27
• Jika resiko tetap terjadi juga, mereka akan menghadapinya secara
bertanggung jawab. Pendidikan seksualitas adalah suatu kegiatan pendidikan, yang berusaha untuk
memberikan pengetahuan agar mereka dapat mengubah perilau seksualnya ke arah yang lebih bertanggung jawab.
1.2. Tinjauan Pustaka
Psikolog Sani B. Hermawan, Psi dari Lembaga Konsultasi Psikologi Daya Insasimengatakan ada 7 modal awal sebelum memberikan pendidikan seks pada
anak, yakni : 1.
Luangkan waktu untuk berdialog. 2.
Miliki sikap terbuka informatif, dan yakinlah bahwa apa yang kita berikan penting bagi anak-anak.
3. Siapkan materi dan penyampaian yang sesuai, serta gunakan istilah
ilmiah untuk menghindari kesalahpahaman penyebutan. 4.
Gunakan media atau alat bantu seperti buku atau gambar anatomi. 5.
Membekali diri dengan wawasan yang cukup. 6.
Meyakinkan diri bahwa pendidikan seks penting dan bermanfaat. 7.
Mendiskusikan kepada ahli jika ragu atau bingung. Masa remaja juga merupakan masa transisi emosional, yang ditandai
dengan perubahan dalam cara melihat dirinya sendiri. Sebagai remaja dewasa, intelektual dan kognitif juga mengalami perubahan, yaitu dengan merasa lebih
dari yang lain, cenderung bekerja secara kompleks dan abstrak, serta lebih tertarik
Universitas Sumatera Utara
28
untuk memahami kepribadian mereka sendiri dan berperilaku menurut cara mereka.
Transisi sosial yang dialami oleh remaja ditunjukkan dengan adanya perubahan hubungan sosial. Salah satunya hal yang penting dalam perubahan
sosial pada remaja adalah mengingkatnya waktu untuk berhubungan dengan rekan-rekan mereka, serta lebih intens dan akrab dengan lawan jenis.
Lingkungan merupakan tempat yang sangat berpengaruh penting untuk tumbuh dan kembangnya seseorang. Lingkungan yang sehat penuh dengan
pengawasan dan perhatian serta kasih sayang yang baik dapat membuat seseorang tumbuh dengan perilaku yang baik, sopan santun dan bertanggung jawab.
Sebaliknya, lingkungan yang tidak baik tanpa adanya pengawasan dan kasih sayang membuat seseorang menjadi kurang perhatian dan tidak bertanggung
jawab serta berperilaku yang buruk. Lingkungan adalah tempat dimana seseorang melihat apa yang dia lihat dan mendengar apa yang dia dengar, tanpa mengetahui
baik ataupun buruk yang dilakukan tersebut. Sebab, apa yang dilihat dan didengar merupakan perbuatan yang wajar.
Remaja yang sehat adalah remaja yang produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap tumbuh kembang
remaja menjadi sangat penting untuk menilai keadaan remaja. Selama masa penyesuaian remaja tidak senang terhadap kritik-kritik orang dewasa, terutama
bila diperintah agar mengambil sikap tertentu, sementara orangtua sendiri bersikap lain.
Universitas Sumatera Utara
29
Remaja mempunyai kebutuhan nutrisi yang spesial, karena pada saat tersebut terjadi pertumbuhan yang pesat dan terjadi perubahan kematangan
fisiologis sehubungan dengan timbulnya pubertas. Perubahan pada masa remaja akan memengaruhi kebutuhan, absorpsi, serta cara penggunaan zat gizi. Hal ini
disertai dengan pembesaran organ dan jaringan tubuh yang cepat. Perubahan hormon yang menyertai pubertas juga menyebabkan banyak perubahan fisiologis
yang memengaruhi kebutuhan gizi pada remaja. Pertumbuhan yang pesat dan masa pubertas pada remaja tergantung pada
tergantung pada berat dan komposisi tubuh seseorang. Ini menunjukkan bahwa status gizi memegang peranan penting dalam menentukan status kematangan
fisiologis seseorang. Status gizi dibawah normal atau adanya penyakit kronis dapat menghambat pubertas.
Masa remaja atau adolescence Mayo, 1986 adalah masa yang penting dalam hidup remaja, masa yang indah, masa dimana manusia mampu mencatat
dan mengumpulkan kebenaran-kebenaran fundamental tertentu untuk belajar mengenal dan memiliki nilai-nilai fundamental dan lain-lain kemudian dalam
masa remaja perlu diletakkan dasar yang kuat untuk pembentukan watak. Dorongan seksual berkaitan dengan gairah seseorang. Tidak banyak
berbeda dengan teori mengenai makna dan kontruksi seksualitas, dorongan seksual itu sendiri juga dikontruksikan dalam sejarah dan kebudayaan dalam
kapasitas kelembagaan Vance, 1991:875-884. Secara tradisional dorongan seksual diasumsikan bersifat alamiah, terjadi dengan sendirinya, heteroseksual
dan universal, serta diatur dan intepretasikan sebagai suatu aktifitas sosial
Universitas Sumatera Utara
30
Gagnon dan Parker, 1994. Kini diperdebatkan bahwa tidak ada yang alamiah dan nyata mengenai hubungan seksual. Ada orang yang tidak ingin melakukannya
dan tidak pernah melakukanya, atau ada orang yang pernah melakukannya, tidak menyukainya, dan tidak ingin mengulanginya kembali.
Dorongan seksual tidak datang dengan sendirinya, melainkan merupakan suatu proses menciptakan sesuatu dorongan seksual dapat timbul oleh gabungan
antara kenangan, gairah, dan fantasi seksual. Ada pendapat yang menyebutkan bahwa dasar pemikiran yang menjembatani dorongan seksual dengan lingkup
sosial adalah Pertama dengan siapa kita berinteraksistatus orang lain yang sedang berinteraksi bersama kita; waktu dan tempat kita melakukan interaksi; apa yang
kita lakukan dalam interaksi tersebut dan tujuan melakukan interaksi. Kedua, lakon dorongan seksual dapat diperankan pada kesempatan yang akan datang,
yaitu apa yang akan kita lakukan secara seksual; narasi yang kita ciptakan dan komposisi beberapa aktor yang akan kita libatkan, serta tindakan dan konteks
yang sesuai dengan tujuan seksual kita. Ketiga, lakon seksual dapat dijadikan sebagai sebuah karangan untuk memanggil kembali kenangan yang sudah lalu;
siapa yang berada disana pada saat itu, kapan dan bagaimana peristiwa seksual itu terjadi dan apa yang akan kita lakukan serta mengapa kita melakukannya Danon,
Blate dan Kimmel, 1994. Seks sebelum menikah dan gonta-ganti pasangan di kalangan orang muda
akan terus meningkat di negara-negara Asia. Fenomena ini akan sulit diteliti karena sebagian besar pejabat pemerintah dan kelompok agama di Asia cenderung
membantah ini. Mereka takut mendapatkan kenyataan negatif dan
Universitas Sumatera Utara
31
mengungkapkan kegagalan mereka dalam “memelihara moral-moral agama dan sosial”. Dengan meningkatnya hubungan seks pranikah dikalangan remaja, maka
kasus kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, dan penularan penyakit seksual dikalangan remaja juga akan merebak.
Kita hidup dalam dunia kehidupan yang sarat dengan artefak, tanda, dan teks-teks budaya populer dan budaya yang dimediakan secara massa budaya
massa via media massa.
10
Ditegaskan Keller 1995, budaya media telah muncul dalam bentuk citra, bunyi, dan tontonan yang membantu membangun struktur kehidupan sehari-hari,
mendominasi waktu luang, membentuk pandangan politik dan perilaku sosial, dan menyedikan bahan bagi orang-orang untuk membangun identitas-identitas.
Tanpa disadari, budaya populer telah menjadi bagian dari hidup kita. Seperti ikan dengan air. Sebagian memori, imajinasi, dan impian
masa kecil dan remaja kita sedikit-banyak dibangun lewat apa yang kita baca, lihat dan dengar, atau yang kita serap dan teks-teks media dan populer. Budaya
populer telah ikut membangun apa yang disebut Raymond Williams 1977 sebagai “structures of feeling”, emosi kita. Ia mengisi kehidupan kita dan
diekspresikan oleh anggota budaya lewat komunikasi rutin sehari-hari. Ia merupakan hal yang krusikan bagi pembentikan: “Siapa saya?” atau “Siapa kita?”
Kita juga ingin tahu, “Bagiamana kita merasa?” Luli, 2000.
10
Meski tidak semua budaya populer terkait dengan media massa, namun terdapat hubungan timbal-balik di antara keduanya. Keduanya, media massa melibatkan produksi berskala besar,
oleh unit-unit ekonomi yang besar, untuk massa, walaupun pasar itu mungkin pula tersegmentasi. Kini berbentuk-bentuk komersial budaya populer semakin bergantung pada
pemasaran massa dan penertibatan atas basis multi-media. Mayoritas budaya populer ditranmisiskan melalui media massa. Sebagaimana dikemukakan K.Turner 1984: 4, dalam Mass
Media and Populer Culture. Chicago.: Science Research Association, “popular culture and mass media have a symbiotic relationship: each depends on the other in an intimate collabortion”.
Universitas Sumatera Utara
32
Namun, menurut Kellner, budaya media juga merupakan medan yang dipertentangkan contested terrain, di mana kelompok-kelompok sosial yang
utama dan ideologi-ideologi yang saling bersaing berjuang demi dominasi dan individu-individu menjalani perjuangan ini melalui citra, wacana, mitos dan
tontonan budaya medis. Kieden 1987 telah mengingatkan bahwa budaya populer sebagai
kebudayaan industri mempunyai dampak yang besar bagi negara-negara berkembang, yang kebanyakan masih belum punya dasar industri yang kuat dan
kokoh. Ini berarti bahawa gaya hidup industrial tidak ditunjung oleh cara produksi industrial. Ini juga berakibat pada pembangunan ekonomi yang menyedahkan,
dimana komsumsi dalam negeri malahan juga selera dan kebutuhan dalam negeri hanya dapat dipenuhi oleh sumber-sumber luar negeri.
Dekade Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Perempuan The United Nations Decades for Woman, yang digelar sejak 1975 memfokuskan pada media
sebagai industri kunci dalammeningkatkan kesetaran dan pembangunan perempuan, dan pada Platform Beijing untuk Aksi Beijing, Platform for Action,
1995, media dimasukkan sebagai salah satu wilayah perhatian yang penting Critical Areas of Concern. Namun, selama masa yang panjang itu, media
diharapkan meliputi isu-isu dan kesetaraan gender, tanpa langkah nyata yang diambil untuk “melahirkan” engender media massa. Di sini kita juga melihat
sejarah ketidakadilan, ketidak setaraan dan perubahan sosial berjalan beriringan dalam realitas media dan realitas kehidupan sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
33
Media dianggap sebagai agen sosialisasi gender yang penting dalam keluarga dan masyarakat. Media mengucapkan mengungkapkan kepada kita
tentang peran perempuan dan laki-laki dari sudut pandang tertentu. Media menentukan dan mengukuhkan ideologi, “sistem kepercayaan”, dan “pandangan
dunia” tertentu Galliano 2003:286. Media juga menanamkan kesadaran dan mitos tertentu tentang dunia dan kehidupan. Media dengan demikian bisa menjadi
saluran mitos dan sekaligus sarana pengukuhan mitos tertentu tentang gender, perempuan, dan laki-laki.
Menurut Julia T. Wood 2003, dalam Gendered Lives, mulai dari kartun anak-anak hingga pornografi, media mempengaruhi bagaimana kita memahami
laki-laki dan perempuan umumnya dan diri kita dan orang lain khususnya. Media juga membentuk pandangan kita mengenai apa yang normal dan benar dalam
hubungan antara perempuan dan lain-lain. Secara histori, media telah mempresentasikan baik perempuan maupun laki-laki dalam cara-cara yang sangat
bersifat stereotipe. Ketika industrialisasi mulai menyeruak ke petas sejarah kehidupan modern
dan mesin serta robot mulai menggantikan aktivitas fisik manusia, saat itu tenaga manusia yang sudah mulai tak begitu dibutuhkan lagi dalam proses produksi.
Teknologi yang padat karya pun telah digeser oleh teknologi yang padat modal. Melihat kondisi demikian tersebut diatas alasan penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian mengenai gaya hidup KTV sebagai gaya hidup remaja kota Medan yang nantinya akan menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
34
1.3. Rumusan Masalah