Pengaruh penerapan etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik di Jakarta

(1)

PENGARUH PENERAPAN ETIKA PROFESI, KOMITMEN

ORGANISASI DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP

PENINGKATAN PROFESIONALISME AKUNTAN PUBLIK

DI JAKARTA

Skripsi

oleh :

Akhmad Bustanul Arifin NIM : 105082002696

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Akhmad Bustanul Arifin NIM : 105082002696

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

“Pengaruh Penerapan Etika Profesi, Komitmen Organisasi dan Kecerdasan Emosional Terhadap Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik di Jakarta”.

Merupakan hasil pekerjaan saya sendiri. Apabila skripsi tersebut bukan hasil pekerjaan sendiri, saya bersedia menerima segala sangsi yang telah ditetapkan. Demikian skripsi ini dibuat sebagaimana mestinya dan benar adanya.

Jakarta, Maret 2011 Peneliti,


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Akhmad Bustanul Arifin 2. Tempat & Tanggal Lahir : Tegal, 27 Juli 1984

3. Alamat : Balamoa Rt.04, Rw.03 Pangkah, Tegal Jawa Tengah

4. Telepon : 021-95054897

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SDN Balamoa 1 1991-1997

2. SLTP N 1 Pangkah 1997-2000

3. SLTA N 1 Pangkah 2000-2003

4. Strata 1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi 2005-2011 III. PENGALAMAN ORGANISASI

1. Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT) Ciputat

2. KMPLHK RANITA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta IV. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Daimudin

2. Ibu : Khonipah

3. Alamat : Balamoa Rt.04, Rw.03 Pangkah, Tegal Jawa Tengah


(7)

ABSTRACT

Public accountant is an accountant whose practiced in the Public Accounting Firm (KAP), which provides the services stipulated in the Public Accountants Professional Standards (auditing, attestation, reviews and other accounting services). One of the responsibilities of public accountants to maintain a professional quality. The purpose of this study was to determine the extent to which the influence of partial or simultaneous application of professional ethics, organizational commitment, and emotional intelligence to increase the professionalism of public accountants.

The variables used in this research is the application of professional ethics, organizational commitment and emotional intelligence as the independent variable, while professionalism as the dependent variable. The population in this research is a public accountant who worked on the firm in Jakarta. The sample is 70 public accountants located at 17of Public Accounting Firm in South Jakarta. Sampling using convenience sampling methods, and analysis of research data using multiple regression analysis.

The results of this study indicated that the application of professional ethics and emotional intelligence is partially affect the increased professionalism, whereas organizational commitment does not affect the increased professionalism of public accountants. And according to research results obtained in Test F (simultaneous), the application of professional ethics, organizational commitment and emotional intelligence affects simultaneously towards increased professionalism of public accountants.

Keywords: Public Accountants, Professional Ethics, Organizational Commitment, Emotional Intelligence, professionalism


(8)

ABSTRAK

Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam Kantor Akuntan Publik (KAP) yang menyediakan jasa yang diatur dalam Standar Profesi Akuntan Publik (auditing, atestasi, review dan jasa akuntan lainya). Salah satu tanggung jawab akuntan publik adalah menjaga mutu profesionalnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh secara parsial maupun simultan penerapan etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penerapan etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional sebagai variabel independen, sedangkan profesionalisme sebagai variabel dependen. Populasi dalam penelitian ini adalah akuntan publik yang bekerja pada KAP di Jakarta. Sampel penelitian ini yaitu 70 akuntan publik yang terdapat pada 17 KAP di Jakarta Selatan. Pengambilan sampel menggunakan metode convenience sampling, dan analisis data penelitian menggunakan analisis regresi berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan etika profesi dan kecerdasan emosional secara parsial berpengaruh terhadap peningkatan profesionalisme, sedangkan komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. Dan menurut hasil penelitian yang diperoleh dalam Uji F (simultan), penerapan etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional berpengaruh secara simultan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik.

Kata Kunci: Akuntan Publik, Etika Profesi, Komitmen Organisasi, Kecerdasan Emosional, profesionalisme


(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah mengkaruniakan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pengaruh Penerapan Etika Profesi, Komitmen Organisasi, dan Kecerdasan Emosional Terhadap Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik di Jakarta.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagai syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan rasa syukur atas rahmat dan karunia Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini serta tak pula peneliti menghaturkan terimakasih kepada:

1. Keluargaku, Ayah dan Ibu atas setiap helaian kasih sayangnya, semua perhatian dan dukunganya, kakakku dan keponakanku Eka dan Manda, kalian penghibur sekaligus penyemangatku.

2. Bpk Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bpk Dr. Amilin, S.E., M.Si, Ak selaku pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya memberikan arahan dan bimbingan.

4. Ibu Rini, S.E., M.Si, Ak selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya memberikan arahan dan bimbingan.

5. Ibu Rahmawati, S.E., MM selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ibu Yessi Fitri, S.E., M.Si, Ak selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah

mencurahkan dan mengamalkan ilmunya, serta Karyawan Universitas Islam Negeri yang telah memberikan bantuanya kepada peneliti.


(10)

8. Seluruh teman-teman akuntansi C 2005 dan teman-teman Fakultas Ekonomi dan Bisnis, teman-teman Ikatan Mahasiswa Tegal, dan teman-teman KMPLHK RANITA UIN Jakarta dan teman-teman MAPALA se-Indonesia, serta teman2 seperjuangan yang tak bisa disebut satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Dengan segala kerendahan hati peneliti memohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan peneliti dan bermanfaat bagi semua.

Wassalamu’allaikum. Wr. Wb

Jakarta,

105082002696 Akhmad Bustanul Arifin


(11)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Skripsi

Lembar Pengesahan Uji Komprehensip Lembar Pengesahan Uji Skripsi

Lembar Pernyataan

Daftar Riwayat Hidup ……….………... Abstract ………... Abstrak ………... Kata Pengantar ………... Daftar Isi………..……... Daftar Tabel ……….……... Daftar Gambar ……….……... Daftar Lampiran ……….

i ii iii iv vi viii ix x BAB I. PENDAHULUAN ………..………..…

A. Latar Belakang Penelitian ………...……..….………… B. Perumusan Masalah ……….………..…..…….. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..…………...…....……….…

1 1 8 9 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...………...………...……….

A. Akuntan Publik ……….……...…….…... 1. Pengertian Akuntan Publik ….. .….………. 2. Akuntan Publik sebagai Suatu Profesi ……….... B. Etika Profesi ……….………...

1. Pengertian Etik Profesi ……….…..………….. 2. Prinsip-Prinsip Etika Profesi ...……….…..….……. 3. Kode Etik Profesi Akuntan Publik …….……….. 4. Tujuan Kode Etik ………. C. Komitmen Organisasi ... D. Kecerdasan Emosional …..………...…….…… E. Profesionalisme ...…

11 11 11 12 15 15 17 23 24 25 28 35


(12)

F. Penelitian Terdahulu ... G. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis ... H. Model Pemikiran ...

38 42 47 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .…………..……...………

A. Ruang Lingkup Penelitian ...……….……….. B. Metode Penentuan Sampel ………...….……. C. Metode Pengumpulan Data ……….………..… D. Metode Analisis Data ………..………...…… 1. Statistik Deskriptif ………...……… 2. Uji Kualitas Data ………..……...… 3. Uji Asumsi Klasik ……… 4. Uji Hipotesis ………..………... E. Operasionalisasi Variabel Penelitian …………..……...…….

48 48 48 49 50 50 50 51 53 55 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……..……...………

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ………... 1. Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 2. Karakteristik Profil Responden ……… B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ………... 1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ……… 2. Hasil Uji Kualitas Data ………..…...…...… 3. Hasil Uji Asumsi Klasik …………..……… 4. Hasil Uji Hipotesis ………... C. Pembahasan ………

62 62 62 64 67 67 68 73 76 81 BAB V. Kesimpulan dan Implikasi ………..

A. Kesimpulan ………. B. Implikasi ………. C. Keterbatasan dan Saran ……….…..

1. Keterbatasan ………. 2. Saran ………. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 87 87 88 89 89 89 91 95


(13)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

1.1 Kasus, Temuan dan Dampak ………..…… 3

2.1 Penelitian Terdahulu ………...… 39

3.1 Operasional Variabel Penelitian ………..……... 58

4.1 Data Sampel Penelitian ………...……… 62

4.2 Data Distribusi Sampel Penelitian ………..……… 63

4.3 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .. 64

4.4 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ………….. 65

4.5 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ………... 65

4.6 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Posisi Terakhir . 66 4.7 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja ……… 67

4.8 Hasil Uji Statistik Deskriptif ………... 68

4.9-1 Hasil Uji Validitas Variabel Etika Profesi ...………... 69

4.9-2 Hasil Uji Validitas Variabel Komitmen Organisasi ………… 70

4.9-3 Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional ……….. 70

4.9-4 Hasil Uji Validitas Variabel Profesionalisme ………. 71

4.10 Hasil Uji Reliabilitas ………... 73

4.11 Hasil Uji Multikolonieritas ………. 74

4.12 Hasil Uji Koefisien Determinasi ………. 77

4.13 Hasil Uji Statistik t ……….. 78


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

2.1 Model Peneltian ………..……... 47 4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot ….….. 75 4.2 Grafik Scatterplot ……….…. 76


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1 Kuesioner Penelitian ………... 95

2 Data Kuesioner Penelitian ……….. 104

3 Hasil Uji Validitas ……….. 111

4 Hasil Uji Reliabilitas ……….. 123

5 Hasil Uji Regresi ……… 125

6 Surat Izin Penelitian ………... 127


(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Profesi akuntan di Indonesia sekarang ini menghadapi tantangan yang semakin berat. Tantangan tersebut adalah berikut ini. Pertama, WTO, GATT, dan GATS tidak hanya merundingkan masalah perdagangan komoditi riil, namun juga sektor jasa. Kedua, diberlakukanya perdagangan bebas diantara Negara-negara di kawasan Asia-Pasifik dalam rangka kerjasama ekonomi APEC tahun 2010 bagi Negara maju dan pada tahun 2020 bagi Negara berkembang, termasuk Indonesia. Ketiga, diberlakukanya perdagangan bebas diantara Negara-negara di kawasan ASEAN, yaitu AFTA (Ekayani dan Adi Putra, 2003:2).

Disamping itu, kemajuan ekonomi mendorong munculnya pelaku bisnis baru sehingga menimbulkan persaingan bisnis yang cukup tajam. Semua usaha bisnis tersebut berusaha untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun terkadang untuk mencapai tujuan itu, segala upaya dan tindakan dilakukan walaupun pelaku bisnis harus melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi moral dan etika bisnis itu sendiri, termasuk profesi akuntansi. Untuk mengantisipasi hal itu, maka profesionalisme suatu profesi harus dimiliki oleh setiap anggota profesi, yaitu berkeahlian, berpengetahuan, dan berkarakter. Karakter menunjukkan personalitas seorang profesionalisme yang diwujudkan dalam sikap


(17)

2 profesional dan tindakan etisnya (Machfoedz dalam Winarna dan Retnowati, 2004).

Akhir-akhir ini muncul issue yang sangat menarik yaitu pelanggaran etika oleh akuntan baik tingkat nasional maupun internasional. Di Indonesia issue ini berkembang seiring dengan adanya pelanggaran etika, baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah. Etika profesi akuntan publik berfungsi sebagai panduan bagi para akuntan publik dalam menjalani kewajiban mereka memberikan dan mempertahankan jasa kepada masyarakat yang berstandar tinggi. Oleh karena itu, etika profesi ini menjadi sangat urgent karena etika profesi ini merupakan sarana pengaturan diri (self-regulation), yang sangat menentukan bagi pelaksanaan profesi sebagaimana diharapkan oleh masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntansi ditentukan oleh kepatuhan para akuntan terhadap standar etika yang telah disepakati. Sebaliknya, apabila etika profesi ini dilanggar maka akuntan publik akan menghasilkan jasa yang berstandar rendah, sehingga kredibilitas akuntan publik diragukan dan kepercayaan masyarakat hilang (Yuliani, 2005). Oleh karena itu, pada tabel 1.1 berikut ini disajikan kasus-kasus dan masalah-masalah yang dilakukan oleh akuntan publik yang dapat menyebabkan kredibilitas mereka diragukan.


(18)

3 Tabel 1.1

Kasus, Temuan dan Dampak

Tahun Kasus Temuan Dampak

2002 (VIVAnews.

com)

PT. Kimia farma Auditor tidak mampu mendeteksi adanya kesalah sajian dalam lapotan keuangan PT kimia Farma

Menurunya

kredibilitas sebagai akuntan publik atau auditor yang profesional 2005 (ICW) Dana Abadi Umat (DAU)

Tim jaksa penyidik memiliki bukti kalau Khairiansyah (auditor BPK) kecipratan (suap) Dana Abadi Umat (DAU)

Menurunya

kredibilitas sebagai akuntan publik atau auditor yang profesional dan menjadi preseden sangat buruk bagi institusi negara seperti BPK. 2009 (Koran-Jakarta.com) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bagindo Quirino (Auditor BPK) terbukti melakukan tindak pidana suap sebesar 650 juta rupiah dalam kasus korupsi Anggaran Belanja Tambahan tahun 2004 di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Menurunya

kredibilitas sebagai akuntan publik atau auditor yang profesional dan menjadi preseden sangat buruk bagi institusi negara seperti BPK. Merugikan negara Rp 13,6 Miliar 2010

(

Kasus korupsi dan kredit macet untuk

pengembangan usaha di bidang otomotif Raden Motor (Biasa Sitepu sebagai Auditor) VIVAnews. com) Kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik. Lemahnya sifat independensi pada auditor 2010 (Koran-jakarta.com) Suap dari Pemerintah Kota Bekasi

Enang Hermawan dan S (auditor BPK) diduga menerima suap dari pejabat Pemerintah Kota Bekasi untuk mendapatkan opini Wajar Tanpa

Pengecualian (WTP)

Menurunya

kredibilitas sebagai akuntan publik atau auditor yang profesional dan menjadi preseden sangat buruk bagi institusi negara seperti BPK. Sumber: Diolah dari berbagai referensi


(19)

4 Profesionalisme telah menjadi issue yang kritis untuk profesi akuntan karena dapat menggambarkan kinerja akuntan tersebut. Gambaran terhadap profesionalisme dalam profesi akuntan publik seperti yang dikemukakan oleh Hastuti et al. (2003) dalam Arleen Herawati (2008), dicerminkan melalui lima dimensi, yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi. Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap profesionalisme, akuntan publik juga harus memiliki pengetahuan yang memadai dalam profesinya untuk mendukung pekerjaannya dalam melakukan setiap pemeriksaan. Setiap akuntan publik juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).

Kode etik menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau jaringan KAP, baik yang merupakan anggota IAPI maupun yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang meliputi jasa assurance dan jasa selain assurance seperti yang tercantum dalam standar profesi dan kode etik profesi (Kode Etik Profesi Akuntan Publik IAPI, 2008).

Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan para auditor akan selalu berhubungan dengan individu-individu maupun kelompok-kelompok didalam sebuah instansi atau perusahaan yang diperiksa serta dihadapkan dengan berbagai masalah yang cukup rumit, baik yang bersifat teknis maupun bersifat non teknis, apalagi menyangkut ketidakpuasan kinerja akuntan dapat


(20)

5 menyebabkan kurangnya profesionalisme akuntan dalam melaksanakan tugas, sehingga akan berdampak pada pandangan negatif terhadap citra akuntan publik dan profesi akuntan publik dimasyarakat (Monika, 2007).

Keberhasilan dan kinerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan sangat ditentukan oleh profesionalisme terhadap bidang yang ditekuninya. Profesionalisme sendiri harus ditunjang dengan komitmen serta independensi untuk mencapai tingkatan yang tertinggi. Komitmen merupakan suatu konsistensi dari wujud keterikatan seseorang terhadap suatu hal, seperti karir, keluarga, lingkungan pergaulan sosial dan sebagainya. Adanya suatu komitmen dapat menjadi suatu dorongan bagi seseorang untuk bekerja lebih baik atau malah sebaliknya menyebabkan seseorang justru meninggalkan pekerjaannya, akibat suatu tuntutan komitmen lainnya. Komitmen yang tepat akan memberikan motivasi yang tinggi dan memberikan dampak yang positif terhadap kinerja suatu pekerjaan (Trisnaningsih, 2007).

Komitmen anggota organisasi menjadi hal penting bagi sebuah organisasi dalam menciptakan kalangsungan hidup sebuah organisasi apapun bentuk organisasinya. Komitmen menunjukan hasrat karyawan sebuah perusahaan untuk tetap tinggal dan bekerja serta mengabdikan diri bagi perusahaan (Amilin dan Rosita Dewi, 2008). Komitmen organisasional dibangun atas dasar kepercayaan pekerja atas nilai-nilai organisasi, kerelaan pekerja membantu mewujudkan tujuan organisasi dan loyalitas untuk tetap menjadi anggota organisasi. Oleh karena itu, komitmen organisasi akan menimbulkan rasa ikut memiliki (sense of belonging) bagi pekerja terhadap


(21)

6 organisasi. Jika pekerja merasa jiwanya terikat dengan nilai-nilai organisasional yang ada maka dia akan merasa senang dalam bekerja, sehingga kinerjanya dapat meningkat (Trisnaningsih, 2007).

Setiap manusia ingin berprestasi dalam segala hal, tidak terkecuali berprestasi dalam pekerjaan. Saat ini keberhasilan kerja seseorang tidak ditunjang oleh kemampuan intelektual semata, namun juga didukung oleh kemampuan penyesuaian emosi dalam berhubungan dengan seseorang. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa Intelektual Quotient (IQ) menentukan keberhasilan seseorang. Masyarakat beranggapan bahwa semakin tinggi IQ seseorang semakin berhasil orang tersebut dalam pekerjaannya. Namun kenyataannya tidak demikian, IQ hanya memberikan kontribusi 20% dalam menentukan keberhasilaan hidup seseorang dan 80% lainnya ditentukan oleh faktor lain. Faktor inilah yang disebut kecerdasan emosional (EQ) (Alwani, 2007).

Aturan bekerja sekarang ini tengah berubah, seseorang dinilai tidak hanya berdasarkan tingkat kepribadian atau berdasarkan tingkat penilaian dan pengalaman tetapi juga berdasarkan seberapa baik seseorang mengelola diri sendiri dan orang lain. Sebagai seorang auditor, pendidikan dan pengalaman dapat meningkatkan kompetensinya, namun dalam berhubungan dengan pihak lain (auditee) seorang auditor selain harus memiliki kemampuan intelektual juga harus memiliki kemampuan organisasional, interpersonal dan sikap dalam berkarir dilingkungan yang selalu berubah. Dalam meningkatkan profesionalisme seorang auditor harus terlebih dahulu memahami dirinya


(22)

7 sendiri dan tugas yang akan dilaksanakan serta selalu meningkatkan dan mengendalikan dirinya dalam berhubungan dengan auditee (Tantina 2003:2).

Saat ini profesionalisme akuntan publik memang banyak dipertanyakan oleh berbagai pihak, apalagi dengan terbongkarnya makelar kasus yang terjadi di Institusi Pemerintahan Indonesia, sebagai akuntan publik perlu menunjukkan bahwa dirinya adalah akuntan publik yang profesional. Melihat kondisi seperti ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penerapan Etika Profesi, Komitmen Organisasi dan Kecerdasan Emosional Terhadap Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik di Jakarta”.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2005). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Ada penambahan dua variabel independen, yaitu variabel komitmen organisasi dan kecerdasan emosional. Komitmen organisasi diperoleh dari penelitian Trisnaningsih (2007), Amilin dan Rosita Dewi (2008). Kecerdasan emosional diperoleh dari penelitian Maslahah (2007), dan Alwani (2007). Penelitian sebelumnya hanya menguji pengaruh faktor situasional yang mengindikasikan bahwa dalam setiap penugasannya Kantor Akuntan Publik melaksanakan etika profesi yang tertuang dalam PMK no.17 tahun 2008 dan PSPM no. 04 yang ditetapkan oleh IAPI, sedangkan penelitian ini menguji pengaruh faktor situasional dan faktor


(23)

8 karakteristik personal akuntan publik dalam penugasanya sehingga diharapkan dapat meningkatkan sikap profesionalisme akuntan publik. 2. Metode pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode

analisis regresi berganda (multiple regression analysis) untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan metode analisis regresi linier.

3. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Jakarta, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan sampel auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Bandung Jawa Barat.

B. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah penerapan etika profesi berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik?

2. Apakah komitmen organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik?

3. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik?

4. Apakah penerapan etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik?


(24)

9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:

a. Menguji pengaruh penerapan etika profesi terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik.

b. Menguji pengaruh komitmen organisasi terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik.

c. Menguji pengaruh kecerdasan emosional terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik.

d. Menguji pengaruh penerapan etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik

2. Manfaat Penelitian

Penelitian atas penerapan etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional untuk meningkatkan profesionalisme akuntan publik di Jakarta diharapkan dapat berguna bagi semua pihak yang berkepentingan dan di samping itu, penelitian dapat memberi manfaat: a. Bagi Kantor Akuntan Publik (KAP)

diharapkan dapat memberikan suatu masukan yang bermanfaat untuk mengetahui kekurangan, kelemahan, dan kendala yang dihadapi dalam meningkatkan profesionalisme akuntan publik.


(25)

10 b. Bagi Pihak Lain

Sebagai informasi dan gambaran yang lebih jelas yang dapat digunakan untuk bahan penelitian bagi peneliti lain yang berminat dalam bidang serupa.

c. Bagi Peneliti

Memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional terhadap peningkatan perofesionalisme akuntan publik baik secara teori maupun praktek, Dan sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian akhir sarjana (program SI) program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(26)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Akuntan Publik

1. Pengertian Akuntan Publik

Akuntan publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini (Pasal 1 Angka (2) PMK Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik). Akuntan publik merupakan profesi yang mempunyai posisi unik. Pada satu sisi mendapat honor dari klien, tetapi jika ia melaksanakan praktik publik (public practice) harus bersikap independen (tidak memihak kepada salah satu pihak baik klien maupun dari pihak lain).

Kode Etik Akuntan Indonesia pada pembukaanya memberikan definisi akuntan publik sebagai berikut:

“Akuntan adalah profesi yang terdiri atas landasan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian, dalam melaksanakan tugasnya akuntan harus mengutamakan kepentingan masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha”.

Menurut Arens et-al (2010:18), memberikan definisi akuntan publik sebagai berikut:

“A person who has met state regulatory requirements, including passing the Uniform CPA Examination, and has thus been certified; a CPA may have as his or her primary responsibility the performance of the audit function on published historical financial statements of commercial and noncommercial financial entities”.


(27)

12 Sedangkan Charmichael et-al (1996:39), dalam Yuliani (2005), memberikan definisi akuntan publik sebagai berikut:

“The CPA is a member of time honored profession, and the status of the profession and the responsibilities that accompany their status effect the audit function and the structure of the profession. The independent auditor is subject to regulations imposed by profession and by society”.

Mulyadi dan Puradiredja (2002:52), memberikan perbedaan definisi antara pengertian akuntan publik dengan pengertian auditor independen sebagi berikut:

“Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam Kantor Akuntan Publik (KAP) yang menyediakan jasa yang diatur dalam Standar Profesi Akuntan Publik (auditing, atestasi, review dan jasa akuntan lainya). Sedangkan Auditor Independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penyusunan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesi Akuntan Publik”.

Berdasarkan definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa akuntan publik adalah suatu profesi yang telah memperoleh izin dari menteri keuangan yang berpraktik dalam Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk memberikan jasa profesionalnya atas landasan kepercayaan masyarakat yang dibayar oleh klien, bekerja secara profesional, bertanggung jawab dan harus mengutamakan kepentingan masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha.

2. Akuntan Publik Sebagai Suatu Profesi

Akuntan sebagai suatu profesi telah ada dan berkembang sejalan dengan perkembangan kebutuhan akan informasi keuangan dalam dunia bisnis. Profesi adalah karya bidang keahlian yang terorganisasi guna


(28)

13 memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap keahlianya tersebut. Karya sebagai suatu profesi berarti bidang keahlianya tersebut menjadi sumber nafkah hidupnya. Disiplin ilmu yang mendasari suatu profesi biasanya merupakan ilmu terapan. Karena ilmu tersebut digunakan dalam praktik sehari-hari guna menjawab persoalan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Jadi, suatu profesi terbentuk berdasarkan dua hal yaitu adanya suatu disiplin ilmu yang menjadi induknya dan adanya kebutuhan masyarakat. Menurut Mulyadi (2002: 4), profesi akuntan publik adalah:

“Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat, dari profesi inilah masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan”.

Penelitian Suryaningtias (2007), menyebutkan bahwa suatu dikatakan menjadi suatu profesi yang sudah mapan bila memiliki enam cirri, yaitu:

a. Memberikan jasa yang bermanfaat bagi masyarakat.

b. Terikat oleh prinsi-prinsip etika dengan tekanan kepada kebijakan berupa pelayanan, kejujuran, integritas serta pengabdian kepada kesejahteraan yang dilayani.

c. Mempunyai persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi anggota yang diatur dengan undang-undang.

d. Mempunyai prosedur dalam menegakkan disiplin anggota yang melanggar kode etik.

e. Mempunyai pengetahuan minimal dalam bidang keahlian yang diperoleh melalui pendidikan formal.


(29)

14 f. Mempunyai bahasa sendiri, dan mengenai hal-hal yang sangat teknik

hanya dimengerti oleh mereka yang menjadi anggota.

Bagi seseorang yang merencanakan untuk menjadi Akuntan Publik Bersertifikat (BPA), adalah penting untuk mengetahui persyaratan di negara di mana ia berencana untuk mendapatkan dan mempertahankan penunjukan BPA. BPA diatur oleh hukum negara melalui departemen lisensi dari masing-masing negara. dalam setiap negara, peraturan yang konstan yang berbeda untuk menjadi BPA dan mempertahankan izin praktek setelah penunjukan awalnya telah dicapai (Aren et-al, 2010:17).

Menurut Arens et-al (2010:17), ada tiga syarat untuk menjadi seorang Akuntan Publik Bersertifikat, yaitu: Educational Requirement, Uniform CPA Examination Requirement, Experience Requirement.

“a. Educational Requirement

normaly, an undergraduate or graduate degree with a major in accounting, including a minimum number of accounting credits. Most states now require 150 semester credits hours (225 quarter credits) for licensure as a CPA. Some states require fewer credits before taking the examination but require 150 semester credits before receiving the CPA certificate.

b. Uniform CPA Examination Requirement

computer-based examination offered at various testing centers. Examination section are follows: Auditing and Attestation – 4.5 hours, Financial Accounting and Reporting – 4 hours, Regulation – 3 hours, Business Environment and Concepts – 2.5 hours. Same states also require a separate ethics examination.

c. Experience Requirement

varies widely from no experience to 2 years, including. Some states including experience working for governmental units or in internal auditing”.


(30)

15 Jadi akuntan publik dikatakan sebagai suatu profesi karena memiliki spesialisasi pengetahuan dan pendidikan khusus, mamiliki persyaratan tertentu untuk profesi tersebut dan diatur oleh hukum negara melalui departemen lisensi di masing-masing Negara, memiliki kode etik, mengutamakan kepentingan masyarakat, serta memiliki organisasi profesi. Seperti halnya profesi-profesi yang lain, profesi akuntan publik terikat dengan aturan-aturan (regulasi) yang mengatur setiap anggota profesi dalam menjalankan pekerjaanya.

B. Etika Profesi

1. Pengertian Etika profesi

Menurut Harahap (2002:41), apakah etika, dan apakah etika profesi itu? Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakanya itu salah atau benar, baik atau buruk. Rahayu dan Ely Suhayati (2010:49), mendefinisikan etika sebagai nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh individu atau segolongan tertentu. Sedangkan Aren et-al (2010:104), mendefinisikan etika adalah “a set of moral principles or value”.

Menurut Keraf (2001: 33-35), dalam Utami dan Indriawati (2006), etika dibagi dalam etika umum dan etika khusus. Etika khusus dibagi lagi menjadi tiga kelompok, yaitu: etika individual, etika lingkungan hidup dan


(31)

16 etika sosial. Etika sosial berbicara mengenai kewajiban dan hak, sikap dan pola perilaku manusia sebagi mahluk sosial dalam interaksinya dengan sesama. Karena etika sosial menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia. Ia menyangkut hubungan individual antara orang yang satu dengan orang yang lain, serta menyangkut interaksi sosial secara bersama. Etika sosial mencakup etika profesi dan didalamnya terdapat etika bisnis. Etika profesi lebih menekankan kepada tuntutan terhadap profesi seseorang, dimana tuntutan itu menyangkut tidak saja dalam hal keahlian, melainkan juga adanya komitmen moral: tanggung jawab, keseriusan, disiplin, dan integritas moral.

Sedangkan menurut Rumanti (2004:297), etika profesi adalah: “Norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah, ukuran-ukuran yang diterima dan ditaati para pegawai atau karyawan, berupa peraturan-peraturan, tatanan yang ditaati semua karyawan dari organisasi tertentu, yang telah diketahuinya untuk dilaksanakan, karena hal tersebut melekat pada status atau jabatanya, bisa juga kebiasan yang baik atau peraturan yang diterima dan ditaati para karyawan dan telah mengendap menjadi bersifat normatif”.

Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya. Dalam hal etika, sebuah profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut, yang biasa disebut sebagai kode etik. Kode etik harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi yang


(32)

17 memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan bagi masyarakat luas (Herawati dan Yulius Susanto, 2008).

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI. Di Indonesia penegakan kode etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya oleh enam unit organisasi, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI dan BPKP. Selain enam unit organisasi diatas, pengawasan terhadap kode etik juga dilakukan oleh para anggota dan pimpinan KAP.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa etika profesi adalah bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk dari etika sosial yang mengatur nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang menekankan kepada tuntutan terhadap suatu profesi yang dituangkan dalam bentuk aturan khusus berupa kode etik.

2. Prinsip-Prinsip Etika Profesi

Menurut Harahap (2002:41), prinsip-prinsip etika profesi ada empat bagian, yaitu: Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya, terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya, keadilan (prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya),


(33)

18 otonom (prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalankan profesinya).

Menurut Arens et-al (2010:111), prinsip etika ada enam, yaitu: Responsibilities, the public interst, integrity, objective and independent, due care, scope and nature of service. Sedangkah di dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik IAPI (2008), prinsip-prinsip etika profesi terdapat dibagian A dari Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar etika profesi dan memberikan kerangka konseptual untuk penerapan prinsip tersebut, yaitu: Prinsip integritas, prinsip objektivitas, prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional, prinsip kerahasiaan, prinsip perilaku professional.

Berikut prinsip-prinsip dasar etika profesi menurut Kode Etik Profesi Akuntan Publik IAPI (2008), yaitu: Prinsip integritas, prinsip objektivitas, prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional, prinsip kerahasiaan, prinsip perilaku professional.

a. Prinsip integritas

Setiap praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan profesional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaanya. Praktisi tidak boleh terkait dengan laporan, komunikasi, atau informasi lainya yang diyakininya terdapat: Kesalahan yang material atau pernyataan yang menyesatkan, pernyataan atau informasi yang diberikan secara tidak hati-hati, penghilangan atau penyembunyian yang dapat menyesatkan atas informasi yang seharusnya diungkapkan.


(34)

19 b. Prinsip objektivitas

Setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya.

Praktisi mungkin dihadapkan pada situasi yang dapat mengurangi objektivitasnya. Karena beragamnya situasi tersebut, tidak mungkin untuk mendefinisikan setiap situasi tersebut. Setiap praktisi harus menghindari setiap hubungan yang bersifat subjektif atau yang dapat mengakibatkan pengaruh yang tidak layak terhadap pertimbangan profesionalnya.

c. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional (professional competence and due care)

Setiap praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja dapat menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode pelaksanaan pekerjaan. Setiap praktisi harus bertindak secara professional dan sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya.

Pemberian jasa profesional yang kompeten membutuhkan pertimbangan yang cermat dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian profesional.


(35)

20 Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua tahap yang terpisah yaitu: pencapaian kompetensi profesional dan pemeliharaan kompetensi profesional.

Pemeliharaan kompetensi profesional membutuhkan kesadaran dan pemahaman yang berkelanjutan terhadap perkembangan teknis profesi dan perkembangan bisnis yang relevan. Pengembangan dan pendidikan profesional yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk meningkatkan dan memelihara kemampuan praktisi agar dapat melaksanakan pekerjaannya secara kompeten dalam lingkungan profesional. Sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional mengharuskan setiap praktisi untuk bersikap dan bertindak secara hati-hati, menyeluruh, dan tepat waktu, sesuai dengan persyaratan penugasan.

d. Prinsip kerahasiaan

Prinsip kerahasian mewajibkan setiap praktisi untuk tidak melakukan tindakan-tindakan, seperti mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis kepada pihak diluar KAP atau jaringan KAP tempatnya bekerja tanpa adanya wewenang khusus, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkanya sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainya yang berlaku, dan mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga.


(36)

21 Setiap praktisi harus tetap menjaga prinsip kerahasiaan, termasuk dalam lingkungan sosialnya. Setiap praktisi harus waspada terhadap kemungkinan pengungkapan yang tidak disengaja, terutama dalam situasi yang melibatkan hubungan jangka panjang dengan rekan bisnis maupun anggota keluarga langsung atau anggota keluarga dekatnya. Setiap praktisi harus menjaga kerahasiaan informasi yang diungkapkan oleh calon klien atau pemberi kerja. Setiap praktisi harus mempertimbangkan pentingnya kerahasiaan informasi terjaga dalam KAP atau jaringan KAP tempatnya bekerja. Kebutuhan untuk mematuhi prinsip kerahasiaan terus berlanjut, bahkan setelah berakhirnya hubungan antara Praktisi dengan klien atau pemberi kerja. e. Prinsip perilaku profesional

Prinsip perilaku profesional mewajibkan setiap praktisi untuk mematuhi setiap ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, serta menghindari setiap tindakan yang dapat mendiskriditkan profesi. Hal ini mencakup setiap tindakan yang dapat mengakibatkan terciptanya kesimpulan yang negatif oleh pihak ketiga yang rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, yang dapat menurunkan reputasi profesi.

Dalam memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaannya, setiap praktisi tidak boleh merendahkan martabat profesi. Setiap praktisi harus bersikap jujur dan tidak boleh bersikap atau melakukan tindakan sebagai berikut: membuat pernyataan yang berlebihan mengenai jasa


(37)

22 profesional yang dapat diberikan, kualifikasi yang dimiliki, atau pengalaman yang telah diperoleh, membuat pernyataan yang merendahkan atau melakukan perbandingan yang tidak didukung bukti terhadap hasil pekerjaan Praktisi lain.

Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota. Prinsip Etika mengharuskan akuntan publik untuk tegas dan jujur dalam menjalin hubungan professional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaanya, memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya, bersikap cermat dan bertindak secara hati-hati, menghindari setiap hubungan yang bersifat subjektif atau yang dapat mengakibatkan pengaruh yang tidak layak terhadap pertimbangan profesionalnya dan tidak melakukan tindakan-tindakan, seperti mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis kepada pihak diluar KAP, mematuhi setiap ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, serta menghindari setiap tindakan yang dapat mendiskriditkan profesi. Interprestasi Aturan Etika merupakan interprestasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika Profesi, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.


(38)

23 3. Kode Etik Profesi Akuntan publik

Harahap (2002:29) kode yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Menurut Rumanti (2004:295), kode etik merupakan aturan-aturan susila yang ditetapkan bersama dan ditaati bersama oleh seluruh anggota yang bergabung dalam suatu profesi.

Kode Etik akuntan merupakan seperangkat prinsip moral dan pelaksanaan aturan-aturan yang memberikan pedoman kepada akuntan publik dalam berhubungan dengan klien, masyarakat dan akuntan lain (Nasyah HP dan Payamta, 2002). Sehingga yang menjadi dasar diperlukannya Kode Etik pada setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan. Menurut Arens et-al (2010:110), yang diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia, bahwa kode etik profesional menyediakan baik standar umum perilaku yang ideal dan aturan berlaku spesifik perilaku. Ada empat bagian untuk kode etik: prinsip-prinsip, aturan perilaku, interpretasi aturan pelaksanaan, dan keputusan etis.

Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau jaringan KAP, baik yang merupakan anggota IAPI maupun yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang meliputi jasa assurance dan jasa selain assurance seperti yang


(39)

24 tercantum dalam standar profesi dan kode etik profesi (Kode Etik Profesi Akuntan Publik IAPI, 2008). Kode etik yang berlaku efektif sejak tanggal 1 januari 2010, yang disusun oleh SPAP adalah Kode Etik International Federation of Accountans (IFAC) yang diterjemahkan (dengan modifikasi), jadi kode etik ini bukan merupakan hal yang baru kemudian disesuaikan dengan IFAC, tetapi memang mengadopsi dari IFAC. Jadi tidak ada perbedaan yang signifikan antara kode etik SPAP dengan IFAC.

Setiap akuntan (praktisi) wajib mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam kode etik, kecuali bila prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur oleh perundang-undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainya yang berlaku ternyata lebih ketat dari kode etik. Jadi kode etik adalah tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa seperangkat prinsip moral dan pelaksanaan aturan-aturan yang memberikan pedoman kepada akuntan publik sebagai prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik serta dalam berhubungan dengan klien, masyarakat dan akuntan lain.

4. Tujuan Kode Etik Profesi

Menurut Harahap (2002:228), tujuan Kode Etik adalah membantu membangun sikap kehati-hatian akuntan dengan menarik perhatianya pada isu etika dalam praktik profesional sehingga dia dapat memisahkan mana perilaku yang etis dan non etis, dan untuk meyakinkan keakuratan dan keyakinan pada informasi yang disajikan dalam laporan keuangan


(40)

25 sehingga akan memperluas kredibilitas dan mempromosikan keyakinan terhadap jasa profesi akuntan.

Sedangkan menurut Nadirsyah (1993:49) dalam Yuliani (2006), tujuan kode etik adalah menuntun praktik bagaimana memelihara suatu sikap professional yang mana pengalaman menunjukkan akan membantunya sukses, memberi klien dan klien potensial suatu dasar untuk menyakini bahwa akuntan publik benar-benar melayani mereka dengan baik dan menempatkan pelayanan diatas imbalan.

Jadi tujuan dari kode etik adalah membantu akuntan publik untuk bersikap hati-hati dalam pelaksanaan profesinya sehingga dapat memisahkan mana perilaku etis dan non etis sehingga dapat memelihara suatu sikap profesional yang mana pengalaman menunjukkan akan membantunya sukses, memperluas kredibilitas dan mempromosikan keyakinan terhadap jasa profesi akuntan, dan sebagai dasar untuk menyakini bahwa akuntan publik benar-benar melayani mereka dengan baik dan menempatkan pelayanan diatas imbalan.

C. Komitmen Organisasi

Konsep komitmen organisasional didasarkan pada premis bahwa individual membentuk suatu keterikatan (attachment) terhadap organisasi. Secara historis, komitmen organisasional merupakan perspektif yang bersifat keperilakuan dimana komitmen diartikan sebagai perilaku yang konsisten dengan aktivitas (consistent lines of activity) (Setiawan dan Iman Ghozali, 2006: 193).


(41)

26 Komitmen organisasi cenderung didefinisikan sebagai suatu perpaduan antara sikap dan perilaku (Trisnaningsih, 2007). Sedangkan menurut Hatmoko (2006) dalam Amilin dan Rosita Dewi (2008), Komitmen organisasional adalah loyalitas karyawan terhadap organisasi melalui penerimaan saran-saran, nilai-nilai organisasi, kesediaan atau kemauan untuk berusaha menjadi bagian dari organisasi, serta keinginan untuk bertahan di dalam organisasi.

Aliran attudinal (Setiawan dan Iman Ghozali, 2006:193), terutama dikembangkan dan dipopulerkan oleh porter serta koleganya, yang mendefinisikan komitmen sebagai kekuatan relatif identifikasi individual terhadap suatu organisasi tertentu, yang dicirikan oleh tiga faktor psikologis, yaitu: Keinginan yang kuat untuk tetap mejadi anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi, kepercayaan yang pasti dan penerimaan nilai-nilai dan tujuan-tujuan organisasi.

Dalam perkembanganya perspektif attitudinal memandang bahwa komitmen organisasional bersifat multi dimensi dan tersusun atas affective commitment, continuance commitment, normative commitment.

1. Affective Commitment

merupakan keterikatan emosional terhadap organisasi dimana pegawai mengidentifikasikan diri dengan organisasi dan menikmati keanggotaan dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi affective yang kuat akan cenderung terlibat dan menikmati keberadaanya dalam organisasi serta akan tetap bertahan pada perusahaan karena mereka


(42)

27 menginginkan hal itu (Anastasia, Vennylia dan Lina, 2009). Hasil penelitian dari Kalbers dan Fogarty (1995) dalam Trisnaningsih (2007), mengungkapkan bahwa komitmen organisasi affective berhubungan dengan satu pandangan profesionalisme yaitu pengabdian pada profesi. 2. Continuance Commitment

Merupakan biaya yang dirasakan yaitu berkaitan dengan biaya-biaya yang terjadi jika meninggalkan organisasi. Kecenderungan karyawan untuk tidak meninggalkan perusahaan karena ada sejumlah investasi yang harus dikorbankan bila meninggalkan perusahaan. Investasi yang dimiliki karyawan dapat berupa waktu, usaha dalam mengerjakan pekerjaan, hubungan dengan sesama rekan kerja, keterampilan, kompensasi yang dapat mengurangi keterikatan karyawan terhadap kesempatan eksternal lainya (Anastasia, Vennylia dan Lina, 2009). Hasil penelitian dari Kalbers dan Fogarty (1995) dalam Trisnaningsih (2007), mengungkapkan bahwa komitmen organisasi continuance berhubungan secara positif dengan pengalaman dan secara negatif dengan pandangan profesionalisme kewajiban sosial.

3. Normative Commitment

merupakan suatu tanggung jawab untuk tetap berada dalam organisasi. Menurut Anastasia, Vennylia dan Lina (2009), Komitmen terhadap organisasi berkaitan erat dengan niat atau intensi untuk tetap bertahan, atau dengan kata lain bersikap loyal terhadap organisasi dan akan menimbulkan rasa ikut memiliki (sense of belonging) bagi karyawan terhadap organisasi.


(43)

28 Komitmen organisasional dibangun atas dasar kepercayaan pekerja atas nilai-nilai organisasi, kerelaan pekerja membantu mewujudkan tujuan organisasi dan loyalitas untuk tetap menjadi anggota organisasi (Trisnaningsih, 2007).

Komitmen merupakan sebuah sikap dan perilaku yang saling mendorong antara satu dengan yang lain. Akuntan yang komit terhadap organisasi akan menunjukkan sikap dan perilaku yang positif terhadap lembaganya (KAP), akuntan publik akan memiliki jiwa untuk tetap membela organisasinya, berusaha meningkatkan prestasi, dan memiliki keyakinan yang pasti untuk membantu mewujudkan tujuan organisasi. Komitmen akuntan publik terhadap organisasinya adalah kesetiaan akuntan publik terhadap organisasinya (KAP), disamping juga akan menumbuhkan loyalitas serta mendorong keterlibatan diri dalam mengambil berbagai keputusan. Oleh karenanya komitmen akan menimbulkan rasa ikut memiliki (sense of belonging) bagi karyawan terhadap organisasi.

D. Kecerdasan Emosional

Pada tahun 1985 seorang mahasiswa kedokteran di sebuah Universitas AS menulis disertasi dengan tema “emotional intelligence”. Tahun 1990 psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire mengembangkan cara pengukuran kemampuan manusia dalam bidang emosi. Istilah “Kecerdasan Emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dan Jhon Meyer tersebut, untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan (Alwani, 2007). Kualitas-kualitas itu antara lain:


(44)

29 empati (kepedulian), mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi ketekunan kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat.

Definisi yang diberikan oleh Meyer dan Peter Salvoes tentang kecerdasan emosi adalah kemampuan menerima dan mengekspresikan emosi yang dirasakan, memahami emosi secara kognitif, mengerti dan mengetahui penyebab emosinya serta mampu mengatur atau mencocokkan emosinya dengan situasi yang tidak menyenangkan (Nindyati, 2009).

Menurut Alwani (2007), kecerdasan emosional adalah seperangkat kemampuan untuk mengenal, memahami perasaan diri sendiri dan orang lain serta mampu menggunakan perasaan itu untuk memandu pikiran dalam bertindak. Sedangkan menurut Maslahah (2007), dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.

Individu yang memiliki kecerdasan emosi tinggi mempunyai kesadaran diri untuk lebih mengenali emosi dan pikiran yang sedang terjadi pada dirinya, tidak larut dalam situasi yang tidak menyenangkan. Individu tersebut mempunyai kejernihan dalam berfikir, mampu lebih mengendalikan diri dan melindungi dirinya dari pengaruh stress yang datang, sehingga mengetahui tindakan apa yang akan diambil untuk mengatasi permasalahanya (Mayer


(45)

30 dalam Goleman, 1999; Taylor, 2001; Salvoes dan Pizarro, 2003), dalam Nindyati (2009).

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan Akuntan Publik untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan keterampilan sosial. Berikut penjelasan kecerdasan emosional yang terbagi dalam lima dimensi, sebagai berikut:

1. Kesadaran diri

Kesadaran diri merupakan dasar dari kecerdasan emosional yaitu merupakan kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu. Menurut Goleman (2001:513), kesadaran diri adalah mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri. Selain itu kesadaran diri juga berarti menetapkan tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Kesadaran diri merupakan ketrampilan dasar yang vital untuk ketiga kecakapan emosi, yaitu: kesadaran emosi, yaitu mengetahui pengaruh emosi terhadap kinerja, dan mampu menggunakan nilai-nilai untuk memandu membuat keputusan; penilaian diri secara akurat, yaitu mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri; percaya diri, yaitu keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.

Hautman dalam Suryanti dan Ika (2004:264) menyatakan bahwa saat kita semakin mengenal diri kita, kita akan lebih memahami apa yang kita rasakan dan lakukan. Pemahaman itu akan memberi kita kesempatan atau


(46)

31 kebebasan untuk mengubah hal-hal yang ingin kita ubah mengenai diri kita dan menciptakan kehidupan yang kita inginkan. Kesadaran diri memungkinkan kita untuk berhubungan dengan emosi, pikiran, dan tindakan (Suryanti dan Ika, 2004:264).

2. Motivasi

Motivasi berarti menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun seseorang menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi (Goleman 2001:514). Motivasi yang paling ampuh adalah motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang (Condry dan Chambers dalam Suryani dan Ika, 2004, :266).

Pencapaian keberhasilan menuntut dorongan untuk berprestasi. Studi-studi yang membandingkan para bintang kinerja ditingkat eksekutif dengan rekan-rekannya yang berprestasi bisa menemukan bahwa bintang tersebut menunjukkan ciri-ciri kecakapan peraihan prestasi sebagai berikut: mereka berbicara mengenai resiko dan lebih berani menanggung resiko yang telah diperhitungkan. Mereka mendesakkan dan mendukung inovasi-inovasi baru dan menetapkan sasaran-sasaran yang menantang bagi para bawahan mereka. Kebutuhan berprestasi adalah kecakapan yang paling kuat satu-satunya yang membedakan eksekutif bintang dari para eksekutif biasa (Alwani, 2007). Kecakapan emosi yang terdapat dalam motivasi adalah: dorongan prestasi, yaitu dorongan untuk menjadi lebih baik atau memeuhi standar keberhasilan; inisiatif, yaitu kesiapan untuk memanfaatkan


(47)

32 kesempatan; optimis, yaitu kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan (Yuniani, 2007).

3. Empati

Kemampuan berempati adalah kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain, mampu memahami persepektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang (Goleman, 2001:514). Meltzoff dalam Suryani dan Ika, (2004:267), menyatakan bahwa empati telah ada saat kita berusia tiga tahun. Ini dapat dihubungkan dengan gerakan meniru yang dilakukan bayi pada usia dini.

Sebenarnya, empati membuat seseorang lebih tegas dan sadar diri, karena empati memberi informasi yang kaya tentang orang lain dan hubungannya dengan mereka. Mengetahui persaan orang lain membantu seseorang menghargai individualitasnya. Empati juga memotivasi dan mengilhami tindakan, menjadikannya sumber daya yang memberdayakan bagi kehidupan pribadi dan sosial (Segal, 2000) dalam Maslahah (2007). Empati adalah menghayati masalah-masalah atau kebutuhan-kebutuhan yang tersirat dibalik perasaan seseorang. Empati merupakan ketrampilan dasar untuk semua kecakapan sosial yang penting untuk bekerja. Kecakapan-kecakapan ini meliputi: memahami orang lain, yaitu mengindra perasaan dan perspektif orang lain, dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka; orientasi pelayanan; yaitu mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan;


(48)

33 kesadaran politis, yaitu mampu membaca arus-arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan (Yuniani, 2007).

4. Pengendalian diri

Menurut Goleman (2001:514) mendefinisikan pengendalian diri dengan menangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya sesuatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi. Kecakapan emosi utama dalam pengaturan diri adalah sebagai berikut: dapat dipercaya, yaitu memelihara norma kejujuran dan integritas; kehati-hatian, yaitu dapat diandalkan dan bertanggungjawab dalam memenuhi kewajiban; adaptabilitas, yaitu keluwesan dalam menangani perubahan dan tantangan.

Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi yang berlebihan dapat mengoyak kesetabilan seseorang. Aristoteles dalam Nicomachean Ethnic menulis siapapun bisa marah, marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik, bukanlah hal yang mudah (Alwani,2007).

5. Keterampilan sosial

Menurut Goleman (2001:514) keterampilan sosial berarti menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar,


(49)

34 menggunakan keteraampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim. Keterampilan sosial merupakan aspek penting dalam Emotional Intellegence, keterampilan sosial bisa diperoleh dengan banyak berlatih.

Hatch dan Gardner dalam Suryanti dan Ika (2004:268) mengungkapkan bahwa orang-orang yang terampil dalam kecerdasan sosial dapat menjalin hubungan dengan orang lain dengan cukup lancar, peka terhadap reaksi dan perasaan mereka, mampu memimpin dan mengorganisir dan pintar menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan manusia.

Kecerdasan emosional merupakan kesadaran diri untuk mengetahui apa yang dirasakan dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri dan mendorong untuk menjadi lebih baik, memahami persepektif orang lain sehingga dapat menumbuhkan hubungan saling percaya mampu menjalin hubungan dengan orang lain dengan cukup lancar, peka terhadap reaksi dan perasaan orang, mampu memimpin dan mengorganisir dan pintar menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan serta dapat menyelaraskan diri dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya sesuatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi. Dengan demikian, individu yang memiliki kecerdasan emosi tinggi mampu untuk lebih mengenali emosi dan pikiran yang sedang terjadi pada dirinya, tidak larut dalam situasi yang tidak menyenangkan. Individu tersebut mempunyai kejernihan dalam berfikir, dan mampu mengendalikan diri


(50)

35 E. Profesionalisme

Profesi berasal dari kata profess yang berarti pengakuan atau pernyataan dimuka umum. Makna kata profesi adalah pekerjaan yg dilakukan sebagai nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan (kemahiran) yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam. Profesional merupakan orang yg melakukan kegiatan atau menjalani profesi tertentu, sedangkan profesionalisme adalah sikap atau perilaku seseorang dalam melakukan profesi tertentu (Harefa, (1999) dalam Halim, (2003:12)). Arleen Herawati (2008), menyatakan bahwa profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak.

Menurut Aren et-al (2010:108), yang dimaksud dengan professional adalah:

“The term professional means a responsibility for conduct that extends beyond satisfying individual responsibilities and beyond the requirements of out society’s laws and regulation”.

Setiawan dan Gozali (2006), sebelum suatu profesi memperoleh pengakuan sosial, praktisi (akuntan) harus memiliki atribut profesionalisme yang mencakup, yaitu keyakinan bahwa pekerjaanya secara sosial adalah penting, berdedikasi terhadap pekerjaanya, membutuhkan otonomi dalam melaksanakan pekerjaanya, dukungan terhadap pengaturan sendiri ( self-regulation), berafiliasi dengan praktisi lainya.

Menurut Hall, pada Kalber dan Forgerty (1995); dalam Yuliani (2005), seseorang yang profesional layaknya Akuntan Publik harus didasari oleh


(51)

36 beberapa hal, seperti dedikasi terhadap profesi, tanggung jawab sosial, tuntutan otonom, percaya pada pengaturan sendiri, dan perkumpulan profesi. Sedangkan Hall (Syahrir, 2002:7); Hastuti dkk (2003) dalam Reni Yendrawati (2008) dan Arleen Herawati (2008), menyatakan gambaran seseorang yang profesional dalam profesi dicerminkan dalam lima dimensi profesionalisme, yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap peraturan profesi, dan hubungan dengan sesama profesi.

Berikut penjelasan lima dimensi profesionalisme, sebagai berikut: 1. Pengabdian pada profesi (dedication)

Dicercermin dalam dedikasi profesional melalui penggunaan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Sikap ini adalah ekspresi dari penyerahan diri secara total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan hidup dan bukan sekadar sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penyerahan diri secara total merupakan komitmen pribadi, dan sebagai kompensasi utama yang diharapkan adalah kepuasan rohaniah dan kemudian kepuasan material.

2. Kewajiban sosial (social obligation)

Yaitu pandangan tentang pentingnya peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat ataupun oleh profesional karena adanya pekerjaan tersebut.


(52)

37 3. Kemandirian (autonomy demands)

Yaitu suatu pandangan bahwa seorang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak yang lain (pemerintah, klien dan mereka yang bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional.

4. Keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self-regulation)

Yaitu suatu keyakinan bahwa yang berwenang untuk menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, dan bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.

5. Hubungan dengan sesama profesi (professional community affiliation) Berarti menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega informal sebagai sumber ide utama pekerjaan.

Sebagai profesional, auditor mempunyai kewajiban untuk memenuhi aturan perilaku spesifik, yang menggambarkan suatu sikap atau hal-hal yang ideal. Kewajiban tersebut berupa tanggung jawab yang bersifat fundamental bagi profesi untuk memantapkan jasa yang ditawarkan. Seseorang yang profesional mempunyai tanggung jawab yang lebih besar karena diasumsikan bahwa seorang profesional memiliki kepintaran, pengetahuan dan pengalaman untuk memahami dampak aktifitas yang dilakukan. konsep profesionalisme akuntan publik menjadi hal yang penting karena akuntan publik merupakan asset penting Kantor Akuntan Publik (KAP) dimana akuntan (auditor) itu bekerja sebagai indikator keberhasilan Kantor Akuntan


(53)

38 Publik (KAP). Diharapkan akuntan publik yang mempunyai sikap profesionalisme yang tinggi dapat memberikan kontribusi yang baik bagi Kantor Akuntan Publik (KAP) dan memberikan pelayanan yang optimal bagi klienya

Setelah mengetahui dengan jelas apa itu profesionalisme dalam profesi akuntan publik, para akuntan publik dan para calon akuntan publik perlu mempersiapkan diri untuk memenuhi tuntutan profesionalisme. Hanya dengan profesionalisme ini, kepercayaan masyarakat terhadap akuntan publik pulih kembali dan dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi era globalisasi saat ini.

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai peningkatan profesionalisme dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti penerapan etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut banyak memberikan masukan serta kontribusi tambahan bagi akuntan publik dalam meningkatkan profesionalisme pada kinerjanya. Pada tabel 2.1 berikut ini disajikan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai etika profesi, komitmen organisasi, kecerdasan emosional dan profesionalisme. Tabel 2.1 disajikan pada halaman selanjutnya.


(54)

39 Tabel 2.1

Tabel Penelitian Terdahulu Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Variabel Yang Diteliti Metodologi Penelitian Hasil Penelitian (Kesimpulan) Sri Anik dan Arifuddin (2003) Analisis Pengaruh Komitmen Organisasi dan Keterlibatan Kerja Terhadap Hubungan antara Etika Kerja Islam dengan Sikap Perubahan Organisasi 1. Keterlibatan Kerja 2. Komitmen Organisasi 3. Etika Kerja

Islam 4. Sikap terhadap Perubahan Organisasi Sampel: Dosen akuntansi pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota Makasar dan Malang. Metode analisis data menggunakan Regresi dan metode analisis jalur (Path Analysis) Interaksi antara keterlibatan kerja dengan sikap perubahan organisasi tidak mempengaruhi etika kerja Islam. Interaksi antara perubahan organisasi dan komitmen organisasi tidak mempengaruhi etika kerja Islam. Ani Yuliani (2005) Pengaruh Penerapan Aturan Etika Terhadap Peningkatan Profesionalisme 1. Penerapan Aturan Etika yang Baik (X) 2. Peningkatan Profesionalis me Akuntan Publik (Y) Sampel: Akuntan Publik yang bekerja pada KAP di Bandung. Metode analisi data menggunakan Regresi Linier. Penerapan Aturan Etika yang baik (X) berpengaruh secara signifinakan terhadap Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik (Y). Ahmad Alwani (2007) Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Kota Semarang 1. Kesadaran diri (X1) 2. Pengaturan diri (X2) 3. Motivasi (X3)

4. Empati (X4) 5. Keterampilan sosial (X5) 6. Kinerja auditor (Y) Sampel: Auditor yang bekerja pada KAP di kota Semarang Metode analsis data menggunakan Regresi berganda Kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial baik secara simultan maupun secara parsial mempunyai pengaruh terhadap kinerja auditor.


(55)

40 Tabel 2.1 (Lanjutan)

Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Variabel Yang Diteliti Metodologi Penelitian Hasil Penelitian (Kesimpulan) Sri Trisnani ngsih (2007) Independensi auditor dan komitmen organisasi sebagai mediasi pengaruh pemahaman good governance, gaya kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap Kinerja auditor 1. Kinerja Auditor 2. Independensi Auditor 3. Komitmen Organisasi 4. Pemahaman

atas Good Governance 5. Gaya Kepeminpin an 6. Budaya Organisasi Sampel: Auditor yang bekerja pada KAP Jawa Timur Metode analisis data menggunakan Structural Equation Modelling (SEM)

Pemahaman good governance tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Budaya organisasi tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008) Profesionalism e, Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan, Etika Profesi dan Pertimbangan Tingkat Materialitas 1.Profesionalis me (X1) 2. Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan (X2) 3. Etika Profesi (X3) 4. Materialitas (Y) Sampel: (KAP) yang terdaftar pada Direktori (IAPI) 2008 di wilayah Jakarta dengan akuntan publik yang bekerja di KAP. Metode analisis data menggunakan Regresi Berganda. Profesionalisme (X1), pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan (X2) dan etika profesi (X3) berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas (Y) dalam proses audit laporan keuangan. Bersambung pada halaman selanjutnya


(56)

41 Tabel 2.1 (Lanjutan)

Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Variabel Yang Diteliti Metodologi Penelitian Hasil Penelitian (Kesimpulan) Amilin dan Rosita Dewi (2008) Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Akuntan Publik dengan Role Stress sebagai Variabel Moderating. 1. Komitmen Organisasi 2. Role Stress 3. Kepuasan Kerja Sampel: Auditor yang bekerja pada KAP di Jakarta. Motode analisis data menggunakan Regresi dengan Variabel Moderating Variabel komitmen organisasi, variabel konflik peran secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepuasan kerja. Secara parsial variabel komitmen organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepuasan kerja. Anastasia, Vennylia dan Lina (2009) Pengaruh Komitmen Organisasi, Konflik Peran terhadap Turnover Intention dengan Kepuasan Kerja 1. Komitmen Organisasi 2. Konflik Peran 3. Turnover

Intention 4. Kepuasan Kerja Sampel: Auditor yang bekerja pada KAP di Jakarta. Metode analisis data menggunakan Structural Equation Modelling (SEM)

Terdapat pengaruh yang positif antara komitmen organisasi dengan kepuasan kerja auditor. Terdapat pengaruh yang signifikan antara komitmen organisasi terhadap turnover

intention dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening Sumber: Diolah dari berbagai referensi


(57)

42 G. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis

1. Penerapan Etika Profesi dengan Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik

Penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2005), menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan aturan etika terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008), mengindikasikan bahwa profesionalisme, pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Semakin tinggi tingkat profesionalisme akuntan publik, pengetahuannya dalam mendeteksi kekeliruan dan ketaatannya akan kode etik semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya dalam melaksanakan audit laporan keuangan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2005), Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008), dapat disimpulkan bahwa penerapan etika profesi mempengaruhi peningkatan profesionalisme akuntan publik. Dengan demikian, keterkaitan antara penerapan etika profesi atas peningkatan profesionalisme akuntan publik dapat dirumuskan melalui hipotesis sebagai berikut:

Ha1: Penerapan etika profesi berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik.


(58)

43 2. Komitmen Organisasi dengan Peningkatan Profesionalisme akuntan

Publik

Penelitian mengenai komitmen organisasi telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Anastasia, Vennylia dan Lina (2009), menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara komitmen organisasi dengan kepuasan kerja auditor. Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Amilin dan Rosita Dewi (2008) yang menunjukan bahwa secara parsial komitmen organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja. Sedangkan pada penelitian Sri Anik dan Arifuddin (2003), tentang komitmen organisasi terhadap etika kerja islam tidak mempunyai hubungan yang signifikan.

Setiap perusahaan senantiasa menghendaki karyawanya memiliki komitmen organisasi yang tinggi dalam bekerja. Adanya komitmen karyawan yang tinggi dapat meningkatkan motivasi, produktivitas kerja karyawan dan dapat menghasilkan suatu pekerjaan yang optimal (Anastasia, Vennylia dan Lina, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anastasia, Vennylia dan Lina (2009); Amilin dan Rosita Dewi (2008) dan Sri Anik dan Arifuddin (2003), dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi yang tinggi dapat meningkatkan profesionalisme akuntan publik. Dengan demikian, keterkaitan antara komitmen organisasi dengan peningkatan profesionalisme akuntan publik dapat dirumuskan melalui hipotesis sebagai berikut:


(59)

44 Ha2: Komitmen organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap

peningkatan profesionalisme akuntan publik.

3. Kecerdasan Emosional dengan Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik

Penelitian yang dilakukan oleh Alwani (2007), menyatakan bahwa kecerdasan emosional yang diukur dari kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial baik secara simultan maupun secara parsial mempunyai pengaruh terhadap kinerja auditor. Pada penelian Maslahah (2007), menyatakan bahwa kecerdasan emosional terbukti berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat pemahaman akuntansi.

Profesionalisme pada akuntan publik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kepribadian, pendidikan dan pelatihan, kesejahteraan, serta kondisi di sekitarnya. Tugas akuntan publik sebagian besar berhubungan dengan kepentingan masyarakat. Masyarakat yang dihadapi pun adalah masyarakat dengan permasalahan yang berbeda-beda, maka setiap akuntan publik dituntut memiliki kemampuan pengendalian emosi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Alwani (2007), dan Maslahah (2007), dapat disimpulkan bahwa profesionalisme merupakan atribut pada kinerja yang baik, dan tingkat pemahaman akuntansi akan teraplikasi pada kinerja akuntan dalam mengaudit laporan keuangan. Dengan demikian kecerdasan emosional mempengaruhi peningkatan profesionalisme akuntan publik. Maka keterkaitan antara kecerdasan emosional terhadap


(60)

45 peningkatan profesionalisme akuntan publik dapat dirumuskan dengan hipotesis sebagai berikut:

Ha3: Kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik.

4. Penerapan Etika Profesi, Komitmen Organisasi dan Kecerdasan Emosional dengan Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik. Akuntan merupakan satu di antara sekian banyak profesi yang

selalu dituntut untuk dapat menampilkan hasil kerja sebaik mungkin. Rahardjo (2002, h.xxxii), Profesionalisme bersangkutan dengan profesi. Sebuah profesi selalu menuntut penguasaan pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan berjangka panjang, serta hubungan antara pelaku profesi dan klien.

Profesionalisme adalah suatu tindakan yang dilandasi dengan keahlian tertentu yang diperoleh melalui pendidikan tertentu dan dilaksanakan dengan memenuhi kode etik profesi (Kunarto dan Tabah, 1995:45). Profesionalisme merupakan suatu sikap, cara pikir, tindakan, dan perilaku seseorang dalam menjalankan suatu pekerjaan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan ketrampilan serta kode etik profesinya untuk kemudian diabdikan bagi kemanusiaan. Profesionalisme didorong suatu tekat pengabdian sebaik-baiknya untuk kepentingan bersama.

Pengabdian dalam penelitian Amilin dan Rosita Dewi (2008) merupakan suatu bentuk komitmen terhadap organisasinya. Komitmen


(61)

46 menunjunkan hasrat karyawan sebuah perusahaan untuk tetap tinggal dan bekerja serta mengabdikan diri bagi perusahaan. Sedangkan sikap, cara pikir, tindakan, dan perilaku seseorang dalam menjalankan suatu pekerjaan merupakan bagian dari kecerdasan emosional yang dalam penelitian Alwani (2007) disebut kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial. Dalam hal etika Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008), sebuah profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut, yang biasa disebut sebagai kode etik. Kode etik harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan bagi masyarakat luas.

Berdasarkan hasil dari penelitian Yuliani (2005), Alwani (2007), Amilin dan Rosita Dewi (2008), serta Herawaty dan Yulius Susanto (2008), dapat disimpulkan bahwa secara simultan penerapan etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional berpengaruh terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. Dengan demikian, keterkaitan antar faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan profesionalisme akuntan publik dapat dirumuskan dengan hipotesis sebagai berikut:

Ha4: Penerapan etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik.


(62)

47 H. Model Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, gambaran menyeluruh tentang penerapan etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional yang mempengaruhi peningkatan profesionalisme akuntan publik yang merupakan kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Skema Model Peneltian

Variabel Independen Variabel Dependen

Ani Yuliani (2005); Etika Profesi (X1) Arleen Herawaty dan Yulius

Kurnia Susanto (2008).

Komitmen Organisasi (X2) Sri Anik dan Arifuddin (2003);

Sri Trisnaningsih (2007); Amilin dan Rosita Dewi (2008);

serta Anastasia, Vennylia dan Lina (2009).

Kecerdasan Emosional Ahmad Alwani (2007); dan

Maslahah (2007).

Profesionalisme Ani Yuliani (2005); Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto

(2008); serta Reni Yendrawati (2008).


(63)

48 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan serta pengaruh antara dua variabel atau lebih (Sularso, 2003:31). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independen, yaitu penerapan etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional terhadap variabel dependen, yaitu peningkatan profesionalisme akuntan publik. Populasi dari penelitian ini adalah akuntan publik yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jakarta.

B. Metode Penentuan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode convenience sampling, metode ini memilih sampel dari elemen populasi (orang atau kejadian) yang datanya mudah diperoleh peneliti. Elemen populasi yang dipilih sebagai subyek sampel adalah tidak terbatas sehingga peneliti memiliki kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat dan murah (Indriantoro dan Supomo, 2002:130).

Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuntan publik yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP). Para akuntan publik tersebut harus memiliki pengalaman bekerja minimal satu tahun, memiliki jenjang pendidikan minimal S1 dan posisi minimal sebagai akuntan publik senior, untuk tujuan memperoleh responden yang memiliki pengalaman dalam tingkat


(64)

49 kinerja/hasil kerja. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan secara langsung kepada akuntan publik yang bekerja pada KAP yang berada di Jakarta Selatan.

C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua cara, yaitu penelitian pustaka dan penelitian lapangan.

1. Penelitian Pustaka (Library Research)

Kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data sekunder (Indriantoro dan Supomo, 2002:150). Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti melalui buku, jurnal, skripsi, directory kantor akuntan publik 2009, internet dan perangkat lain yang berkaitan dengan penghentian prematur atas prosedur audit.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Data utama penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan, peneliti memperoleh data langsung dari pihak pertama (data primer). Pada penelitian ini, yang menjadi subyek penelitian adalah auditor yang masih aktif bekerja di Kantor Akuntan Publik. Pengumpulan data kuisioner dilakukan dengan teknik personally administered questionnaires, yaitu kuisioner disampaikan dan dikumpulkan langsung oleh peneliti (Indriantoro dan Supomo, 2002:154).


(1)

122

ppto

tal

Pearso n Correlat ion

.526 **

.607 **

.582 **

.513 **

.357 **

.393 **

.486 **

.574 **

.480** .395** .437** .383 **

.457** .531** .520** .528** .448** 1

Sig. (2-tailed)

.000 .000 .000 .000 .002 .001 .000 .000 .000 .001 .000 .001 .000 .000 .000 .000 .000

N 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(2)

123

Lampiran 4: Hasil Uji Reliabilitas

Etika Profesi

Case Processing Summary

N

%

Cases Valid

70

100.0

Excludeda

0

.0

Total

70

100.0

a. Listwise deletion based on all

variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items

N of Items

.882 .881 7

Scale Statistics

Mean Variance

Std. Deviation

N of Items 28.7143 21.019 4.58461 7

Komitmen Organisasi

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 70 100.0

Excludeda 0 .0

Total 70 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.


(3)

124

Komitmen Organisasi

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.807 .797 12

Scale Statistics

Mean Variance

Std. Deviation

N of Items

45.5143 22.051 4.69580 12

Kecerdasan Emosional

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 70 100.0

Excludeda 0 .0

Total 70 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items


(4)

125

Kecerdasan Emosional

Scale Statistics

Mean Variance

Std. Deviation

N of Items 55.4571 40.831 6.38995 14

Profesionalisme

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 70 100.0

Excludeda 0 .0

Total 70 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.796 .795 17

Scale Statistics

Mean Variance

Std. Deviation

N of Items 64.1714 49.825 7.05870 17


(5)

126

Lampiran 5: Hasil Uji Regresi

Variables Entered/Removed

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 Kecerdasan,

Etika, Kmitmena

. Enter

a. All requested variables entered.

Model Summary

b

Model

R

R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-Watson

1

.983

a

.966

.965

1.32354

.586

a. Predictors: (Constant), Kecerdasan, Etika, Kmitmen

b. Dependent Variable: Profesionalisme

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3322.328 3 1107.443 632.193 .000a

Residual 115.615 66 1.752

Total 3437.943 69

a. Predictors: (Constant), Kecerdasan, Etika, Kmitmen b. Dependent Variable: Profesionalisme

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 8.221 2.014 4.081 .000

Etika .597 .092 .388 6.464 .000 .980 1.021

Kmitmen .243 .260 .162 .935 .353 .665 1.505

Kecerdasan .500 .207 .452 2.414 .019 .673 1.485


(6)

Dokumen yang terkait

PENGARUH INDEPENDENSI, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KINERJA AUDITOR PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK Pengaruh Independensi,Profesionalisme, Dan Etika Profesi Terhadap Kinerja Auditor Pada Kantor Akuntan Publik Surakarta Dan Yogyakarta.

0 4 20

PENGARUH ETIKA PROFESI, KECERDASAN INTELEKTUAL, KECERDASAN EMOSIONAL, DAN KECERDASAN S[IRITUAL Pengaruh Etika Profesi, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, Dan Kecerdasan Spiritual( Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik Wilayah Surakarta dan

0 3 24

PENGARUH ETIKA PROFESI, KECERDASAN INTELEKTUAL, KECERDASAN EMOSIONAL, DAN KECERDASAN SPIRITUAL Pengaruh Etika Profesi, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, Dan Kecerdasan Spiritual( Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik Wilayah Surakarta dan

0 3 14

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, KECERDASAN SPIRITUAL, ORIENTASI ETIKA DAN NILAI ETIKA ORGANISASI TERHADAP PERILAKU ETIS AKUNTAN.

0 0 6

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, KECERDASAN SPRITUAL, ORIENTASI ETIKA DAN NILAI ETIKA ORGANISASI TERHADAP PERILAKU ETIS AKUNTAN.

0 0 6

Pengaruh Penerapan Aturan Etika Terhadap Profesionalisme Akuntan Publik.

0 0 25

Pengaruh Etika Profesi dan Kecerdasan Emosional Terhadap Opini Auditor Pada kantor Akuntan Publik Kota Palembang

0 1 16

Pengaruh Penerapan Etika Profesi, Komitmen Organisasi, dan Kecerdasan Emosional Terhadap Peningkatan Profesionalisme Akuntan Manajemen di Perusahaan Manufaktur Semarang - Unika Repository

0 0 15

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Penelitian - Pengaruh Penerapan Etika Profesi, Komitmen Organisasi, dan Kecerdasan Emosional Terhadap Peningkatan Profesionalisme Akuntan Manajemen di Perusahaan Manufaktur Semarang - Unika Repository

0 0 12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden - Pengaruh Penerapan Etika Profesi, Komitmen Organisasi, dan Kecerdasan Emosional Terhadap Peningkatan Profesionalisme Akuntan Manajemen di Perusahaan Manufaktur Semarang - Unika Repository

0 0 28