Ideologi Liberalisme Ideologi dalam Novel Partikel karya Dee Lestari

bahwa ideologi menurut Gramsci dalam Harjito, 2001: 33 mengandung empat elemen. Empat elemen tersebut yaitu elemen kesadaran, elemen material, elemen solidaritas-identitas, dan elemen kebebasan. Partikel memiliki beberapa ideologi di dalamnya. Ideologi-ideologi tersebut kemudian akan ditelusuri keempat elemennya. Berikut ini ideologi-ideologi yang terdapat dalam Partikel beserta penjelasan mengenai keempat elemennya.

3.2.1 Ideologi Liberalisme

Secara etimologis, liberalisme berasal dari kata atau bahasa latin liberalis yang diturunkan dari kata liber yang artinya ‟bebas‟, ‟merdeka‟, ‟tidak terkait‟. Berdasarkan akar kata tersebut, pandangan dan gerakan liberalisme menjunjung tinggi martabat pribadi manusia dan kemerdekaannya Mangunhardjana, 2006: 148-149. Liberalisme membentuk suatu masyarakat bebas yang dicirikan dengan kebebasan perpikir bagi para individu. Liberalisme mempercayai kemampuan manusia dalam mengembangkan seluruh potensinya. Para liberalis menuntut masyarakat dan negara untuk mengurangi hambatan yang menghalangi individu dalam mencapai apa yang diinginkan Mangunhardjana, 2006: 149. Dengan kata lain, para liberalis berjuang untuk mendapatkan kebebasan pribadi dan menolak pembatasan. Bagi liberalis, setiap orang adalah pribadi yang otonom dan berdiri sendiri sehingga berhak atas kebebasan dan inisiatifnya sendiri. Liberalisme didasari oleh kebebasan dan kepentingan pribadi sebagai norma hidup yang paling tinggi. Tiga pokok utama dari liberalisme adalah kehidupan, kebebasan, dan hak milik. Ketiga hal tersebut selaras dengan tujuan ideologi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI liberalisme, yaitu menjaga dan mengembangkan kebebasan pribadi dan kepentingannya. Para liberalis menghendaki kebebasan berbuat bagi dirinya sendiri dan cenderung mengesampaingkan kepentingan masyarakat dan negara. Tokoh Firas adalah representasi manusia liberal yang berdiri otonom di atas inisiatifnya sendiri. Ia melakukan segala hal yang ia yakini dan inginkan tanpa memperdulikan masyarakat yang ada di lingkungannya. Firas juga tidak pernah peduli apakah orang lain menyukai apa yang ia perbuat atau tidak. Liberalisme pada Firas terlihat ketika ia ingin terbebas dari paradigma masyarakat tentang pendidikan formal. Firas bersikeras tidak mau menyekolahkan Zarah di sekolah formal seperti apa yang dilakukan oleh masyarakat dan warga pada umumnya. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut ini. 95 “Tidak perlu Aisyah. Zarah akan jauh lebih pintar kalau aku yang mengajarkannya langsung.” Begitu selalu katanya Lestari, 2012: 17.” 96 Sering kudengar Ayah beradu argumen dengan Ibu, terutama tentang sekolah. Ayah berusaha meyakinkan Ibu kalau sistem pendidikan swalayan dari rumah yang ia lakukan kepadaku sudah berkecukupan, bahkan jauh lebih baik ketimbang sistem sekolah biasa Lestari, 2012: 50. Firas menganggap bahwa sistem pendidikan yang ada dan dipercayai masyarakat sekarang hanya akan menghasilkan robot penghafal. Berikut ini kutipannya. 97 Ayah membalas, lebih gila lagi orang yang menjadikan anak orang sebagai kelinci percobaan dari sistem yang sudah ketahuan tidak menghasilkan apa-apa selain robot penghafal Lestari, 2012: 50. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Sejak awal Firas memang menolak Zarah dimasukkan ke dalam sekolah formal. Dan ia menginginkan kebebasan. Ia ingin Zarah terbebas dari sekolah formal yang menurutnya tidak banyak membantu anaknya. Firas menempa dan mendidik Zarah dengan sekolah swalayan dari rumah. Ia mengajari apapun yang menurutnya diperlukan oleh Zarah. Ia mengajari Zarah tentang biologi dengan memberikan gambar pemampang anatomi manusia, anatomi kulit dan lain-lain. Firas mengajari Zarah di manapun dan kapanpun. Contohnya ia belajar di kebun pribadinya di Batu Luhur. Berikut ini kutipannya. 98 Dari sebelum Hara lahir, Ayah mengambil alih tugas sebagai guru pribadiku. Belajar di rumah, di kebun, di kampung, bahkan curi-curi membawaku ke kampus tempatnya mengajar, adalah serangkaian sekolah informal yang dijalankan Ayah bagiku Lestari, 2012: 16. 99 Kebun pribadinya di Batu Luhur, Kebun Raya Bogor, tepi sungai Ciliwung, adalah ruang-ruang kelas tempat kami belajar, menggambar, membaca, dan berhitung Lestari, 2012: 49. Ke-liberalisme-an Firas juga terlihat ketika ia tidak menggubris larangan Abah Hamid dan warga untuk tidak masuk ke Bukit Jambul. Bukit Jambul adalah bukit terlarang yang dikenal keangkerannya dari sejak nenek moyang mereka telah tinggal di Batu Luhur. Sekeras apapun penolakan Abah Hamid kepada Firas untuk tidak masuk ke Bukit Jambul, sekeras itupun Firas tetap mencoba masuk ke Bukit Jambul. Berikut ini peristiwa dan kutipan penjelasnya. 100 Sebuah tempat yang ditakuti dan terlarang bagi semua orang kecuali Ayah. Tempat yang kelak menghancurkannya. Mereka menamakannya Bukit Jambul Lestari, 2012: 28. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101 Konsekwensinya, Ayah dilarang habis-habisan mendekat ke sana. Kalau ketahuan main di dekat Bukit Jambul, Ayah akan dihardik, dihukum, dipecut, dan digebuk Lestari, 2012: 31. 102 Sialnya, Ayah malah tambah penasaran. Bukit Jambul adalah kekuatan yang menariknya telak bagai gravitasi. Tak terhitung seringnya ia mengendap, menyelinap mencuri-curi pergi ke kaki bukit itu. Setiap penduduk yang melihat pasti melaporkannya kepada Abah. Lecutan ikat pinggang, gebukan kemoceng, adalah kepastian yang menanti ayah begitu sampai di rumah. Semuanya itu tidak membuatnya jera Lestari, 2012: 32. Firas melakukan itu karena ia memiliki kesadaran dan juga pengetahuan mengenai Bukit Jambul yang selama ini dianggap angker oleh masyarakat. Firas tahu bahwa di dalam Bukit Jambul adalah rumah bagi ratusan spesies, termasuk fungi-fungi langka yang punya potensi besar menyelamatkan bumi. Bukit Jambul adalah sebuah kekayaan Botani. Karena alasan tersebut makan Firas tidak pernah takut untuk masuk ke Bukit Jambul. Hal itu terlihat dari kutipan berikut. 103 “Dan tidak cuma itu, satu pohon Bukit Jambul adalah rumah bagi puluhan bahkan ratusan spesies, termasuk fungi-fungi langka yang punya potensi besar menyelamatkan bumi. Satu saja pohon di Bukit Jambul ditebang, semua spesies tadi ikut hilang,” Lestari, 2012: 70. 104 Mereka yang melek sedikit mungkin bisa melihatnya sebagai kekayaan botani Lestari, 2012: 71. Firas memiliki kesadarannya sendiri mengenai Bukit Jambul karena ia memiliki pengetahuan yang jauh lebih baik dari masyarakat yang ada di sekitarnya. Masyarakat hanya mempercayai legenda yang tidak jelas asal usulnya. Firas juga telah melakukan pelbagai penelitian sains terkait Bukit Jambul dan apa yang dikatakan masyarakat selama ini tidak ada yang benar. Pendapat masyarakat yang mereka dapat dari legenda nenek moyang langsung terbantahkan ketika Firas mengetahui mengenai Bukit Jambul yang sesungguhnya. Para liberalis memang mementingkan dan menempatkan kebebasan dan kemerdekaan di tempat yang paling atas. Hal itu karena pada dasarnya manusia memiliki hak akan kebebasan pada dirinya. Penganut ideologi liberalisme tidak ingin terikat oleh sistem yang dianggapnya rumit dan tidak jelas. Maka dari itu ia akan melakukan apapun walaupun itu bertentangan dengan masyarakat dominan untuk mendapatkan kebebasan yang mereka inginkan. Berdasarkan deskripsi di atas, dapat disimpulkan bahwa elemen kesadaran dari ideologi liberalisme yang terdapat dalam novel Partikel adalah belajar tidak harus melalui pendidikan formal dan juga tidak semua cerita rakyat harus dipercayai. Elemen materialnya adalah tidak menyekolahkan anaknya di dalam pendidikan formal dan tidak peduli pada apa yang dikatakan orang. Elemen solidaritas identitasnya adalah kebebasan yang ada di dalam setiap individu. Kemudian elemen kebebasannya adalah melanggengkan kebebasan dan kepentingan pribadi yaitu melakukan pendidikan swalayan kepada anaknya dan juga bebas keluar masuk Bukit Jambul.

3.2.2 Ideologi Konservatisme