Latar Belakang Formasi ideologi dalam novel Partikel karya Dee Lestari: perspektif Antonio Gramsci.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan masyarakat pembaca. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri merupakan kenyataan sosial dalam suatu lingkungan pergaulan Damono, 1984:1. Gambaran kehidupan yang direpresentasikan dalam karya sastra merupakan hasil produksi pandangan pengarang terhadap kondisi masyarakat pada masa tertentu. Sastra bukanlah sekadar permainan imajinasi yang pribadi sifatnya, tetapi merupakan rekaman tata cara zamannya, suatu perwujudan macam pikiran tertentu Tanie dalam Saraswati, 2003: 27. Novel misalnya adalah cerminan yang bisa dibawa ke mana pun dan paling cocok untuk memantulkan segala aspek kehidupan dan alam. Partikel adalah sebuah novel karya Dee Lestari yang diterbitkan pada tahun 2012. Partikel merupakan episode keempat dari tujuh episode novel Supernova karya Dee Lestari. Episode Supernova pertama berjudul Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh yang terbit pada 16 Februari 2001. Kemudian pada 16 Oktober 2002, Dee meluncurkan episode kedua Akar, dilanjutkan Petir 2004, Partikel 2012, Gelombang 2014 dan yang terakhir adalah Inteligensi Embun Pagi 2016. Novel Supernova secara keseluruhan merupakan novel yang tergolong dalam jenis novel fiksi ilmiah. Supernova karya Dee lestari sempat menjadi nominasi pada Katulistiwa Literary Award KLA yang digelar QB World Books. Ia bersaing dengan sastrawan kenamaan seperti Goenawan Muhammad, Danarto, Dorothea Rosa Herliany, Sutardji Calzoum Bachri, dan Hamsad Rangkuti. Baru-baru ini, Sepernova episode terakhir, yakni Intelegensi Embun Pagi mendapat penghargaan Book Of The Year 2016 oleh Ikatan Penerbit Indonesia IKAPI. Novel-novel karya Dee Lestari kebanyakan merupakan novel yang membutuhkan riset-riset yang mendalam. Dari hasil riset-riset tersebut selain dapat menikmati latar cerita yang menarik, pembaca juga diberikan pengetahuan- pengetahuan baru yang mencerdaskan. Terutama dalam novel Partikel ini, Dee melakukan riset yang mendalam mengenai Fungi¹. Dee menghabiskan waktu hampir sekitar delapan tahun untuk menerbitkan episode keempat dari Supernovanya. Partikel merupakan kisah petualangan Zarah Amala dalam mencari ayahnya, yaitu Firas yang hilang begitu saja. Zarah adalah anak pertama dari Firas dan Aisyah. Firas adalah seorang dosen dan ahli mikologi di Institut Pertanian Bogor IPB. Mereka juga memiliki seorang anak perempuan lagi bernama Hara. ¹ Tumbuhan tanpa daun atau klorofil, hidup dari bahan tumbuhan atau binatang lain, dapat terdiri atas satuan sel, dapat menyebabkan penyakit pada tumbuhan atau binatang, dapat membusukkan kayu, makanan, dsb; cendawan; jamur KBBI,2007: 322. Firas dan Aisyah sebenarnya adalah anak dari Abah Hamid dan Umi. Namun, Firas adalah anak angkat Abah, sedangkan Aisyah adalah anak kandung. Masalah pernikahan Firas dan Aisyah ini merupakan awal permasalahan dari kurang harmonisnya keluarga besar ini. Namun, masalah pernikahan itu bukanlah permasalahan utama dalam novel yang ditulis oleh Dee Lestari ini. Kisah dalam Partikel berawal dari Zarah yang sangat menyayangi ayahnya lebih dari apa pun. Ia bahkan mengumpamakan ayahnya adalah seorang dewa. Sejak ia kecil, Zarah dididik dengan cara yang berbeda dari anak-anak lain yang seumuran dengannya. Zarah hingga umurnya 12 tahun belum pernah merasakan pendidikan formal seperti teman-temannya. Ia hanya dididik sendiri oleh Firas di rumah. Firas tidak mau Zarah masuk sekolah formal seperti anak-anak sebayanya. Ideologi yang dimiliki oleh Firas tersebut yang menimbulkan pelbagai konflik dalam hidupnya. Firas menganggap bahwa sekolah formal seperti yang telah ada sekarang itu tidak banyak membantu untuk anak perempuannya. Firas tidak pernah suka sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Sebenarnya Firas sendiri adalah dosen IPB, tapi ia tidak suka dengan sistem pendidikan di Indonesia. Ia memiliki pemikirannya sendiri mengenai pendidikan yang pantas untuk anaknya. Kutipan berikut ini menujukkan ideologi yang dimiliki oleh tokoh Firas dan Zarah tentang sistem pendidikan di Indonesia. 1 “Tidak perlu Aisyah. Zarah akan jauh lebih pintar kalau aku yang mengajarkannya langsung.” Begitu selalu katanya Lestari, 2014: 17. 2 Aku mengerjakannya sambil setengah tidak percaya. Untuk inikah anak-anak itu disekap berjam-jam di kelas? Lebih baik mereka semua ikut Ayah ke Kebun Raya dan mendengarkan cerita-ceritanya tentang alam semesta. Nilaiku sempurna. Dengan setengah tidak percaya pula, mereka akhirnya mengizinkanku bersekolah di sana Lestari, 2012: 95. Kutipan di atas menujukkan bahwa Firas memiliki sebuah pemikiran dan kesadaran bahwa pendidikan tidak harus didapatkan dari bangku sekolah. Jika seorang anak dididik dengan baik dan benar, diberi pelajaran setiap hari tanpa harus berada di kelas, maka sekolah formal bukan sebuah hal yang wajib. Kemudian Zarah membuktikan apa yang dikatakan ayahnya mengenai pendidikan informal. Selain ideologi mengenai sistem pendidikan, novel ini juga memiliki ideologi mengenai hubungan alam semesta dan manusia. 3 Dengan tegas Ayah menandaskan, “Umat manusia selamanya berhutang budi kepada kerajaan fungi. Kita bisa ada hari ini karena fungi melahirkan kehidupan buat kita.” Bagi Ayah, fungi adalah orang tua alam ini Lestari, 2012: 21. 4 Berkesempatan melihat tanah airku dari ribuan kaki di atas permukaan laut menyadarkanku atas kebenaran kata-kata Ayah dulu. Hutan Kalimantan tidak selebat yang kubayangkan. Tampak bolong-bolong luas di mana-mana. Hutan yang tinggal jadi sejarah. Tebaran atap serta padatnya permukiman manusia terlihat bagai sel kanker yang menyebar. Menggerogoti hijaunya hutan. Dari atas sini, aku melihat Kalimantan yang terluka Lestari, 2012: 178. 5 “Kalau bumi ini hidup seperti kita, maka dia pun akan punya sistem meridian, dia punya chakra. Jadi, bagi saya, ley lines, teori World Crystalline, teori World Gird menunjukkan bahwa ada aspek lain dari Bumi kita yang belum sepenuhnya kita kenali. Aspek yang menunjukkan Bumi kita adalah makhluk hidup yang berkesadaran Lestari, 2012: 421.” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kutipan tersebut di atas merupakan beberapa contoh ideologi yang terdapat dalam Partikel mengenai alam semesta. Bahwa bumi adalah makhluk hidup yang berkesadaran. Dan bumi yang dipijak manusia saat ini tengah mengalami kerusakan akibat eksploitasi sumber daya yang dilakukan oleh manusia. Selain hal tersebut, juga muncul pemikiran tentang fungi dan perannya yang amat besar bagi alam semesta. Kisah Zarah tidak hanya berhenti di situ. Petualangan Zarah semakin menarik ketika seseorang yang ia dewakan, yaitu Firas hilang. Hilangnya Firas membawanya dalam sebuah pelarian yang tidak ada hentinya. Ia pergi ke Tanjung Puting hingga akhirnya ia ke London. Di London ia bertemu dengan Pak Simon, koresponden Firas. Dari Pak Simon, Zarah mendapatkan titik terang akan keadaan Firas. Dari Pak Simon juga, Zarah mempelajari hal-hal mengenai Ayahnya yang selama ini hanya ia pahami ala kadarnya. Karya sastra memiliki peran penting, baik dalam usahanya untuk menjadi pelopor pembaharuan, maupun memberikan pengakuan terhadap suatu gejala kemasyarakatan Ratna, 2012: 334. Sastra memberikan gambaran atas situasi sosial, ideologi, dan harapan-harapan individu yang sesungguhnya mempresentasikan kebudayaan bangsanya. Dalam karya sastra, pengarang membawa gagasan-gagasan tertentu. Gagasan-gagasan tersebut mencerminkan ideologi pengarang yang ditransfer dalam karyanya melalui dialog tokoh, latar, peristiwa, maupun karakter tokoh. Melalui hal-hal tersebut, pengarang dapat menyampaikan tujuannya menciptakan sebuah karya sastra. Penelitian ini tidak membahas mengenai ideologi pengarang, namun membahas mengenai ideologi yang ada di dalam sebuah karya sastra. Para tokoh dalam Partikel memiliki beberapa konflik mengenai persoalan dalam kehidupan sehari-harinya. Salah satu konfilk muncul ketika Firas menolak permintaan Abah dan Umi agar Zarah masuk sekolah formal. Persoalan tersebut kemudian menjadi sebuah konflik berkepanjangan antara Firas dan Abah, Umi, serta isterinya, Aisyah. Selain itu, konflik juga dihadapi Firas dalam hal Bukit Jambul. Masyarakat dan Abah mengira Bukit Jambul itu adalah tempat angker, sehingga tidak ada yang boleh memasuki area terlarang tersebut. Namun, bagi Firas Bukit Jambul adalah aset yang harus dijaga, maka ia dapat keluar masuk Bukit Jambul karena ia mengetahui kebenarannya. Pemikiran tokoh yang satu dan pemikiran tokoh-tokoh lainnya kadang bertentangan. Dengan pelbagai pemikiran tersebut mengisyaratkan adanya pertentangan ideologi terkait pelbagai sisi kehidupan. Pertentangan ideologi yang terjadi karena adanya perbedaan gagasan dan pemikiran antartokoh yang satu dengan tokoh lainnya tersebut memunculkan gejala dan upaya dari ideologi yang tertindas untuk melakukan perlawanan terhadap ideologi yang mendominasi. Upaya perlawanan terhadap dominasi ideologi menujukkan adanya usaha negosiasi yang dilakukan untuk mencapai kesepakatan bersama demi kesatuan sosial. Ideologi oleh Gramsci didefinisikan sebagai kesadaran yang aktif. Sama seperti Lukacs, ia tidak menyetujui pendefinisian ideologi oleh Marx sebagai kesadaran palsu, melainkan kesadaran sebagai sesuatu yang aktif Takwin, 2003: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79-83. Menurut Gramsci, ideologi adalah manifestasi dari bekerjanya sistem dan proses kekuasaan Simon, 2004: 86. Ideologi terbentuk melalui proses sejarah yang panjang yang melahirkan suatu keadaan di mana kelompok atau individu yang dikuasai seolah-olah menerima hubungan dominasi yang ada. Kekuasaan itu merasuk dan ideologi diterima sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari seakan- akan terjadi “consensus” antara kelompok atau pihak tersubordinasi dan penguasa. Kondisi penguasaan negara ini dalam pemikiran Gramsci dikenal dengan istilah hegemoni Takwin, 2003: 84. Gagasan-gagasan dan opini-opini tidak lahir begitu saja dari otak individu, melainkan punya pusat informasi, iradiasi, penyebaran, dan persuasi Faruk, 2012: 132. Ide-ide tentang sebuah ideologi tidak dapat dilepaskan dari praktik-praktik kultural dalam hal penyebaran dan persuasinya. Puncak dari keberhasilan upaya penyebaran dan persuasi tersebut dikenal sebagai hegemoni. Faruk Ibid., 136 berpendapat bahwa hegemoni menyangkut cara-cara serangkaian kompleks dan menyeluruh dari praktik-praktik kultural, politisi, ideologis yang bekerja untuk „menyemen‟ masyarakat menjadi kesatuan yang relatif. „Menyemen‟ dalam hal ini memiliki artian mengikat kelas-kelas yang sebenarnya bersifat antagonistik menjadi satu kesatuan yang seakan-akan rukun dan harmonis. Berdasarkan kerangka pikiran di atas, teori ideologi menurut perspektif Gramsci dirasa relevan untuk menganalisis ideologi yang terdapat dalam Partikel. Teori ini dipilih karena menjelaskan relasi ideologi secara mendalam. Dalam teori Gramsci, ideologi memiliki peran penting untuk mengikat pelbagai kelompok sosial yang berbeda-beda dalam satu wadah sebagai sarana penyatu sosial. Dengan menggunakan teori ideologi Gramsci, diharapkan ideologi-ideologi yang ada dalam Partikel dapat dipahami lebih terfokus dan lebih mendalam. Peneliti memilih topik mengenai formasi ideologi karya sastra dalam novel Partikel karya Dee Lestari ini didasarkan alasan sebagai berikut. Pertama, berdasarkan observasi peneliti, topik yang membahas mengenai formasi ideologi pada Partikel belum banyak ditemukan dan dilakukan. Hasil searching peneliti, Partikel pernah dikaji dengan kajian psikologi sastra yaitu kepribadian dan aktualisasi diri tokoh utamanya, dan juga kajian feminis. Kedua, ideologi yang dimiliki para tokoh dalam Partikel adalah sesuatu permasalahan menarik dalam novel ini. Perbedaan ideologi yang dialami oleh para tokoh tersebut menyebabkan pertentangan dan konflik dalam masyarakat yang berkepanjangan. Hal ini menjadikan peneliti tertarik untuk menelusuri lebih dalam mengenai formasi ideologi yang ada di dalam novel Partikel karya Dee Lestari ini. Ketiga, peneliti ingin melihat lebih terperinci mengenai permasalahan formasi ideologi yang ada di dalam Partikel yang juga termasuk ke dalam fenomena sosial yang tengah terjadi di dalam masyarakat dewasa ini. Ada pelbagai permasalahan dalam novel ini yang ternyata banyak dialami oleh masyarakat dewasa ini, hanya saja masyarakat tidak begitu mengambil pusing tentang fenomena yang terjadi di sekitar mereka. Novel Partikel karya Dee Lestari ini merupakan teks sastra yang akan dijadikan bahan penelitian. Teks-teks sastra dalam novel tersebut akan dianalisis tokoh, penokohan, dan latarnya terlebih dahulu. Kemudian akan dibahas lebih PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI jauh mengenai bagaimana formasi ideologi yang ada dalam Partikel yang kemudian diasumsi merupakan ideologi yang dimiliki oleh novel Partikel.

1.2 Rumusan Masalah