4. Lokasi Sekolah
Purnomo dalam Hargito mengemukakan bahwa “penentuan lokasi yang
tepat akan memberikan sejumlah keuntungan bagi suatu badan, seperti memperkuat posisi persaingan, pengadaan bahan, kemampuan pelayanan terhadap
konsumen, dan sebagainya ”.
28
Begitu juga terkait dengan penentuan lokasi sekolah pada jenjang pendidikan, terutama pendidikan dasar yang berbentuk
sekolah menengah pertama SMP. Letak suatu sekolah, diharapkan dalam suatu lokasi yang tepat atau optimal. Daldjoeni dalam Hargito menjelaskan pengertian
lokasi optimal adalah “lokasi yang terbaik secara ekonomis”.
29
Setiap sekolah sebagai satuan pendidikan wajib memiliki lahan yang diperuntukan untuk bangunan, lahan praktek, pertanaman,dan lahan yang
dibutuhkan untuk aktivitas sekolah. Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan yang terkaiat
dengan standar sarana dan prasarana tertuang pada bab IV, pasal 44 ayat 1 menyatakan bahwa “lahan diperuntukan untuk bangunan satuan pendidikan, lahan
praktek, lahan untuk prasarana penunjang, dan lahan pertanaman untuk menjadikan lingkungan yang secara ekologis nyaman dan sehat”.
30
Kemudian lahan untuk lokasi suatu SMP memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Lahan untuk satuan pendidikan SMPMTs memenuhi ketentuan rasio
minimum luas lahan terhadap peserta didik seperti tercantum pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Rasio Minimum Luas Lahan terhadap Peserta Didik
No Banyak
Rombongan Belajar
Rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik m
2
peserta didik Bangunan satu
lantai Bangunan dua
lantai Bangunan tiga
lantai 1
3 22,9
- -
2 4-6
16,0 8,5
-
28
Ibid. h. 42.
29
Ibid.
30
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No : 19 tahun 2005, tentang standar Nasional Pendidikan Citra Umbara : Bandung, h. 83.
3 7-9
13,8 7,5
5,1 4
10-12 12,8
6,8 4,7
5 13-15
12,2 6,6
4,5 6
16-18 11,9
6,4 4,3
7 19-21
11,6 6,2
4,3 8
22-24 11,4
6,1 4,3
2. Untuk satuan pendidikan yang memiliki rombongan belajar dengan banyak
peserta didik kurang dari kapasitas maksimum kelas, lahan juga memenuhi ketentuan luas minimum seperti tercantum pada tabel 2.2.
Tabel 2. 2 Luas Minimum Lahan
No Banyak
Rombongan Belajar
Luas lahan m
2
Bangunan satu lantai
Bangunan dua lantai
Bangunan tiga lantai
1 3
1440 -
- 2
4-6 1840
1310 -
3 7-9
2300 1380
1260 4
10-12 2770
1500 1310
5 13-15
3300 1780
1340 6
16-18 3870
2100 1450
7 19-21
4340 2320
1600 8
22-24 4870
2600 1780
3. Lahan terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan
dan keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat.
4. Kemiringan lahan rata-rata kurang dari 15 tidak berada dalam
garis sempadan sungai dan jalur kereta api. 5.
Lahan hendaknya terhindar dari gangguan-gangguan sebagai berikut: a.
Pencemaran air, sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
b. Kebisingan, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara KLH Nomor
94MENKLH1992 tentang Baku Mutu Kebisingan. c.
Pencemaran udara, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara KLH Nomor 02MENKLH1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu
Lingkungan.
6. Lahan sesuai peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan
Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah KabupatenKota dan mendapat izin pemanfaatan tanah dari pemerintah daerah setempat.
7. Lahan memiliki status hak atas tanah, dan atau memiliki izin
pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah, untuk jangka waktu minimum 20 tahun
31
. Standar lokasi sekolah yang dinyatakan De Chiara dan Koppelman dalam
Sitorus Lambok Ford Irwan Satari dengan kriteria umumnya meliputi: “radius daerah jangkauan, karakteristik desain, dan lokasi yang dianjurkan
pada setiap tingkatan pendidikan, diantaranya Junior High School SMP yaitu daerah jangkauan 800 s.d 1200 meter, karakteristik desain harus jauh
dari jalan arteri primer dan harus tersedia di jalan setapak dari pusat area lain
dan lokasi dekat dengan konsentrasi, perumahan atau dekat dengan permukiman”
32
. Lokasi sekolah merupakan tempat pelayanan pendidikan untuk masyarakat
dengan mempertimbangkan kemudahan dalam jangkauan pelayanan, kenyamanan dan keamanan. Lokasi sekolah yang tepat, maka suatu aktivitas sekolah dapat
berjalan dengan baik dan memberikan kemudahan dalam mengakses sekolah baik dari segi jangkauan maupun kenyamanan dan keamanan
.
5. Pola Sebaran
Fenomena yang terjadi dipermukaan bumi baik secara bentang fisik maupun sosial tersebar di permukaan bumi. Nursid Sumaatmadja mengemukakan
bahwa “penyebaran gejala dan fakta tidak merata tersebar dari satu wilayah ke wilayah lain”.
33
Fenomena sebaran yang terjadi akan membentuk berbagai pola penyebar
an. Menurut Nursid Sumaatmadja bahwa “pola penyebaran itu dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pola bergerombol cluster pattern, tersebar
tidak merata random pattern, dan tersebar merata dispersed pattern ”.
34
Untuk menganalisa berbagai pola penyebaran, salah satu konsep yaitu analisis tetangga
terdekat. Menurut Meurice dalam Nursid Sumaatmadja bahwa “analisis tetangga
31
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No : 24 tahun 2007, op.cit. h.16-17.
32
Lambok Ford Irwan Satari Sitorus , “Analisis Sebaran Sekolah Menengah Dalam Upaya
Peningkatan Aksesibilitas Pendidikan Di Kota Tebing Tinggi,” Tesis pada Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009, h.11-12, tidak dipublikasikan.
33
Nursisd Sumaatmadja, h. 42.
34
Ibid. h. 137.
terdekat telah dikembangkan P.J Clark dan F.C Evans pada studi ekologi tanaman”.
35
Pengevaluasian pola-pola ini menggunakan skala tetangga terdekat yang diungkapkan ke dalam “skala scale”.
36
Menurut Meurice dalam Nursid Sumaatmadja analisa tetangga terdekat menggunakan model matematika sebagai
berikut:
37
r̅
A
r̅ √p
∑ r N
Keterangan : R = Skala R jenis pola penyebaran
Jarak tiap titik tempat ke tetangganya yang terdekat A aktual N Jumlah titik tempat
∑ r Jumlah jarak tiap titik tempat ke tetangganya yang terdekat p =
Jumlah titik tempat N Luas areal yang diobservasi
Nilai R berkisaran Nilai R ini berkisar di antara nol 0 sampai dengan 2, 1491. Atau dijadikan matriks menjadi :
0 0,7 1,4 2,1491 I
II III
Keterangan : I. Pola bergerombol cluster pattern
II. Pola tersebar tidak merata random pattern III. Pola tersebar merata dispersed pattern
Menurut Bintarto dalam Hargito nilai R dapat dilakukan melalui langkah- langkah sebagai berikut :
i menentukan batas wilayah yang akan diselidiki,
ii mengubah pola penyebaran pemukiman menjadi pola titik,
iii memberikan nomor urut bagi tiap-tiap titik untuk mempermudah analisis,
35
Ibid.
36
Ibid.
37
Ibid. h. 198