51
4  telah  menghilangkan  kesempatan  untuk  menempuh  pendidikan  yang lebih tinggi.
Menurut  Aditya  Dwi  Hanggara  2010,  15-16,  dalam  penelitiannya menyebutkan  bahwa  dampak  pernikahan  dini  antara  lain:  1  menurunnya
kualitas  pendidikan;  2  munculnya  kelompok  pengangguran  baru;  3 munculnya perceraian dini; 4 tingkat kesehatan ibu dan gizi anak kurang.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini  memiliki  dampak  yaitu,  Pernikahan  dini  merupakan  pilihan  yang  sulit
bagi  remaja  putri,  menimbulkan  pertengkaran,  dan  terjadinya  perceraian. Selain  itu,  dampak  pernikahan  dini  pada  remaja  dapat  memunculkan
kelompok  pengangguran  baru,  rendahnya  tingkat  kesehatan  ibu  dan  anak, serta menghilangkan kesempatan bagi remaja untuk menempuh pendidikan
yang lebih tinggi.
4. Berbagai Pandangan Pernikahan Dini
Maraknya  kasus  pernikahan  dini  dikalangan  remaja  menjadikan pernikahan  dini  merupakan  hal  yang  biasa  terjadi.  Banyaknya  persiapan
yang  harus  dipenuhi  remaja  dalam  pernikahan  membuat  pernikahan  dini bukan  hal  yang  mudah  dijalani.  Pernikahan  dini  dapat  dicermati  dari
beberapa pandangan, antara lain: a.
Pernikahan Dini dalam Perspektif Agama Menurut  Abu  Ghifari  2001:  17  di  dalam  hukum  islam    ada  2
jenis pernikahan dini yaitu:
52
1 Pernikahan dini palsu
Merupakan  pernikahan  dini  yang  terjadi  karena  pemaksaan kehendak  akibat  kehamilan  yang  tidak  dikehendaki  atau  kehamilan
yang  dikehendaki.  Pernikahan  seperti  ini  bukan  berasal  dari  kerelaan masing-masing  keluarga  tetapi  karena  tekanan  dari  lingkungan
masyarakat. Terlebih lagi jika ditinjau secara hukum ulama umumnya sepakat  bahwa  pernikahan  dini  karena  kehamilan  yang  tidak
dikehenaki  KTD    adalah  pernikahan  terlarang.  Menikahkan  wanita hamil  apalagi  hasil    zina  adalah  sebuah  pelanggaran  dalam  hukum
Islam.  Dalam  Islam,  zina  adalah  perbuatan  terkutuk  dan  sebuah  aib yang harus diketahui masyarakat.
2 Pernikahan Dini Asli
Merupakan  pernikahan  yang  bersumber  untuk  menegakkan hukum  Islam  dan  merupakan  kesepakatan  kedua  belah  pihak.
Kesadaran menuju  pernikahan dini model ini memang belum banyak dilakukan  dikalangan  anak-anak  muda  Islam  maupun  dikalangan
orang tua. Akibatnya muncul benturan sebagai akibat dari kepentingan yang  bertolak  belakang.  Orang  tua  menginginkan  lulus  sekolah  atau
bekerja terlebih
dahulu, namun
remaja berkepentingan
menyelamatkan dirinya dari perzinaan. b.
Pernikahan Dini dalam Perspektif Hukum Menurut UU perkawinan tahun 1974, pernikahan bagi perempuan
harus  mencapai  usia  16  tahun  sementara  itu  bagi  laki-laki  19  tahun.  Ini
53
berarti anak perempuan yang baru lulus SMP dapat menikah karena kira- kira  umurnya  16  tahun  dan  anak  laki-laki  yang  baru  tamat  SMU  dapat
menikah karena usianya  sekitar 19 tahun. Sementara itu, UU No.23 Th. 2002  tentang  perlindungan  anak  UU  PA  menyatakan  bahwa  Individu
dikatakan  dewasa  jika  usianya  tanpa  membedakan  jenis  kelamin, minimal  18  tahun.  Individu  yang  usianya  kurang  dari  18  tahun
kategorinya  masih  kanak-kanak.  Remaja  seusia  SMA  sebelum  lulus, masih kategori anak-anak, karena normalnya ketika menamatkan sekolah
SMA sekitar usia 18 tahun. UU PA juga menyebutkan bahwa orang tua juga harus mencegah terjadinya perkawinan di usia kanak-kanak, artinya
perkawinan di bawah usia 18 tahun pasal 26. Hal ini berarti, dalam UU PA  pernikahan  baru  dibolehkan  jika  Individu  sudah  berusia  minimal  18
tahun tanpa membedakan jenis kelamin. c.
Pernikahan Dini dalam Perspektif Psikologi Casmini  2002:  52-54  mengemukakan  bahwa  pernikahan  dini
dalam psikologi bukan sekedar batasan usia pada remaja. Pernikahan dini lebih  terkait  dengan  perkembangan  non-fisik,  baik  perkembangan
biologis  maupun  perkembangan  psikologis  emosi  dan  sosial. Pernikahan  dini  berkaitan  dengan  perkembangan  biologis,  bahwa  organ
seks  remaja  mencapai  ukuran  matang  pada  akhir  masa  remaja,  kira-kira menginjak usia 21 tahun atau 22 tahun. Pernikahan yang dilakukan pada
usia belasan tahun bukan merupakan masa reproduksi yang sehat, karena organ seks belum mengalami kematangan.
54
Sementara  itu,  pernikahan  dini  berkaitan  dengan  emosi menunjukkan  bahwa  pada  saat  usia  remaja  terjadi  ketegangan  emosi
meninggi  akibat  dari  perubahan  fisik  dan  kelenjar.  Remaja  juga mengalami  masa  remaja  yang  dipersingkat  dengan  melakukan
pernikahan  dini.  Sehingga  tugas  dan  perkembangan  remaja  juga mengalami perubahan termasuk dalam hal emosi.
Selain  itu  ditinjau  dari  psikologi,  pernikahan  dini  berkaitan dengan  aspek  sosial  bahwa  remaja  saat  memasuki  pernikahan  memiliki
kelompok  sosial  baru  yang  berbeda  dengan  sebelum  remaja  melakukan pernikahan. Perubahan kelompok sosial membutuhkan penyesuaian pada
remaja. Berdasarkan  dua  pandangan  di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa
pernikahan  dini  ditinjau  dari  sisi  agama  ada  pernikahan  dini  asli  dan pernikahan  dini  palsu.  Pernikahan  dini  asli  merupakan  pernikahan  yang
didasarkan untuk menghindari zina dan karena kerelaan kedua belah pihak. Sedang  pernikahan  dini  palsu  pernikahan  yang  dilakukan  remaja  karena
kehamilan  yang  tidak  dikehendaki  pada  remaja.  Faktor  ini  terlebih  karena maraknya  pergaulan  bebas  dikalangan  remaja  saat  ini.  Pernikahan  dini
ditinjau  dari  segi  hukum,  merupakan  pernikahan  yang  dilakukan  minimal usia 16 tahun untuk remaja putri dan minimal 19 tahun untuk remaja putra.
Selain itu pandangan pernikahan dini dilihat dari perspektif psikologi terkait  dengan  aspek  biologis,  aspek  emosi,  dan  aspek  sosial.  Dari  ketiga
pandangan  tersebut  dapat  dijelaskan  bahwa  pernikahan  dini  dilakukan
55
remaja  di  bawah  usia  18  tahun  karena  faktor  kehamilan  yang  tidak dikehendaki  dan  faktor  diri  sendiri,  dimana  remaja  harus  memperhatikan
aspek biologis, emosi serta sosial dalam pernikahan.
D. Layanan Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial