Hasil analisis diketahui bahwa perilaku penghuni dalam kategori baik terdapat pada kasus sebanyak 7 rumah 25,9 dan pada kontrol sebanyak 18
rumah 66,7, sedangkan perilaku penghuni dalam kategori kurang baik terdapat pada kasus sebanyak 20 rumah 74,1 dan pada kontrol sebanyak 9 rumah
33,3.
4.3 Hasil Analisis Bivariat
4.3.1 Hubungan Karakteristik Balita Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita
Hasil analisis bivariat untuk karakteristik balita terhadapkejadian ISPA pada balita dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini.
Tabel 4.6 Hubungan Karakteristik Balita Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita Di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten
Simalungun 2016
No. Karakteristik Balita
Kasus Kontrol
Nilai p
OR 95 CI
n n
1. Berat Badan LahirBBL
a.BBLN b. BBLR
25 2
92,6 7,4
27 100
0,491 Jumlah
27 100
27 100
2. Status Imunisasi
a.Imunisasi Lengkap b.Imunisasi Tidak Lengkap
21 6
77,8 22,2
20 7
74,1 25,9
0,75 Jumlah
27 100
27 100
3. Status ASI ekslusif
a.Mendapat ASI ekslusif b.Tidak Mendapat ASI
ekslusif 6
21 22,2
77,8 18
9 66,7
33,3 0,001
2,8 1,347-5,819
Jumlah 27
100 27
100
Berdasarkan hasil analisis hubungan BBL dengan kejadian ISPA pada balita menggunakan
Uji Fisher’s didapat p value 0,491 lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima. Hal ini berarti tidak ada hubungan BBL terhadap kejadian ISPA pada
balita. Hasil analisis hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita menggunakan
Uji Fisher’s didapat p value 0,75 lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima. Hal ini berarti tidak ada hubungan status imunisasi terhadap kejadian
Universitas Sumatera Utara
ISPA pada balita. Hasil analisis hubungan status ASI ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita menggunakan Uji Chi Squere di dapat p value 0.000 kurang
dari 0,05 maka Ho ditolak.Hal ini berarti ada hubungan status ASI ekslusif terhadap kejadian ISPA pada balita. Nilai OR status ASI ekslusif sebesar 2,895
CI=1,347-5,819yang berarti bahwa balita yang tidak diberikan ASI ekslusif mempunyai risiko terkena ISPA 2,8 kali dibandingkan balita yang mendapatkan
ASI eklusif.
4.3.2 Hubungan Kondisi Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita
Hasil analisis bivariat untuk hubungan kondisi fisik rumah yang berkaitan dengan luas ventilasi, pencahayaan alami, kelembaban, kepadatan hunian, dan
jenis lantai terhadap kejadian ISPA pada balita dapat dilihat pada tabel 4.7 dibawah ini.
Tabel 4.7 Hubungan Kondisi Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita Di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten
Simalungun 2016
No. Kondisi Fisik Rumah
Kasus Kontrol
Nilai p
OR 95 CI
n n
1. Luas Ventilasi
a. Memenuhi syarat b.Tidak memenuhi
syarat 5
22 18,5
81,5 21
6 77,8
22,2 0,001
4,086 1,815-9,195
Jumlah 27
100 27
100 2.
Pencahayaan alami a.Memenuhi syarat
b.Tidak memenuhi syarat
12 15
44,4 55,6
20 7
74,1 25,9
0,027 1,8
1,070-3,091 Jumlah
27 100
27 100
3. Kelembaban
a.Memenuhi syarat b.Tidak memenuhi
syarat 6
21 22,2
77,8 20
7 25,9
74,1 0,001
3,2 1,561-6,769
Jumlah 27
100 27
100 4.
Kepadatan hunian a.Memenuhi syarat
b.Tidak memenuhi syarat
12 15
44,4 55,6
21 6
77,8 22,2
0,012 1,9
1,161-3,325 Jumlah
27 100
27 100
5. Jenis lantai
Universitas Sumatera Utara
a.Memenuhi syarat b.Tidak memenuhi
syarat 25
2 92,6
7,4 27
100 0,491
Jumlah 27
100 27
100
Berdasarkan hasil analisis hubungan luas ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita menggunakanUji Chi Squere di dapat p value 0.001 kurang dari
0,05 maka Ho ditolak. Hal ini berarti ada hubungan luas ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita. Nilai OR luas ventilasi sebesar 4,086 95 CI = 1,815-9,195
yang berarti bahwa luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat mempunyai risiko terkena ISPA pada balita 4,086 kali lebih besar dibandingkan luas ventilasi yang
memenuhi syarat. Hasil analisis hubungan pencahayaan alami dengan kejadian ISPA pada
balita menggunakanUji Chi Squere di dapat p value 0,027 kurang dari 0,05 maka Ho ditolak. Hal ini berarti ada hubungan pencahayaan alami dengan
kejadian ISPA pada balita. Nilai OR pencahayaan alami sebesar 1,8 95 CI = 1,070-3,091 yang berarti bahwa pencahayaan alami yang tidak memenuhi syarat
mempunyai risiko terkena ISPA pada balita 1,8 kali lebih besar bila dibandingkanpencahayaan alami yang memenuhi syarat.
Hasil analisis hubungan kelembaban dengan kejadian ISPA pada balita menggunakanUji Chi Squere di dapat p value 0,001 kurang dari 0,05 maka Ho
ditolak. Hal ini berarti ada hubungan kelembaban dengan kejaidan ISPA pada balita. Nilai OR kelembaban 3,2 95 CI = 1,561- 6,769 yang berarti bahwa
kelembaban tidak memenuhi syarat mempunyai risiko terkena ISPA pada balita 3,2 kali lebih besar bila dibandingkan kelembaban memenuhi syarat.
Hasil analisis hubungan kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita menggunakanUji Chi Squere di dapat p value 0,012 kurang dari 0,05
Universitas Sumatera Utara
maka Ho ditolak. Hal ini berarti ada hubungan kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita. Nilai OR kepadatan hunian 95 CI = 1,161-3,325 yang
beraarti bahwa kepadatan hunian tidak memenuhi syarat mempunyai risiko terkena ISPA pada balita 1,9 kali lebih besar bila dibandingkan dengan kepadatan
hunian yang memenuhi syarat. Hasil analisis hubungan jenis lantai dengan kejadian ISPA pada balita
menggunakan Uji Fisher’sdidapat p value 0,491 lebih besar dari 0,05 maka Ho
diterima. Hal ini berarti tidak ada hubungan jenis lantai terhadap kejadian ISPA pada balita.
4.3.3 Hubungan Perilaku Penghuni Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita