88
bimbingan konseling sebagai upaya melahirkan peserta didik yang agamis, kompetitif dan percaya diri.
3. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan implementasi kurikulum dan pembelajaran serta berlangsungnya proses
pendidikan pada umumnya di internal madrasah 4. Meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan sebagai salah
satu unsur penting sumber daya madrasah 5. Meningkatkan kualitas hubungan kemitraan dan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan madrasah khususnya dalam wadah komite madrasah.
5.2 Pelaksanaan Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan dua tahap, yang pertama pengambilan data pada pagi hari kemudian dilanjutkan dengan pengisian kuesioner dan lembar
FFQ dilakukan pada hari Rabu-Kamis tanggal 15-16 September 2014, yang kedua pengisian lembar Food Record pada hari Jumat-Senin tanggal 17-20 September 2014.
Pada pengumpulan data ini peneliti dibantu oleh 2 orang guru MTs Ciwandan. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner, lembar FFQ, dan
lembar Food Record. Pengisian data dilakukan oleh seluruh siswi yang menjadi sampel penelitian dari kelas VII sampai kelas IX MTs Ciwandan.
Sebelum melakukan pengisian kuesioner dilaksanakan, para siswi diberikan penjelasan mengenai maksud, tujuan, dan cara mengisi kuesioner. Diharapkan dengan
penjelasan ini para siswi dapat menjawab isi kuesioner dengan lebih objektif.
89
Selanjutnya pengambilan kuesioner tersebut dilakukan pada hari yang sama, dengan melakukan pengecekan ulang terhadap jawaban kuesioner dihadapan masing-masing
responden yang dalam hal ini adalah siswi MAN 2 Bogor. Tujuannya adalah agar jangan sampai ada pertanyaan yang tidak dijawab, karena bila tidak melakukan
pengecekan ulang dihadapan masing-masing responden akan terjadi kesulitan dalam analisis.
5.3 Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini terdiri atas siswa perempuan siswi kelas VII, VIII, dan IXI. Umur responden bervariatif antara 12 tahun sampai 15tahun dengan
presentase 0.8 12 tahun, 25.2 13 tahun, 34 14 tahun, dan 8 15 tahun. Namun, sebagian besar responden berumur 13 tahun 34 dan 14 tahun 32.
5.4 Analisis Univariat
Tujuan dari analisis univariat pada penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan mendeskripsikan setiap karakteristik dari masing-masing variabel. Data yang
didapat dari penelitian ini adalah merupakan data primer yang dikumpulkan melalui pengisian kuesioner oleh 123 siswi. Data univariat terdiri dari kejadian anemia,
pengetahuan siswi, uang jajan, pendapatan orangtua, pendidikan orangtua, pola menstruasi dan Kebiasaan Makan [asupan zat gizi asupan energi, protein, asupan
Vit.C, asupan Fe dan Frekuensi Makan]
90
5.4.1 Anemia pada Siswi MTs Ciwandan Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Anemia Siswi MTs Ciwandan Cilegon-BantenTahun 2014
No Anemia
Frekuensi Presentase
1. Normal : Hb 12 mgdl
85 69.1
2.
Anemia : Hb 12mgdl 38
30.9 Jumlah
123 100
Frekuensi kejadian anemia remaja putri adalah anemia hb 12 grdl dan tidak anemia hb 12 grdl. Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi responden
normal Hb 12 grdL lebih banyak 69,1 daripada responden anemia hb 12 grdl sebanyak 30,9.
5.4.2 Sosial Ekonomi
5.4.2.1 Pengetahuan
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Siswi MTs Ciwandan
Cilegon-Banten Tahun 2014 No
Pengetahuan Frekuensi
Presentase 1.
Baik : soal benar ≥ 18 soal 63
51,2
2. Kurang baik: soal benar 18
soal 60
48,8
Jumlah 123
100
91
Pengetahuan remaja putri adalah pengetahuan baik menjawab soal benar ≥18 soal dan pengetahuan kurang menjawab soal benar 18 soal. Berdasarkan hasil
penelitian, frekuensi pengetahuan baik lebih banyak daripada frekuensi pengetahuan kurang sebanyak 63 responden 51,2
5.4.2.2 Uang Jajan
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Uang Jajan Siswi MTs Ciwandan
Cilegon-BantenTahun 2014 No
Uang jajan Frekuensi
Presentase 1.
Tinggi: ≥ Rp 5.000 80
65
2.
Rendah: Rp 5.000 43
35 Jumlah
123 100
Uang jajan perhari siswi adalah uang jajan tinggi uang jajan ≥ Rp 5000 dan uang jajan rendah uang jajan Rp 5000. Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi
uang jajan tinggi lebih banyak daripada frekuensi uang jajan kurang sebanyak 80 responden 65.
92
5.4.2.3 Pendapatan Orangtua
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pendapatan Orangtua Siswi MTs Ciwandan
Cilegon-BantenTahun 2014 No
Pendapatan Orangtua Frekuensi
Presentase 1.
Tinggi: Rp 2.760.000 40
67,5
2.
Rendah: Rp 2.760.000 83
32,5 Jumlah
123 100
Pendapatan orangtua dalam sebulan adalah pendapatan orang tuatinggi pendapatan Rp 2.760.000 dan pendapatan orang tua rendah pendapatan Rp
2.760.000. Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi pendapatan orangtua tinggi lebih banyak daripada frekuensi pendapatan orangtua kurang sebanyak 80 responden
65.
5.4.3.4 Pendidikan Orangtua
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Pendidikan Orangtua Siswi MTs Ciwandan
Cilegon-BantenTahun 2014 No
Pendidikan Orangtua Frekuensi
Presentase 1.
Tinggi: 9 tahun 59
48
2.
Rendah: ≤ 9 tahun 64
52 Jumlah
123 100
93
Pendidikan orang tua adalah pendidikan orang tuatinggi pendidikan 9 tahun atau tamat SMA dan atau tamat perguruan tinggi dan pendidikan orang tua rendah
pendidikan ≤ 9 tahun atau tamat SD dan atau tamat SMP. Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi pendidikan orangrua tinggi lebih banyak daripada frekuensi
pendidikan orangtua kurang sebanyak 64responden 52,
5.4.3 Pola Menstruasi Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Pola Menstruasi Siswi MTs Ciwandan Cilegon-BantenTahun 2014
No Pola Menstruasi
Frekuensi Presentase
1.
Normal 85
69,1
2. Tidak Normal
38 30,9
Jumlah 123
100
Pola haid adalah pola menstruasi normal frekuensi menstruasi sebulan sekali, lama menstruasi ≤ 6 hari dan ganti pembalut 3 kalisehari dan pola menstruasi
tidak normal frekuensi menstruasi diluar sebulan sekali, lama menstruasi6 hari dan ganti pembalut 3 kali sehari. Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi pola
menstruasi normal lebih banyak daripada frekuensi pola menstruasi tidak normal sebanyak 85responden 69,1.
94
5.4.4 Kebiasaan Makan 5.4.4.1 Asupan Zat Gizi
5.4.4.1.1 Asupan Energi
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Asupan Energi Siswi MTs Ciwandan
Cilegon-BantenTahun 2014 No
Asupan Energi Frekuensi
Presentase 1.
Baik: ≥ 1487,5 kkal 29
23,6
2.
Tidak baik: 1487,5 kkal 94
76,4 Jumlah
123 100
Asupan energi adalah asupan energi baik asupan energi ≥ 1487,5 kkal dan asupan energi tidak baik asupan energi1487,5 kkal. Berdasarkan hasil penelitian,
frekuensi asupan energi tidak baik lebih banyak daripada frekuensi asupan energi sebanyak 94responden 76,4
95
5.4.4.1.2 Asupan Protein
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Asupan Protein Siswi MTs Ciwandan
Cilegon-BantenTahun 2014 No
Asupan Protein Frekuensi
Presentase 1.
Baik: ≥ 48,3g 45
36,6
2.
Tidak baik: 48,3g 78
63,4 Jumlah
123 100
Frekuensi asupan protein adalah asupan protein baik asupan protein ≥ 48,3g dan asupan protein tidak baik asupan protein 48,3g.Berdasarkan hasil penelitian,
Frekuensi asupan protein tidak baik lebih banyak daripada frekuensi asupan protein sebanyak 78 responden 63,4.
5.4.4.1.3 Asupan Vit.C
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Asupan Vitamin C Siswi MTs Ciwandan
Cilegon-BantenTahun 2014 No
Asupan Vitamin C Frekuensi
Presentase 1.
Baik: ≥ 45,5mg 20
16,3
2. Tidak baik: 45,5mg
103 83,7
Jumlah 123
100
96
Asupan vitamin C adalah asupan vitamin C baik asupan vitamin C ≥ 45,5mg dan asupan vitamin C tidak baik asupan vitamin C 45,5mg. Berdasarkan hasil
penelitian, frekuensi asupan vitamin C tidak baik lebih banyak daripada frekuensi asupan vitamin C sebanyak 103responden 83,7.
5.4.5.1.4 Asupan Fe
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Asupan Fe Siswi MTs Ciwandan
Cilegon-BantenTahun 2014 No
Asupan Fe Frekuensi
Presentase 1.
Baik: ≥ 18,2 mg 23
18,7
2.
Tidak baik: 18,2 mg 100
81,3 Jumlah
123 100
Asupan fe adalah asupan fe baik asupan energi ≥ 18,2 mg dan asupan fe tidak baik asupan fe18,2 mg. Berdasarkan hasil penelitian, Frekuensi asupan Fe
tidak baik lebih banyak daripada frekuensi asupan Fe sebanyak 100 responden 81,3.
97
5.4.4.2 Frekuensi Makan 5.4.4.2.1 Konsumsi Makan dalam Sehari
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Makan dalam Sehari Siswi MTs Ciwandan
Cilegon-BantenTahun 2014 No
Frekuensi Makan dalam Sehari
Frekuensi Presentase
1. Baik: ≥ 3 kali sehari
107 87
2.
Tidak baik: 3 kali sehari 16
13 Jumlah
123 100
Frekuensi makan adalah frekuensi makan baik frekuensi makan ≥3 kali sehari dan frekuensi makan tidak baik frekuensi makan 3 kali sehari. Berdasarkan
hasil penelitian, frekuensi makan dalam seharibaik lebih banyak daripada frekuensi makan dalam sehari tidakbaik sebanyak107 responden 87.
5.4.4.2.2 Konsumsi Makanan Sumber Heme
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Makan Sumber Heme Siswi MTs Ciwandan
Cilegon-Banten Tahun 2014 No
Frekuensi Makan Sumber Heme
Frekuensi Presentase
1.
Baik: ≥ 2 kali sehari 94
76,4
2. Tidak baik: 2 kali sehari
29 23,6
Jumlah 123
100
98
Frekuensi makan sumber heme adalah frekuensi makan sumber heme baik frekuensi makan sumber heme ≥ 2 kali sehari dan frekuensi makan sumber heme
tidak baik frekuensi makan sumber heme2 kali sehari. Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi makan sumber heme baik lebih banyak daripada frekuensi
makan sumber heme tidak baik sebanyak 94 responden 76,4
5.4.4.2.3 Konsumsi Makanan Sumber non Heme
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Makan Sumber non Heme Siswi MTs Ciwandan
Cilegon-BantenTahun 2014 No
Frekuensi Makan non Heme
Frekuensi Presentase
1. Baik: ≥ 3 kali sehari
84 68,3
2.
Tidak baik: 3 kali sehari 39
31,7 Jumlah
123 100
Frekuensi makan sumber non heme adalah frekuensi makan sumber non heme baik frekuensi makan sumber non heme ≥ 3kali sehari dan frekuensi makan sumber
non heme tidak baik frekuensi makan sumber non heme3 kali sehari. Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi makan non heme baik lebih banyak daripada frekuensi
makan sumber non heme tidak baik sebanyak 84 responden 68,3
99
5.4.4.2.4 Konsumsi Makanan Peningkat absorpsi Fe
Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Makan Peningkat Absorpsi Fe Siswi MTs Ciwandan
Cilegon-BantenTahun 2014 No
Frekuensi Makan Peningkat Absorpsi Fe
Frekuensi Presentase
1.
Baik: ≥ 7 kali seminggu 82
66,7
2. Tidak baik: 7 kali seminggu
41 33,3
Jumlah 123
100
Frekuensi makan peningkat absorpsi Fe adalah frekuensi makan peningkat absorpsi Fe baik frekuensi makan peningkat absorpsi Fe ≥ 7 kali seminggu dan
frekuensi makan peningkat absorpsi Fe tidak baik frekuensi makan peningkat absorpsi Fe 7 kali seminggu. Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi makan
peningkat Absorpsi Fe baik lebih banyak daripada frekuensi makan peningkat Absorpsi Fe tidak baik sebanyak 82 responden 66,7.
100
5.4.4.2.5 Konsumsi Makanan Penghambat Absorpsi Fe
Tabel 5.15 Distribusi Frekuensi Makan Penghambat Absorpsi Fe Siswi MTs Ciwandan
Cilegon-BantenTahun 2014 No
Frekuensi Makan Penghambat Absorpsi Fe
Frekuensi Presentase
1.
Baik: ≥ 7 kali seminggu 84
68,3
2. Tidak baik: 7 seminggu
39 31,7
Jumlah 123
100
Frekuensi makan penghambat absorpsi Fe adalah frekuensi makan penghambat absorpsi Fe baik frekuensi makan penghambat absorpsi Fe ≥ 7 kali
seminggu dan frekuensi makan penghambat absorpsi Fe tidak baik frekuensi makan penghambat absorpsi Fe 7 kali seminggu. Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi
makan sumber absorpsi Fe baik lebih banyak daripada frekuensi makan sumber absorpsi Fe tidak baik sebanyak 84 responden 68,3
5.5 Analisis Bivariat
Analisis bivariat ini dilakukan untuk memperoleh gambaran hubungan antar variabel-variabel yang mempengaruhi anemia dengan kejadian anemia remaja putri di
MTs Ciwandan tahun 2014. Untuk mencari hubungan antara variabel pengetahuan siswi, uang jajan, pendapatan orangtua, pendidikan orang tua, pola haid, asupan zat
gizi asupan energi, asupan protein, asupan vitamin C dan asupan Fe dan frekuensi
101
makan dilakukan dengan menggunakan uji statistik chi square dengan menggunakan CI 95, derajat kemaknaan 5.
5.5.1 Hubungan Sosial Ekonomi dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan
5.5.1.1 Hubungan antara Pengetahuan Siswi dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan
Tabel 5.16 Hubungan antara Pengetahuan Siswi dengan Anemia pada Sisiwi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014
Pengetahuan Anemia
Total OR
Cl 95 Pvalue
Anemia Normal
N N
n 3.868
8.832-1694
Kurang
27 45
33 55
60 100
0,002
Baik 11
17,5 52
82,5 63
100
Total 38
30,9 85
69,1 123
100
Hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan kejadian anemia diperoleh bahwa kasus anemia terjadi pada siswi yang memiliki pengetahuan kurang lebih
banyak sebanyak 27 responden 45 daripada siswi yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 11 responden 17,5. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.002
0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian anemia remaja putri. Berdasarkan
perhitungan risk estimate diperoleh OR=3,868 95 Cl 1,694-8,832. Artinya responden yang memiliki pengetahuan tentang anemia kurang, memiliki peluang
102
3,868 kali untuk menderita anemia defisiensi besi dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik.
4.5.1.2 Hubungan antara Uang Jajan dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan Tabel 5.17 Hubungan antara Uang Saku Siswi dengan Anemia
pada Sisiwi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014
Uang Jajan Anemia
Total OR
Cl 95 Pvalue
Anemia Normal
N N
n 2,995
6,643-1,350
Rendah 20
46,5 23
53,5 43
100 0,008
Tinggi 18
22,5 62
77,5 80
100
Total 38
30,9 85
69,1 123
100
Hasil analisis hubungan antara uang jajan dengan kejadian anemia diperoleh bahwa kasus anemia terjadi pada siswi yang memiliki uang jajan rendah lebih banyak
sebanyak 20 responden 46,5 daripada siswi yang memiliki uang jajan tinggi
sebanyak 18 responden 22,5. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.008 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna
antara uang jajan dengan kejadian anemia remaja putri. Berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR= 2,995 95 Cl 6,643-1,350. Artinya responden yang
memiliki uang jajan rendah memiliki peluang 2,995 kali untuk menderita anemia defisiensi besi dibandingkan dengan responden yang memiliki uang jajan tinggi.
103
4.5.1.3 Hubungan antara Pendapatan Orangtua dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan
Tabel 5.18 Hubungan antara Pendapatan Orangtua dengan Anemia pada Sisiwi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014
Pendapatan Orangtua
Anemia Total
OR Cl 95
Pvalue Anemia
Normal
N N
N 6,245
19,174-2,034
Rendah 34
41 49
59 83
100 0,000
Tinggi
4 10
36 90
40 100
Total 38
30,9 85
69,1 123
100
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pendapatan orangtua dengan kejadian anemia diperoleh bahwa kasus anemia terjadi pada siswi yang memiliki
pendapatan orangtua rendah lebih banyak sebanyak 34 responden 41 daripada siswi yang memiliki pendapatan orangtua tinggi sebanyak 4 responden 10.Hasil
uji statistik diperoleh nilai p=0.000 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara pendapatan orangtua dengan
kejadian anemia remaja putri. Berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR=6,245 95 Cl 19,174-2,034. Artinya responden dengan pendapatan orangtua
rendah memiliki peluang 6,245 kali untuk menderita anemia defisiensi besi dibandingkan dengan responden dengan pendapatan orangtua tinggi.
104
5.5.1.4 Hubungan antara Pendidikan Orangtua dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan
Tabel 5.19 Hubungan antara Pendidikan Orangtua dengan Anemia pada Sisiwi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014
Pendidikan Orangtua
Anemia Total
OR Cl 95
Pvalue Anemia
Normal
N N
N 3,184
7,243-1,400
Rendah 27
42,2 37
57,8 64
100 0,006
Tinggi
11 18,6
48 81,4
59 100
Total 38
30,9 85
69,1 123
100
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pendidikan orangtua dengan kejadian anemia diperoleh bahwa kasus anemia terjadi pada siswi yang memiliki
pendidikan orangtua rendah lebih banyak 27 responden 42,2 daripada siswi yang memiliki pendidikan orang tinggi sebanyak 11 responden 18,6. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p=0.006 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara pendidikan orangtua dengan kejadian anemia
remaja putri. Berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR= 3,184 95 Cl 7,243-1,400. Artinya responden dengan pendidikan orangtua tentang rendah,
memiliki peluang 3,184 kali untuk menderita anemia defisiensi besi dibandingkan dengan responden dengan pendidikan orangtua tinggi.
105
5.5.2 Hubungan antara Pola Menstruasi dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan
Tabel 5.20 Hubungan antara Pola Menstruasi dengan Anemia pada Sisiwi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014
Pola Haid Anemia
Total OR
Cl 95 Pvalue
Anemia Normal
N n
N 49,500
156,165- 15,690
Tidak Normal 37
97,4 1
2,6 38
100 0,000
Normal
1 1,2
84 98,8
85 100
Total 38
30,8 85
69,1 123
100
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pola menstruasi dengan kejadian anemia diperoleh bahwa kasus anemia terjadi pada siswi yang memiliki pola
menstruasi tidak normal lebih banyak 37 responden 97,4 daripada siswi yang memiliki pola menstruasi normal sebanyak 1 responden 1,2. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p=0.000 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara pola menstruasi dengan kejadian anemia remaja
putri. Berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR=49,500 95 Cl 156,165- 15,690. Artinya responden dengan pola menstruasi tidak normal memiliki peluang
49,500 kali untuk menderita anemia defisiensi besi dibandingkan dengan responden dengan pola menstruasi normal.
106
5.5.3 Hubungan antara Kebiasaan Makan dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan
5.5.3.1 Hubungan antara Asupan Zat Gizi dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan
5.5.3.1.1Hubungan antara Asupan Energi dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan Tabel 5.21 Hubungan antara Asupan Energi dengan Anemia
pada Sisiwi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014
Asupan Energi Anemia
Total OR
Pvalue Anemia
Normal
N n
N 8,379
37,378-1,878
Tidak Baik
36 38,3
58 61,7
94 100
0,001
Baik 2
6,9 27
93,1 29
100
Total 38
30,8 85
69,1 123
100
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara asupan energy dengan kejadian anemia diperoleh bahwa kasus anemia terjadi pada siswi yang memiliki
asupan energi tidak baik lebih banyak 36 responden 38,3 daripada siswi yang memiliki
asupan energi baik sebanyak 2 responden 6,9. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.001 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan
yang bermakna antara asupan energi dengan kejadian anemia remaja putri. Berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR= 8,379 95 Cl 37,378-1,878.
Artinya responden dengan asupan energi tidak baik memiliki peluang 8,379 kali
107
untuk menderita anemia defisiensi besi dibandingkan dengan responden dengan asupan energi.
5.5.3.1.2 Hubungan antara Asupan Protein denganAnemia pada Siswi MTs Ciwandan
Tabel 5.22 Hubungan antara Asupan Protein dengan Anemia pada Sisiwi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014
Asupan Protein
Anemia Total
OR Cl 95
Pvalue Anemia
Normal
N n
N 5,687
16,474-2,089
Tidak Baik 33
42,3 45
57,7 78
100 0,000
Baik
5 11,1
40 88,9
45 100
Total 38
30,8 85
69,1 123
100
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara asupan protein dengan kejadian anemia diperoleh bahwa kasus anemia terjadi pada siswi yang memiliki asupan
protein tidak baik lebih banyak 33 responden 42,3 daripada siswi yang memiliki asupan protein baik sebanyak 5 responden 11,1. Hasil uji statistik diperoleh nilai
p=0.000 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan kejadian anemia remaja putri.
Berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR= 5,687 95 Cl 16,474-2,089. Artinya responden dengan asupan protein tidak baik memiliki peluang 5,687 kali
untuk menderita anemia defisiensi besi dibandingkan dengan responden dengan asupan protein baik.
108
5.5.3.1.3 Hubungan antara Asupan Vitamin C dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan
Tabel 5.23 Hubungan antara Asupan Vitamin C dengan Anemia pada Sisiwi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014
Asupan Vit.C Anemia
Total OR
Cl 95 Pvalue
Anemia Normal
N n
N 1,585
1,837-1,367
Tidak Baik 38
36,9 65
63,1 103
100 0,000
Baik
20 100
20 100
Total 38
30,8 85
69,1 123
100
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara asupan vitamin C dengan kejadian anemia diperoleh bahwa kasus anemia terjadi pada siswi yang memiliki asupan
vitamin C lebih banyak 38 responden 36,9 daripada siswi yang memiliki asupan vitamin C baik sebanyak 0 responden 0. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.000
0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara asupan vitamin C dengan kejadian anemia remaja putri. Berdasarkan
perhitungan risk estimate diperoleh OR= 1,585 95 Cl 1,837-1,367. Artinya responden dengan asupan vitamin C tidak baik memiliki peluang 1,585 kali untuk
menderita anemia defisiensi besi dibandingkan dengan responden dengan asupan vitamin C baik.
109
5.5.3.1.4 Hubungan antara Asupan Fe dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan Tabel 5.24 Hubungan antara Asupan Fe dengan Anemia
pada Sisiwi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014
Asupan Fe Anemia
Total OR
Cl 95 Pvalue
Anemia Normal
N N
N 5,906
26,650-1,309
Tidak Baik 36
36 64
64 100
100 0,011
Baik 2
8,7 21
91,3 23
100
Total
38 30,8
85 69,1
123 100
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara asupan Fe dengan kejadian anemia diperoleh bahwa kasus anemia terjadi pada siswi yang memiliki asupan Fe tidak baik
lebih banyak 36 responden 36 daripada siswi yang memiliki asupan Fe baik sebanyak 2 responden 8,7. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.011 0.05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara asupan Fe dengan kejadian anemia remaja putri. Berdasarkan perhitungan risk
estimate diperoleh OR= 5,906 95 Cl 26,650-1,309. Artinya responden dengan asupan Fe tidak baik memiliki peluang 5,906 kali untuk menderita anemia defisiensi
besi dibandingkan dengan responden dengan asupan Fe.
110
5.5.3.2 Hubungan antara Frekuensi Makan dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan
5.5.3.2.1 Hubungan antara Frekuensi Makan dalam Sehari denganAnemia pada Siswi MTs Ciwandan
Tabel 5.25 Tabulasi Silang Antara Frekuensi Makan dalam Sehari dengan Anemia pada
Siswi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014 Frekuensi
Makan dalam Sehari
Total OR
Cl 95 Pvalue
Anemia Normal
N N
N 24.208
114.019- 5.140
Tidak Baik
14 87,5
2 12,5
16 100
0,000
Baik 24
22,4 83
77,6 107
100
Total
38 30,8
85 69,1
123 100
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara frekuensi makan sehari dengan kejadian anemia diperoleh bahwa kasus anemia terjadi pada siswi yang memiliki
frekuensi makan sehari tidak baik lebih banyak 14 responden 87,5 daripada siswi yang memiliki frekuensi makan sehari baik sebanyak 24 responden 22,4. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p=0.000 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan sehari dengan kejadian
anemia remaja
putri. Berdasarkan
perhitungan risk
estimate diperoleh
OR=24,20895 Cl 114.019-5.140. Artinya responden dengan frekuensi makan
111
sehari tidak baik memiliki peluang 24,208 kali untuk menderita anemia defisiensi besi dibandingkan dengan responden dengan frekuensi makan sehari yang baik.
5.5.3.2.2 Hubungan antara Frekuensi Makan Sumber Heme dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan
Tabel 5.26 Tabulasi Silang Antara Frekuensi Makan Sumber Heme dengan Anemia pada
Siswi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014 Frekuensi
Makan Sumber Heme
Anemia Total
OR Cl 95
Pvalue Anemia
Normal
N n
N 38.942
130.206- 11.647
Tidak Baik
25 86,2
4 13,8
29 100
0,000
Baik 13
13,8 81
86,2 94
100
Total
38 30,8
85 69,1
123 100
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara frekuensi makan sumber heme dengan kejadian anemia diperoleh bahwa kasus anemia terjadi pada siswi yang
memiliki frekuensi makan sumber heme tidak baik lebih banyak 25 responden 86,2 daripada siswi yang memiliki sumber heme baik sebanyak 13 responden
13,8. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.000 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara frekuensi
makan sumber heme dengan kejadian anemia remaja putri. Berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR= 38,94295 Cl 130.206-11.647. Artinya responden
112
dengan frekuensi makan sumber heme tidak baik memiliki peluang 24,208 kali untuk menderita anemia defisiensi besi dibandingkan dengan responden dengan frekuensi
makan sumber heme baik.
5.5.3.2.3 Hubungan antara Frekuensi Makan Sumber Non Heme dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan
Tabel 5.27 Tabulasi Silang Antara Frekuensi Makan Sumber Non Heme dengan Anemia
pada Siswi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014 Frekuensi
Makan Sumber Non
Heme Kejadian Anemia
Total OR
Pvalue Anemia
Normal
N n
N 39.000
269.949- 5.634
Tidak Baik
38 97,4
1 2,6
39 100
0,000
Baik
84 100
84 100
Total 38
30,8 85
69,1 123
100 Total
38
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara frekuensi makan sumber non heme dengan kejadian anemia diperoleh bahwa kasus anemia terjadi pada siswi yang
memiliki frekuensi makan non heme tidak baik lebih banyak 38 responden 97,8 daripada siswi yang memiliki frekuensi makan sumber non heme baik sebanyak 0
responden 0. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.000 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara
frekuensi makan sumber non heme dengan kejadian anemia remaja putri. Nilai OR
113
sebesar 39.000 yang artinya adalah siswi dengan frekuensi makan sumber non heme yang kurang memiliki resiko anemia 39 kali lebih besar dibandingkan siswi dengan
frekuensi makan sumber non heme baik.
5.5.3.2.4 Hubungan antara Frekuensi Makan Peningkat Absorpsi Fe dalam Sehari dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan
Tabel 5.28 Tabulasi Silang Antara Frekuensi Makan Peningkat Absorpsi Fe dengan
Anemia pada Siswi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014 Frekuensi
Makan Peningkat
Absorpsi Fe Kejadian Anemia
Total OR
Cl 95 Pvalue
Anemia Normal
N n
N 13.667
40.624- 4.598
Rendah
38 92,7
3 7,3
41 100
0,000
Tinggi
82 82
100
Total 38
30,8 85
69,1 123
100
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara frekuensi makan sumber peningkat absorpsi Fe dengan kejadian anemia diperoleh bahwa kasus anemia terjadi
pada siswi yang memiliki frekuensi makan peningkat Fe rendah lebih banyak 38 responden 92,7 daripada siswi yang memiliki peningkat Fe tinggi sebanyak 0
responden 0. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.000 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara
frekuensi makan peningkat absorpsi Fe dengan kejadian anemia remaja putri. Nilai
114
OR sebesar 13.667 yang artinya adalah siswi dengan frekuensi makan peningkat absorpsi Fe yang rendah memiliki resiko anemia 13 kali lebih besar dibandingkan
siswi dengan frekuensi makan sumber peningkat Fe tinggi.
5.5.3.2.5 Hubungan antara Frekuensi Makan Penghambat Absorpsi Fe dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan
Tabel 5.29 Tabulasi Silang Antara Frekuensi Makan Penghambat Absorpsi Fe dengan
Anemia pada Siswi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014 Frekuensi
Makan Penghambat
Absorpsi Fe Kejadian Anemia
Total OR
Cl 95 Pvalue
Anemia Normal
N n
N 12.000
29.625-4.861
Rendah 26
66,7 13
33,3 39
100 0,000
Tinggi
12 14,3
72 85,7
84 100
Total 38
30,8 85
69,1 123
100 Total
38
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara frekuensi makan sumber penghambat absorpsi Fe dengan kejadian anemia diperoleh bahwa kasus anemia
terjadi pada siswi yang memiliki frekuensi makan penghambat Fe rendah lebih banyak 12 responden 14,3 daripada siswi yang memiliki frekuensi makan
penghambat Fe sebanyak 26 responden 66,7. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.000 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan
yang bermakna antara frekuensi makan penghambat absorpsi Fe dengan kejadian
115
anemia remaja putri. Nilai OR sebesar 12 yang artinya adalah siswi dengan frekuensi makan penghambat absorpsi Fe yang rendah memiliki resiko anemia 12 kali lebih
besar dibandingkan siswi dengan frekuensi makan sumber penghambat absorpsi Fe tinggi.
116
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini melibatkan hubungan antara sosial ekonomi pengetahuan, uang jajan, pekerjaan orang tua, dan pendidikan orang tua, pola menstruasi dan kebiasaan
makan dengan kejadian anemia gizi besi siswi MTs Ciwandan. Keterbatasan penelitian ini adalah beberapa faktor lain yang berhubungan dengan anemia yang
belum dapat diteliti dalam penelitian ini, karena perlu dilakukannya pengkajian secara klinis yang merupakan diluar kemampuan peneliti seperti, penyakit infeksi yang
diderita contohnya: malaria, TBC, faktor perdarahan kecelakaan, dan aktifitas fisik sehingga belum bisa menjelaskan dengan tepat faktor-faktor yang membengaruhi
anemia. Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah penelitian ini hanya sampai teknik analisis bivariat, sehingga untuk dapat menjelaskan faktor-faktor yang
bersinergis dan faktor yang paling dominan mempengaruhi anemia perlu dilakukan penelitian lebih lanjut ke teknik analisis multivariat.
Dalam penelitian ini frekuensi makan sumber heme dan non heme serta makanan penghambat dan peningkat absorbsi Fe menggunakan metode FFQ Food
Frequency Quetioner selama periode tertentu. Metode tersebut memiliki beberapa kelemahan yaitu sangat tergantung pada daya ingat remaja putri. Beberapa responden
menjawab pertanyaan kurang serius yaitu menjawab frekuensi makan tidak sesuai
117
dengan kenyataan yang menyebabkan penilaian terhadap frekuensi makan menjadi tidak tepat.
6.2 Status Anemia Gizi Besi Siswi MTs Ciwandan