Lokasi Sebaran Lokasi Sekolah

“Die Zentrale Orte in Suddeutschland: ein Okonomisch-geographische Untersuchung uber die Gesetzmassigkeit der Verbreitung und Entwichklung der Siedlungen mit stadtischen Funktionmen, Jena, 1993 Suatu penelitian geografi-ekonomis mengenai keberaturan hukum sebaran dan perkembangan dengan fungsi- fungsi kekotaan”. 21 E.W. Baskin yang kemudian menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul “Central places in Southern Germany, Englewood Cliffs, N.J, Prentice Hall, 1996, artinya adalah tempat-tempat sentral di Jerman Selatan ”. 22 Walter Christaller dalam Marsudi Djojodipuro mengemukakan bahwa “Walter Christaller menerangkan pola lokasi berbagai tempat di Jerman Selatan, tempat- tempat tersebut masing-masing merupakan pusat kegiatan jasa tertentu, seperti jasa kesehatan, jasa pemenuhan kebutuhan, jasa tersebut dapat diketemukan berbagai skala ”. 23 Walter Christaller dalam Daljoeni memaparkan teorinya tentang sebaran dan besarnya pemukiman yang dapat diterangkan berdasarkan fungsi pelayanannya. Lima asumsi yang dikemukakan oleh Christaller untuk mengkonstruk teori yang sifatnya keruangan di bidang ekonomi, sebagai berikut: 1. Karena para konsumen yang menanggung ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat yang dinyatakan dalam biaya dan waktu, amat penting. 2. Karena konsumen yang memikul ongkos angkutan, maka jangkauan range suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu. 3. Semua konsumen dalam usaha mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan, menuju ke tempat pusat yang paling dekat letaknya. 4. Kota-kota berfungsi sebagai central place bagi wilayah di sekitarnya. Artinya ada hubungan antara besarnya tempat pusat dan besarnya luasnya wilayah pasarana, banyaknya penduduk dan tingginya pendapatan di wilayah yang bersangkutan. 5. Wilayah tersebut digagaskan sebagai dataran dimana penduduknya tersebar merata dan ciri-ciri ekonomisnya sama besar penghasilan sama 24 . 21 N. Daldjoeni, Geografi Baru Organisasi Keruangan dalam Teori dan Praktek, Bandung: Alumni, 1992, h. 107. 22 Rahardjo Adisasmita, Pengembangan Wilayah Konsep dan Teori, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008, h. 63. 23 Marsudi Djojodipuro, Teori Lokasi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1991, h.134. 24 N. Daldjoeni, op. cit, h.108. Rohe W mengemukakan dalam Hargito bahwa secara teoritis, ada dua faktor yang menurut Christaller dianggap berpengaruh terhadap jumlah, luas dan tingkat kepusatan central place, yakni setiap pusat hirarki pasti memiliki dua hal, yaitu: 1. Batas ambang penduduk threshold population adalah minimum jumlah penduduk yang dibutuhkan untuk mendukung aktivitas pelayanan suatu pusat sentral, atau minimum penduduk yang diperlukan untuk kelancaran supplay barang dan jasa. Jumlah penduduk pendukung minimum suatu sarana akan berbeda untuk jumlah penduduk pendukung antar setiap jenis sarana. 2. Jangkauan pasar range of a good adalah jarak maksimal area suatu pelayanan terhadap lokasi antara tempat tinggal penduduk dengan lokasi tempat mendapatkan barang dan jasa yang diinginkan, dimana penduduk masih bersedia menempuhnya. Lebih jauh dari jarak yang tersebut, mereka akan mengalihkan atau mencari tempat lain. Jadi jangkauan range merupakan jarak dari suatu tempat pelayanan dimana demand telah menjadi nol. Jarak jangkauan untuk suatu sarana akan berbeda dengan jarak jangkau dari sarana lainnya tergantung pada jenis barang dan jasa yang dipasarkannya. 25 Miarsi mengemukakan bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan berdasarkan aspek keruangan kepada penduduk adalah dengan menempatkan lokasi kegiatan yang melayani kebutuhan penduduk pada tempat yang sentral. 26 Berdasar pada asumsi Christaller bahwa “orang akan berjalan ke tempat yang paling dekat tempat tinggalnya untuk mendapatkan barang kebutuhan, maka bagi orang-orang yang tinggal di kawasan pengaruh tempat-tempat sentral yang bertampalan, mereka akan pergi ke tempat sentral yang paling dekat ”. 27 Berdasarkan penjelasan di atas bahwa teori lokasi sebagai ilmu yang mengkaji keruangan secara geografis yang memliki keterkaitan atau pengaruh dengan tempat aktivitas ekonomi maupun sosial. Salah satunya adalah teori lokasi Walter Christaller. Dengan demikian teori lokasi dapat digunakan dalam mengkaji suatu lokasi sebagi aktivitas ekonomi maupun tempat pelayanan sosial. 25 Hargito, op. cit. h.30-31 26 Miarsi, op. cit. h. XIX – XX 27 Ibid. h. XX

4. Lokasi Sekolah

Purnomo dalam Hargito mengemukakan bahwa “penentuan lokasi yang tepat akan memberikan sejumlah keuntungan bagi suatu badan, seperti memperkuat posisi persaingan, pengadaan bahan, kemampuan pelayanan terhadap konsumen, dan sebagainya ”. 28 Begitu juga terkait dengan penentuan lokasi sekolah pada jenjang pendidikan, terutama pendidikan dasar yang berbentuk sekolah menengah pertama SMP. Letak suatu sekolah, diharapkan dalam suatu lokasi yang tepat atau optimal. Daldjoeni dalam Hargito menjelaskan pengertian lokasi optimal adalah “lokasi yang terbaik secara ekonomis”. 29 Setiap sekolah sebagai satuan pendidikan wajib memiliki lahan yang diperuntukan untuk bangunan, lahan praktek, pertanaman,dan lahan yang dibutuhkan untuk aktivitas sekolah. Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan yang terkaiat dengan standar sarana dan prasarana tertuang pada bab IV, pasal 44 ayat 1 menyatakan bahwa “lahan diperuntukan untuk bangunan satuan pendidikan, lahan praktek, lahan untuk prasarana penunjang, dan lahan pertanaman untuk menjadikan lingkungan yang secara ekologis nyaman dan sehat”. 30 Kemudian lahan untuk lokasi suatu SMP memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Lahan untuk satuan pendidikan SMPMTs memenuhi ketentuan rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik seperti tercantum pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Rasio Minimum Luas Lahan terhadap Peserta Didik No Banyak Rombongan Belajar Rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik m 2 peserta didik Bangunan satu lantai Bangunan dua lantai Bangunan tiga lantai 1 3 22,9 - - 2 4-6 16,0 8,5 - 28 Ibid. h. 42. 29 Ibid. 30 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No : 19 tahun 2005, tentang standar Nasional Pendidikan Citra Umbara : Bandung, h. 83.