Menurut Siregar 2009, pada hakekatnya memerlukan makanan yang seimbang sepanjang hidupnya untuk kelangsungan serta pemeliharaan
kesehatannya. Keluarga mendapatkan zat-zat gizi dalam bentuk bahan makanan berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Satu macam bahan makanan saja tidak
dapat memenuhi semua kebutuhan tubuh akan berbagai macam zat gizi yang berlainan jenis dan jumlahnya. Untuk mencapai gizi yang prima perlu dipenuhi
dua hal yaitu pertama memakan makanan yang beraneka ragam menggunakan semua macam bahan makanan dari semua golongan, kedua bahan makanan dalam
jumlah dan kualitas yang benar dan tepat.
5.2 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan
Kepemilikan Lahan Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 4.5 diketahui bahwa
Keluarga Petani di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015 tidak memiliki lahan, keragaman konsumsi pangan tinggi sebanyak
84,5. Serta keluarga petani dengan memiliki lahan, keragaman konsumsi pangan tinggi sebanyak 60,0. Sistem lahan pertanian di Kelurahan Baru Ladang Bambu
Kecamatan Medan Tuntungan lahan yang digunakan yang bukan milik sendiri menggunakan sistem bagi hasil yaitu 50:50 ketika panen. Semua biaya modal
pertanian saat penanaman pembibitan ditanggung oleh pengguna pemakai. Ketidak merataan lahan pertanian juga merupakan hambatan yang harus
diperhitungkan dalam upaya perbaikan gizi penduduk. Tingginya sewa lahan tidak seimbangnya sistem bagi hasil antara penggarap dan pemilik akan mempertajam
kesenjangan pendapatan yang berdampak meningkatkan besar dan sifat masalah gizi yang dihadapi Suhardjo dkk, 1986. Pola penguasaan lahan dalam suatu
Universitas Sumatera Utara
masyarakat merupakan penentu penting dalam pola pertanaman dan kemampuan untuk mengusahakan tanaman yang dapat memberikan keuntungan besar pada
tingkat setempat. Petani yang memiliki lahan sendiri dapat lebih leluasa dalam menentukan apa yang mereka tanam dan kapan serta bagaimana menjual hasilnya.
Penyewa atau buruh tani haknya terbatas untuk menentukan apa yang ditanam dan bagaimana sebaiknya melakukan penjualan.
Berdasarkan hasil penelitian Nugrayasa 2013 menunjukkan tidak ada hubungan antara kepemilikan lahan dengan skor PPH pada keluarga petani sawah
tadah hujan di desa Jatihadi, Sumber, Kabupaten Rembang. Dari hasil penelitian 67 keluarga memiliki lahan pertanian sendiri. Petani dengan lahan sendiri
memiliki skor PPH ideal dan tinggi lebih besar 45 keluarga dari petani penggarap yang hanya 14 keluarga. Petani penggarap menggunakan sistem bagi hasil dengan
pemilik yaitu setengah setengah. Hal ini tidak sesuai dengan sistem bagi hasil menurut Suhardjo dkk 1986:20-21 yaitu petani penyewa dan buruh tani tanpa
lahan menempati lahan-lahan kecil tanpa biaya dimana mereka boleh menanaminya dengan tanaman pangan untuk konsumsi rumah tangganya.
5.3 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan