Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN
4 Profesionalisme telah menjadi issue yang kritis untuk profesi akuntan
karena dapat menggambarkan kinerja akuntan tersebut. Gambaran terhadap profesionalisme dalam profesi akuntan publik seperti yang dikemukakan oleh
Hastuti et al. 2003 dalam Arleen Herawati 2008, dicerminkan melalui lima dimensi, yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian,
keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi. Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap profesionalisme, akuntan
publik juga harus memiliki pengetahuan yang memadai dalam profesinya untuk mendukung pekerjaannya dalam melakukan setiap pemeriksaan. Setiap
akuntan publik juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia IAPI.
Kode etik menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik KAP
atau jaringan KAP, baik yang merupakan anggota IAPI maupun yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang meliputi
jasa assurance dan jasa selain assurance seperti yang tercantum dalam standar profesi dan kode etik profesi Kode Etik Profesi Akuntan Publik
IAPI, 2008. Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan para auditor akan selalu
berhubungan dengan individu-individu maupun kelompok-kelompok didalam sebuah instansi atau perusahaan yang diperiksa serta dihadapkan dengan
berbagai masalah yang cukup rumit, baik yang bersifat teknis maupun bersifat non teknis, apalagi menyangkut ketidakpuasan kinerja akuntan dapat
5 menyebabkan kurangnya profesionalisme akuntan dalam melaksanakan tugas,
sehingga akan berdampak pada pandangan negatif terhadap citra akuntan publik dan profesi akuntan publik dimasyarakat Monika, 2007.
Keberhasilan dan kinerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan sangat ditentukan oleh profesionalisme terhadap bidang yang ditekuninya.
Profesionalisme sendiri harus ditunjang dengan komitmen serta independensi untuk mencapai tingkatan yang tertinggi. Komitmen merupakan suatu
konsistensi dari wujud keterikatan seseorang terhadap suatu hal, seperti karir, keluarga, lingkungan pergaulan sosial dan sebagainya. Adanya suatu
komitmen dapat menjadi suatu dorongan bagi seseorang untuk bekerja lebih baik atau malah sebaliknya menyebabkan seseorang justru meninggalkan
pekerjaannya, akibat suatu tuntutan komitmen lainnya. Komitmen yang tepat akan memberikan motivasi yang tinggi dan memberikan dampak yang positif
terhadap kinerja suatu pekerjaan Trisnaningsih, 2007. Komitmen anggota organisasi menjadi hal penting bagi sebuah
organisasi dalam menciptakan kalangsungan hidup sebuah organisasi apapun bentuk organisasinya. Komitmen menunjukan hasrat karyawan sebuah
perusahaan untuk tetap tinggal dan bekerja serta mengabdikan diri bagi perusahaan Amilin dan Rosita Dewi, 2008. Komitmen organisasional
dibangun atas dasar kepercayaan pekerja atas nilai-nilai organisasi, kerelaan pekerja membantu mewujudkan tujuan organisasi dan loyalitas untuk tetap
menjadi anggota organisasi. Oleh karena itu, komitmen organisasi akan menimbulkan rasa ikut memiliki sense of belonging bagi pekerja terhadap
6 organisasi. Jika pekerja merasa jiwanya terikat dengan nilai-nilai
organisasional yang ada maka dia akan merasa senang dalam bekerja, sehingga kinerjanya dapat meningkat Trisnaningsih, 2007.
Setiap manusia ingin berprestasi dalam segala hal, tidak terkecuali berprestasi dalam pekerjaan. Saat ini keberhasilan kerja seseorang tidak
ditunjang oleh kemampuan intelektual semata, namun juga didukung oleh kemampuan penyesuaian emosi dalam berhubungan dengan seseorang.
Sebagian masyarakat beranggapan bahwa Intelektual Quotient IQ menentukan keberhasilan seseorang. Masyarakat beranggapan bahwa
semakin tinggi IQ seseorang semakin berhasil orang tersebut dalam pekerjaannya. Namun kenyataannya tidak demikian, IQ hanya memberikan
kontribusi 20 dalam menentukan keberhasilaan hidup seseorang dan 80 lainnya ditentukan oleh faktor lain. Faktor inilah yang disebut kecerdasan
emosional EQ Alwani, 2007. Aturan bekerja sekarang ini tengah berubah, seseorang dinilai tidak
hanya berdasarkan tingkat kepribadian atau berdasarkan tingkat penilaian dan pengalaman tetapi juga berdasarkan seberapa baik seseorang mengelola diri
sendiri dan orang lain. Sebagai seorang auditor, pendidikan dan pengalaman dapat meningkatkan kompetensinya, namun dalam berhubungan dengan
pihak lain auditee seorang auditor selain harus memiliki kemampuan intelektual juga harus memiliki kemampuan organisasional, interpersonal dan
sikap dalam berkarir dilingkungan yang selalu berubah. Dalam meningkatkan profesionalisme seorang auditor harus terlebih dahulu memahami dirinya
7 sendiri dan tugas yang akan dilaksanakan serta selalu meningkatkan dan
mengendalikan dirinya dalam berhubungan dengan auditee Tantina 2003:2. Saat ini profesionalisme akuntan publik memang banyak
dipertanyakan oleh berbagai pihak, apalagi dengan terbongkarnya makelar kasus yang terjadi di Institusi Pemerintahan Indonesia, sebagai akuntan
publik perlu menunjukkan bahwa dirinya adalah akuntan publik yang profesional. Melihat kondisi seperti ini, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Penerapan Etika Profesi, Komitmen Organisasi dan Kecerdasan Emosional Terhadap Peningkatan
Profesionalisme Akuntan Publik di Jakarta” .
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Yuliani 2005. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Ada penambahan dua variabel independen, yaitu variabel komitmen
organisasi dan kecerdasan emosional. Komitmen organisasi diperoleh dari penelitian Trisnaningsih 2007, Amilin dan Rosita Dewi 2008.
Kecerdasan emosional diperoleh dari penelitian Maslahah 2007, dan Alwani 2007. Penelitian sebelumnya hanya menguji pengaruh faktor
situasional yang mengindikasikan bahwa dalam setiap penugasannya Kantor Akuntan Publik melaksanakan etika profesi yang tertuang dalam
PMK no.17 tahun 2008 dan PSPM no. 04 yang ditetapkan oleh IAPI, sedangkan penelitian ini menguji pengaruh faktor situasional dan faktor
8 karakteristik personal akuntan publik dalam penugasanya sehingga
diharapkan dapat meningkatkan sikap profesionalisme akuntan publik. 2. Metode pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode
analisis regresi berganda multiple regression analysis untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, sedangkan
penelitian sebelumnya menggunakan metode analisis regresi linier. 3. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja
pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Jakarta, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan sampel auditor yang bekerja pada Kantor
Akuntan Publik di Bandung Jawa Barat.