Sektor dan Komoditas Unggulan

5. Memiliki status teknologi state-of-the-art yang terus meningkat, terutama melalui inovasi teknologi. 6. Mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya. 7. Dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, mulai dari fase kelahiran, fase pertumbuhan hingga fase kejenuhan atau penurunan. Jika komoditas unggulan yang satu memasuki tahap kejenuhan atau penurunan maka komoditas unggulan lainnya harus mampu menggantikannya. 8. Tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal. 9. Pengembangannya harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan, misalnya keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif disinsentif dan lain-lain. 10. Pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Menurut Kustanto 1999 penentuan komoditas unggulan dapat didasarkan pada kriteria-kriteria berikut : 1. Ketersediaan pasokan bahan baku secara kontinyu 2. Nilai ekonomis bahan baku 3. Keterkaitan dengan pendapatan petani 4. Mempunyai kesempatan adanya diversifikasi produk 5. Penyebaran lokasi 6. Kemungkian intensifikasi dan ekstensifikasi 7. Kebijakan pemerintah. Dalam penelitian ini komoditas unggulan pertanian di Kabupaten Ciamis dirumuskan dengan mengacu pada pustaka yang telah banyak mengkaji mengenai sektorkomoditas unggulan. Selain itu juga memperhatikan permasalahan pembangunan yang ada di wilayah Kabupaten Ciamis seperti mewujudkan ketahanan pangan masyarakat, penanganan kemiskinan, pengangguran, ketenagakerjaan dan pemberdayaan masyarakat. Kriteria komoditas unggulan pertanian di Kabupaten Ciamis dirumuskan sebagai berikut: 1. Berbasis pada sumberdaya lokal. 2. Dari segi permintaan besar dan semakin kuat. 3. Mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang forward and backward linkages yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lainnya. 4. Potensi menciptakan efek ganda multiplier effect dari produksi-produksi yang dihasilkan terhadap sektor-sektor lain yang mempunyai kemungkinan berkembang dengan pesat. 5. Mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya. 6. Pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.

2.4. Analisis AHP dan SWOT

2.4.1. Analytic Hierarchy Process AHP

Analytic Hierarchy Process AHP merupakan suatu teori matematika untuk pengukuran dan pembuatan keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty pada tahun 1970-an ketika masih mengajar di Wharton School of Business University of Pennsylvania. Aplikasi AHP dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori utama yaitu 1 choice pilihan, yang merupakan evaluasi atau penetapan prioritas dari berbagai alternatif tindakan yang ada, dan 2 forecasting peramalan, yaitu evaluasi terhadap berbagai alternatif hasil di masa yang akan datang Saaty dan Niemira, 2006. AHP juga merupakan suatu teori pengukuran relatif dengan skala mutlak dari suatu kriteria baik yang bersifat tangible maupun intangible yang didasarkan pada penilaian perbandingan berpasangan dari para ahli Ozdemir dan Saaty, 2006. Dengan metode ini para pembuat keputusan dapat menguraikan permasalahan yang kompleks ke dalam struktur berjenjang yang menunjukkan hubungan antara goal tujuan, objective kriteria, sub-objective sub-kriteria, dan alternatif seperti yang terlihat dalam Gambar 3 Forman dan Selly, 2001. Gambar 3. Hirarki Keputusan Saaty 1980 mengembangkan beberapa langkah berikut ini dalam menggunakan AHP. Langkah pertama yaitu menentukan goal tujuan dan menentukan kriteria atau sub kriteria berdasarkan tujuan, menyusun kriteria ke dalam hirarki dari level teratas tujuan dari sudut pandang pembuat keputusan melalui level menengah hingga level terbawah, yang biasanya memuat beberapa alternatif. Setelah itu, menyusun matriks perbandingan berpasangan ukuran n x n untuk masing-masing level bawah dengan satu matrik untuk setiap unsur dalam level menengah di atasnya dengan menggunakan skala relatif. Selanjutnya yang terakhir adalah pengujian konsistensi dengan mengambil rasio konsistensi CR dari indeks konsistensi CI dengan nilai yang tepat. Nilai CR dapat diterima jika, tidak melebihi 0.10. Jika nilai CR 0.10, berarti matriks tersebut tidak konsisten Saaty, 1980.

2.4.2. Analisis SWOT

Menurut Rangkuti 2001 proses perencanaan strategis melalui tiga tahap analisis, yaitu 1 tahap pengumpulan data, 2 tahap analisis data dan 3 tahap pengambilan keputusan. Tahap pengumpulan data pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua yaitu data eksternal dan data internal. Model yang dapat digunakan dalam tahap ini yaitu 1 matriks Tujuan Kriteria Sub-Kriteria Alternatif faktor strategi eksternal, 2 matriks faktor strategi internal dan 3 matriks profil kompetitif. Tahap analisis setelah semua informasi yang berpengaruh dikumpulkan, ada beberapa model yang dapat digunakan yaitu 1 matriks SWOT atau TOWS, 2 matriks BCG, 3 matriks internal eksternal, 4 matriks SPACE, dan 5 matriks Grand Strategy. Rangkuti 2001 menyatakan bahwa matriks SWOT dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dan disesuaikan dengan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan strategi, yaitu 1 strategi S-O, 2 strategi W-O, 3 strategi S-T dan 4 strategi W-T. Analisis SWOT mampu mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan strengths dan peluang opportunities, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan weaknesses dan ancaman threats. Baik analisis AHP maupun analisis SWOT lazim digunakan untuk marumuskan kebijakan. Bila dilihat dari subjektivitasnya maka analisis AHP lebih baik dari analisis SWOT, oleh karena itu dengan menggabungkan kedua teknik analisis AHP dan SWOT diharapkan dapat saling menyempurnakan dan meminimalkan tingkat subjektivitas dari suatu kebijakan yang dihasilkan.

2.5. Kajian Penelitian Terdahulu

Berkaitan dengan penelitian ini, terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya yang permasalahannya hampir sama dengan penelitian ini, diantaranya penelitian yang dilakukan Bustami 1998 dalam menganalisis sektor kunci dengan menggunakan Tabel I-O Kalimantan Barat tahun 1995 untuk mengetahui sektor unggulan di Kalimantan Barat. Dalam rangka menentukan sektor unggulan, penelitian tersebut lebih memilih pendekatan dengan indeks keterkaitan murni karena indeks tersebut tidak hanya memperhitungkan struktur internal setiap sektor produksi, namun juga mempertimbangkan aspek tingkat produksi setiap sektor dalam perekonomian. Kesimpulan dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa sektor-sektor yang