Formasi ideologi dalam novel Partikel karya Dee Lestari: perspektif Antonio Gramsci.

(1)

ABSTRAK

Nastiti, Scholastica Pratiwi Putri. 2017. Formasi Ideologi dalam Novel Partikel Karya Dee Lestari: Perspektif Antonio Gramsci. Skripsi Strata Satu (S-1). Yogyakarta: Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengangkat topik formasi ideologi dalam novel Partikel karya Dee Lestari. Tujuan penelitian ini (1) mendeskripsikan struktur penceritaan, (2) mendeskripsikan mengenai formasi ideologi berdasarkan perspektif Antonio Gramsci. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan. 1) Pendekatan objektif untuk menganalisis struktur intrinsik yaitu tokoh-penokohan dan latar. 2) Pendekatan Sosiologi Sastra dengan teori ideologi Gramsci untuk melihat formasi ideologi. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka.

Hasil analisis penceritaan (tokoh penokohan, dan latar) dan formasi ideologi. Tokoh utama dalam novel ini adalah Zarah Amala dan Firas. Sedangkan tokoh tambahan terdiri dari Aisyah, Abah Hamid dan Pak Simon Hardiman. Novel Partikel berlatar tempat di Bogor dan Tanjung Puting yang terletak di Indonesia dan juga London dan Glastonbury yang terletak di Inggris. Latar waktu terjadi di antara rentang tahun 1979-2003. Latar sosial dalam novel ini adalah latar mengenai sistem pendidikan di Indonesia, latar spiritual mengenai takhayul dan latar mengenai fenomena crop circle dan UFO yang terjadi di Inggris.

Ada lima ideologi dominan yang ditemukan dalam penelitian ini, yaitu 1) Liberalisme, 2) Konservatisme, 3) Teisme, 4) Panteisme, dan 5) New Age. Formasi ideologi dari kelima ideologi tersebut adalah 1) Ideologi konservatisme berkorelasi dengan ideologi teisme. 2) Ideologi panteisme berkorelasi dengan ideologi liberalisme dan juga ideologi new age. 3) Ideologi liberalisme bertentangan dengan ideologi konservatisme. 4) Ideologi teisme bertentangan dengan ideologi panteisme dan juga ideologi new age. Sedangkan formasi ideologi tokohnya adalah 1) Zarah memiliki ideologi liberalisme, panteisme dan juga new age, ideologi dominan yang dimiliki Zarah adalah panteisme. 2) Firas memiliki ideologi liberalisme, panteisme dan juga new age, ideologi dominannya adalah liberalisme. 3) Aisyah memiliki ideologi teisme dan konservatisme, ideologi dominannya adalah konservatisme. 4) Abah Hamid memiliki ideologi yang sama dengan Aisyah, namun ideologi dominannya adalah teisme. 5) Pak Simon memiliki ideologi panteisme dan new age, ideologi dominannya adalah new age.


(2)

ABSTRACT

Nastiti, Scholastica Pratiwi Putri. 2017. Ideology Formation in Dee Lestari’s Partikel: Antonio Gramsci’s Perspective. Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Literature. Faculty of Letters. Sanata Dharma University.

The topic of this thesis was ideology formation in Dee Lestari’s Partikel. The aims of this thesis were (1) to describe the story-telling structure and (2) to describe the ideology formation based on Antonio Gramsci’s perspective. This thesis used two approaches. 1) Objective approach for analyzing the intrinsic elements which were character-characterization and setting. 2) Sociological approach with Gramsci’s theory of ideology for analyzing the ideology formation. The method used in this thesis was qualitative descriptive method. The data collecting used the bibliographical technique.

The result of the story-telling (character, characterization, and setting) and ideology formation. The main characters in this novel were Zarah Amala and Firas. The other additional characters were Aisyah, Abah Hamid dan Pak Simon Hardiman. Partikel had setting in Bogor and Tanjung Puting which located in Indonesia, and also in London and Glastonbury which located in England. The setting of time of this novel was 1979-2003. The setting of society in this novel was the background of the education system in Indonesia, the spiritual background about superstition, and the background of crop circle phenomena and UFO which happened in England.

There were five dominant ideologies found in this thesis, they were 1) Liberalism, 2) Conservatism, 3) Theism, 4) Pantheism, and 5) New Age. The ideology formation of those ideologies were 1) The correlation between conservatism and theism. 2) The correlation between pantheism and liberalism and new age. 3) The contradiction between liberalism and conservatism. 4) The contradiction between theism and pantheism and new age. While the ideology formation of the characters was 1) Zarah embraced liberalism, pantheism, and new age. Her most dominant ideology was pantheism. 2) Firas embraced liberalism, pantheism, and new age. His most dominant ideology was liberalism. 3) Aisyah embraced theism and conservatism ideology. Her most dominant ideology was conservatism. 4) Abah Hamid embraced the same ideology with Aisyah, but his most dominant ideology was theism. 5) Pak Simon embraced pantheism and new age ideology. His most dominant ideology was new age.


(3)

FORMASI IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL KARYA DEE LESTARI:

PERSPEKTIF ANTONIO GRAMSCI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indoneisa

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Scholastica Pratiwi Putri Nastiti NIM: 134114026

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

FORMASI IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL KARYA DEE LESTARI:

PERSPEKTIF ANTONIO GRAMSCI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indoneisa

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Scholastica Pratiwi Putri Nastiti NIM: 134114026

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

Skripsi

FORMASI IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL KARYA DEE LESTARI:

PERSPEKTIF ANTONIO GRAMSCI

Oleh

Scholastica Pratiwi Putri Nastiti NIM: 134114026

Telah disetujui oleh

Pembimbing I

Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. Tanggal ………..

Pembimbing II


(6)

Skripsi

FORMASI IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL KARYA DEE LESTARI:

PERSPEKTIF ANTONIO GRAMSCI

Dipersiapkan dan ditulis oleh Scholastica Pratiwi Putri Nastiti

NIM: 134114026

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 13 Juni 2017

Dan dinyatakan memenuhi syarat Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : S.E Peni Adji, S.S., M.Hum. ………

Sekretaris : Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. ………... Anggota 1 : Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. ………... Anggota 2 : Drs. B. Rahmanto, M.Hum. ………...

Yogyakarta, 30 Juni 2017 Fakultas Sastra

Universitas Sanata Dharma


(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 30 Juni 2017 Penulis


(8)

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Scholastica Pratiwi Putri Nastiti

NIM : 134114026

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul FORMASI IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL KARYA DEE LESTARI: PERSPEKTIF ANTONIO GRAMSCI.

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 30 Juni 2017 Yang menyatakan,


(9)

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada orangtuaku Norbertus Sukirno dan Valentina R.R. Sri Tuti Mulatsih Saudara terkasihku Willybrodus Dani Prabowo dan Y.C. Awang Adhy Wibowo Serta semua orang yang saya cintai dan mencintai saya


(10)

MOTO

Urip iku urup” (Pepatah Jawa)

Coba pelajari sesuatu tentang apapun dan apapun tentang sesuatu. (Thomas Henry Huxley)

Tidak ada hal yang betul-betul salah, bahkan jam rusak pun benar dua kali dalam sehari.


(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kasih karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Formasi Ideologi dalam Novel Partikel Karya Dee Lestari: Perspektif Antonio Gramsci ini. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S-1) Program Studi Sastra Indonesia di Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dan bantuan dari banyak pihak, skripsi ini tidak akan selesai pada waktunya. Oleh karena itu, dari hati yang paling dalam, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. yang telah bersedia menjadi pembimbing I dan memberikan banyak masukan berharga. Penulis menyadari bahwa semangat dan bimbingan beliau mempengaruhi arah penulisan skripsi ini.

2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku pembimbing II yang telah menyempatkan diri untuk menilik dan mengarahkan penyusunan skripsi ini.

3. S.E Peni Adji, S.S., M.Hum. selaku Kaprodi yang telah dengan sabar ikut mendorong dan menyemangati penulis.

4. Seluruh jajaran pejabat dan dosen Program Studi Sastra Indonesia, Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Sastra; S.E Peni Adji, S.S., M.Hum; Drs. Hery Antono, M.Hum. (Alm); Prof. Dr. Praptomo Baryadi Isodorus, M.Hum. yang telah banyak memberikan petuah dan dukungan; Sony Cristian Sudarsono, S.S., M.A. yang juga turut memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

5. Seluruh staf dan karyawan Sekretariat Fakultas Sastra, khususnya Theresia Rusmiyati yang telah membantu penulis dalam hal kesekretariatan.


(12)

6. Seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Sanata Dharma yang telah membantu penulis memperoleh referensi yang dibutuhkan.

7. Kedua orang tuaku, Norbertus Sukirno dan Valentina R.R. Sri Tuti Mulatsih yang telah memberikan dukungan doa, perhatian, motivasi, dan materiil.

8. Kedua masku, Willybrodus Dani Prabowo dan Y.C. Awang Adhy Wibowo yang dengan segala keusilannya telah memberikan banyak motivasi, perhatian, dan dukungan kepada penulis.

9. Seluruh teman Program Studi Sastra Indonesia angkatan 2013, khususnya Vero, Cici, Rendra, Dandy, Galang, dan Beto untuk kebersamaan serta ceritanya; Paula, Nicko, Catrin, Esti, Anna, Egha, Rite, dan There yang telah berjuang bersama dan saling mendukung.

10.Terima kasih juga kepada Bella Belinda untuk doa, dukungan, dan semangatnya; Patrick Ardina Barata, Dea Ramantika DD, dan Scholastica Novena untuk dukungan dalam bentuk apapun.

11.Seluruh keluarga besar HMPS dan Bengkel Sastra yang telah mendewasakan saya dalam pengalaman berorganisasi dan bersastra di luar kelas.

Penulis menyadari bahwa banyak lagi yang belum sempat disebutkan. Semoga semua orang di atas jasa baik mereka diberkati oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun penulis berharap kiranya skripsi ini memberikan manfaat, khususnya bagi perkembangan pendidikan Sastra Indonesia.

Penulis


(13)

ABSTRAK

Nastiti, Scholastica Pratiwi Putri. 2017. Formasi Ideologi dalam Novel Partikel Karya Dee Lestari: Perspektif Antonio Gramsci. Skripsi Strata Satu (S-1). Yogyakarta: Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengangkat topik formasi ideologi dalam novel Partikel karya Dee Lestari. Tujuan penelitian ini (1) mendeskripsikan struktur penceritaan, (2) mendeskripsikan mengenai formasi ideologi berdasarkan perspektif Antonio Gramsci. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan. 1) Pendekatan objektif untuk menganalisis struktur intrinsik yaitu tokoh-penokohan dan latar. 2) Pendekatan Sosiologi Sastra dengan teori ideologi Gramsci untuk melihat formasi ideologi. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka.

Hasil analisis penceritaan (tokoh penokohan, dan latar) dan formasi ideologi. Tokoh utama dalam novel ini adalah Zarah Amala dan Firas. Sedangkan tokoh tambahan terdiri dari Aisyah, Abah Hamid dan Pak Simon Hardiman. Novel Partikel berlatar tempat di Bogor dan Tanjung Puting yang terletak di Indonesia dan juga London dan Glastonbury yang terletak di Inggris. Latar waktu terjadi di antara rentang tahun 1979-2003. Latar sosial dalam novel ini adalah latar mengenai sistem pendidikan di Indonesia, latar spiritual mengenai takhayul dan latar mengenai fenomena crop circle dan UFO yang terjadi di Inggris.

Ada lima ideologi dominan yang ditemukan dalam penelitian ini, yaitu 1) Liberalisme, 2) Konservatisme, 3) Teisme, 4) Panteisme, dan 5) New Age. Formasi ideologi dari kelima ideologi tersebut adalah 1) Ideologi konservatisme berkorelasi dengan ideologi teisme. 2) Ideologi panteisme berkorelasi dengan ideologi liberalisme dan juga ideologi new age. 3) Ideologi liberalisme bertentangan dengan ideologi konservatisme. 4) Ideologi teisme bertentangan dengan ideologi panteisme dan juga ideologi new age. Sedangkan formasi ideologi tokohnya adalah 1) Zarah memiliki ideologi liberalisme, panteisme dan juga new age, ideologi dominan yang dimiliki Zarah adalah panteisme. 2) Firas memiliki ideologi liberalisme, panteisme dan juga new age, ideologi dominannya adalah liberalisme. 3) Aisyah memiliki ideologi teisme dan konservatisme, ideologi dominannya adalah konservatisme. 4) Abah Hamid memiliki ideologi yang sama dengan Aisyah, namun ideologi dominannya adalah teisme. 5) Pak Simon memiliki ideologi panteisme dan new age, ideologi dominannya adalah new age.


(14)

ABSTRACT

Nastiti, Scholastica Pratiwi Putri. 2017. Ideology Formation in Dee Lestari‟s Partikel: Antonio Gramsci‟s Perspective. Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Literature. Faculty of Letters. Sanata Dharma University.

The topic of this thesis was ideology formation in Dee Lestari‟s Partikel. The aims of this thesis were (1) to describe the story-telling structure and (2) to describe the ideology formation based on Antonio Gramsci‟s perspective. This thesis used two approaches. 1) Objective approach for analyzing the intrinsic elements which were character-characterization and setting. 2) Sociological approach with Gramsci‟s theory of ideology for analyzing the ideology formation. The method used in this thesis was qualitative descriptive method. The data collecting used the bibliographical technique.

The result of the story-telling (character, characterization, and setting) and ideology formation. The main characters in this novel were Zarah Amala and Firas. The other additional characters were Aisyah, Abah Hamid dan Pak Simon Hardiman. Partikel had setting in Bogor and Tanjung Puting which located in Indonesia, and also in London and Glastonbury which located in England. The setting of time of this novel was 1979-2003. The setting of society in this novel was the background of the education system in Indonesia, the spiritual background about superstition, and the background of crop circle phenomena and UFO which happened in England.

There were five dominant ideologies found in this thesis, they were 1) Liberalism, 2) Conservatism, 3) Theism, 4) Pantheism, and 5) New Age. The ideology formation of those ideologies were 1) The correlation between conservatism and theism. 2) The correlation between pantheism and liberalism and new age. 3) The contradiction between liberalism and conservatism. 4) The contradiction between theism and pantheism and new age. While the ideology formation of the characters was 1) Zarah embraced liberalism, pantheism, and new age. Her most dominant ideology was pantheism. 2) Firas embraced liberalism, pantheism, and new age. His most dominant ideology was liberalism. 3) Aisyah embraced theism and conservatism ideology. Her most dominant ideology was conservatism. 4) Abah Hamid embraced the same ideology with Aisyah, but his most dominant ideology was theism. 5) Pak Simon embraced pantheism and new age ideology. His most dominant ideology was new age.


(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

MOTO ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Rumusan Masalah ………...………… 9

1.3 Tujuan Penelitian ……… 9

1.4 Manfaat Hasil Penelitian ……… 10

1.4.1 Manfaat Teoretis ………...…... 10

1.4.2 Manfaat Praktis ……...……….... 10

1.5 Tinjauan Pustaka ………. 10

1.6 Landasan Teori ………...… 13

1.6.1 Kajian Struktural ………... 14

1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan …………... 15

1.6.1.2 Latar ………...………... 19

1.6.2 Formasi Ideologi dalam Perspektif Gramsci ……….... 23

1.6.2.1 Ideologi menurut Antonio Gramsci ………..……….... 24

1.6.2.2 Formasi Ideologi ………... 27


(16)

1.7.1 Pendekatan ... 28

1.7.2 Metode Pengumpulan Data ………...……….. 29

1.7.3 Metode Analisis Data ... 30

1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data …..……….………. 30

1.8 Sumber Data ………..…..……… 31

1.9 Sistematika Penyajian ……….………. 31

BAB II STRUKTUR PENCERITAAN DALAM NOVEL PARTIKEL .... 33

2.1 Pengantar ………. 33

2.2 Tokoh dan Penokohan ………. 34

2.2.1 Tokoh Utama ……….……...…… 35

2.2.2 Tokoh Tambahan ……….………... 45

2.3 Latar ………. 56

2.3.1 Latar Tempat ……….….... 56

2.3.2 Latar Waktu ……….…….. 61

2.3.3 Latar Sosial …………... 65

2.4 Rangkuman ……….. 70

BAB III FORMASI IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL ... 73

3.1 Pengantar ………. 73

3.2 Ideologi dalam Novel Partikel ……… 74

3.2.1 Ideologi Liberalisme ………... 75

3.2.2 Ideologi Konservatisme ………...…… 79

3.2.3 Ideologi Teisme ……… 82

3.2.4 Ideologi Panteisme ………... 85

3.2.5 Ideologi New Age ………. 88

3.3 Formasi Ideologi dalam novel Partikel ……… 94


(17)

BAB IV PENUTUP ... 100

4.1 Kesimpulan ……….. 100

4.2 Saran ……… 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105

LAMPIRAN ... 108

DAFTAR TABEL Tabel 1 ………. 70

Tabel 2 ………. 97


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan masyarakat (pembaca). Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri merupakan kenyataan sosial dalam suatu lingkungan pergaulan (Damono, 1984:1). Gambaran kehidupan yang direpresentasikan dalam karya sastra merupakan hasil produksi pandangan pengarang terhadap kondisi masyarakat pada masa tertentu. Sastra bukanlah sekadar permainan imajinasi yang pribadi sifatnya, tetapi merupakan rekaman tata cara zamannya, suatu perwujudan macam pikiran tertentu (Tanie dalam Saraswati, 2003: 27). Novel misalnya adalah cerminan yang bisa dibawa ke mana pun dan paling cocok untuk memantulkan segala aspek kehidupan dan alam.

Partikel adalah sebuah novel karya Dee Lestari yang diterbitkan pada tahun 2012. Partikel merupakan episode keempat dari tujuh episode novel Supernova karya Dee Lestari. Episode Supernova pertama berjudul Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh yang terbit pada 16 Februari 2001. Kemudian pada 16 Oktober 2002, Dee meluncurkan episode kedua Akar, dilanjutkan Petir (2004), Partikel (2012), Gelombang (2014) dan yang terakhir adalah Inteligensi Embun Pagi (2016). Novel Supernova secara keseluruhan merupakan novel yang tergolong dalam jenis novel fiksi ilmiah.


(19)

Supernova karya Dee lestari sempat menjadi nominasi pada Katulistiwa Literary Award (KLA) yang digelar QB World Books. Ia bersaing dengan sastrawan kenamaan seperti Goenawan Muhammad, Danarto, Dorothea Rosa Herliany, Sutardji Calzoum Bachri, dan Hamsad Rangkuti. Baru-baru ini, Sepernova episode terakhir, yakni Intelegensi Embun Pagi mendapat penghargaan Book Of The Year 2016 oleh Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI).

Novel-novel karya Dee Lestari kebanyakan merupakan novel yang membutuhkan riset-riset yang mendalam. Dari hasil riset-riset tersebut selain dapat menikmati latar cerita yang menarik, pembaca juga diberikan pengetahuan-pengetahuan baru yang mencerdaskan. Terutama dalam novel Partikel ini, Dee melakukan riset yang mendalam mengenai Fungi¹. Dee menghabiskan waktu hampir sekitar delapan tahun untuk menerbitkan episode keempat dari Supernovanya.

Partikel merupakan kisah petualangan Zarah Amala dalam mencari ayahnya, yaitu Firas yang hilang begitu saja. Zarah adalah anak pertama dari Firas dan Aisyah. Firas adalah seorang dosen dan ahli mikologi di Institut Pertanian Bogor (IPB). Mereka juga memiliki seorang anak perempuan lagi bernama Hara.

¹ Tumbuhan tanpa daun atau klorofil, hidup dari bahan tumbuhan atau binatang lain, dapat terdiri atas satuan sel, dapat menyebabkan penyakit pada tumbuhan atau binatang, dapat membusukkan kayu, makanan, dsb; cendawan; jamur (KBBI,2007: 322).


(20)

Firas dan Aisyah sebenarnya adalah anak dari Abah Hamid dan Umi. Namun, Firas adalah anak angkat Abah, sedangkan Aisyah adalah anak kandung. Masalah pernikahan Firas dan Aisyah ini merupakan awal permasalahan dari kurang harmonisnya keluarga besar ini. Namun, masalah pernikahan itu bukanlah permasalahan utama dalam novel yang ditulis oleh Dee Lestari ini.

Kisah dalam Partikel berawal dari Zarah yang sangat menyayangi ayahnya lebih dari apa pun. Ia bahkan mengumpamakan ayahnya adalah seorang dewa. Sejak ia kecil, Zarah dididik dengan cara yang berbeda dari anak-anak lain yang seumuran dengannya. Zarah hingga umurnya 12 tahun belum pernah merasakan pendidikan formal seperti teman-temannya. Ia hanya dididik sendiri oleh Firas di rumah. Firas tidak mau Zarah masuk sekolah formal seperti anak-anak sebayanya. Ideologi yang dimiliki oleh Firas tersebut yang menimbulkan pelbagai konflik dalam hidupnya. Firas menganggap bahwa sekolah formal seperti yang telah ada sekarang itu tidak banyak membantu untuk anak perempuannya. Firas tidak pernah suka sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Sebenarnya Firas sendiri adalah dosen IPB, tapi ia tidak suka dengan sistem pendidikan di Indonesia. Ia memiliki pemikirannya sendiri mengenai pendidikan yang pantas untuk anaknya.

Kutipan berikut ini menujukkan ideologi yang dimiliki oleh tokoh Firas dan Zarah tentang sistem pendidikan di Indonesia.

(1) “Tidak perlu Aisyah. Zarah akan jauh lebih pintar kalau aku yang mengajarkannya langsung.” Begitu selalu katanya (Lestari, 2014: 17). (2) Aku mengerjakannya sambil setengah tidak percaya. Untuk inikah

anak-anak itu disekap berjam-jam di kelas? Lebih baik mereka semua ikut Ayah ke Kebun Raya dan mendengarkan cerita-ceritanya tentang


(21)

alam semesta. Nilaiku sempurna. Dengan setengah tidak percaya pula, mereka akhirnya mengizinkanku bersekolah di sana (Lestari, 2012: 95).

Kutipan di atas menujukkan bahwa Firas memiliki sebuah pemikiran dan kesadaran bahwa pendidikan tidak harus didapatkan dari bangku sekolah. Jika seorang anak dididik dengan baik dan benar, diberi pelajaran setiap hari tanpa harus berada di kelas, maka sekolah formal bukan sebuah hal yang wajib. Kemudian Zarah membuktikan apa yang dikatakan ayahnya mengenai pendidikan informal.

Selain ideologi mengenai sistem pendidikan, novel ini juga memiliki ideologi mengenai hubungan alam semesta dan manusia.

(3) Dengan tegas Ayah menandaskan, “Umat manusia selamanya berhutang budi kepada kerajaan fungi. Kita bisa ada hari ini karena fungi melahirkan kehidupan buat kita.”

Bagi Ayah, fungi adalah orang tua alam ini (Lestari, 2012: 21).

(4) Berkesempatan melihat tanah airku dari ribuan kaki di atas permukaan laut menyadarkanku atas kebenaran kata-kata Ayah dulu. Hutan Kalimantan tidak selebat yang kubayangkan. Tampak bolong-bolong luas di mana-mana. Hutan yang tinggal jadi sejarah. Tebaran atap serta padatnya permukiman manusia terlihat bagai sel kanker yang menyebar. Menggerogoti hijaunya hutan. Dari atas sini, aku melihat Kalimantan yang terluka (Lestari, 2012: 178).

(5) “Kalau bumi ini hidup seperti kita, maka dia pun akan punya sistem meridian, dia punya chakra. Jadi, bagi saya, ley lines, teori World Crystalline, teori World Gird menunjukkan bahwa ada aspek lain dari Bumi kita yang belum sepenuhnya kita kenali. Aspek yang menunjukkan Bumi kita adalah makhluk hidup yang berkesadaran (Lestari, 2012: 421).”


(22)

Kutipan tersebut di atas merupakan beberapa contoh ideologi yang terdapat dalam Partikel mengenai alam semesta. Bahwa bumi adalah makhluk hidup yang berkesadaran. Dan bumi yang dipijak manusia saat ini tengah mengalami kerusakan akibat eksploitasi sumber daya yang dilakukan oleh manusia. Selain hal tersebut, juga muncul pemikiran tentang fungi dan perannya yang amat besar bagi alam semesta.

Kisah Zarah tidak hanya berhenti di situ. Petualangan Zarah semakin menarik ketika seseorang yang ia dewakan, yaitu Firas hilang. Hilangnya Firas membawanya dalam sebuah pelarian yang tidak ada hentinya. Ia pergi ke Tanjung Puting hingga akhirnya ia ke London. Di London ia bertemu dengan Pak Simon, koresponden Firas. Dari Pak Simon, Zarah mendapatkan titik terang akan keadaan Firas. Dari Pak Simon juga, Zarah mempelajari hal-hal mengenai Ayahnya yang selama ini hanya ia pahami ala kadarnya.

Karya sastra memiliki peran penting, baik dalam usahanya untuk menjadi pelopor pembaharuan, maupun memberikan pengakuan terhadap suatu gejala kemasyarakatan (Ratna, 2012: 334). Sastra memberikan gambaran atas situasi sosial, ideologi, dan harapan-harapan individu yang sesungguhnya mempresentasikan kebudayaan bangsanya. Dalam karya sastra, pengarang membawa gagasan-gagasan tertentu. Gagasan-gagasan tersebut mencerminkan ideologi pengarang yang ditransfer dalam karyanya melalui dialog tokoh, latar, peristiwa, maupun karakter tokoh. Melalui hal-hal tersebut, pengarang dapat menyampaikan tujuannya menciptakan sebuah karya sastra. Penelitian ini tidak


(23)

membahas mengenai ideologi pengarang, namun membahas mengenai ideologi yang ada di dalam sebuah karya sastra.

Para tokoh dalam Partikel memiliki beberapa konflik mengenai persoalan dalam kehidupan sehari-harinya. Salah satu konfilk muncul ketika Firas menolak permintaan Abah dan Umi agar Zarah masuk sekolah formal. Persoalan tersebut kemudian menjadi sebuah konflik berkepanjangan antara Firas dan Abah, Umi, serta isterinya, Aisyah. Selain itu, konflik juga dihadapi Firas dalam hal Bukit Jambul. Masyarakat dan Abah mengira Bukit Jambul itu adalah tempat angker, sehingga tidak ada yang boleh memasuki area terlarang tersebut. Namun, bagi Firas Bukit Jambul adalah aset yang harus dijaga, maka ia dapat keluar masuk Bukit Jambul karena ia mengetahui kebenarannya.

Pemikiran tokoh yang satu dan pemikiran tokoh-tokoh lainnya kadang bertentangan. Dengan pelbagai pemikiran tersebut mengisyaratkan adanya pertentangan ideologi terkait pelbagai sisi kehidupan. Pertentangan ideologi yang terjadi karena adanya perbedaan gagasan dan pemikiran antartokoh yang satu dengan tokoh lainnya tersebut memunculkan gejala dan upaya dari ideologi yang tertindas untuk melakukan perlawanan terhadap ideologi yang mendominasi. Upaya perlawanan terhadap dominasi ideologi menujukkan adanya usaha negosiasi yang dilakukan untuk mencapai kesepakatan bersama demi kesatuan sosial.

Ideologi oleh Gramsci didefinisikan sebagai kesadaran yang aktif. Sama seperti Lukacs, ia tidak menyetujui pendefinisian ideologi oleh Marx sebagai kesadaran palsu, melainkan kesadaran sebagai sesuatu yang aktif (Takwin, 2003:


(24)

79-83). Menurut Gramsci, ideologi adalah manifestasi dari bekerjanya sistem dan proses kekuasaan (Simon, 2004: 86). Ideologi terbentuk melalui proses sejarah yang panjang yang melahirkan suatu keadaan di mana kelompok atau individu yang dikuasai seolah-olah menerima hubungan dominasi yang ada. Kekuasaan itu merasuk dan ideologi diterima sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari seakan-akan terjadi “consensus” antara kelompok atau pihak tersubordinasi dan penguasa. Kondisi penguasaan negara ini dalam pemikiran Gramsci dikenal dengan istilah hegemoni (Takwin, 2003: 84).

Gagasan-gagasan dan opini-opini tidak lahir begitu saja dari otak individu, melainkan punya pusat informasi, iradiasi, penyebaran, dan persuasi (Faruk, 2012: 132). Ide-ide tentang sebuah ideologi tidak dapat dilepaskan dari praktik-praktik kultural dalam hal penyebaran dan persuasinya. Puncak dari keberhasilan upaya penyebaran dan persuasi tersebut dikenal sebagai hegemoni. Faruk (Ibid., 136) berpendapat bahwa hegemoni menyangkut cara-cara serangkaian kompleks dan menyeluruh dari praktik-praktik kultural, politisi, ideologis yang bekerja untuk „menyemen‟ masyarakat menjadi kesatuan yang relatif. „Menyemen‟ dalam hal ini memiliki artian mengikat kelas-kelas yang sebenarnya bersifat antagonistik menjadi satu kesatuan yang seakan-akan rukun dan harmonis.

Berdasarkan kerangka pikiran di atas, teori ideologi menurut perspektif Gramsci dirasa relevan untuk menganalisis ideologi yang terdapat dalam Partikel. Teori ini dipilih karena menjelaskan relasi ideologi secara mendalam. Dalam teori Gramsci, ideologi memiliki peran penting untuk mengikat pelbagai kelompok sosial yang berbeda-beda dalam satu wadah sebagai sarana penyatu sosial.


(25)

Dengan menggunakan teori ideologi Gramsci, diharapkan ideologi-ideologi yang ada dalam Partikel dapat dipahami lebih terfokus dan lebih mendalam.

Peneliti memilih topik mengenai formasi ideologi karya sastra dalam novel Partikel karya Dee Lestari ini didasarkan alasan sebagai berikut. Pertama, berdasarkan observasi peneliti, topik yang membahas mengenai formasi ideologi pada Partikel belum banyak ditemukan dan dilakukan. Hasil searching peneliti, Partikel pernah dikaji dengan kajian psikologi sastra yaitu kepribadian dan aktualisasi diri tokoh utamanya, dan juga kajian feminis.

Kedua, ideologi yang dimiliki para tokoh dalam Partikel adalah sesuatu permasalahan menarik dalam novel ini. Perbedaan ideologi yang dialami oleh para tokoh tersebut menyebabkan pertentangan dan konflik dalam masyarakat yang berkepanjangan. Hal ini menjadikan peneliti tertarik untuk menelusuri lebih dalam mengenai formasi ideologi yang ada di dalam novel Partikel karya Dee Lestari ini.

Ketiga, peneliti ingin melihat lebih terperinci mengenai permasalahan formasi ideologi yang ada di dalam Partikel yang juga termasuk ke dalam fenomena sosial yang tengah terjadi di dalam masyarakat dewasa ini. Ada pelbagai permasalahan dalam novel ini yang ternyata banyak dialami oleh masyarakat dewasa ini, hanya saja masyarakat tidak begitu mengambil pusing tentang fenomena yang terjadi di sekitar mereka.

Novel Partikel karya Dee Lestari ini merupakan teks sastra yang akan dijadikan bahan penelitian. Teks-teks sastra dalam novel tersebut akan dianalisis tokoh, penokohan, dan latarnya terlebih dahulu. Kemudian akan dibahas lebih


(26)

jauh mengenai bagaimana formasi ideologi yang ada dalam Partikel yang kemudian diasumsi merupakan ideologi yang dimiliki oleh novel Partikel.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana struktur penceritaan novel Partikel karya Dee Lestari?

2. Bagaimana formasi ideologi yang ada dalam novel Partikel karya Dee Lestari?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan formasi ideologi dalam novel Supernova: Episode Partikel karya Dee Lestari. Secara khusus tujuan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan struktur penceritaan novel Partikel karya Dee Lestari. Struktur penceritaan yang akan dianalisis adalah tokoh, penokohan, dan latar dalam novel Partikel. Kemudian hasil analisis dari struktur penceritaan novel Partikel akan dibahasa pada bab II.

2. Mendeskripsikan formasi ideologi yang ada dalam novel Partikel karya Dee Lestari. Formasi ideologi yang digunakan untuk menganalisis Partikel ini adalah formasi ideologi dalam perspektif Antonio Gramsci. Hasil analisis formasi ideologi ini kemudian akan dibahas dalam bab III.


(27)

1.4 Manfaat Hasil Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis

1.4.1.1Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan di bidang sosiologi sastra yaitu memberikan contoh kajian penerapan teori tokoh, penokohan, dan latar dalam karya sastra. Karya sastra yang diteliti di sini adalah novel Partikel karya Dee Lestari.

1.4.1.2Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan tentang studi sastra mengenai ideologi berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Gramsci khususnya mengenai teori ideologi dalam perspektif Gramsci.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai rujukan penelitian tentang studi ideologi dalam bidang karya sastra. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini dapat membantu pembaca dalam memahami novel Partikel karya Dee Lestari secara lebih dalam. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra, khususnya novel Partikel.

1.5 Tinjauan Pustaka

Topik mengenai ideologi dalam karya sastra pernah dijadikan topik skripsi S-1 oleh Nanang Syaiful Rohman, dalam skripsinya berjudul “Ideologi Perempuan dalam Novel Tempurung Karya Oka Rusmini” (2011). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa ada dua bagian ideologi yakni ideologi yang


(28)

bersumber dari budaya tradisional Bali yang terdiri dari ideologi umum, ideologi familialisme, dan ideologi ibuisme dan ideologi yang bersumber dari budaya tradisional Bali yang dipadukan dengan budaya modern yang terdiri dari ideologi matriarki, ideologi familialisme. Terdapat beberapa tokoh yang memiliki ideologi lebih dari satu. Hal ini terjadi karena tokoh-tokoh perempuan tersebut menghadapi pelbagai masalah dalam kehidupan yang sangat kompleks, sehingga menyebabkan ideologi yang dianut sebelumnya beralih ke ideologi lain. Ideologi-ideologi yang dimiliki tokoh perempuan dalam novel Tempurung karya Oka Rusmini tampak dalam pandangan tokoh perempuan terhadap dirinya sendiri, pandangan tokoh perempuan terhadap perempuan lain, dan pandangan tokoh perempuan terhadap laki-laki. Pandangan tersebut tercermin dalam kutipan unit teks yang terinci dalam monolog, dialog, dan narasi tokoh.

Kemudian formasi ideologi juga pernah dijadikan topik skripsi oleh Ardila Chandra, dalam skripsi yang berjudul “Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam Novel Burung-Burung Rantau Karya Y.B. Mangunwijaya: Analisis Hegemoni Gramsci” (2015). Di dalam penelitiannya, Chandra menyimpulkan bahwa terdapat dua belas ideologi dalam novel BBR. Keduabelas ideologi tersebut yaitu humanisme, patriarkat, feminisme, tradisionalisme, konvensionalisme, teisme, realisme, rasionalisme, nasionalisme, materialisme, kapitalisme, dan liberalisme. Kedua belas ideologi tersebut memiliki korelasi, pertentangan, dan subordinasi. Untuk mencapai hegemoni, dibutuhkan negosiasi yang bisa terjadi melalui dialog antartokoh dan melalui perenungan diri sendiri. Dalam hal ini, terdapat sepuluh negosiasi ideologi dalam novel Burung Burung Rantau (BBR). Melalui BBR,


(29)

pengarang ingin memperkenalkan gagasannya mengenai pascanasional dan menyebarkan jiwa humanis. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa novel BBR adalah usaha pengarang untuk memperlihatkan kekompleksan permasalahan manusia pada era globalisasi. Kekompleksan permasalahan tersebut ditunjukkan melalui ideologi-ideologi para tokoh. Pengarang menceritakan kegelisahan-kegelisahan pikirannya terkait humanisme melalui kehidupan Neti sebagai tokoh utama. Pengarang menonjolkan ideologi humanisme untuk menyuarakan kemanusiaan dan kesetaraan bagi semua manusia.

Novel Partikel karya Dee Lestari sebelumnya pernah menjadi objek penelitian skripsi S-1 oleh Kartika Nurul Nugraheni yang berjudul “Kepribadian dan Aktualisasi Diri Tokoh Utama dalam Novel Supernova Episode Partikel Karya Dewi Lestari” (2014) menganalisis novel Partikel dengan tinjauan psikologi sastra. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa pertama, kepribadian yang menonjol pada tokoh utama bernama Zarah dalam novel Partikel karya Dewi Lestari adalah cerdas, pemberontak, dan keras kepala. Kedua, konflik batin yang dialami tokoh utama bernama Zarah dalam novel Partikel karya Dewi Lestari adalah keinginan yang tidak sesuai kenyataan dan pertentangan batin. Konflik yang paling utama adalah pelarian Zarah dari kekangan kebudayaan di masyarakat karena perbedaan ideologi. Ketiga, aktualisasi diri pada tokoh Zarah dalam novel Partikel karya Dewi Lestari terdiri dari dua tujuan, yaitu keinginan untuk menemukan Firas (ayahnya), memiliki pemikiran yang konsisten, dan teguh pendirian untuk mempertahankan hasil riset Firas (ayahnya).


(30)

Sedangkan Nurlinda, dkk melakukan kajian nilai-nilai terhadap novel Patikel karya Dee Lestari. Judul yang mereka pakai adalah “Nilai-nilai dalam Novel Partikel Karya Dewi Lestari (DEE). Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam novel karya Dee Lestari ini terdiri dari nilai pendidikan, religius, sosial, dan individu. Nilai pendidikan itu meliputi nilai setia kawan, toleransi, kebulatan tekad, menjaga kelestarian hewan dan alam, dan tolong menolong. Nilai religiusnya adalah keyakinan kepada Tuhan Maha Esa; Mengerjakan Salat, puasa, dan membaca Alquran; Berdoa kepada Allah; Menghormati ibu; Manusia makhluk lemah; Setan musuh manusia; dan Percaya kepada takdir Allah; Nilai sosial meliputi, pengorbanan, kemenangan, kasih sayang, kegotongroyongan, dan kepedulian. Kemudian nilai individunya adalah bijaksana, keteguhan, keberanian, perjuangan, keegoisan, kerja keras, kejujuran, kesadaran, kegelisahan, penderitaan, dan kesedihan.

Beberapa hasil penelitian di atas kemudian akan dijadikan tinjauan untuk mendukung kajian dalam penulisan penelitian ini. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian-penelitian ini menekankan pembahasan mengenai formasi ideologi yang ada dalam Partikel. Dialog, tokoh, peristiwa, dan latar dalam Partikel menunjukkan pertentangan pikiran dan ideologi masing-masing tokoh, oleh karena itu penelitian ini dikaji menggunakan teori ideologi Gramsci.

1.6 Landasan Teori

Suatu penelitian memerlukan teori-teori atau pendekatan yang tepat dan sesuai dengan objeknya. Landasan teori dalam penelitian ini memaparkan tokoh,


(31)

penokohan, dan latar dalam drama, kajian sosiologi sastra, dan teori ideologi menurut perspektif Antonio Gramsci dalam karya sastra.

1.6.1 Kajian Struktural

Pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan Strukturalisme Praha. Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum formalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh pelbagai unsur (pembangun)-nya.

Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendekripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Analisis strukruktural dilakukan dengan mengidentifikasi peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan ketertarikan antarpelbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah keseluruhan.

Dalam konteks penelitian ini, peneliti membatasi kajian struktural hanya pada tokoh dan penokohan serta latar tempat, waktu dan sosial. Hal ini dilakukan karena peneliti berupaya melakukan studi yang efisien dan efektif. Selain itu, hasil dari analisis tokoh dan penokohan tersebut membantu peneliti untuk merumuskan formasi ideologi yang terdapat dalam Partikel. Kemudian latar tempat, waktu, dan sosial melengkapi dan menjelaskan bagaimana keadaan masyarakat sosial dalam Partikel.


(32)

1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan

Dalam penelitian ini digunakan teori tokoh dan penokohan untuk menganalisis novel Partikel. Analisis unsur tokoh dan penokohan akan membantu peneliti untuk mendalami sifat-sifat tokoh dalam novel Partikel dan menemukan ideologi yang dimiliki oleh setiap tokoh. Hasil analisis tokoh dan penokohan tersebut akan digunakan oleh peneliti untuk mendalami ideologi yang ada di dalam novel Partikel karya Dee Lestari ini.

Dalam pembicaraan sebuah fiksi, sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah tersebut sebenarnya tidak menyaran pada pengertian yang persis sama, atau paling tidak dalam tulisan ini akan dipergunakan dalam pengertian yang berbeda, walaupun memang ada di antaranya yang sinonim. Ada istilah yang pengertiannya menyaran pada tokoh cerita dan atau “teknik” pengembangannya dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1995:164-165).

Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawaban terhadap pertanyaan: “Siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “Ada berapa orang jumlah pelaku novel itu?”, dan sebagainya. Penokohan dan karakterisasi menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak (-watak) tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti dikatakan oleh Jones (1968: 33), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Ibid., 165).


(33)

Penggunaan istilah “karakter” (character) sendiri dalam berbagai literatur bahasa Inggris menyarankan pada dua pengertian berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsup moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut (Staton dalam Nurgiyantoro, 1995: 165). Dengan demikian, character dapat berarti „pelaku cerita‟ dan dapat pula berarti „perwatakan‟. Antara seseorang tokoh dan perwatakan yang dimilikinya memang merupakan sebuah kepaduan yang utuh (Ibid.’ 165).

Tokoh cerita (character) menurut Abrams (1981) adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dari kutipan tersebut juga dapat diketahui antara seseorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan dalam penerimaan pembaca. Dalam hal ini, khususnya dari pandangan teori resepsi, pembacalah sebenarnya yang memberi arti semuanya. Berkaitan dengan kasus kepribadian sang tokoh, pemaknaan itu dilakukan berdasarkan kata-kata (verbal) dan tingkah laku lain (nonverbal). Pembedaan antara tokoh yang satu dengan yang lain lebih ditentukan oleh kualitas pribadi daripada dilihat secara fisik. Dengan demikian, istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan “perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiyantoro, 1995: 165-166).


(34)

Tokoh adalah pemegang peran (peran utama) dalam roman atau drama (KBBI, 2007: 1203). Abrams dalam Nurgiyantoro (2007: 165) mengungkapkan bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Penelitian ini akan menganalisis tokoh dalam novel Partikel karya Dee Lestari yang diklasifikasikan berdasarkan perannya, yakni tokoh utama dan tokoh tambahan. Teori tokoh utama dan tokoh tambahan lebih dipilih daripada teori lainnya karena hasil analisis tokoh utama dan tokoh tambahan akan mencerminkan mengenai bagaimana ideologi utama dalam Partikel.

1.6.1.1.1 Tokoh Utama

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2007: 176-177). Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan latar secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik penting yang mempengaruhi perkembangan latar (Ibid., 177).


(35)

1.6.1.1.2 Tokoh Tambahan

Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung atau tidak langsung (Ibid., 177). Dominasi tokoh tambahan dalam cerita ada di bawah tokoh utama, sehingga mereka dapat dipadang sebagai tokoh tambahan, walau harus dicatat: ada tokoh tambahan yang utama (Ibid., 178).

Apa yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa pembedaan antara tokoh utama dan tokoh tambahan tidak dapat dilakukan secara eksak. Pembedaan itu lebih bersifat gradasi. Kadar keutamaan tokoh-tokoh itu beringkat: tokoh utama (yang) utama, tokoh tambahan, tokoh tambahan utama, tokoh tambahan (yang memang) tambahan. Dalam penelitian ini, hanya dibatasi pada tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh besar pada tokoh utama.

Penokohan adalah penciptaan citra tokoh dalam karya susastra (KBBI, 2007: 1203). Istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan “perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2007: 166).

Teknik pelukisan tokoh yang digunakan oleh Dee dalam Partikel adalah teknik dramatik. Teknik dramatik adalah teknik pelukisan tokoh secara tidak langsung. Nurgiyantoro (2007: 198) mengungkapkan bahwa teknik dramatik


(36)

artinya adalah pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui pelbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.

1.6.1.2 Latar

Penelitian ini menggunakan teori latar yang meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Hasil analisis latar digunakan untuk lebih memahami bagaimana kondisi latar dalam cerita. Bagaimana latar waktu, tempat dan sosial yang ada dalam masyarakat novel dapat menjelaskan ideologi yang terkandung dalam karya sastra tersebut.

Abrams dalam (Nurgiyantoro, 2010: 216) mengungkapkan bahwa latar atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara kongkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan susasna tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Jika latar mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal, lengkap dengan perwatakannya ke dalam cerita, makan pembaca akan dimudahkan untuk mengoperasikan daya imajinasinya.

Nurgiyantoro (2010: 227-236) mengungkapkan bahwa unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga


(37)

unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling memengaruhi satu dengan yang lainnya.

Unsur latar menjadi penting untuk dianalisis dalam penelitian ini karena latar menjelaskan dan mengungkapkan bagaimana keadaan dan kondisi masyarakat sesungguhnya yang menjadi latar belakang cerita tersebut. Nurgiyantoro (2010: 100) menjelaskan bahwa dalam sebuah karya fiksi sering dijumpai peristiwa-peristiwa dan permasalahan yang diceritakan. Karena kelihaian dan kemampuan imajinasi pengarang, cerita fiksi menjadi tampak kongkret dan seperti benar-benar ada dan terjadi.

Unsur latar dalam Partikel merupakan latar-latar yang nyata, walaupun ceritanya fiksi, namun latar yang digunakan adalah latar faktual. Misalnya latar tempat yang ada di dunia nyata, yaitu Bogor, Tanjung Putting, London, Glastonbury, dll. Beberapa peristiwa juga merupakan peristiwa nyata misalnya Simposium yang dilaksanakan di Glastonbury pada 2003. Peristiwa itu benar-benar terjadi dan membahas mengenai biokimia dan molekul genetik (https://bmg.med.virginia.edu/events/past-simposia/bmg-symposium-2003/)

1.6.1.2.1 Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas.


(38)

Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak tak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Ketidaksesuaian deskripsi antara keadaan tempat secara realistis dengan yang ada di novel dapat menyebabkan karya yang bersangkutan kurang meyakinkan jika pembaca mengenalinya. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis ini penting untuk mengesani pembaca seolah-olah hal yang diceritakan sungguh ada dan terjadi.

Perlu dikemukakan bahwa latar tempat dalam sebuah novel biasanya meliputi pelbagai lokasi. Ia akan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sejalan dengan perkembangan plot dan tokoh. Dari sekian banyak tempat yang disebut, tentu sajaa tidak semuanya fungional dan sama pentingnya. Jika latar tempat dikemukakan secara terperinci, makan latar tempat tersebut merupakan latar tempat yang penting.

1.6.1.2.2 Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa -peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk mencoba masuk ke dalam suasana cerita. Latar waktu dalam fiksi dapat menjadi dominan dan fungsional jika digarap dengan teliti, terutama jika dihubungkan dengan waktu sejarah.


(39)

Lama waktu cerita dalam karya fiksi juga sering dihubungkan dengan lamanya waktu yang dipergunakan dalam cerita. Dalam hal ini terdapat variasi pada pelbagai novel yang ditulis pengarang. Ada novel yang membutuhkan waktu panjang, katakanlah (hampir) sepanjang hayat tokoh, ada pula yang relatif pendek misalnya hanya beberapa hari atau bahkan hanya beberpa jam.

1.6.1.2.3 Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup pelbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual.

Untuk mengangkat latar tempat tertentu ke dalam karya fiksi, pengarang perlu menguasai medan. Hal itu juga terlebih berlaku untuk latar sosial, tepatnya sosial budaya. Latar sosial berperan menentukan apakah sebuah latar, khususnya latar tempat, menjadi khas dan tipikal atau sebaliknya bersifat netral. Dengan kata lain, untuk menjadi tipikal dan lebih fungsional, deskripsi latar tempat harus sekaligus disertai latar sosial, tingkah laku kehidupan sosial masyarakat di tempat yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2010: 234).


(40)

1.6.2 Formasi Ideologi dalam Perspektif Antonio Gramsci

Kajian tentang formasi ideologi dalam perspektif Antonio Gramsci ini merupakan bidang kajian dengan pendekatan sosiologi sastra. Sosiologi sastra adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah tentang lembaga sosial. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik dan lain-lain (yang kesemuanya itu merupakan struktur sosial), kita mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi, proses pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing (Damono, 1979: 7).

Seperti halnya sosiologi, sastra berurusan dengan manusia dalam masyarakat: usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Dalam hal isi, sesungguhnya sosiologi dan sastra berbagi masalah yang sama. Dengan demikian, novel merupakan genre utama sastra dalam zaman industri ini, dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali dunia sosial ini: hubungan manusia dengan keluarganya, lingkungannya, politik, negara, dan sebagainya. Dalam pengertian dokumenter murni, jelas tampak bahwa novel berurusan dengan tekstur sosial, ekonomi, dan politik- yang juga menjadi urusan sosiologi (Ibid., 8)

Kemudian Ratna (2004: 334) mengungkapkan bahwa hubungan karya sastra dengan masyarakat, baik sebagai negasi dan inovasi, maupun afirmasi, jelas


(41)

merupakan hubungan yang hakiki. Karya sastra mempunyai tugas penting, baik dalam usahanya menjadi pelopor pembaharuan, maupun memberikan pengakuan terhadap suatu gejala kemasyarakatan. Melalui teori sosiologi sastra, peneliti dapat mengkonstruksikan mengenai formasi ideologi dalam novel Partikel karya Dee Lestari.

1.6.2.1 Ideologi menurut Antonio Gramsci

Secara etimologis, ideologi berasal dari kata idea (ide, gagasan) dan ology (logos, ilmu). Pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan dan kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis. Dalam arti luas, ideologi adalah pedoman normative yang dipakai oleh seluruh kelompok sebagai dasar cita-cita, nila dasar dan keyakinan yang dijunjung tinggi.

Konsep ideologi bagi Gramsci itu melewati arti “ilmu pengetahuan gagasan” dan seperangkat doktrin (Gramsci, 2013: 527). Ideologi adalah penanda cara manusia meninggalkan peran mereka dalam masyarakat-kelas, nilai, ide, dan imaji-imaji yang mengikat mereka pada fungsi sosial (Elgeton, 2002: 20). Gramsci mengungkapkan bahwa ideologi lebih dari sekedar sistem ide karena memberikan arah dan tujuan bagi kelangsungan hidup individu maupun kelompok (Gramsci, 2013: 528).

Bagi Gramsci, ideologi secara historis memiliki keabsahan yang bersifat psikologis. Artinya ideologi „mengatur‟ manusia dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak, mendapatkan kesadaran akan posisi mereka, perjuangan mereka dan sebagainya. Ideologi bagi Gramsci berfungsi untuk mengatur manusia


(42)

dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak mendapatkan kesadaran tentang posisinya dan perjuangan mereka.

Gramsci menganggap dunia gagasan, kebudayaan, superstruktur, bukan hanya refleksi atau ekspresi dari struktur kelas ekonomik atau infrastruktur yang bersifat material, melainkan sebagai salah satu kekuatan material itu sendiri. Sebagai kekuatan material, dunia gagasan atau ideologi berfungsi mengorganisasi massa manusia, menciptakan suatu tanah lapang yang di atasnya manusia bergerak. Persoalan kultural dan formasi ideologi menjadi penting bagi Gramsci karena di dalamnya pun berlangsung proses yang rumit.

Ideologi terbentuk melalui proses sejarah yang panjang yang melahirkan suatu keadaan di mana kelompok atau individu yang dikuasai seolah-olah menerima hubungan dominasi yang ada. Kekuasaan itu merasuk dan ideologi diterima sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari seakan-akan terjadi “consensus” antara kelompok atau pihak tersubordinasi dan penguasa. Kondisi penguasaan negara ini dalam pemikiran Gramsci dikenal dengan istilah hegemoni (Takwin, 2003: 84).

Ideologi menurut Gramsci (dalam Harjito, 2001: 33) mengandung empat elemen. Empat elemen tersebut yaitu elemen kesadaran, elemen material, elemen solidaritas-identitas, dan elemen kebebasan.

Elemen kesadaran menandakan bahwa ideologi memberi tempat bagi manusia untuk bergerak dan mendapatkan kesadaran tentang posisi mereka, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, maupun perjuangan untuk menjadi kelas hegemoni. Titik awal kesadaran adalah pemikiran awam (common sense).


(43)

Pemikiran awam berasal dari pelbagai sumber dan kejadian masa lalu yang membuat masyarakat menerima kebiasaan, kekuasaan, ketidakadilan, dan penindasan sebagai hal yang alamiah, produk alam, kehendak Tuhan, dan tidak dapat diubah (Simon, 2004: 33). Gramsci menggunakan istilah pendapat umum (common sense) untuk menunjukkan cara orang awam yang tidak kritis dan tidak sadar dalam memahami dunia (Ibid., 27). Pemikiran ini merupakan tempat dibangunnya ideologi dan menjadi tempat perlawanan ideologi.

Elemen material adalah wujud eksistensi dalam pelbagai aktivitas praktis dan menjelma dengan cara hidup kolektif masyarakat. Ideologi bukanlah fantasi atau angan-angan seseorang, tetapi menjelma dalam kehidupan keseharian masyarakat, lembaga, ataupun organisasi di tempat praktik sosial berlangsung, misalnya dalam partai politik, serikat dagang, masyarakat sipil, aparat negara, perusahaan komersial, atau lembaga keuangan (Simon, 2004: 83-86).

Elemen solidaritas identitas merupakan tanda bahwa ideologi mampu mengikat sebagai pondasi penyatuan sosial pelbagai kelompok yang berbeda ke dalam satu wadah. Dengan demikian, kelompok-kelompok lain diikutsertakan, termasuk ideologinya, guna mendapatkan dukungan. Pernyataan tersebut secara tidak langsung mengakui adanya pluralitas ideologi di masyarakat karena terdapat pelbagai kelompok sosial. Untuk merangkul pelbagai kelompok sosial, dalam menyusun ideologi baru tidak harus menyingkirkan semua sistem ideologi yang berbeda, tetapi justru melakukan transformasi ideologi dengan mempertahankan dan menyusun kembali beberapa unsur yang paling tangguh. Istilah untuk menggambarkan keadaan ini disebut negosiasi (Harjito, 2001: 35).


(44)

Elemen kebebasan menjelaskan bahwa ideologi menghasilkan kebebasan maksimal kepada individu untuk merealisasikan dirinya. Kebebasan memberi peluang kepada masyarakat demi menghilangkan penindasan tersebut (Ibid., 36).

Keempat elemen tadi tidak harus muncul bersamaan. Elemen yang harus muncul adalah elemen solidaritas-identitas, elemen kebebasan yang berwujud pelbagai aktivitas praktis dan terjelma dalam kehidupan keseharian, cara hidup kolektif masyarakat, lembaga, serta organisasi tempat praktik sosial berlangsung.

1.6.2.2 Formasi Ideologi

Formasi adalah suatu susunan (KBBI, 2007: 320). Ideologi adalah sistem berpikir, kepercayaan, praktik-praktik simbolik yang berhubungan dengan tindakan sosial dan politik. Menurut Thompson (2003: 17) ideologi adalah sistem gagasan yang mempelajari keyakinan dan hal-hal ideal filosofis, ekonomis, politis, dan sosial. Ideologi dalam hal ini disebut neutral conception. Dari kedua pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa formasi ideologi adalah suatu susunan sistem gagasan yang mempelajari keyakinan dan hal-hal ideal filosofis, ekonomis, politis, dan sosial. Formasi ideologi tidak hanya membahas ideologi apa saja yang terdapat di dalam teks, akan tetapi juga membahas bagaimana relasi antar ideologi tersebut.

Formasi ideologi dalam teks muncul melalui tokoh, latar (yang mencakup tempat, waktu, dan sosial). Dalam perspektif kajian ini, semua elemen tersebut merupakan representasi ideologi yang melekat pada setiap elemen tadi. Oleh karena itu, karya sastra disebut juga sebagai situs ideologi. Hal tersebut


(45)

disebabkan karena teks sastra merupakan dialektika pemikiran pengarang itu sendiri yang dimunculkan melalu tokoh, latar, serta peristiwa.

Novel Partikel karya Dee Lestari memiliki beberapa ideologi dan ideologi tokoh utamanya tersebut bertentangan dengan ideologi yang ada di dalam masyarakat sekitarnya. Ideologi yang dimiliki Partikel antara lain alalah sebagai berikut, pertama ideologi liberalisme dalam sistem pendidikan. Bahwa tidak selamanya pendidikan harus dilakukan secara formal (dengan belajar di sekolah dan disekap beberpa jam di kelas). Kedua, pandangan mengenai alam semesta. Beberapa tokohnya percaya bahwa alam semesta ini adalah makhluk yang memiliki kesadaran. Selain itu, ada beberapa ideologi lagi yang menyimpang dari ideologi yang sudah ada. Berdasarkan teori di atas, peneliti akan melihat dan menganalisis lebih dalam mengenai formasi ideologi yang terdapat dalam Partikel. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bagaimana formasi ideologi karya sastra dalam Partikel.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui empat tahap, yaitu (i) pendekatan, (ii) pengumpulan data, (iii) analisis data, dan (iv) penyajian hasil analisis data.

1.7.1 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif dan pendekatan ssiologis. Pendekatan objektif memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur, yang dikenal dengan analisis intrinsik (Ratna, 2012: 73).


(46)

Analisis tokoh dan penokohan adalah unsur intrinsik yang dipakai oleh peneliti untuk lebih mendalami tokoh. Pendalaman tokoh tersebut dipakai untuk mengetahui ideologi-ideologi yang terdapat dalam novel Partikel karya Dee Lestari.

Dasar filosofis pendekatan sosiologis adalah hubungan hakiki antara karya sastra dengan masyarakat. Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan oleh: (i) karya sastra dihasilkan oleh pengarang, (ii) pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat, (iii) pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat, dan (iv) hasil karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat (Ibid., 60).

Pendekatan sosiologis memiliki implikasi metodologis berupa pemahaman mendasar mengenai kehidupan manusia dalam masyarakat. Maka dalam penelitian ini diasumsikan bahwa ideologi yang ada dalam Partikel merupakan cerminan kondisi masyarakat sesungguhnya saat itu. Yang dimaksud dengan cermin dalam pendekatan sosiologis adalah sastra yang cenderung mengangkat hal ihwal sebagai pantulan hidup. Sastra memancarkan seluruh aset sosial (Endraswara, 2011: 169).

1.7.2 Metode Pengumpulan Data

Objek penelitian ini adalah formasi ideologi dalam novel Partikel karya Dee Lestari yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2012.


(47)

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa studi pustaka. Peneliti membaca pelbagai pustaka, termasuk karya sastra yang menjadi objek penelitian secara cermat.

1.7.3 Metode Analisis Data

Analisis data merupakan bagian terpenting dalam sebuah metode penelitian, karena dengan analisislah, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian (Nazir, 2014:304). Fungsi dari tahap analisis data adalah mencari hubungan antardata yang tidak akan pernah dinyatakan sendiri oleh data yang bersangkutan (Faruk, 2012: 25). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode formal dan deskriptif kualitatif.

Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek-aspek formal, aspek-aspek bentuk, yaitu unsur karya sastra. Ciri-ciri utama metode formal adalah analisis terhadap unsur-unsur karya sastra, kemudian bagaimana hubungan antara unsur-unsur tersebut dengan totalitasnya (Ratna, 2012, 49-50). Metode formal ini digunakan untuk menganalisis tokoh, penokohan, dan latar dalam Partikel.

Metode deskriptif kualitaif adalah metode yang secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikan dalam bentuk deskripsi yang dikaitkan dengan hakikat penafsiran. Metode yang memberi perhatian terhadap data ilmiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Metode deskriptif kualitatif ini digunakan untuk menganalisis bagaimana formasi ideologi yang ada di dalam novel Partikel karya Dee Lestari.


(48)

1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Setelah dianalisis secara mendalam, hasil penelitian perlu dilaporkan secara lengkap dan sistematis. Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan deskriptif kualitatif. Di mana hasil analisis data dideskripsikan dalam bentuk paragraf.

1.8 Sumber Data

Data merupakan bahan penelitian. Karya sastra yang menjadi objek penelitian adalah sebuah novel dengan identitas sebagai berikut:

judul : Supernova Episode: Partikel pengarang : Dee Lestari

cetakan : ketiga tahun terbit : 2016

penerbit : Bentang Pustaka tebal : x + 494 halaman ukuran : 20 cm

1.9 Sistematika Penyajian

Penelitian ini dibagi menjadi empat bab. Sistematika penelitian ini dirinci sebagai berikut.

Bab I berisi pendahuluan, yang berfungsi sebagai pengantar. Bab ini dibagi menjadi sembilan sub bab, yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan


(49)

penelitian, manfaat hasil penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian.

Bab II berisi deskripsi hasil analisis tokoh, penokohan, dan latar dalam novel Partikel karya Dee Lestari. Bab III berisi deskripsi ideologi karya sastra dalam novel Partikel karya Dee Lestari. Kemudian Bab IV berupa kesimpulan yang berisi kesimpulan dan saran.


(50)

BAB II

STRUKTUR PENCERITAAN DALAM NOVEL PARTIKEL KARYA DEE LESTARI

2.1 Pengantar

Tokoh, penokohan, dan latar merupakan bagian penting dalam sebuah cerita. Tokoh dan penokohan tersebut mencerminkan gagasan-gagasan dan ideologi yang ada di dalam karya sastra. Tokoh dan penokohan dikategorikan berdasarkan pembedaan sudut pandang, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama dan tokoh tambahan digunakan untuk menganalisis penokohan karena dari tokoh utama dan tokoh tambahan akan didapatkan ideologi utama dalam karya sastra. Pada bab ini, peneliti membatasi kajian tokoh tambahan. Tidak semua tokoh tambahan yang berada di dalam Partikel akan dianalisis. Tokoh tambahan yang dianalisis adalah tokoh-tokoh yang memiliki peran penting dalam menjelaskan formasi ideologi yang terdapat di dalam Partikel.

Latar atau sering disebut dengan setting juga menjadi salah satu hal penting untuk mengungkapkan formasi ideologi yang ada di dalam Partikel. Melalui latar tempat, waktu, dan sosial, diketahui latar belakang cerita dalam karya sastra. Analisis latar kemudian digunakan untuk menjelaskan mengenai bagaimana ideologi yang ada di dalam masyarakat umum Partikel. Peneliti juga melakukan pembatasan dalam analisis latar. Peneliti hanya menganalisis latar yang memiliki hubungan dengan analisisi formasi ideologi dalam Partikel.


(51)

2.2 Tokoh dan Penokohan

Secara umum, teknik pelukisan tokoh yang digunakan oleh Dee dalam Partikel adalah teknik dramatik. Teknik dramatik adalah teknik pelukisan tokoh secara tidak langsung. Nurgiyantoro (2007: 198) mengungkapkan bahwa teknik dramatik artinya adalah pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui pelbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.

Berhubung sifat kedirian tokoh tidak dideskripsikan secara jelas dan lengkap, ia akan hadir kepada pembaca secara sepotong-sepotong, dan tidak sekaligus. Ia menjadi “lengkap” barangkali setelah pembaca menyelesaikan cerita. Dalam teknik ini, pembaca dituntut untuk dapat menafsirkan sendiri bagaimana karakter atau sifat tokoh.

Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik. Dalam sebuah karya fiksi, biasanya pengarang mempergunakan pelbagai teknik itu secara bergantian dan saling mengisi, walaupun ada perbedaan frekuensi penggunaan masing-masing teknik. Mungkin sekali ada satu teknik yang lebih sering dipergunakan dibanding teknik-teknik lainnya. Tentunya hal tersebut sesuai dengan selera pengarang.


(52)

Tokoh-tokoh yang dihadirkan tersebut selanjutnya dikategorikan berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan. Tokoh-tokoh dalam Partikel akan dibedakan ke dalam dua bentuk, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.

2.2.1 Tokoh Utama

Seperti yang telah dijelaskan pada poin 1.6.1.1 bahwa tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Dalam novel Partikel, tokoh utamanya terdiri dari dua orang, yaitu Zarah dan Firas (ayah Zarah). Mereka dikategorikan menjadi tokoh utama dan tokoh utama (yang) tambahan karena keduanya merupakan penggerak alur cerita. Jika tidak ada kedua tokoh tersebut, cerita tidak berjalan.

2.2.1.1 Zarah Amala

Zarah merupakan tokoh utama dalam novel Partikel. Zarah adalah tokoh penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga mendominasi sebagian besar cerita. Zarah menjadi salah satu tokoh penggerak alur.

Zarah merupakan seorang perempuan keturunan Arab dan Sunda. Darah Arab jelas ia dapatkan dari Abah Hamid yang bercampur dengan darah Sunda dari Umi. Untuk ukuran orang Indonesia, Zarah termasuk perempuan yang tinggi dengan paras yang cantik. Zarah juga termasuk orang yang cuek dengan penampilan. Ia terbiasa mengenakan setelan santai dan simpel yang tidak ribet. Berikut ini adalah kutipan penjelas argumen tersebut:


(53)

(6) “Aku menjelaskan bahwa darahku campuran Arab dan Sunda (Lestari, 2012: 311).”

(7) Usiaku dan Paul terpaut sepuluh tahun. Badanku yang tingginya 172 cm seperti bonsai jika berada di sebelahnya (Lestari, 2012: 7).”

(8) Selama ini aku sudah terlalu nyaman dengan celana kargo, kaus oblong, kemeja lengan panjang, dan sepatu botku, hingga lupa bahwa ada peristiwa sosial lain di kehidupan ini yang perlu busana berbeda (Lestari, 2012: 302).”

Zarah merupakan anak pertama dari Firas dan Aisyah. Zarah tumbuh besar dalam lingkungan orang tua yang sangat mencintai dan menjaga kelestarian lingkungan. Ayahnya, Firas adalah seorang dosen dan ahli mikologi dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Keluarga Zarah merupakan keluarga yang disegani di desanya karena keberhasilan Ayah Zarah dalam mengajari warga dalam hal pertanian. Hal tersebut terbukti melalui kutipan berikut ini:

(9)Bersama Ayah di sisinya, visi Abah masuk ke jalur cepat. Pertanian di Batu Luhur maju pesat karena berhasil ditekan biayanya. Ayah menemukan cara untuk mengadakan pupuk dan obat-obatan sendiri. Ia mendayakan ibu-ibu untuk mengumpulkan semak kirinyuh dan sampah-sampah organik, lalu membangun mesin-mesin pengolah kompos dengan mesin kayuh (Lestari, 2012: 12).”

(10)“Dan tidak Cuma itu, satu pohon di Bukit Jambul adalah rumah bagi puluhan bahkan ratusan spesies, termasuk fungi-fungi langka yang berpotensi besar menyelamatkan bumi. Satu saja pohon di Bukit Jambul ditebang, semua spesies tadi ikut hilang. Tugas kita, Zarah, adalah melindungi hutan di Bukit Jambul dari manusia (Lestari, 2012: 70).”

Zarah tumbuh dalam didikan seorang Firas. Bahkan ia menanggap ayahnya adalah dewa. Dengan begitu, sifat Zarah hampir sama persis seperti sifat Firas.


(54)

Zarah adalah seseorang yang cerdas. Namun, ia juga seorang yang sangat keras kepala dan memiliki pendirian teguh. Berikut ini adalah gambarannya pada kutipan di bawah ini

(11)“Atas permintaan ibuku, mereka memberikan variasi soal mulai level 6 SD sampai pelajaran kelas 3 SMA.

Aku mengerjakannya dengan setengah tidak percaya. Untuk inikah anak-anak itu disekap berjam-jam di kelas? Lebih baik mereka semua ikut Ayah ke Kebun Raya dan mendengarkan cerita-ceritanya tentang alam semesta. Nilaiku sempurna. Dengan setengah tidak percaya pula, mereka akhirnya mengizinkanku bersekolah di sana (Lestari, 2012: 95).”

(12)“Nilaimu bagus, Zarah. Kalau bukan karena nilai PMP dan agamamu yang jeblok, kamu pasti masuk tiga besar. Kenapa kamu mau tinggal kelas? (Bu Kartika, 2012: 116).”

Sifat keras kepala Zarah juga terbukti dalam kutipan di bawah ini:

(13)“Kenapa kamu begitu bodoh Zarah? Kenapa kamu begitu keras kepala? Nggak cukup ayahmu menyiksa keluarga kita? Masih harus kamu ikut-ikutan? Nggak kasihan kamu sama Ibu? (Lestari, 2012: 106).”

(14)Secepat kilat aku menyambar tiket di tangannya. Dan untuk bisa merampas dari tangan Paul, aku harus melompat tinggi seolah membidik ring basket. “No. You return this ticket. Now. Saya pergi sendiri.”

“Kenapa sih, kamu keras kepala banget jadi orang?” seru Paul gemas. “You’ve done so much already, Paul,” kataku lembut. Kukembalikan tiketnya baik-baik. “Perjalanan yang satu ini adalah jatah saya sendirian,” tegasku lagi (Lestari, 2012: 380).

Zarah juga merupakan seseorang yang tegas dalam mengambil keputusan. Ia selalu berpegang teguh pada apa yang ia yakini. Sikap tegasnya dalam mengambil


(55)

keputusan ini kemudian banyak menuai konflik dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Hal tersebut terbukti dalam kutipan:

(15)“S—saya… tetap mau tinggal kelas bu,” aku tergagap sambil beranjak. Tatapan itu berhasil mendesakku keluar.

Sebagaimana yang sudah kuduga dan kuantisipasi, Ibu mengamuk habis-habisan. Aku juga tak berupaya menjelaskan panjang lebar alasanku. Aku yakin Ibu tak akan mengerti (Lestari, 2012: 118).

(16)Malam itu juga kuputuskan, aku tak pulang lagi ke Jawa.

Esok harinya, keputusanku untuk tidak pulang menggemparkan seisi kelotok. Melalui pertengkaran sengit yang berakhir dengan aku menandatangani surat perjanjian pelepasan tanggung jawab, aku berhasil tinggal (Lestari, 2012: 194).

(17)Yang kutahu, kemarahan Ibu bukan karena aku memilih orangutan ketimbang keluargaku sendiri. Kemarahan Ibu hari ini adalah kemarahan yang tertunda. Yang terakumulasi sejak perang dingin kami dimulai dan aku memilih tinggal di saung Batu Luhur setahun lalu. Kemarahan Ibu adalah karena anaknya melihat segala tempat di dunia ini, entah itu saung tak berdinding di tengah ladang, atau teras bangunan kayu di tengah hutan belantara, seolah lebih baik dari rumahnya sendiri. Rumah yang telah ibu wujudkan dan pertahankan dengan air mata dan jerih payah (Lestari, 2012: 218).

Selain cuek dengan penampilannya, Zarah juga memiliki sifat yang cuek terhadap apa yang dipikirkan orang lain. Ia tidak begitu ambil pusing tentang apa yang dipikirkan orang lain tentang dirinya. Hal itu terbukti dari reaksinya ketika ia dianggap native oleh teman-temannya dan juga ia tidak ambil pusing ketika orang-orang tidak percaya kepada apa yang ditulis ayahnya, sedangkan ia sangat percaya pada ayahnya. Berikut ini adalah kutipan penjelasnya.

(18)Zach roboh ke tanah dan tertawa terguling-guling melihat pemandangan itu. Antara Valerie yang rela kencan dengan sepuluh orangutan demi


(1)

http://www.kompasiana.com/dediekusmayadi/spiritualitas-agama-baru-untuk-new-age_552b96776ea834c4238b458e. Diakses pada tanggal 25 April 2017, 22.52 WIB.

Kusuma, Baramnti. 2012. Apakah Ideologi Itu?

http://www.kompasiana.com/bramkusuma/apakah-ideologi-itu_550bd5a68133117422b1e221. Diakses pada tanggal 3 Maret 2017, 11.45 WIB.

Lestari, Dee. 2016. Supernova Episode: Partikel. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Mangunhardjana, A. 2006. Isme-isme dalam Etika: dari A sampai Z. Yogyakarta: Kanisius.

Martono, H. 2013. Nilai-Nilai dalam Novel Partikel Karya Dee (Dewi Lestari). http://jurnal.untan.ac.id. Diakses pada tanggal 12 April 2016, 14.17 WIB.

Nazir, Moh. 2014. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nugraheni, Kartika Nurul. 2014. “Kepribadian dan Aktualisasi Diri Tokoh Utama dalam Novel Supernova Episode Partikel Karya Dewi Lestari”. Skripsi S-1. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah

Mada University Press.

Patria, Nezar dan Andi Arief. 2009. Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ramadhani, Alfi Yusrina. 2013. Relasi Antara Manusia dan Lingkungan Hidup dalam Novel Partikel Karya Dewi Lestari: Sebuah Kajian Ekokritisisme. http://www.lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-03/S46846-Alfi%20Yusrina%20Ramadhani. Diakses pada tanggal 1 Maret 2017, 22.26 WIB


(2)

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik: Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rohman, Nanang Syaiful. 2011. “Ideologi Perempuan dalam Novel Tempurung Karya Oka Rusmini”. Skripsi S-1, Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi Sastra: Sebuah Pemahaman Awal. Malang: UMM Press.

Simon, Roger. 2004. Gagasan-gagasan Politik Gramsci. Diterjemahkan oleh Kamdani dan Imam Baehaqi. Cetakan ke-4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Simatupang, Joni Welman. 2015. Gerakan Zaman Baru.

http://perkantasjakarta.org/gerakan-zaman-baru-new-age-movement/. Diakses pada tanggal 25 April 2017, 23.08 WIB.

Siswadi, Tenggina Rahmad. 2010. Perang Ideologi dalam Novel Entrok. http://novelentrok.blogspot.co.id/2010/08/perang-ideologi-dalam-novel-entrok.html. Diakses pada tanggal 1 Maret 2017, 23.06 WIB.

Takwin, Bagus. 2009. Akar-akar Ideologi: Pengantar Kajian Konsep Ideologi dari Plato hingga Bourdieu. Yogyakarta: Jalasutra.

Tambayong, Yapi. 2013. Kamus Isme-Isme. Bandung: Nusa Cendekia.

Temples, Temporary. 2003. Crop Circles: Crop Circles photographed in 2003. http://temporarytemples.co.uk/crop-circles/2003-crop-circles. Diakses pada tanggal 19 Maret 2017, 21.21 WIB.


(3)

Lampiran

Sinopsis novel Partikel Karya Dee Lestari

Novel Partikel adalah sebuah novel fiksi ilmiah. Novel ini merupakan episode ke lima dari tujuh episode seri Supernova karya Dee Lestari. Novel ini memiliki alur campuran dengan latar waktu tahun 1979-2003. Tokoh utama dalam novel ini adalah Zarah Amala.

Zarah adalah anak kandung dari Firas dan Aisyah. Mereka tinggal di sebuah desa bernama Batu Luhur yang terletak di pinggir Kota Bogor. Firas adalah dosen mikologi di Institut Pertanian Bogor. Firas juga merupakan seseorang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan, apalagi mengenai fungi. Aisyah, Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga. Aisyah adalah anak dari Abah Hamid dan Umi. Keluarga mereka merupakan salah satu keluarga yang disegani di Desa Batu Luhur. Hal tersebut karena Abah merupakan pemuka agama dan tetua desa.

Konflik dalam Partikel dimulai ketika Firas dan Zarah memiliki perbedaan ideologi dengan keluarga dan masyarakat sekitarnya. Pertama, ideologi mengenai pendidikan. Ayah Zarah tidak mau memasukkan Zarah ke sekolah formal seperti anak-anak lainnya. Kedua, konflik juga terjadi karena perbedaan kesadaran mengenai Bukit Jambul. Masyarakat dan keluarga Abah menganggap Bukit Jambul merupakan bukit yang angker dan terlarang. Namun berbeda bagi Firas


(4)

dan Zarah. Bukit Jambul merupakan area penelitian yang kaya akan sumber daya alam berupa pepohonan dan fungi.

Konflik semakin memuncak ketika Firas tiba-tiba hilang. Ia menghilang tanpa jejak. Keluarga dan para masyarakat meyakini bahwa hilangnya firas merupakan azab dari Bukit Jambul. Hilangnya Firas menyebabkan Zarah kehilangan sosok ayah dan juga manusia yang ia dewakan selama ini. Firah hilang dengan meninggalkan beberapa jurnal penelitiannya untuk Zarah. Di dalam jurnal tersebut Zarah mempelajari tentang penemuan ayahnya mengenai fungi dan juga hubungannya dengan alam semesta. Di dalam jurnal tersebut juga Zarah melihat mengenai kepercayaan yang menyimpang dengan Agama Islam.

Pengetahuan yang diperoleh Zarah dari Firas dan jurnalnya tersebut yang kemudian menambah konflik semakin memanas. Apa yang dibaca Zarah di dalam jurnal tersebut menjadi apa yang ia yakini mengenai penciptaan alam semesta. Dan sudah pasti kepercayaan yang dianut Zarah dan Firas bertentangan dengan kepercayaan Abah dan Aisyah. Konflik mengnai perbedaan ideologi tersebut yang akhirnya membawa Zarah ke dalam sebuah petualangan tanpa henti. Petualangan untuk menemukan dan mencari Firas, Ayahnya.

Petualangan tersebut dimulai ketika ia memutuskan utuk meninggalkan rumah keluarganya di Kota Bogor dan tinggal di sebuah saung di Batu Luhur. Keyakinan akan Ayahnya masih hidup ia yakini ketika Zarah berulang tahun ke 17 dan ia mendapatkan kamera yang telah dijanjikan Ayahnya sejak kecil. Dari kamera tersebut Zarah memulai petualangannya.


(5)

Zarah mendapatkan juara lomba foto yang membawanya ke Tanjung Puting di Kalimantan. Mengenal Tajung Puting meyebabkan sebuah kekacauan pada diri Zarah. Ia memutuskan untuk tinggal di Tanjung Puting dan tidak mau kembali ke Bogor. Di Tanjung Puting ia bertemu dengan Paul yang kemudian membawanya berpetualang lebih jauh.

Bakat Zarah dalam fotografi telah bertemu dengan orang yang tepat, yaitu Paul. Paul adalah seorang pemimpin The A-Team. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang fotografi yang kantornya berpusat di London, Inggris. Berkat kemampuannya itu, Zarah kemudian direkrut oleh Paul untuk bekerja dengannya di London. Hal itu tidak ditolak Zarah, karena dengan pergi ke London, kemungkinan untuk menelusuri kamera hadiah ulang tahunnya semakin mudah dilakukan.

Akhirnya Zarah pergi ke London dan bekerja sebagai fotografer di sana. Petualangan Zarah tetap berlanjut, ia melakukan berbagai petualangan yang menyangkut dengan karier fotografinya. Ia melakukan pekerjaannya itu sambil tetap mencari pemilik kamera. Pencarian pemilik kamera itu mendapat titik terang ketika suatu hari Paul memberikan sebuah nama dan juga tempat si pemilik kamera. Tanpa pikir panjang, Zarah langsung menghampiri si pemilik kamera tersebut.

Simon Hardiman, adalah seorang konglomerat asal Indonesia yang tinggal di Glastonbury. Simon Hardiman adalah si pemilik asli kamera Zarah. Tapi sayangnya, Zarah tidak mendapati kabar mengenai Ayahnya. Ternyata Pak simon


(6)

hanyalah koresponden Firas. Pak Simon juga belum pernah bertemu Firas. Mereka hanya berkabar melalui surat beberapa tahun yang lalu. Namun melalui Pak Simon, Zarah mulai mengenai dan mengetahui banyak mengenai apa yang selama ini dikaykini dan diteliti oleh Firas. Yaitu mengenai fungi, alien, UFO, dan sebuah kesadaran bahwa bumi memiliki kesadaran.

Kebaikan hati Pak Simon juga membawa Zarah menelusuri keberadaan Ayahnya melalui Ritual Iboga. Sebuah ritual yang berasal dari Timur Tengan untuk mengetahui “dunia lain” atau bisa disebut dengan dunia roh. Dan dari Ritual Iboga tersebut ia tidak menemukan Firas di dalamnya. Hl itu bisa berarti bahwa Firas ternyata masih hidup. Dari ritual Iboga tersebut, Zarah malah bertemu dengan Abah Hamid. Dan tak berselang lama ketika Zarah telah selesai melakukan Ritual Iboga, Zarah mendapatkan kabar dari keluarganya bahwa Abah Hamid meninggal dunia. Kematian Abah Hamid dan juga pengetahuan mengenai Ayahnya tersebut yang akhirnya membawa Zarah kembali ke kampung halamannya, yaitu Indonesia.