalian nyamuk vektor dengan memanfaatkan ternak bertujuan mengalihkan preferensi nyamuk vektor dari manusia ke hewan. Penggunaan hewan diharapkan dapat mengurangi transmisi penyakit malaria. Selain itu mengkombinasikan dengan aplikasi insektisida pada hewan tersebut akan dapat menambah efektifitas pengendalian. Kombinasi ternak dan insektisida menurut Rowland et al. 2001 dapat menurunkan insiden penyakit malaria yang disebabkan Plasmodium falciparum sebesar 56 dan Plasmodium vivax sebesar 31, dengan biaya yang lebih rendah sekitar 80 dibandingkan dengan metode penyemprotan dalam ruang indoor spraying. Kombinasi aplikasi insektisida pada ternak tidak hanya menguntungkan bidang kesehatan masyarakat saja, tapi juga memberi keuntungan bagi kedokteran hewan. Pegram et al. 1989 meneliti di Zambia dari tahun 1982 sampai dengan 1986 menyatakan bahwa, penggunaan insektisida untuk pengendalian ekstoparasit pada sapi berdampak pada peningkatan berat badan sapi. Penggunaan deltametrin untuk pengendalian ekstoparasit pada ternak juga telah digunakan untuk pengendalian lalat tsetse di Uganda oleh Okello et al. 1994, yang hasilnya berdampak pada penurunan populasi lalat tsetse sampai dengan 100. Penggunaan deltametrin sebagai insektisida pengendali ektoparasit tidak berbahaya bagi konsumen dan produk hewan NPIC 2010. Kombinasi ternak dan insektisida tersebut dapat mengurangi transmisi malaria sama baiknya dengan penyemprotan dalam rumah. Secara teknis dan dapat diarahkan untuk mengurangi resiko resistensi yang berkelanjutan. Sehingga dengan keuntungan yang diperoleh tersebut. Metode ini dapat menjadi salah satu strategi pengandalian malaria disamping penyemprotan dalam rumah Hewitt dan Rowland 1999.

2.7 Deltametrin dan Cara Kerjanya

Deltametrin telah digunakan secara luas pada sektor pertanian dan kesehatan masyarakat. Penggunaan deltametrin dalam pengendalian penyakit malaria terutama ditujukan untuk membunuh nyamuk Anopheles dewasa. Deltametrin digunakan secara intensif di Afrika sebagai bahan aktif untuk kelambu celup berinsektisida impregenated badnet, untuk mencegah gigitan nyamuk Anopheles Robert et al. 1991. Deltametrin merupakan insektisida sintesis yang termasuk ke dalam golongan piretroid generasi ke empat dengan nama kimia S- α-cyano-3- phenoxybenzyl 1R,3R-3-2,2-dibromovinyl-2,2 dimethyl cyclopro pane carboxylate. Sifat fisika deltametrin antara lain 1 berbentuk kristal, tidak korosif dan berwarna putih, 2 mempunyai tekanan uap 1.5 x 10 -8 mmHg pada suhu 25°C, 3 berat molekul 505.2 gmol, 4 larut dalam air, antara 0.002 sampai dengan 0.0002 mgL, 5 terserap dalam tanah, antara 7.05 x 10 5 sampai dengan 3.14 x 10 6 NPIC 2010. Menurut cara kerja piretroid berdasarkan pola resistensi silang dan sifat knockdown, deltametrin termasuk piretroid tipe II. Piretroid tipe II mempunyai koefisien suhu positif, menyebabkan penghambatan fungsi sistem saraf pusat, efek klinis yang terlihat pada serangga adalah konvulsi, hiperaktif dan kontraksi pada tungkai metatoraks Irawan 2006.

2.8 Resistensi dan Mekanismenya

Resistensi merupakan kemampuan kelompok serangga untuk bertahan hidup terhadap suatu dosis insektisida yang dalam keadaan normal dapat membunuh spesies serangga tersebut WHO 1998. Kasus resistensi pertama kali dilaporkan pada lalat rumah Musca domestica terhadap DDT di Swedia pada tahun 1947. Perkembangan resistensi semakin cepat setelah ditemukannya bahan sintetik organik sebagai insektisida dan acarisida. Pada era tahun 1940-an hanya tujuh spesies serangga yang dilaporkan resistensi terhadap DDT, tetapi pada era 1980 jumlahnya meningkat mencapai 447 spesies. Dari jumlah tersebut 59 terdiri dari serangga hama, 38 serangga penggangu kesehatan hewan dan manusia, 3