Ringkasan Akhir Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN
                                                                                Belgia.  Bahkan  Intervensi  pemerintah  Indonesia  dapat  dikatakan  meningkatan hambatan ekspor ke Negara Eropa yaitu berupa pembukaan investasi  yang berakibat
pembukaan lahan sehingga merusak lingkungan  yang menjadi sebuah hambatan non tarif seperti yang dijalankan dalam Agreement on Agriculture.
Berikut  akan  dipaparkan  bagaimana  kinerja  ekspor  dan  daya  saing  Indonesia  di negara importir utama dan dunia secara ringkas:
1.  Ada enam komoditi yang konsisten diekspor ke Australia dalam tahun 2001, 2005 dan  2009  yaitu,  kayu  manis,  kelapa,  kopi,  lada, teh  serta  tembakau  dan diantara
enam  komoditi  tersebut,  yang  selalu  meningkat  nilai  ekspornya  adalah  kelapa, kopi  dan  lada  namun  hanya  lada  yang  pernah  memiliki  nilai  ekspor  tertinggi
dalam ekspor ke Australia pada tahun 2005. Komoditi yang memiliki nilai ekspor tertinggi selain lada adalah cengkeh, pala dan teh tahun 2005 dan 2009, kacang
mete, kakao dan kelapa sawit 2009 dan kayu manis 2005. Sementara komoditi karet masih berfluktuasi dan jauh di bawah pesaing lainnya.
Hasil  estimasi  Revealed  Comparative  Advantage RCA  komoditi  kayu  manis,
kopi, lada dan tembakau memiliki daya saing yang kuat dalam tiga tahun tersebut, sementara  komoditi  lainnya  memiliki  daya  saing  yang  kuat  hanya  pada  tahun
tertentu  seperti  cengkeh,  kelapa,  pala  dan  teh  2005  dan  2009,  kacang  mete, kakao  dan  kelapa  sawit  2009  serta  karet  2005.  Sementara  komoditi  yang
memiliki  pertumbuhan  nilai  RCA  tertinggi  adalah  teh  3037,6  persen  dan pertumbuhan terendah adalah komoditi cengkeh yaitu -54,8 persen.
Berdasarkan  hasil  estimasi  Export  Product  Dynamic  EPD,  posisi  daya  saing Falling  Star
dimiliki  komoditi  karet,  kayu  manis,  kelapa,  kopi,  lada,  teh  dan tembakau.
2.  Komoditi  yang  konsisten  diekspor  ke  China  dalam  tahun  tiga  tahun  yang  ada adalah cengkeh, kakao, karet, kelapa sawit, kelapa, kopi serta pala dan dari tujuh
komoditi  tersebut,  nilai  ekspor  yang  terus  meningkat  adalah  karet,  kelapa  sawit dan  kelapa,  namun  hanya  kelapa  sawit  dalam  tiga  tahun  tersebut  yang  memiliki
nilai ekspor tertinggi di China, sementara  kakao Indonesia memiliki  nilai ekspor yang  tertinggi  di  China,  namun  dengan  nilai  yang  fluktuatif.  Komoditi  yang
memiliki  nilai  ekspor  yang  tertinggi  selain  kelapa  sawit  dan  kakao  adalah cengkeh, pala dan teh tahun 2005, serta kayu manis dan kopi 2009.
Hasil  estimasi  RCA  komoditi  cengkeh,  kakao,  kelapa  sawit  dan  kopi  memiliki keunggulan  komparatif  dalam  tiga  tahun  yang  ada,  sementara  komoditi  lainnya
memiliki dayasing yang kuat pada tahun tertentu saja, seperti kacang mete 2001, karet,  kelapa  dan  tembakau  2009,  kayu  manis  dan  pala  2005 dan  2009,  lada
2001  dan  2005  serta  teh  2005.  Komoditi  dengan  pertumbuhan  nilai  RCA tertinggi  adalah  komoditi  pala  yaitu  sebesar  3228,4  persen  dan  pertumbuhan
terendah adalah kacang mete, teh dan tembakau sebesar -100 persen. Berdasarkan  hasil  estimasi  EPD,  komoditi  cengkeh,  kakao,  karet,  kelapa,  kopi
dan pala berada pada posisi daya saing  Rising Star, sedangkan  kelapa sawit dan lada berada pada posisi Lost Opportunity.
3.  Hampir  semua  komoditi  perkebunan  Indonesia  konsisten  diekspor  ke  Malaysia pada  tiga  tahun  yang  ada,  kecuali  karet  pada  tahun  2005  yang  tidak  ekspor,
sedangkan  dari  sebelas  komoditi  yang  konsisten  diekspor  hanya  ada  lima komoditi  yang  memiliki  nilai  ekspor  yang  meningkat  setiap  tahunnya,  yaitu
kacang  mete,  kakao,  kayu  manis,  kelapa  sawit  dan  kopi,  sedangkan  komoditi lainnya  berfluktuasi.  Komoditi  Indonesia  yang  menjadi  tujuan  impor  utama
Malaysia dalam tiga tahun tersebut adalah kakao, kayu manis dan pala, sedangkan komoditi  lainnya  hanya  menjadi  tujuan  impor  utama  pada  tahun  tertentu  seperti
kelapa  sawit,  kelapa  dan  teh  2005  dan  2009,  kopi  2009  serta  lada  dan tembakau 2001.
Hasil  estimasi  RCA  menyimpulkan  bahwa  komoditi  kakao,  kayu  manis,  kelapa sawit, kelapa, kopi, pala, teh dan tembakau memilik daya saing yang kuat di pasar
Malaysia  dalam  tiga  tahun  tersebut,  sedangkan  komoditi  lainnya  memiliki keunggulan  komparatif  pada  tahun  tertentu  saja,  yaitu  cengkeh  dan  lada  2001
dan 2009 serta kacang mete 2009, sedangkan karet dalam tiga tahun  yang ada tidak  memiliki  daya  saing  yang  kuat.  Pertumbuhan  nilai  RCA  tertinggi  dimiliki
kacang mete  yaitu sebesar 19877,9 persen dan  nilai pertumbuhan RCA terendah dimiliki karet sebesar -100 persen.
Berdasarkan  hasil  estimasi  EPD,  seluruh  komoditi  yang  dapat  diestimasi  yaitu cengkeh, kacang mete, kakao, kayu manis, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada, pala,
teh dan tembakau, memiliki posisi daya saing Rising Star. 4.  Komoditi  yang  konsisten  diekspor  dalam  tiga  tahun  ke  Jepang  adalah,  kakao,
karet,  kayu  manis,  kelapa  sawit,  kopi,  lada,  pala,  teh  dan  tembakau,  diantara kesembilan  komoditi  tersebut  kakao,  kelapa  sawit,  kopi,  lada,  pala  dan  teh
memiliki  nilai  ekspor  yang  selalu  meningkat,  komoditi  karet  dan  tembakau memiliki nilai ekspor yang fluktuatif sedangkan kayu manis memiliki nilai ekspor
yang terus menurun. Dari duabelas  komoditi  yang  ada hanya pala  yang menjadi tujuan utama impor Jepang dalam tiga tahun, sedangkan kelapa sawit hanya pada
tahun 2005. Hasil estimasi RCA menyimpulkan bahwa komoditi kelapa sawit, kopi, lada dan
pala  konsisten  memiliki  daya  saing  yang  kuat  dalam  tiga  tahun,  sedangkan komoditi  lainnya  memiliki  keunggulan  komparatif  pada  tahun  terterntu  seperti
cengkeh  2005  dan  2009,  kacang  mete  2001  dan  2009  serta  kakao  dan  teh 2009.  Komoditi  yang  dalam  tiga  tahun  tidak  memiliki  daya  saing,  yaitu
komoditi  karet,  kayu  manis,  kelapa  dan  tembakau.  Pertumbuhan  nilai  RCA tertinggi  dimiliki  oleh  kelapa  sawit  yaitu  sebesar  1190,2  persen,  sedangkan
pertumbuhan nilai RCA terendah adalah kacang mete sebesar -100 persen. Berdasarkan  hasil  estimasi  EPD  komoditi  yang  dapat  diestimasi,  menempatkan
komoditi,  kakao,  karet,  kelapa  sawit,  kelapa,  kopi,  lada, pala,  teh  dan  tembakau berada  pada  posisi  Rising  Star,  sedangkan  kayu  manis  berada  pada  Lost
Opportunity .
5.  Komoditi  yang  konsisten  diekspor  ke  Belgia  dalam  tiga  tahun  adalah  kakao, karet,  kayu manis, kelapa, kopi, lada, pala dan tembakau, dari delapan  komoditi
tersebut  karet,  kopi,  lada,  pala  dan  tembakau  memiliki  nilai  ekspor  yang  terus meningkat,  sedangkan  komoditi  kakao,  kayu  manis  dan  kelapa  memiliki  nilai
ekspor  yang  fluktuatif.  Ada  dua  komoditi  yang  tidak  diekspor  dalam  tiga  tahun tersebut,  yaitu  kacang  mete  dan  kelapa  sawit.  Dari  sepuluh  komoditi  yang
diekspor, komoditi  yang menjadi tujuan impor utama Belgia hanya sedikit,  yaitu kayu manis 2005 dan 2009 dan pala 2001.
Hasil estimasi RCA komoditi kayu manis, kopi, lada, pala dan tembakau memiliki daya saing yang kuat pada tiga tahun yang ada sedangkan komoditi lainnya hanya
memiliki  daya  saing  yang  kuat  pada  tahun  tertentu,  seperti  cengkeh  2005  dan 2009,  kakao  2001 dan  kelapa  2001  sementara  itu  ada  komoditi  yang  belum
memiliki  daya  saing  yang  kuat  dalam  tiga  tahun,  yaitu  komoditi  karet  dan  teh. Pertumbuhan nilai RCA tertinggi dimiliki oleh karet yang tumbuh sebesar 4220,8
persen  sedangkan  pertumbuhan  nilai  RCA  terendah  dimiliki  teh  yaitu  -100 persen.
Berdasarkan  hasil  estimasi  EPD  komoditi  yang  dapat  diestimasi,  menempatkan komoditi kakao, karet, kayu manis, kelapa, kopi, lada dan pala pada posisi Falling
Star , sedangkan komoditi tembakau berada pada posisi Retreat.
6.  Hampir  semua  komoditi  yang  diteliti  diekspor  konsisten  dalam  tiga  tahun  ke Belanda,  namun  hanya  kacang  mete  dan  karet  yang  tidak  diekspor  konsisten.
Sepuluh  komoditas  yang  konsisten  tersebut  memiliki  nilai  ekspor  yang  berbeda, komoditi  kakao,  kelapa  sawit  dan  kopi  memiliki  nilai  ekspor  yang  terus
meningkat, sedangkan komoditi cengkeh, kayu manis, kelapa, lada, pala, teh dan tembakau  memiliki  nilai  ekspor  yang  fluktuatif.  Komoditi  yang  menjadi  tujuan
utama  impor  Belanda  dalam  tiga  tahun  tersebut  hanya  komoditi  kayu  manis, sedangkan  komoditi  lainnya  menjadi  tujuan  impor  utama  pada  tahun  tertentu,
seperti kelapa sawit 2001 dan 2009, lada 2009 dan pala 2005. Hasil estimasi RCA memperlihatkan komoditi cengkeh, kayu manis, kelapa sawit,
kelapa, kopi, lada, pala, teh dan tembakau memiliki keunggulan komparatif yang konsisten  dalam  tiga  tahun  tersebut,  sedangkan  komoditi  karet  memiliki  daya
saing  yang  kuat  hanya  pada  tahun  2001 dan  2005,  untuk  komoditi  kacang  mete dan  kakao  belum  memiliki  keunggulan  komparatif  dalam  tiga  tahun  tersebut.
Pertumbuhan  nilai  RCA  tertinggi  dimiliki  komoditi  kakao  dengan  pertumbuhan sebesar  235,9  persen,  sedangkan  pertumbuhan  nilai  RCA  terendah  diduduki
kacang mete yaitu sebesar -100 persen.
Berdasarkan hasil estimasi EPD, komoditi cengkeh, karet, kayu manis dan kelapa berada pada posisi  Retreat, sedangkan  komoditi  kakao, kelapa sawit,  kopi, lada,
pala, teh dan tembakau berada pada posisi Falling Star. 7.  Hampir semua  komoditi  konsisten diekspor ke Singapura dalam tiga tahun  yang
ada,  hanya  komoditi  karet  2009  dan  tembakau  2001  dan  2005  yang  tidak ekspor. Komoditi yang memiliki nilai ekspor yang terus meningkat adalah kakao,
kelapa sawit dan teh, nilai ekspor komoditi yang berfluktuasi adalah kacang mete dan  kopi,  sedangkan  nilai  ekspor  yang  terus  turun  dimiliki  komoditi  cengkeh,
kayu  manis,  kelapa,  lada  dan  pala.  Komoditi  yang  menjadi  tujuan  impor  utama Singapura  dalam  tiga  tahun  adalah  kakao,  kelapa  sawit,  kelapa  dan  lada,
sedangkan  komoditi  lainnya  menjadi  tujuan  impor  utama  Singapura  hanya  pada tahun tertentu, seperti komoditi kopi 2005 dan 2009, pala 2001 dan 2005 dan
tembakau 2009. Hasil  estimasi  RCA  memperlihatkan  komoditi  kakao,  kayu  manis,  kelapa  sawit,
kelapa,  kopi,  lada  dan  pala  memiliki  tingkat  daya  saing  yang  kuat  dalam  tiga tahun  tersebut,  sedangkan  komoditas  lainnya  hanya  memiliki  daya  saing  yang
kuat pada tahun tertentu seperti cengkeh dan karet 2001 dan 2005, kacang mete dan  tembakau  2009  dan  teh  2005  dan  2009.  Kacang  mete  memiliki
pertumbuhan  RCA  tertinggi  yaitu 867,6 persen  dan  pertumbuhan  RCA  terendah adalah pala yaitu sebesar  -25,2 persen.
Berdasarkan  hasil  estimasi  EPD,  menempatkan  cengkeh,  kacang  mete,  kakao, kayu manis,  kelapa sawit, kopi, lada dan teh pada posisi  Rising Star, sedangkan
karet, kelapa dan pala pada posisi Lost Opportunity. 8.  Komoditi  karet,  teh  dan  tembakau  tidak  konsisten  diekspor dalam  tiga  tahun  ke
India,  dan  bahkan  tembakau  tidak  ekspor  dalam  tiga  tahun  tersebut.  Sembilan komoditi  yang  konsisten tersebut tiga  komoditi memiliki  nilai ekspor  yang terus
meningkat yaitu kelapa sawit, kopi dan pala, sedangkan yang lainnya berfluktuasi. Kelapa  sawit  menjadi  tujuan  impor  utama  India  dalam  tiga  tahun  tersebut,
sedangkan  komoditi  lainnya  hanya  dalam  waktu  tertentu  seperti  kakao  2001, kopi 2001 dan 2009 serta lada 2009.
Hasil  estimasi  RCA  memperlihatkan  kacang  mete,  kelapa  sawit,  kelapa,  kopi, lada  dan  pala  memiliki  keunggulan  komparatif  dalam  tiga  tahun  tersebut.
sedangkan  komditi  lainnya  memiliki  keunggulan  pada  tahun  tertentu  yaitu cengkeh  2001  dan  2005,  kakao  2001  dan  2009,  kayu  manis  dan  teh  2005.
Pertumbuhan  nilai  RCA  tertinggi  dimiliki  kakao  dengan  pertumbuhan  5821,3 persen dan pertumbuhan terendah adalah teh -100 persen.
Berdasarkan  hasil estimasi  EPD, kacang mete,  kakao, kayu manis, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada, pala berada pada posisi Rising Star, sedangkan cengkeh berada
pada posisi Lost Opportunity. 9.  Cengkeh,  kayu  manis,  kelapa  sawit,  kelapa,  kopi,  lada,  teh  dan  tembakau
merupakan  komoditi  yang  konsisten  diekspor  ke  Inggris  dalam  tiga  tahun.  Dari delapan  komoditi  tersebut  kopi  memiliki  nilai  ekspor  yang  terus  meningkat
sementara tembakau memiliki nilai ekspor yang terus turun, sedangkan komoditi lainnya memiliki nilai yang berfluktuasi. Komoditi Indonesia yang menjadi tujuan
impor utama Inggris hanya teh pada tahun 2005. Hasil estimasi RCA memperlihatkan kayu manis, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada,
teh  dan  tembakau  memiliki  keunggulan  komparatif  dalam  tiga  tahun  tersebut. Komoditi  lainnya  hanya  memiliki  keunggulan  dalam  tahun  tertentu  seperti
cengkeh  2005 dan  2009,  kakao  2005, dan  karet  2001.  Cengkeh  merupakan komoditi  dengan  pertumbuhan  nilai  RCA  yang  tertinggi  yaitu  sebesar  32488,3
persen, dan pertumbuhan terendah adalah karet yaitu sebesar -100 persen. Berdasarkan hasil estimasi EPD,  cengkeh, kakao, kelapa sawit, kopi, lada dan teh
berada  pada  posisi  Falling  Star,  sedangkan  kayu  manis,  kelapa  dan  tembakau berada pada posisi Retreat.
10. Kelapa  sawit  merupakan  komoditi  yang  tidak  diekspor  konsisten  ke  Amerika Serikat, sedangkan sebelas komoditi lainnya memiliki nilai ekspor yang konsisten
selama tiga tahun. Dari sebelas komoditi tersebut kopi memiliki nilai ekspor yang selalu  turun  dan  lada,  pala,  teh  serta  tembakau  memiliki  nilai  ekspor  yang
fluktuatif  sedangkan  komoditi  lainnya  selalu  memiliki  nilai  ekspor  yang meningkat. Kayu manis satu-satunya komoditi yang menjadi tujuan impor utama
Amerika Serikat dalam tiga tahun sedangkan komoditi lainnya hanya pada tahun tertentu  seperti  karet  2001,  kelapa  sawit  dan  pala  2009  serta  lada  2001  dan
2009. Hasil  estimasi  RCA  kelapa  sawit,  kelapa  dan  teh  menunjukan  komoditi  tersebut
tidak  memiliki  keunggulan  komparatif  yang  konsisten  dalam  tiga  tahun sedangkan komoditi lainnya konsisten memliki keunggulan komparatif dalam tiga
tahun.  Kelapa  sawit  memiliki  kenuggulan  komparatif  pada  tahun  2009,  kelapa pada  tahun  2001  dan  teh  pada  tahun  2005.  Pertumbuhan  nilai  RCA  tertinggi
dimiliki  teh  yaitu  sebesar  2302,4  sedangkan  pertumbuhan  nilai  RCA  terendah adalah kelapa yaitu sebesar -82,4 persen.
Berdasarkan  hasil  estimasi  EPD  menunjukan  kakao  karet  dan  kelapa  memiliki posisi  dayasing  Lost  Opportunity,  komoditi  lainnya  memiliki  posisi  daya  saing
Rising Star , kecuali kelapa sawit karena tidak dapat disestimasi.
11. Kacang mete merupakan komoditi yang tidak konsisten diekspor dalam tiga tahun ke Jerman, sedangkan komoditi lainnya diekspor konsisten. Dari sebelas komoditi
tersebut  cengkeh,  kakao,  kayu  manis  dan  kelapa  memiliki  nilai  ekspor  yang fluktuatif, sedangkan  karet dan tembakau memiliki  nilai ekspor  yang terus turun
dan  komoditi  lainnya  mengalami  peningkatan  nilai  ekspor.  Kelapa  sawit merupakan komoditi yang menjadi tujuan utama impor Jerman dalam tiga tahun,
selain itu pada tahun 2005 kayu manis juga menjadi tujuan utama impor Jerman, sedangkan komoditi lainnya tidak menjadi tujuan impor utama.
Hasil  estimasi  RCA  memperlihatkan  cengkeh,  kacang  mete  dan  karet  belum memiliki  keunggulan  komparatif  yang  konsisten  dalam  tiga  tahun  yang  ada,
sedangkan  komoditi  lainnya  memiliki  keunggulan  komparatif  yang  konsisten. Pertumbuhan  nilai  RCA tertinggi dimiliki  kelapa yaitu sebesar 306,4 persen dan
pertumbuhan terendah dimiliki kacang mete yaitu sebesar -100 persen. Berdasarkan  hasil  estimasi  EPD,  karet  dan  tembakau  berada  pada  posisi  daya
saing  Lost  Opportunity,  sedangkan  komoditi  lainnya  berada  pada  posisi  Rising Star
, kecuali kacang mete yang tidak dapat diestimasi.
12. Dua  belas  komoditi  yang  diteliti  selalu  diekspor  ke  dunia  dalam  tiga  tahun tersebut  dan  diantaranya  komoditi  cengkeh,  karet,  lada  dan  tembakau  memiliki
nilai ekspor  yang berfluktuasi, sedangkan  komoditi  lainnya selalu memiliki  nilai ekspor  yang  meningkat.  Komoditi  yang  menjadi  tujuan  utama  yang  diminati
dunia dalam tiga tahun adalah kelapa sawit dan pala, sedangkan komoditi kelapa dan  lada  hanya  berada pada posisi  kedua,  sementara  komoditi  lainnya  berada di
bawah pesaingnya. Hasil estimasi RCA menunjukan hanya komoditi karet  yang tidak memiliki nilai
RCA  yang  konsisten  di  atas  satu  dalam  tiga  tahun  tersebut,  karena  hanya memiliki  keunggulan  komparatif  pada  tahun  2001,  sedangkan  komoditi  lainnya
memiliki keunggulan komparatif yang konsisten. Teh memiliki pertumbuhan nilai RCA  yang  tertinggi  yaitu  sebesar  254,3  dan    kelapa  memiliki  pertumbuhan
terendah yaitu sebesar -24,7 persen. Berdasarkan hasil estimasi EPD, karet, kayu manis, kelapa dan tembakau berada
pada posisi daya saing Lost Opportunity, sedangkan komoditi lainnya berada pada posisi Rising Star.
Kesimpulan  rata-rata  nilai  RCA  komoditi  perkebunan  Indonesia  di  pasar utama dan dunia pada Tabel 161. Komoditi yang memiliki rata-rata nilai RCA di atas
satu mengindikasikan bahwa komoditi tersebut memiliki daya saing dan keunggulan komparatif yang kuat di pasar tersebut. Dari hasil yang didapat, komoditi perkebunan
Indonesia  tidak  sepenuhnya  memiliki  keunggulan  komparatif  yang  kuat,  karena komoditi  karet  dan  teh  di  pasar  China,  kacang  mete,  kakao,  karet,  kayu  manis,
kelapa  teh  dan  tembakau  Jepang,  karet  Malaysia,  kacang  mete  Singapura, kacang  mete  dan  kakao  Belanda,  karet  dan  teh  India,  cengkeh  Jerman,  kelapa
dan  teh  AS,  pala  Inggris  serta  karet  China  belum  memiliki  keunggulan komparatif.  Nilai  RCA  tertinggi  disetiap  negara  berbeda-beda,  seperti  China  dan
Malaysia  nilai  RCA  tertinggi  kakao,  Belgia,  Belanda  dan  Amerika  Serikat  kayu manis,  India,  Singapura,  Jerman  dan  Dunia  kelapa  sawit,  Jepang  pala  serta
Australia dan Inggris teh.
Tabel 161.  Rata-rata  Nilai  RCA  Produk  Perkebunan  Indonesia  ke  Beberapa  Negara Importir Utama dan Dunia
Keterangan:
Tidak ekspor dalam tiga tahun Rata-rata RCA tertinggi disetiap negara
Rata-rata Nilai RCA di bawah satu
Tabel 162 memperlihatkan posisi daya saing  komoditi perkebunan Indonesia di  negara  utama  dan  dunia,  dimana  ada  26  komoditi  yang  tidak  dapat  diestimasi
karena  ketidak  kontinyuan  dalam  melakukan  ekspor.  Secara  garis  besar  ada  16 komoditi atau sebesar 13,5 persen  komoditi Indonesia  yang tersebar di pasar China,
Jepang, Singapura, India, Amerika Serikat, Jerman dan dunia yang masih berada pada posisi  Lost  Opportunity,  ada  67  komoditi  atau  sebesar  56,7  persen  komoditi  yang
berada pada posisi Rising Star, sebanyak 27 atau sebesar 22,8 persen komoditi  yang berada  pada  posisi  Falling  Star  dan  sebanyak  8  komoditi  atau  setara  dengan  6,7
persen  komoditi  yang  berada  pada  posisi  Retreat.  Posisi  daya  saing  yang  terbaik untuk  pasar  Indonesia  adalah  Malaysia,  karena  pada  pasar  tersebut  hanya  komoditi
karet  yang  tidak  dapat  diestimasi,  sedangkan  komoditi  perkebunan  lainnya  berada pada posisi Rising Star.
AUS BEL
JPG MYS
SGP NLD
IND DEU
USA GBR
CHN WRD
Cengkeh
15,499 10,62 1,652 4,8 1,838 15,554 2,5883 0,5215 17,13 14,73 15,779 8,1604
Kacang mete
10,957 0,778 2,67 0,666 0,0205 5,4697 20,396 19,72
8,7434 18,121
Kakao
13,062 1,227 0,992 24,8 15,22 0,4345 12,197 10,744 36,267 9,055 47,114 16,315
Karet
1,9417 0,274 0,445 0,02 1,439 3,8658 0,122 5,851 10,894 2,768 0,6724 1,0148
Kayu Manis
6,6063 99,17 0,131 20,1 6,82 98,945 1,1489 91,558 74,807 7,644 21,414 15,709
Kelapa Sawit
7,4952 10,05 20,8 18,53 71,346 24,707 237,9 24,999 33,45 45,819 64,578
Kelapa
1,0168 3,494 0,128 15 16,97 3,1929 5,8122 30,975 0,7965 4,075 7,0838 14,602
Kopi
3,7663 9,582 2,405 12 8,145 2,1237 22,373 17,173 8,0492 23,13 13,191 5,9795
Lada
11,272 22,47 4,308 7,19 12,21 31,286 8,0962 40,715 47,166 10,92 1,0976 22,14
Pala
19,829 80,7 22,18 23,3 14,99 52,705 5,6211 45,261 50,719 0,33 26,688 29,694
Teh
21,297 0,002 0,748 11,7 4,594 6,1138 0,9497 31,311 0,5138 41,96 7,1299 4,0195
Tembakau
2,4649 15,78 0,077 9,62 1,688 5,7105 28,034 2,9215 7,781 2,8793 4,1568
Negara Tujuan Komoditi
Tabel 162.  Posisi  Daya  saing  Produk  Perkebunan  Indonesia  ke  Beberapa  Negara Importir Utama dan Dunia
Komoditi Negara Importir
AUS  CHN  MYS  JPG  BEL  NLD  SGP  IND  GBR  USA  DEU  WRD Cengkeh
V V
X V
? V
V V
Kacang Mete
V V
V V
V Kakao
V V
V V
V ?
V V
Karet V
V X
? ?
? ?
Kayu Manis
V ?
X V
V X
V V
? Kelapa
Sawit ?
V V
V V
V V
Kelapa V
V V
X ?
V X
? V
? Kopi
V V
V V
V V
V V
Lada ?
V V
V V
V V
V Pala
V V
V ?
V V
V V
Teh V
V V
V V
V Tembakau
V V
X X
V ?
?
Keterangan : V : Rising Star ; ? : Lost Opportunity ;  : Falling Star ; X : Retreat
Selain  dari  ringkasan  dan  Tabel  161  serta  162,  Gambar  55  memperlihatkan nilai  rata-rata  dari    nilai  RCA  seluruh  negara  tujuan  utama.  Dari  hasil  tersebut
didapatkan  bahwa  komoditi  yang  memiliki  rata-rata  nilai  RCA  tertinggi  adalah komoditi kelapa sawit  yaitu sebesar 46,6, sehingga bisa dikatakan komoditi tersebut
memiliki tingkat daya saing yang paling kuat diantara komoditi lainnya, sementara di bawahnya ada komoditi kayu manis  dengan  nilai rata-rata RCA sebesar 37 dan pala
sebesar 30,9. Komoditi yang paling kompetitif yang dilihat dari pertumbuhan pangsa ekspornya  dimiliki  oleh  komoditi  kacang  mete  dengan  persentase  7100,9  persen,
kemudian  diikuti  cengkeh  dan  kakao.  Secara  keseluruhan  komoditi  perkebunan Indonesia  yang  dilihat  berdasarkan  rata-rata  nilai  RCA  dari  negara  importir  utama
memiliki  rata-rata  nilai  RCA  yang  lebih  dari  satu  sehingga  memiliki  keunggulan komparatif  yang  kuat  dan  juga  memiliki  rata-rata  pangsa  ekspor  yang  positif,
sehingga komoditi perkebunan Indonesia kompetitif di pasar dunia.
Gambar 55. Kuadran Nilai RCA dan Pertumbuhan Pangsa Ekspor
Gambar 56 memperlihatkan negara importir utama yang paling baik dimasuki oleh  Indonesia  yang  dilihat  dari  rata-rata  nilai  RCA  setiap  negara  importir  utama.
Gambar  tersebut  memperlihatkan  bahwa  Jerman  merupakan  negara  yang  memiliki rata-rata  nilai  RCA  komoditi  perkebunan  Indonesia  yang  tertinggi  yaitu  46,7,  di
bawahnya ada  negara Amerika Serikat  dengan rata-rata nilai  RCA sebesar 24,4 dan Belanda  dengan  rata-rata  sebesar  24,2.  Negara  yang  disebutkan  terakhir  yaitu
Belanda merupakan negara  yang tidak memiliki permintaan perkebunan  yang positif menurut  hasil  estimasi  EPD,  karena  memiliki  rata-rata  pertumbuhan  pangsa  produk
yang negatif. Selain Belanda yang memiliki pertumbuhan pangsa produk yang negatif sebesar  2,4  persen,  masih  ada  tiga  negara  tujuan  impor  utama  lainnya  yang  juga
memiliki  nilai  pangsa  produk  yang  negatif,  yaitu  Belgia  yang  negatif  sebesar  14,3 persen,    Australia  yang  negatif  sebesar  9,9  persen  dan  Inggris  yang  memiliki
pertumbuhan  pangsa  produk  negatif  sebesar  13,9  persen  sehingga  keempat  negara importir utama tersebut memiliki pasar yang kurang baik untuk dimasuki, sedangkan
untuk pasar yang paling baik untuk dimasuki karena memiliki rata-rata pertumbuhan
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
1000 2000
3000 4000
5000 6000
7000 8000
N il
a i
R C
A
Pertumbuhan Pangsa  Pasar Ekspor
Cengkeh Kacang mete
Kakao Karet
Kayu Manis Kelapa Sawit
Kelapa Kopi
Lada Pala
Teh Tembakau
10 20
30 40
50 100
150 Kayu M anis
Kopi Lada
Tem bakau
pangsa  produk  yang  positif  dan  tertinggi  adalah  Malaysia  dengan  persentase pertumbuhan  pangsa  produk  sebesar  49  persen,  India  dengan  pertumbuhan  pangsa
produk sebesar 20,3 persen, China sebesar 15,5 persen, Amerika Serikat sebesar 5,3 persen,  Jepang  sebesar  4,5  persen,  dunia  sebesar  2,7  persen,  Singapura  sebesar  0,7
persen dan Jerman yang memiliki nilai RCA tertinggi sebesar 0,1 persen
Gambar 56. Kuadran Nilai RCA dan Pertumbuhan Pangsa Produk
10 20
30 40
50
-20 -10
10 20
30 40
50 60
N il
a i
R C
A
Pertumbuhan Pangsa  Produk
Australia Belgia
Jepang Malaysia
Singapura Belanda
India Jerman
Amerika Serikat Inggris
China dunia
                