Pungutan Liar Pungli Kebijakan dan Peraturan Daerah yang Kurang Mencerminkan

Rp. 2000,- tetapi diminta bayar Rp. 5000,-. Pada contoh keluhan delapan dan Sembilan di atas memunculkan persepsi yang bermacam-macam. Misalnya pada keluhan nomor delapan apakah masuk SD gratis itu mencakup seluruh biaya pendidikan dan sarana pendidikan, apakah hanya biaya masuknya saja yang gratis sedangkan untuk biaya yang lain tetap dipungut biaya, bahkan atau ada pihak-pihak tertentu yang sengaja ingin mengambil manfaat pada hal tersebut. Berbeda dengan keluhan nomor sembilan di atas, jelas tertulis biaya mengurus surat gratis tetapi masih dipungut Rp. 3000,-, jelas di resi tertulis Rp. 2000,- tetapi disuruh membayar Rp. 3000,-. Kalau memang sudah jelas tertulis gratis atau membayar dengan nominal tertentu seharusnya penyedia pelayanan menjalankan itu. Kalau memang diminta membayar hendaknya jumlah biaya jelas dan akan digunakan untuk apa biaya hasil pungutan. Pemungutan tarif seharusnya diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta. Sehingga tidak memicu munculnya keluhan masyarakat yang berakibat pada berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap penyedia layanan.

3. Pungutan Liar Pungli

Penyebab munculnya keluhan masyarakat adalah adanya pungutan liar dari beberapa oknum. Contoh keluhan jenis ini dapat terlihat pada pengaduan berikut ini: 10 ““Tolong tertibkan preman yang narik uang parkir truk tanpa karcis di jalan arteri Yos Sudarso tiap sore”Diambil Dari Buku Agenda P5 Tahun 2010 Nomor Aduan 121. 11 “Parkir mobil di jalan banyak preman, karcis Rp. 1000,-, minta Rp. 2000,- bahkan Rp. 3000,- . Tolong ditertibkan”Diambil Dari Buku Agenda P5 Tahun 2010 Nomor Aduan 357. Jelas terlihat pada contoh keluhan sepuluh dan sebelas di atas bahwa memungut retribusi tanpa karcis atu bahkan ada karcis tetapi tarif tidak sesuai dengan yang ada di dalam karcis. Sangat jelas ada pihak yang ingin mencari keuntungan dari kondisi seperti itu. Ketika melihat kondisi seperti itu pungutan liar, maka hukum yang harus di jalankan. Karena merugikan masyarakat. Peran masyarakat sangat penting sekali. Masyarakat adalah sebagai pengguna layanan. Apabila masyarakat tahu ada pihak-pihak yang tidak memiliki kewenangan dalam hal itu melakukan penarikan retribusi maka segera melaporkan kepada pihak yang berwajib. Karena pemerintah memberikan bentuk pelayanan salah satunya berupa menciptakan tatanan dalam bentuk jaminan keamanan guna memproteksi hak-hak milik warga agar bebas dari pemerasan freedom from exploitation dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Thomas Hobbes 1588-1679 dalam Cangara 2009:45 tujuan pemerintah melindungi hak-hak milik warga merupakan fungsi yang paling penting suatu pemerintahan.

4. Kebijakan dan Peraturan Daerah yang Kurang Mencerminkan

Aspirasi Rakyat Kebijakan merupakan produk dari sebuah keputusan. Dalam ilmu pemerintahan kebijakan itu tercermin dari setiap keputusan yang dibuat legal formal untuk diimplementasikan dan diterjemahkan dalam bentuk yang konkrit. Menurut Lilik Ekowati 2009:2 suatu kebijakan pemerintah yang dibuat kemudian dituangkan dalam tindakan-tindakan nyata memiliki tujuan: a. Menjamin kepentingan umum semaksimal mungkin. b. Ditetapkan sesuai dengan prosedur yang berlaku. c. Didorong untuk menghindari pertentangan yang deskruktif. Sehingga menuntut adanya pemahaman isi dari setiap kebijakan yang bersangkutan. Di Kota Semarang, kebijakan pemekaran RT Rukun Tetangga menuai kontrofersi beberapa warga dan peraturan daerah yang dirasa merugikan rakyat menjadi pemicu munculnya keluhan. Beberapa keluhan seperti ini dapat dilihat pada contoh keluhan di bawah ini: 12 “Pak Marno, tolong tinjau kembali denda keterlambatan pembuatan KTP, uangnya lari kemana. Tolong perda yang merugikan r akyat dihapus saja. Bikin sengsara rakyat’ Sumber Buku Agenda P5 Tahun 2010 Nomor Aduan 430. Pemerintah sebagai pemegang mandat dari rakyat dalam membuat kebijakan seharusnya mencerminkan aspirasi rakyat. Kebijakan dan peraturan daerah seharusnya mencerminkan kehendak, kepentingan, dan sesuai dengan aspirasi rakyat serta pelayanan yang diberikan rakyat berdasarkan kriteria efektivitas dan efisiensi dan keadilan. Dalam menyusun kebijakan hendaknya dilakukan dengan langkah-langkah yang sistematis, integral dan komprehensif. Sehingga kebijakan yang dikeluarkan tidak merugikan salah-satu pihak. Dengan kata lain kebijakan yang dibuat baik, benar dan tepat untuk penyedia pelayanan dan pengguna pelayanan. Rippley membuat siklus kebijakan siklus panjang adalah sebagai berikut: penyusunan agenda pemerintah, agenda pemerintah, formulasi dan legitimasi kebijakan, kebijakan, implementasi kebijakan, tindakan kebijakan, kinerja dan dampak kebijakan, evaluasi terhadap implementasi, kinerja dan dampak kebijakan, keputusan tentang masa depan kebijakan Dwiyanto Indiahono, 2009:23. Dengan demikian bahwa kebijakan akan melewati sebuah proses perumusan kebijakan, proses implementasi kebijakan, proses monitoring dan proses evaluasi kebijakan. Apabila setelah melalui proses implementasi, monitoting dan evaluasi ternyata kebijakan tersebut tidak tepat maka sudah sepantasnya kebijakan itu di tinjau ulang atau bahkan dihilangkan. Untuk menilai bahwa kebijakan yang dibuat benar atau salah maka dapat menggunakan kriteria kebenaran berdasarkan teori koherensi, korespondensi, dan pragmatis. Setelah kebijakan dirumuskan dan diputuskan maka menuntut dibentuknya sebuah sistem untuk mengimplementasikan kebijakan. Masukan-masukan dari masyarakat sebagai pengguna layanan mulai dari proses pembuatan kebijakan sampai dengan implementasi kebijakan sangat diperlukan oleh pemerintah. Karena masukan masyarakat merupakan sebagai kontrol terhadap kinerja pemerintah. Sikap saling terbuka antara pemerintah dan masyarakat sangat penting guna menciptakan pemerintahan yang baik.

5. Keberadaan Pengamen dan Pengemis Jalanan yang Meresahkan

Dokumen yang terkait

Implikasi Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) Terhadap Efektivitas Perencanaan Pembangunan (Studi Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Binjai).

13 180 165

TESIS OPTIMALISASI PENGAWASAN INSPEKTORAT KABUPATEN MAGELANG DALAM MEWUJUDKAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK ( GOOD GOVERNANCE).

0 4 16

PENDAHULUAN OPTIMALISASI PENGAWASAN INSPEKTORAT KABUPATEN MAGELANG DALAM MEWUJUDKAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK ( GOOD GOVERNANCE).

0 4 19

TINJAUAN PUSTAKA OPTIMALISASI PENGAWASAN INSPEKTORAT KABUPATEN MAGELANG DALAM MEWUJUDKAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK ( GOOD GOVERNANCE).

1 8 45

PENUTUP OPTIMALISASI PENGAWASAN INSPEKTORAT KABUPATEN MAGELANG DALAM MEWUJUDKAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK ( GOOD GOVERNANCE).

0 3 7

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN APBDES UNTUK MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG GOOD GOVERNANCE Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan APBDes Untuk Mewujudkan Pemerintahan Yang Good Governance (Studi Kasus Di Desa Banyuurip Kecamatan Klego Kabupaten

0 2 15

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN APBDES UNTUK MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG GOOD GOVERNANCE Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan APBDes Untuk Mewujudkan Pemerintahan Yang Good Governance (Studi Kasus Di Desa Banyuurip Kecamatan Klego Kabu

0 6 20

PERAN KEPEMIMPINAN LURAH DALAM MEWUJUDKAN TATA KELOLA ADMINISTRASI PEMERINTAHAN YANG BAIK ( GOOD GOVERNANCE ) DI KELURAHAN LALANG KECAMATAN RAMBUTAN KOTA TEBING TINGGI.

19 59 24

Strategi Pemberdayaan Birokrasi Daerah untuk Mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik

0 1 10

TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNMENT) DAN TATA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) DALAM IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH - Repository IPDN

0 0 25