Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan Pelayanan yang Kurang Cepat, Jadwal Pelayanan yang Tidak Pasti

standart harus tercermin di dalam empat unsur tekat bulat tersebut. Agar tercipta kehidupan yang selaras, serasi, damai, tenang, dan nyaman.

9. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan

Persepsi masyarakat berupa petugas dirasa tidak kompeten, petugas pemberi pelayanan adalah orang yang baru magang juga dapat menimbulkan munculnya keluhan dari masyarakat. Contoh keluhan masyarakat yang berkaitan dengan kemampuan petugas pemberi pelayanan adalah sebagai berikut: 28 ”Agak lama di pendataan yang kerja magang di puskesmas agak kurang mampu , sudah antrianya lagi..ya, sampai 15 menit” Pengadu Rudi Setyawan, 22 tahun, warga jalan Leuser. Pengguna layanan di puskesmas Kagok. 29 “kadang dokter kurang telaten,…. Sri Sugihani, 50 tahun. Warga Pembaen. Pengguna layanan puskesmas Semarang utara, poli umum Diambil Dari Laporan Akhir Studi Penyusunan IKM dan Implementasi Standart Pelayanan Unit Pelayanan Publik Kota Semarang Tahun 2009 Halaman 29. Orientasi petugas pemberi pelayanan hendaknya bukan pada kuantias tetapi lebih pada kualitas. Namun, lebih baik lagi kalau kualitas bagus dan kuantitas juga bagus. Keluhan pada nomor 28 dan 29 di atas diakibatkan dari subyektifikasi masyarakat terhadap petugas penyedia pelayanan. Subyektivikasi, substansi utama adalah subyek. Subyek menunjuk pada term manusia, dalam hal ini adalah masyarakat Kota Semarang yang berperan sebagai pengguna pelayanan atas pelayanan yang diberikan oleh penyedia layanan. Petugas penyedia layanan yang dipersepsikan masyarakat kurang kompeten akan memiliki pengaruh terhadap citra layanan yang diberikan. Dampaknya adalah dapat berakibat pengguna layanan pindah ke penyedia layanan yang lain.

10. Pelayanan yang Kurang Cepat, Jadwal Pelayanan yang Tidak Pasti

dan Pelayanan yang Berbelit-Belit Ketidak cepatan pelayanan yang disebabkan beberapa hal baik pola pelayanan, SDM penyedia pelayanan, dan kelembagaan. Pelayanan yang lama, pelayanan yang ditunda-tunda, pelayanan yang dirasa masyarakat yang berbelit-belit juga menjadi penyebab munculnya keluhan dari masyarakat. pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan pelayanan yang lambat dapat terlihat pada contoh pengaduan dibawah ini: 30 “Ngurus KK berminggu-minggu apa harus ada uang pelicin” Laporan P5 Pokja I Bulan Januari Tahun 2009. 31 “IMB HO masih dipersulit dan lama sekali bagaimana Semarang bisa maju kalau sistemnya tidak jelas seperti ini “Laporan Pokja III, 31-10-2009. 32 ”Denda KTP mahal, tetapi pelayanan tidak memuaskan. Bikin satu minggu tidak jadi alasan blangko habis”Diambil Dari Buku Agenda P5 Nomor Aduan 321. 33 “Ngurus IMB dan KRK di Pemkot katanya cuma 5 hari, tapi kok hampir 2 bulan belum jadi. Setiap ditanya lempar sana lempar sini alasan tidak logis. Malah disarankan bayar tarif tol, biar cepat. Diambil Dari Buku Agenda P5 Tahun 2010 Nomor Aduan 365. 34 “Ngurus KK, KTP di semarang utara lama dan cenderung dipersulit ”Laporan Tahunan P5 Bulan September 2009. 35 “Bikin akte saja kok sulit, dan rumit, antri lama lagi, mau jadi WNI yang baik kok ribet banget dengan biaya Rp.100.000,- ” Laporan Pokja IV, 28-03-2009. Pada keluhan nomor 30-35 di atas memunculkan beberapa persepsi peneliti misalnya: a. Pelayanan yang dirasa masyarakat masih sulit Pelayanan yang dirasa masih sulit apakah dari prosedur yang tidak jelas sehingga masyarakat sulit memahami atau memang dipersulit oleh penyedia pelayanan yang ingin mengambil keuntungan dari hal tersebut. b. Pelayanan yang cenderung lambat Pelayanan yang lambat perlu di cari tahu apa saja faktor-faktor yang menyebabkan pelayanan itu lambat. Apabila pelayanan yang lambat atau jadwal pelayanan yang kurang menentu didasari pada alasan yang jelas dan logis seharusnya penyedia pelayanan menginformasikan kepada pengguna layanan dengan jujur dan terbuka. Sehingga tidak memunculkan persepsi yang negatif terhadap penyedia pelayanan. Saya rasa masyarakat mengerti dan mau memahami jika penyedia pelayanan terbuka, jujur, menjelaskan kepada pengguna pelayanan dengan baik dengan ucapan baik, antusias untuk membantu, dan memiliki kesan peduli. Budaya 5S Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun harus dilakukan dalam setiap tindakan. Sebab menurut Nina Rahmayanti 2010:119 mengatakan bahwa sikap yang anda sampaikan akan sama dengan sikap yang anda terima kembali. Jadi ketika penyedia layanan dalam menyediakan layanan dengan sikap baik maka pengguna layanan juga akan bersikap baik.

11. Keadilan Dalam Memberikan Pelayanan

Dokumen yang terkait

Implikasi Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) Terhadap Efektivitas Perencanaan Pembangunan (Studi Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Binjai).

13 180 165

TESIS OPTIMALISASI PENGAWASAN INSPEKTORAT KABUPATEN MAGELANG DALAM MEWUJUDKAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK ( GOOD GOVERNANCE).

0 4 16

PENDAHULUAN OPTIMALISASI PENGAWASAN INSPEKTORAT KABUPATEN MAGELANG DALAM MEWUJUDKAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK ( GOOD GOVERNANCE).

0 4 19

TINJAUAN PUSTAKA OPTIMALISASI PENGAWASAN INSPEKTORAT KABUPATEN MAGELANG DALAM MEWUJUDKAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK ( GOOD GOVERNANCE).

1 8 45

PENUTUP OPTIMALISASI PENGAWASAN INSPEKTORAT KABUPATEN MAGELANG DALAM MEWUJUDKAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK ( GOOD GOVERNANCE).

0 3 7

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN APBDES UNTUK MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG GOOD GOVERNANCE Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan APBDes Untuk Mewujudkan Pemerintahan Yang Good Governance (Studi Kasus Di Desa Banyuurip Kecamatan Klego Kabupaten

0 2 15

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN APBDES UNTUK MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG GOOD GOVERNANCE Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan APBDes Untuk Mewujudkan Pemerintahan Yang Good Governance (Studi Kasus Di Desa Banyuurip Kecamatan Klego Kabu

0 6 20

PERAN KEPEMIMPINAN LURAH DALAM MEWUJUDKAN TATA KELOLA ADMINISTRASI PEMERINTAHAN YANG BAIK ( GOOD GOVERNANCE ) DI KELURAHAN LALANG KECAMATAN RAMBUTAN KOTA TEBING TINGGI.

19 59 24

Strategi Pemberdayaan Birokrasi Daerah untuk Mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik

0 1 10

TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNMENT) DAN TATA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) DALAM IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH - Repository IPDN

0 0 25