Peranan Anopheles Sebagai Vektor Malaria

2.7 Deltametrin dan Cara Kerjanya

Deltametrin telah digunakan secara luas pada sektor pertanian dan kesehatan masyarakat. Penggunaan deltametrin dalam pengendalian penyakit malaria terutama ditujukan untuk membunuh nyamuk Anopheles dewasa. Deltametrin digunakan secara intensif di Afrika sebagai bahan aktif untuk kelambu celup berinsektisida impregenated badnet, untuk mencegah gigitan nyamuk Anopheles Robert et al. 1991. Deltametrin merupakan insektisida sintesis yang termasuk ke dalam golongan piretroid generasi ke empat dengan nama kimia S- α-cyano-3- phenoxybenzyl 1R,3R-3-2,2-dibromovinyl-2,2 dimethyl cyclopro pane carboxylate. Sifat fisika deltametrin antara lain 1 berbentuk kristal, tidak korosif dan berwarna putih, 2 mempunyai tekanan uap 1.5 x 10 -8 mmHg pada suhu 25°C, 3 berat molekul 505.2 gmol, 4 larut dalam air, antara 0.002 sampai dengan 0.0002 mgL, 5 terserap dalam tanah, antara 7.05 x 10 5 sampai dengan 3.14 x 10 6 NPIC 2010. Menurut cara kerja piretroid berdasarkan pola resistensi silang dan sifat knockdown, deltametrin termasuk piretroid tipe II. Piretroid tipe II mempunyai koefisien suhu positif, menyebabkan penghambatan fungsi sistem saraf pusat, efek klinis yang terlihat pada serangga adalah konvulsi, hiperaktif dan kontraksi pada tungkai metatoraks Irawan 2006.

2.8 Resistensi dan Mekanismenya

Resistensi merupakan kemampuan kelompok serangga untuk bertahan hidup terhadap suatu dosis insektisida yang dalam keadaan normal dapat membunuh spesies serangga tersebut WHO 1998. Kasus resistensi pertama kali dilaporkan pada lalat rumah Musca domestica terhadap DDT di Swedia pada tahun 1947. Perkembangan resistensi semakin cepat setelah ditemukannya bahan sintetik organik sebagai insektisida dan acarisida. Pada era tahun 1940-an hanya tujuh spesies serangga yang dilaporkan resistensi terhadap DDT, tetapi pada era 1980 jumlahnya meningkat mencapai 447 spesies. Dari jumlah tersebut 59 terdiri dari serangga hama, 38 serangga penggangu kesehatan hewan dan manusia, 3 sisanya adalah serangga yang berguna seperti predator dan parasitoid Georghiou 1986. Menurut WHO 1998 sampai saat ini lebih dari 100 spesies nyamuk mengalami resisten terhadap satu atau lebih insektisida. Dari jumlah tersebut, di antaranya adalah 56 spesies nyamuk Anopheles dan 39 spesies Culex. Anopheles yang mengalami proses resistensi tersebut antara lain, An. sacharovi di Lebanon, Iran dan Turki, An. sundaicus di Indonesia dan Myanmar, An. quadrimaculatus di Mexiko resisten terhadap dieldrin. An. aconitus di Indonesia juga mulai resisten terhadap organofosfat Widiarti et al. 2009. Nyamuk An. minimus di Thailand sejak tahun 2000 dinyatakan resisten terhadap permetrin Chareoviriyaphap et al. 2002 dan An. gambiae di Kamerun sejak tahun 2006 telah mengalami resistensi terhadap DDT dan piretroid Etang et al. 2006. Mekanisme resistensi dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu 1 biokimia dan 2 faali Sigit 2004.

2.8.1 Mekanisme Biokimia

Mekanisme ini menyangkut daya kerja enzim tertentu didalam tubuh hama yang merombak molekul pestisida menjadi molekul-molekul lain yang tidak toksik detoksifikasi molekul pestisida harus berinteraksi dengan target dalam proses toksikologinya terhadap sistem kehidupan di dalam tubuh hama, untuk dapat menimbulkan dampak letal mematikan. Dengan dirombaknya molekul pestisida itu, maka di dalam individu hama pada populasi resisten, interaksi tersebut tidak terjadi. Tipe resistensi dengan mekanisme biokimia ini sering disebut sebagai resistensi enzimatik

2.8.2 Mekanisme Faali

Ada tiga macam mekanisme faali, yaitu 1 berkenaan dengan target di dalam tubuh hama, 2 berkenaan dengan eksoskolet kerangka luar hama, 3 berkenaan dengan kepekaan mendeteksi adanya pestisida. Mengenai target pestisida ada individu-individu hama yang mempunyai situs lain yang merupakan target pestisida tadi, tetapi yang interaksinya dengan molekul pestisida tidak menimbulkan dampak letal. Populasi resisten disini bukannya terdiri dari individu yang memiliki enzim perombak.