115
Namun demikian untuk menghindari persoalan dari partisipasi politik rakyat daerah maka perlu media sosialisasi politik termasuk didalamnya pendidikan politik
yang memadai sehingga rakyat daerah akan merespon dalam bentuk pertisipasi politik yang memadai baik dari sudut pandang kualitas mapun kuantitasnya. Peran partai
politik sebagai penyandang fungsi sosialisasi, pendidikan, partisipasi dan rekrutmen politik merupakan media yang sangat efektif dalam memicu partisipasi politik rakyat
daerah. Disamping itu, peran KIP Kabupaten Aceh Tamiang dalam sosialisasi tahapan
pilkada langsung juga berpengaruh pada tingkat partisipasi politik dalam pilkada langsung ini. Selain itu, peran partai politik yang melakukan penjaring calon pasangan
dengan objektif dan sesuai dengan kebutuhan rakyat dalam menentukan pimpinan politik daerah, juga akan menarik minat rakyat daerah untuk berperan serta. Dengan
begitu, terpaan pendidikan politik dari berbagai agen dalam pilkada yang dilakukan dengan baik akan berdampak pada kontribusi partisipasi politik yang baik pula.
4.2.2 Faktor-Faktor yang menyebabkan Kekalahan Partai Aceh
24
Jika diamati dari Pemilihan kepala daerah Kabupaten Aceh Tamiang maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Faktor Internal Partai Aceh
Awal mula konflik yang terjadi di tubuh Partai Aceh, dapat kita lihat ketika Irwandi Yusuf mendeklarasikan diri untuk mencalonkan kembali sebagai calon
Gubernur Aceh periode 2012-2017, sedangkan dari pihak internal partai Aceh menyatakan tidak akan mendukung Irwandi Yusuf lagi. Namun, kondisi ini membuat
organisasi pendukung partai Aceh yaitu Komite Peralihan Aceh KPA terpecah. Ada
24
http:leuserantara.comopini-penyebab-kekalahan-pa
116
beberapa pimpinan KPA di wilayah tingkatan kabupatenkota yang cenderung pro terhadap Irwandi Yusuf.
Hal ini juga diperparah lagi oleh keengganan dari partai Aceh untuk mendaftarkan pasangannya yaitu dr. Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf ke Komite
Independen Aceh KIP sebagai calon gubernur dan wakil gubernur Aceh periode 2012-2017 dikarenakan peraturan mengenai Pemilukada 2012 di Aceh masih
membolehkan keikutsertaan calon independen. Padahal menurut para petinggi partai Aceh adanya peraturan yang memperbolehkan keikutsertaan calon independen
menciderai isi dari Undang-undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh yang menyatakan bahwa keikutsertaan calon independen pada Pemilukada di Aceh
hanya diperbolehkan pada Pemilukada tahun 2006 dan untuk Pemilukada berikutnya harus melalui partai nasional dan partai lokal
25
“..., PA secara kelembagaan menolak dengan tegas yudical review yang dilakukan oleh Mukhlis Mukhtar dkk ke MK mengenai pasal
dalam UUPA No.11 Tahun 2006 yang mengatur mengenai keikutsertaan calon independen pada Pilkada Aceh hanya satu kali
saja yaitu pada Pilkada tahun 2006. Sedangkan menurut UU tentang Pemilu tahun 2008 bahwa calon independen
diperbolehkan ikut dalam Pilkada di seluruh Indonesia. Berarti secara otomatis isi undang-undang tersebut telah menggugurkan
salah satu pasal dalam UUPA no.11 tahun 2006 yaitu tentang calon independen itu sendiri. PA tidak sepakat UUPA diutak-atik
oleh pemerintah pusat. Kami beranggapan UUPA merupakan penjelmaan dari MoU Helsinski sehingga menjaga keutuhan dari
UUPA merupakan sebuah keharusan demi terawatnya perdamaian di Aceh. Dari situlah dimulai polemik mengenai aturan
Pemilukada di Aceh .” . Mengenai hal ini Kausar mengatakan:
26
25
Hal ini dijelaskan dalam UU No. 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh pada pasal 256 BAB XXXIX tentang Ketentuan Peralihan, lihat
http:www.setneg.go.idindex.php?option=com_perundanganid=1563task=detailcatid=1Itemid =42t ahun=2006. Diakses pada tanggal 28 Juli 2013
26
Hasil wawancara dengan Sekretaris Pemenangan Pusat Partai Aceh 2012, Kausar pada tanggal 09 Mei 2013 di Medan
117
Pada fase “konflik” itu berlangsung itulah, banyak kader-kader partai Aceh dan juga para eks kombatan yang tergabung dalam wadah Komite Peralihan Aceh
KPA yang dianggap “membelot” ke kubu Irwandi Yusuf. Bahkan ada beberapa eks kombatan yang jelas-jelas mengusung Irwandi seperti Sofyan Dawoed, Thamrin
Ananda, Tgk. Muksalmina, dan Muslim Hasballah. Namun ada juga para kader eks kombatan ini diangap “abu-abu” yaitu masih berada dilingkungan partai Aceh namun
juga tidak menunjukkan keseriusan dalam rangka memenangkan pasangan ZIKIR. Kondisi ini membuat para pimpinan partai Aceh untuk mengambil kebijakan
tegas terhadap kader-kader yang dianggap “membelot” ini. Momennya adalah ketika partai Aceh dan KPA melakukan rekonsolidasi terhadap seluruh kadernya.
Konsolidasi ini juga dalam rangkan “membersihkan” kader-kader yang membelot tersebut. Puncaknya adalah pemecatan terhadap beberapa pimpinan KPA yang
meliputi wilayah Aceh Besar, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Jaya, Aceh Selatan, Aceh Singkil dan Aceh Tenggara.
Dari aspektasi politik, pemecatan anggota jika tidak sesuai dengan tujuan mayoritas kader partai sah-sah saja, namun, alangkah baiknya jika ini tidak terjadi
sebelum dilakukan tahapan-tahapan, seperti komunikasi intensif dalam menyatukan pemikiran yang sama. Namun ternyata hal ini juga tidak di indahkan beberapa yang
tercium memiliki kedekatan dengan Irwandi dan cenderung akan mengusung Irwandi. Maka dari itu lah, terjadi pemecatan yang dilakukan oleh pimpinan KPA pusat yaitu
Muzakkir Manaf juga ketua Partai Aceh, dan kemasan yang di publikasikan adalah orang-orang ini tidak setia dengan kesepakatan MoU Helsinki dan orang-orang ini
bisa dikatakan tidak patuh terhadap kebijakan kelompok khususnya kebijakan partai.
Langkah ini dianggap efektif karena tindak lanjut dari kebijakan ini adalah memberikan cap atau simbol kepada para pembelot yang sudah terang-terangan mendukung Irwandi Yusuf dan
118 kader yang dipecat dengan istilah “pengkhianat”. Jadi kader-kader yang masih berada
diinternal terpacu untuk solid, kompak dan serius untuk memenangkan pasangan yang diusung oleh partai, yaitu pasangan ZIKIR. Kesolidan kader ini modal paling utama dalam
rangka untuk menjalankan strategi-stretagi yang telah disusun seperti strategi membangun citra ketokohan. Setelah selesai dengan perbedaan pandangan yang terjadi dari faksi-faksi
internal Partai Aceh sendiri yaitu Faksi ZIKIR dan Faksi Pengkhianat Irwandi.
Gambar 6
Faksi-Faksi Dalam Internal Partai Aceh
Faksi inilah yang membuat perpecahan pada tingkat daerah yang menyebabkan roda partai aceh tidaklah berjalan. Focus Partai Aceh memenangkan
pilkada gubernur bulan april sedangkan Aceh Tamiang bulan juni, jarak berdekatan inilah yang menyebabkan Partai Aceh kehilangan Fokus juga. Selain daripada itu
kemenangan Zikir dari Partai Aceh menyepelekan Pilkada yang berda di Aceh Tamiang.
b. Faktor Budaya Jawa di Aceh