117
dengan kenyataan yang menyebabkan penilaian terhadap frekuensi makan menjadi tidak tepat.
6.2 Status Anemia Gizi Besi Siswi MTs Ciwandan
Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Lebih dari setengah penduduk dunia usia pra sekolah dan wanita hamil berada di Negara-
negara yang mengalami anemia sebagai masalah kesehatan masyarakat tingkat berat dengan presentase sebesar 56,3 dan 57,5. Sedang presentase wanita tidak hamil
yang mengalami anemia sebesar 29,6 McLean, 2007. Anemia pada umumnya terjadi di seluruh dunia, terutama Negara berkembang developing countries dan
pada kelompok sosio-ekonomi rendah. Secara keseluruhan, anemia terjadi pada 45 wanita di Negara berkembang dan 13 di Negara maju Fatmah, 2009.
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit red cell mass sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer penurunan oxygen carrying capacity. Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin,
hematokrit atau hitung eritrosit red cell count Bakta, 2006. Anemia adalah keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah di
bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan Arisman, 2007. Menurut WHO, kadar hemoglobin normal untuk anak usia 5-18 tahun adalah 12 mgdl Arisman,
2004. Seseorang dikatakan anemia apabila kadar Hb di bawah batas normal.
118
Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa responden yang berstatus anemia adalah sebesar 30,9 sedangkan responden yang berstatus anemia sebesar
69,1. Hasil pemeriksaan yang diperoleh pada waktu pelaksanaan penelitian berbeda dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada saat studi pendahuluan yaitu 13.
Hal ini karena adanya perbedaan variasi responden. Pada saat studi pendahuluan responden yang diambil sampel adalah siswi kelas VIII sedangkan pada penelitian
responden adalah seluruh siswi kelas VII, VIII IX yang menjadi sampel sebanyak 123 responden.
Prevalensi pada penelitian ini jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan penelitian anemia oleh Nurul Barokah 2010, yang dilakukan pada remaja putri kelas
VII dan VIII SMP Muhammadiyah Tangsel adalah sebesar 62,9. Namun lebih tinggi bila dibandingkan denganAdriana 2010 yang dilakukan pada remaja putri
MAN 2 Bogor di dapat prevalensi anemia sebesar 23,2. Penyebab perbedaan angka prevalensi kemungkinan karena perbedaan metode
pemeriksaan kadar Hb. Pada penelitian Barokah 2010 dan Adriana 2010, pemeriksaan kadar Hb dilakukan dengan metode Sahli dan Sianmethemoglobin. Pada
metode sahli ini, hemoglobin dioksidasi oleh kalium ferrosianidamenjadi
methemoglobinyang kemudian bereaksi dengan ion sianida CN2- membentuk sian- methemoglobin yang berwarna merah.Intensitas warna dibaca dengan fotometer dan
dibandingkan dengan standar karena yang membandingkan alat elektronik, maka hasilnya lebih objektif.
119
Penentuan Hb dengan cara ini memerlukan spektrofotometer yang harga dan biaya pemeliharannya mahal, maka cara ini belum dapat dipakai secara luas di
Indonesia. Mengingat bahwa membawa spektrofotometer dapat menyebabkan kerusakan pada alatnya. Metode ini baik untuk dipakai dalam pemeriksaan kadar Hb
di laboratorium, namun akan mengalami kesulitan jika digunakan untuk survei lapangan Supariasa, dkk., 2002.
Penentuan hemoglobin dengan metode Sahli menghasilkan nilai rata-rata kadar Hb 10 lebih rendah dari hasil penentuan kadar Hb dengan metode
Sianmethemoglobin. Penentuan kadar Hb dengan metode Sianmethemoglobin lebih akurat jika dibandingkan penggunaan metode Sahli Muhilal dan Saidin, 1980.
Prinsip sianmethemoglobin dilakukan dengan hemoglobin darah menjadi sianmethemoglobin dalam larutan yang berisi kalium sianida. Absorbansi larutan
diukur pada panjang gelombang 540 nm atau filter hijau. Larutan Drabkin yang dipakai pada cara ini mengubah hemoglobin, oksihemoglobin, methemoglobin dan
karboksihemoglobin menjadi sianmethemoglobin. Kadar hemoglobin ditentukan dari perbandingan absorbansinya dengan absorbansi standard sianmethemoglobin.
Kelebihan dari metode ini adalah cara ini sangat bagus untuk laboratorium rutin dan sangat dianjurkan untuk penerapan kadar hemoglobin dengan teliti karena
standar sianmethemoglobinyang ditanggung kadarnya bersifat stabil. Kesalahan cara ini dapat mencapai kira-kira 2. Kelemahan dari cara ini adalah kekeruhan dalam
suatu sampel darah dapat mengganggu pembacaan dalam fotokalorimeter dan
120
menghasilkan absorbansi dan kadar hemoglobin yang lebih tinggi dari sebenarnya contohnya pada keadaan leukositosis dan lipemia Wijayanti, 2005.
Oleh karena itu penulis menggunakan metode hemoglobinometer digital yang mana dapat dengan mudah di bawa dan sesuai untuk penelitian di lapangan karena
teknik untuk pengambilan sampel darah yang mudah dan pengukuran kadar hemoglobin tidak memerlukan penambahan reagen. Alat ini juga memiliki akurasi
dan presisi yang tinggi berbanding metode laboratorium yang standar.Alat ini juga stabil dan tahan lasak walaupun digunakan dalam jangka masa yang lama. Prinsip
metode ini adalah tindak balas darah dengan bahan kimia pada strip yang digunakan. Bahan kimia yang terdapat pada strip adalah ferrosianida. Reaksi tindak balas akan
menghasilkan arus elektrik dan jumlah elektrik yang dihasilkan adalah bertindak balas langsung dengan konsentrasi haemoglobin. Hamill, 2010.
Menurut besarnya
masalah kesehatan
masyarakat, WHO
2008 mengklasifikasikan anemia menjadi suatu masalah dalam kesehatan masyarakat pada
suatu daerah dalam rentang sebagai beritkut: 1. Angka prevalensi di bawah 4,9 bukan merupakan masalah kesehatan
masyarakat. 2. Angka prevalensi 5-19,9 merupakan masalah kesehatan masyarakat ringan
3. Angka prevalensi 20-39,9 merupakan masalah kesehatan masyarakat sedang 4. Angka prevalensi lebih dari 40 merupakan masalah kesehatan masyarakat
berat.
121
Berdasarkan besarnya masalah kesehatan masyarakat tersebut, diketahui bahwa presentase anemia dalam penelitian ini 30,9 termasuk kedalam kategori masalah
kesehatan masyarakat tingkat sedang dan perlu dilakukan intervensi untuk menangani masalah tersebut.
Dampak remaja putri yang menderita anemia dapat mengalami gangguan pertumbuhan, penurunan daya konsentrasi belajar, kurang bersemangat dalam
beraktivitas karena cepat merasa lelah. Defisiensi besi dapat mempengaruhi pemusatan perhatian, kecerdasan dan prestasi belajar di sekolah Almatsier, 2001.
Menurut Guyton 1999 dampak anemia akan mengakibatkan sel-sel tubuh kekurangan oksigen yang mengakibatkan fungsi jaringanorgan tidak optimal
termasuk otak. Anemia juga bisa berakibat pada gangguan tumbuh kembang, gangguan kognitif belajar serta penurunan fungsi otak, aktivitas fisik dan daya tahan
tubuh. Jika daya tahan tubuh menurun, maka resiko infeksi pun meningkat. Anemia bisa terjadi saat masih bayi. Bila ini terjadi, tentunya bisa berdampak pada prestasi
mereka saat usia pra sekolah dan sekolah. Akibatnya, bisa terjadi gangguan konsentrasi, daya ingat rendah, kapasitas penyelesaian masalah dan kecerdasan
intelektual IQ yang rendah serta gangguan perilaku Fatmah, 2008. Hal ini sangat memerlukan perhatian dari pemerintah setempat untuk melakukan
upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja terutama pada siswi yang kadar Hb 12mgdl. Sebagaimana kita ketahui remaja putri sebagai calon
122
ibu sangat berperan nantinya dalam menentukan kualitas sumber daya manusia yang akan datang.
Upaya penanggulangan anemia yang telah dilakukan oleh pemerintah selama ini adalah melakukan penyuluhan gizi untuk meningkatkan kesadaran konsumsi gizi
seimbang sesuai dengan kebutuhaan setiap individu dan kelompok sasaran melalui nasehat gizi di meja 4 Posyandu dan di adakannya deteksi dini anemia remaja setiap
setahun sekali. Selain itu juga dilaksanakan pemberian zat besi bagi remaja putri setiap setahun sekali disalah satu sekolah, dan kelompok sasaran yang paling rentan
yaitu ibu hamil di setiap posyandu. Pemberian zat besi merupakan suplementasi langsung yang dapat memperbaiki status anemia dalam waktu singkat.
Suplementasi besi atau pemberian tabletsirup besi merupakan salah satu upaya penting dalam pencegahan dan penanggulangan anemia, karena jenis anemia yang
terbanyak di Indonesia adalah “Anemia Gizi Besi”. Selain itu, suplementasi besi merupakan cara yang efektif karena kandungan besinya padat dan dilengkapi dengan
asam folat yang sekaligus dapat mencegah dan menanggulangi anemia akibat kekurangan asam folat. Cara ini juga efisien karena tablet besi harganya murah dan
dapat terjangkau oleh masyarakat luas serta mudah didapat. Anemia tergantung derajat beratnya dapat mengakibatkan gangguan ringan
sampai berat. Anemia sedang dan ringan dapat menimbulkan gejala lesu, lelah, pusing, yang bila terjadi pada anak sekolah akan mengurangi kapasitas dan
123
kemampuan belajar. Sedangkan pada orang dewasa akan menurunkan produktivitas kerja. Disamping itu penderita anemia akan mudah terserang penyakit infeksi.
Hal ini tentunya sangat merugikan dalam upaya pengembangan sumber daya manusia.Sedangkan tindakan jangka panjangnya adalah dengan melakukan program
fortifikasi. Fortifikasi adalah salah satu bentuk upaya penanggulangan masalah kurang gizi yang efektif dan murah sebagaimana yang dikatakan Guthrie 1995
yaitu, fortifikasi dilakukan dengan menambahkan zat besi ke dalam bahan makanan yang banyak di konsumsi masyarakat, terutama rawan terhadap kekurangan zat besi.
Selain itu, bahan makanan yang akan di fortifikasi harus tahan lama.
6.3 Hubungan Sosial Ekonomi dengan Anemia Pada Siswi MTs Ciwandan