SEHARUM BUNGA DI YOGYAKARTA

SEHARUM BUNGA DI YOGYAKARTA

Nia Damayanti

Sunyi senyap kini dirasakan Bunga di Yogyakarta. Tempat di mana ia dilahirkan dan dibesarkan oleh kedua orang tuanya. Bulan ini adalah bulan puasa yang penuh berkah baginya. Matahari senja belum sepenuhnya merebahkan tubuhnya di kaki langit. Burung- burung masih berterbangan di kota yang nyaman ini. Beberapa saat kemudian, sayup-sayup terdengar suara adzan menggema bersaut- sautan mengagungkan asma Sang Pencipta Alam Raya.

“Alhamdulillahirabbil’alamin……..”, dengan tangan-tangan mungil yang sedang merajut membuat baju spesial untuk neneknya, ia hentikan seketika lalu segera duduk di meja makan.

“E….jangan lupa berdo’a dulu anakku sayang…”. Bunda bunga yang selalu mengingatkan dengan penuh kelembutan itu. “Iya…Bunda….”, jawab Bunga dengan penuh semangat lalu memanjatkan do’a buka puasa. Pemandangan seperti ini selalu terasa menyenangkan bagi Marni, ibunda Bunga yang selalu lemah lembut dalam segala hal. Kesendiriannya pasca ditinggal oleh suaminya dua tahun yang lalu seolah tak lagi menyisakan sepi yang menyesak di dada. Kini Bungalah yang akan menjadi tulang punggung keluarganya. Bunga yang lulus kuliah dengan nilai yang bagus ini masih mencari-cari pekerjaan yang pas untuknya. Bunga yang sibuk dengan buku-buku bacaannya terhenti seketika. Dia membayangkan seseorang ayah yang dulu menjadi motivasinya kini telah tiada.

Mata Bunga semakin kehilangan binarnya. Kini tak lagi Marni tau apa yang harus ia lakukan. Berbagai cara rasanya telah ia lakukan untuk mengembalikan senyum manis Bunga, namun kematian suaminya membuat Bunga semakin sulit melupakan semuanya itu. Perlahan cairan hangat menetes dari pelupuk mata indahnya.

“Ya Rabbi, berilah ketabahan kepada Bunga… Segeralah sembuhkan luka hatinya. Izinkan hamba menggantikan kasih sayang almarhum ayahnya, meskipun hamba tahu tak mungkin bisa menggantikan almarhum dalam hatinya. Amin…”

Seusai tarawih, seperti biasa Bunga tadarus dan melanjutkan rajutan bajunya di ruang tengah. Marni duduk di samping Bunga untuk mengamati cara dia merajut baju untuk neneknya yang ia cintai itu. Ia mencoba mengobrol tentang masalah pekerjaan yang akan Bunga cari saat ini. Berbagai solusi ia tumpahkan dalam kata-kata halusnya itu. Kasih sayang Marni memang membuat Bunga selalu ingin memeluknya. Sebenarnya Bunga memang sudah mendapatkan pekerjaan yang pas untuknya, pekerjaan yang berada di sebuah perusahaan ternama di Yogyakarta. Tetapi ia belum mau bicara tentang pekerjaan itu kepada bundanya. Ralut malam semakin sunyi, suara jangkring mulai terdengar menghantarkan tidur mereka. Bungapun memutuskan untuk melanjutkan rajutannya itu esok hari. Marnipun ingin segera beranjak ke kamar untuk beristirahat. Saat-saat Bunga tertidur pulas, Marni mengintip dari balik pintu kamar Bunga. Ia selalu membayangkan nasib Bunga yang kini semakin terpuruk, semakin tidak semangat.

Malam Ramadan memang selalu merenyuhkan. Banyak sekali kenangan Marni bersama suaminya yang biasa mereka lakukan untuk mengisi malam suci Ramadan. Meskipun tak sesedih dulu Marni sering terbangun dimalam hari. Dengan sedikit gusar ia bangkit dari tidurnya. Marni hendak mengambil air wudu agar lebih tenang. Tiba- tiba terdengar suara dari dapur. Marni mencari sumber bunyi itu. Tenyata Bunga sedang sibuk memasak didapur untuk menyiapkan makan sahur untuk ia dan bundanya tercinta.

“Bunda sudah bangun ya..?” “Sudah anakku. Kamu tidak tidur nak semalam?” kata bundanya

dengan wajah yang masih basah karena habis mengambil air wudu. “Tidur kok bunda, tadi Bunga sengaja bangun duluan mau bikinin makan buat sahur bunda nanti.”

“O…terimakasih sayang,bunda sholat tahajut dulu ya.?” Di saat bundanya sholat Bunga sangat antusias untuk melanjutkan

masakannya. Ia sangat senang sekali dalam hal memasak baginya 438 masakannya. Ia sangat senang sekali dalam hal memasak baginya 438

Pagi yang cerah menghiasi senyum Bunga pada saat itu. Suara ayam yang berkokok yang sangat nyaman didengar. Udara yang segar dan penampakan alam yang membentang luas di depan mata. Sungguh indah kota ini, banyak sekali pemandangan yang dapat ia rasakan di sini. Bunga mengawali kegiatan hari ini dengan mencoba melamar pekerjaan yang dulu sempat ia idam-idamkan. Rasa cemas yang dulu ia rasakan kini justru rasa itu tidak ada pada dirinya. Dengan penuh rasa percaya diri ia masuk perusahaan itu untuk menanyangan tentang dibutuhkannya karyawan. Tenyata memang benar perusahaan itu membutuhkan karyawan. Akhirnya, Bunga memutuskan untuk mengajukan surat lamaran itu kepada petugas di perusahaan tersebut. Tiba-tiba ia dipanggil untuk wawancara dengan direktur perusahaan tersebut. Tak disangka-sangka Bunga akhirnya diterima tanpa syarat apapun. Ia langsung bisa bekerja pada besok pagi. Betapa senang hatinya bisa mendapatkan pekerjaan yang lumayan mapan. Kini impian untuk menafkahi bundanya terwujud.

Panas terik matahari tidak ia rasakan, debu yang berterbangan tak ia hiraukan demi mendapatkan angkot yang ia tunggu dipinggir jalan. Akhirnya, ada angkot yang datang dan ia pun bergegas naik untuk pulang dan memberi kabar gembira kepada ibunya. Sesampai ia di rumah bundanya tidak ada, sepertinya bundanya masih menjadi buruh cuci baju yang selalu menawarkan jasa dari rumah ke rumah. Ia sangat sedih jika bundanya masih melanjutkan pekerjaan itu. Bundanya sudah semakin tua seharunya tidak bekerja lagi. Kini hanya dialah yang akan mencari uang untuk kebutuhannya dan bundanya.

“Sudah pulang nak?” tiba-tiba suara lembut itu terdengar di balik pintu kamar Bunga.

“Sudah bunda. Bunda ada berita gembira untuk bunda.” “Ada apa anakku sayang?” “Bunga sudah diterima di perusahaan itu bunda,besok Bunga

sudah langsung bisa bekerja. Sekarang bunda tidak usah lagi menjadi buruh cuci, beristirahatlah di rumah. Bunda sudah semakin tua dan semakin lemah untuk melakukan aktivitas seperti itu.”

“Tapi nak bunda tidak ingin membebankan kamu sayang.” “Semua yang Bunga lakukan hanya untuk bunda jadi Bunga

tidak merasa terbebani. Bunga pengen bunda tak usah lagi bekerja.” Betapa senangnya seorang ibu yang mendengar kabar gembira dari anaknya. Sedikit demi sedikit kini Bunga meraih rezeki dipe- kerjaan yang kini ia lakukan. Menjadi karyawan yang penuh rasa tanggungjawab. Ia lewati dengan senyuman dan penuh semangat karena ia ingat dengan semangat ayahnya yang dulu. Semangat yang pantang menyerah.

Sudah satu bulan Bunga bekerja dan kini saatnya libur untuk menghabiskan waktunya bersama ibunda tercinta. Ia mengajak bundanya rekreasi di sebuah kebun yang sangat sejuk di mana mereka berdua bisa menikmati indahnya danau di tepi kebun itu. Di bawah pohon yang sedang gugur. Daun-daun perlahan berterbangan satu persatu. Ia melihat sesosok bunda yang mungkin sudah semakin tua. Ingin menghabiskan waktu dengan pemandangan, udara yang segar, dan canda tawa mereka yang selalu mengisi hari-hari yang bahagia ini. Setelah mereka puas berjalan-jalan, Bunga mengajak bundanya pergi berziarah ke makam almarhum sang ayah tersayangnya. Sesampai di kuburan ia tak bisa menahan kesedihannya air mata yang tadinya bisa dibendung pecah begitu saja. Sunyi senyap kini ia rasakan di kuburan yang sepi, hanya ia dan bundanya

Bundanya menabur bunga dan berdoa dalam hatinya ia berkata “ya Allah lapangkanlah liang kubur suamiku, ampunilah dosa- dosanya, berikan ketenangan dalam peristirahatannya. Kini anakmu sudah semakin dewasa dan semakin mengerti keadaan, semoga engkau senang dengan kabar gembira ini. Aku selalu sayang engkau ayah.” Bunga yang tadinya menangis kini hanya bisa terdiam melihat kuburan ayahnya.

Melihat ibundanya menangis dalam doanya kini ia juga berdoa untuk ayahnya “Ayah…aku sangat rindu akan kasihmu, rindu akan semangatmu, rindu akan nasehatmu. Kini semuanya lenyap begitu saja saat ayah pergi meninggalkanku dan meninggalkan bunda. Ya Allah ampunilah dosa- dosa ayahku, lapangkanlah liang kuburnya, berikan ketenangan dalam peristirahatan ayah. Aku sangat sayang ayah. Aku sangat merindukan ayah, ingin rasanya aku memeluk erat ayah. Tapi, kini hanya kenangan dan nasehatmu yang selalu menemaniku. Bunga janji akan bahagiakan bunda, Bunga akan gantikan ayah dalam memimpin kelurga kita, semoga ayah senang dan semoga ayah tenang. Amin…”

Mereka beranjak menuju rumah. Tapi tiba-tiba mereka terhenti karena melihat sesosok nenek yang menghampiri mereka. Ternyata nenek itu adalah nenek Bunga ibu dari almarhum ayah Bunga. Mereka mengajak nenek untuk pulang bersama.

“Nenek dari mana?” kata Bunga sambil fokus menyetir mobilnya yang melaju agak kencang, karna perut ia sudah lapar. “Tadi nenek dari makan nak, tapi tadi nenek sepertinya melihat kamu bersama ibundamu. Ternyata memang benar nenek tak salah lihat.” Sahut neneknya.

“Nenek tidur di rumah Bunga ya? Ada sesuatu yang mau Bunga kasih buat nenek.. ya nek ya?” “Iya… nak. Nenek mau kok nginep untuk beberapa hari di rumah kamu.” Percakapan itu memecahkan kesunyian dari makam tadi. Yang tadinya Bunga menangis kini mungkin ia sudah bernafas lega karena sudah ada nenek yang bisa menghibur hatinya. Hatinya belum bisa mengikhlaskan ayahnya pergi, tapi harus bagaimana lagi? Mau gak mau semua manusia akan kembali kepada Sang Pencipta.

Sesampainya di rumah Bunga langsung bergegas keluar dari mobil dan membantu neneknya turun dari mobil. Neneknya sudah tua jadi tidak bisa turun dari mobil sendiri kalau tidak ada yang membantunya. Bunga sangat antusias menyambut kedatangan neneknya yang ia sayangi. Dituntunnya nenek hingga masuk rumah. Suara adzan maghrib terdengar nafas lega kini Bunga rasakan karena sudah sangat-sangat lapar. Seperti biasa Bunga memimpin doa buka puasa dan mereka berbuka dengan nikmat. Ia melihat bundanya tak

Setelah berbuka mereka sholat berjamaah. Bungalah yang menjadi imam. Selesai sholat Bunga langsung mengambil baju yang ia rajut kemarin. Ia buat sepesial hanya untuk neneknya. Neneknya sangat senang cucunya bisa membuatkan baju untuknya. Bunga memeluk erat neneknya, betapa sayangnya ia kepada neneknya.

Kringggg………… suara jam yang ada di kamar Bunga terdengar waktu menunjukkan pukul lima pagi. Ia langsung bergegas mengambil handuk dan mandi. Hari ini memang ia sedang tidak berpuasa karena dia sedang datang bulan. Ia langsung menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri. Bunga langsung ke ruang tengah untuk pamit kepada bunda dan neneknya. Dia selalu berdoa dalam hatinya semoga hari ini pekerjaannya lancar dan tanpa ada masalah yang membebani. Ia memang anak yang sangat rajin, anak yang ingin membanggakan ibundanya. Ingin menjadi pengganti almarhum ayahnya.

Setelah tiba di kantornya ia dipanggil untuk menemui bosnya. Rasa cemaspun ia rasakan, ia takut jika ia dipecat dari pekerjaannya mau kerja apa jika ia harus diberhentikan sama bosnya? Mau bilang apa kepada bundanya jika semua itu terjadi? Tetapi Bunga selalu berikir positif dengan apa yang akan dikatakan bosnya kepada

dirinya. Tenyata panggilan itu adalah meminta persetujuan Bunga untuk bersedia menjadi asisten bosnya. Betapa senang hati Bunga bisa menjadi lebih terbaik dalam pekerjaannya. Ia mengiakan tawaran itu. Setibanya nanti dirumah ia akan berbicara kepada bundanya. Kabar gembira ini akan membuat bundanya semakin senang dan bangga atas usaha dari anaknya ini.

Saat pulang kantor, Bunga melejit kencang menuju rumahnya dengan membawa kabar gembira. Tanpa salaman ia langsung memeluk bundanya, bundanya sangat terkejut dengan Bunga yang tiba-tiba memeluk erat. Bunga menceritakan semua aktivitas yang ia lakukan dan tak lupa pula kabar gembira yang disampaikan bosnya kepadanya. Ibunda tersenyum bahagia mendengar cerita semuanya.

Dalam hati ia berdoa semoga kelak anaknya menjadi sesorang yang sangat sukses dan bisa mengharumkan nama keluarga.

Di dunia ini semua akan kembali kepada Sang Pencipta. Jadi, sewangi apapun bunga mawar lama-lama akan layu dan mati. Nikmatilah hidup ini seperti air mengalir yang tenang. Kerjakan hal- hal yang positif dan bahagiakan orang-orang yang anda cintai, orang- orang yang saat ini bisa kalian lihat. Jangan buat ia kecewa sebelum mereka meninggalkan anda untuk selama-lamanya.