Partai Aceh dan Pendirinya Dasar pemikiran Pembentukan Partai Aceh

72 serta untuk memilih anggota legislatif Aceh pada tahun 2009. 1.2.4. Sampai tahun 2009 legislatif DPRD Aceh tidak berkewenangan untuk mengesahkan peraturan perundang- undangan apa pun tanpa persetujuan Kepala Pemerintah Aceh. 1.2.5. Semua penduduk Aceh akan diberikan kartu identitas baru yang biasa sebelum pemilihan pada bulan April 2006. 1.2.6. Partisipasi penuh semua orang Aceh dalam pemilihan lokal dan nasional akan dijamin sesuai dengan Konstitusi Republik Indonesia. 1.2.7. Pemantau dari luar akan diundang untuk memantau pemilihan di Aceh. Pemilihan lokal bisa diselenggarakan dengan bantuan teknis dari luar. 1.2.8. Akan adanya transparansi penuh dalam dana kampanye. Hal ini yang melahirkan terbentuknya Partai Aceh, sebagai partai yang mengusung dari poin-poin MoU Helsinki. Pada tanggal 4 Juni 2007 partai Aceh di deklarasikan di Banda Aceh, Partai Aceh dulunya di kenal dengan Partai GAM, karena melanggar kesepakatan Helsinki, yang mengatur bahwa anggota GAM tidak akan memakai seragam atau menunjukkan simbol-simbol militer setelah penandatanganan MoU, pada tanggal 29 April 2007 kumudian partai ini resmi berganti nama menjadi Partai Aceh PA.

3.1.4 Partai Aceh dan Pendirinya

18 Partai Aceh adalah salah satu partai lokal yang ada di Aceh. Pendiri partai Aceh merupakan eks Militan Gerakan Aceh Merdeka GAM, kaum intelektual, 18 https:id.wikipedia.orgwikiPartai_Aceh 73 kaum muda yang progresif, kaum perempuan, para korban pelanggaran Hak Azasi Manusia HAM, petani, nelayan, kaum miskin kota serta berbagai kelompok masyarakat Aceh lainnya Pada tanggal 4 juni 2007 partai ini berdiri di Banda Aceh dengan pendirinya; Jahja Teungku Mua’ad, Adnan Bereunsyah, Tarmidi, Hasanuddin, Muhammad yasir.sebagai pendiri dan mewakili pendiri partai Aceh. Ketua umum Partai Aceh Muzakir Manaf, dan Muhammad Yahya sebagai Sekjen, yang di pilih pada kongres perdana Partai Aceh yang juga mantan militant Gerakan Aceh Merdeka.

3.1.5 Dasar pemikiran Pembentukan Partai Aceh

MoU Helsinki merupakan cikal bakal terbentuknya Partai Lokal di Aceh. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Partai Lokal di Aceh menjadi landasan hukum yang kuat bagi pembentukan Partai Lokal yang berbasis di Aceh. Ini merupkan momentum baru bagi perubahan dalam proses demokratisasi politik dan sebagai langkah dalam membangun Aceh baru. Konflik dan bencana tsunami adalah dua variabel yang membuat Aceh terpuruk dari segala aspek kehidupan. Rezim Orde Lama dan Orde Baru telah membunuh karakter religiusitas bangsa Aceh menjadi masyarakat yang sekuler. Politik javaness menjadi hegemoni bagi identitas politik dan budaya menuju bendera Republik Indonesia.Tetapi baik, Orde Lama, maupun Orde Baru tetap tidak bisa mengalahkan identitas politik Aceh yang telah terbangun ribuan tahun lalu.Hal inilah yang membuat rakyat Aceh anti Jawa, tetapi belakangan ini muncul diskursus bahwa Indonesia lah sebenarnya yang anti- terhadap Aceh. 74 Sentralisme dalam segala aspek kehidupan ketika Rezim Orde Baru yang otoriter berkuasa adalah kata kunci dalam masalah Aceh. Segala sesuatunya ditentukan oleh pusat. Intervensi pusat terhadap daerah begitu kuat. Lihat saja bagaimana sumber daya alam Acehmenjadi bahagian eksploitasi dan kerakusan sistem sentralisasi. Bukan saja itu, ketika Rezim Orde Baru berkuasa dengan gaya sentralisasi yang ditopang oleh kekuatan militer semua daerah tidak berdaya dibuatnya. Demokrasi mati suri dan otoriterisme berkuasa. Kondisi ini membuat krisis multidimensional dalam tatanan kehidupan sosial yang menyebakan terjadinya korups, kolusi dan nepotisme, diberbagai aspek dan birokrasi. Fenomena membuat Indonesia terjebak dalam krisis moneter dan bergulirnya reformasi di tahun 1998. Jauh sebelum terjadi reformasi, kondisi kehidupan rakyat Aceh yang hidup dibawah kekuasaan Rezim Orde Baru sangat memperhatinkan. Konflik terjadi bukan saja karna kesalahan kebijakan masa lalu yang sampai menimbulkan konflik bersenjata, tetapi lebih dari pada itu, bahwa rasa nasionalisme ke-Acehan yang telah mengakar sebagai sebuah identitas politik tidak bisa dipisahkan dari diskursus yang ada di masyarakat Aceh. Apalagi kekuatan Rezim Orde Baru yang mencoba merubah tatanan masyarakat Aceh yang Islami menjadi mederen dengan pengaruh politik sentralisasi. Sehingga ini menyebabkan tumbuhnya bentuk perlawanan dalam gerakan-gerakan sosial, baik GAM dengan tuntutan merdekanya yang ingin lepas dari hegemoni pusatGaya kepemimpinan Indonesia yang militer ditunjukan dengan menyiapkan gerakan militer dalam upaya menghambat gerakan-gerakan sosial tersebut Daerah Operasi Militer, Darurat Militer, Darurat Sipil, Operasi Keamanan dan Pemulihan dan sebagainya, merupakan paradigma lama pemerintah dalam 75 menyelesaikan konflik di Aceh. Semua gerakan sosial atau gerakan perlawanan terhadap Indonesia staknan dan mati suri, tetapi bukan berarti perjuangan ini selesai. Mereka menyiapkan strategi baru untuk menjawab kebuntuhan politik di Aceh. Bagi mereka persoalan Aceh adalah persoalan politik dan harus diselesaikan dengan politik, untuk itu menurut Rusman Sekertaris Jendral DPW PA, untuk menyelesaikan dan merubah Aceh kitaharus masuk dalam sistem. Seperti pendapat Rusman yang menyatakan bahwa dasar pemikiran pembentukan PA adalah : “ada dua hal yang menjadi ide dasar pembentukan partai lokal di Aceh. Pertama, kondisi Aceh baik dalam tatanan sosial, ekonomi, politik dan militer yang menurut saya masalah ini belum selesai, dan kami harus melanjutkan perjuangan yang belum selesai ini. Karna saya dan banyak kader PA percaya bahwa perjuangan Aceh belum selesai. Rakyat Aceh belum “merdeka”secara hakiki. Merdeka dalam makna membebaskan Aceh dari keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan berbagai bentuk penindasan. Kedua, ini merupakan suatu bentuk perlawanan yang berbeda dari gerakan pembebasan rakyat Aceh dulu. Kalau dulu kita di luar sisitem, sekarang kita harus masuk kedalam sistem untuk melakukan perubahan, harus memiliki imajinasi perjungan. Jadi ya,melanjutkan perjuangan yang belum selesai” Jadi sebenarnya ide pembentukan partai ini merupakan telah lama muncul sejak dibawah koftasi Jakarta. Hal ini muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap hegemoni Negara di Masa Orde Baru dan Reformasi 1998 dengan tujuan menumbuhkan kesadaran berpolitik bagi rakyat Aceh, dimana Aceh adalah sebuah entitas kebangsaan dan identitas politik yang telah terintegrasi dalam sejarahnya. Partai politik bagi mereka bukanlah tujuan, tetapi lebih merupakan sebuah alat untuk perubahan Aceh yang sedang dalam sakit baik secara ekonomi, sosial, dan politik.ketika Orde Lama dan Orde Baru berkuasa, mereka menempatkan orang-orang terbaik Aceh diluar sistem bahkan di penjara sekalipun. MoU saat ini telah memberi 76 jalan kepada mereka untuk masuk dalam sistem melalui partai politik lokal. Artinya parlemen merupakan bagian dari cita-cita generasi muda bagi proses perubahan Aceh dalam kontek politik disamping membangun gerakan sosial dan gerakan politik untuk meningkatkan peran civil society sebagai control terhadap kebijakan pemerintah pusat dan daerah.

3.1.6 Struktur dan Bentuk Partai Aceh