40
2.6 Fasilitator Absorbsi Zat Besi
Fasilitator absorpsi zat besi yang paling terkenal adalah asam askorbat vitamin C yang dapat meningkatkan absorpsi zat besi non heme secara
signifikan. Jadi, buah kiwi, jambu biji, dan jeruk merupakan produk pangan nabati yang meningkatkan absorpsi besi. Faktor-faktor yang ada di dalam daging
juga memudahkan absorpsi besi non heme vijayaraghavan, 2004.
2.7 Penghambat Absorbsi Zat Besi
Penghambat zat besi meliputi kalsium fosfat, bekatul, asam fitat, dan polifenol. Asam fitat banyak terdapat dalam sereal dan kacang-kacangan
merupakan faktor utama yang bertanggung jawab atas buruknya ketersediaan hayati zat besi dalam jenis makanan ini. Karena serat pangan sendiri tidak
menghambat absorpsi besi, efek penghambat pada bekatul semata-mata disebabkan oleh keberadaan asam fitat. Perendaman, fermentasi, dan
perkecambahan biji-bijian yang menjadi produk pangan akan memperbaiki absorpsi dengan mengaktifkan enzim fitase untuk menguraikan asam fitat.
Polifenol asam fenolat, flavonoid, dan produk polimerisasi terdapat dalam teh, kopi, dan anggur merah. Tanin yang terdapat dalam teh hitam
merupakan jenis penghambat paling paten dari semua inhibitor di atas. Kalsium yang dikonsumsi dalam produk susu seperti susu atau keju juga dapat
menghambat absorpsi besi. Namun demikian, komponen lainnya, terutama fasilitator absorpsi besi dan khususnya santapan yang kompleks, dapat
41
mengimbangi efek penghambat pada polifenol dan kalsium vijayaraghavan, 2004.
2.8 Metode Penilaian Konsumsi Gizi
Menurut Cameron and Van Staveren dalam Herviani 2004 FFQ Food Frequency Questionnaire merupakan metodecara food frekuensi biasanya
kualitatif mengggambarkan frekuensi konsumsi per hari, minggu atau bulan. Metode food frekuensi yang telah dimodifikasi dengan memperkirakan atau
astimasi URT dalam gram dan cara memasak dapat dikatakan dengan metode yang kuantitatif FFQ semi kuantitatif.
Pada FFQ semi kuantitatif skor zat gizi yang terdapat disetiap subjek dihitung dengan cara mengalikan frekuensi relatif setiap jenis makanan yang
dikonsumsi yang diperoleh dari data komposisi yang tepat Van Steveren at al, 19986 dalam Gibson, 2000
Kelebihan metode food frekuensi antara lain: relatif murah, sederhana, dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak memerlukan latihan khusus dan
dapat membantu menjelaskan hubungan penyakit dan kebiasaan makan. Kekurangan metode food frekuensi antara lain: tidak dapat menghitung intake zat
gizi, sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data, membuat pewawancara bosan dan responden harus jujur serta memiliki motivasi tinggi Supriasa, 2002.
42
2.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada Remaja Putri