Karakteristik Berpikir Intuitif Subjek GKFD dalam menyelesaikan Masalah Geometri

B. Karakteristik Berpikir Intuitif Subjek GKFD dalam menyelesaikan Masalah Geometri

Karakteristik Berpikir Intuitif (KBI) subjek GKFD dalam menyelesaikan masalah geometri adalah sebagai berikut:

1. Sebelum menyelesaikan masalah, subjek GKFD berusaha memahami masalah dengan membaca soal. Subjek memahami masalah melalui membaca soal sebanyak dua kali. Ia mengatakan “pertama paham tapi masih ragu, kemudian baca lagi sambil menggambar seperti ini ”. Subjek memulai jawabannya dengan menggambar terlebih dahulu, ia merasa terbantu lebih memahami soal jika ada gambarnya, seperti yang dikatakan “biar lebih jelas”. Hal ini menunjukkan bahwa subjek pada saat memahami masalah memadukan antara aktivitas berpikir analitis dan berpikir intuitif seperti

halnya ia membaca soal hingga dua kali. Namun demikian pada saat subjek membaca yang kedua diikuti kegiatan menggambar, subjek memahami masalah secara langsung (directly) dan segera (immediately) yaitu dengan menuliskan apa yang ia pahami melalui ilustrasi gambar yang bersifat spontan (suddently) yang dikategorikan sebagai aktivitas berpikir intuitif. Sebagaimana pendapat Fischbein (1999) bahwa apa yang dilakukan subjek GKFD memahami masalah bersifat langsung (direct) dan segera (suddently) menuliskan apa yang ia pahami melalui ilustrasi gambar dan spontan tanpa berusaha keras (muncul dengan sendirinya atau dibawah sadar) pada saat membaca soal. Pemahaman yang diterima begitu saja oleh subjek yang berlangsung segera (immediately), Artinya subjek melakukan aktivitas berpikir yang melibatkan intuisi yang bersifat global.

2. Subjek GKFD secara implisit membayangkan objek sekaligus rumus yang diperlukan pada saat membaca soal. Hal ini diungkapkan oleh subjek secara spontan “pertama terbayang gambarnya”, ungkapan lainnya “ya tahu-tahu muncul gambar dalam pikiran, sedangkan rumusnya muncul belakang ”. Subjek merasa tidak perlu menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dikarenakan sudah ada gambar. Sebagaimana subjek mengatakan “biasanya cukup dengan gambar”. Dengan demikian, subjek GKFD

melibatkan feeling yang terjadi pada saat membaca soal serta bersamaan dengan aktivitas subjek yang bersifat global secara spontan juga menetapkan strategi penyelesaian masalah melalui ilustrasi gambar yang dibuat. Hal ini sesuai dengan pendapat Fischbein (1999) bahwa interpretasi atau keputusan melibatkan feeling yang terjadi pada saat membaca soal serta bersamaan dengan aktivitas subjek yang bersifat global secara spontan juga menetapkan strategi penyelesaian masalah melalui ilustrasi gambar yang dibuat. Hal ini sesuai dengan pendapat Fischbein (1999) bahwa interpretasi atau keputusan

3. Subjek GKFD memiliki maksud tertentu terhadap penggunaan gambar hingga lebih dari dua kali, yakni sebagai perantara atau jembatan yang memberikan kemudahan untuk memahami dan menemukan strategi menyelesaikan masalah tersebut, sebagaimana tertulis pada jawaban subjek. Hal tersebut juga diungkapkan subjek “karena agak sulit maka digambar

lagi, biasanya ide muncul sambil menggambar, atau menoret-coreti gambar yang ada ”. Subjek yakin terhadap gambar yang dibuat otomatis memandu pikirannya dalam menemukan jawaban , seperti ungkapan subjek “sepertinya gambar ini menuntun pikiran saya ”. Subjek merasa sangat kesulitan menyelesaikan soal tanpa bantuan gambar. Ia mengata kan “rasanya untuk soal ini sulit sekali, pokoknya sulit membayangkan jika tanpa gambar ”. Subjek merasa bahwa gambar yang dibuat benar-benar membantu menumbuhkan ide awal saat menyelesaikan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa subjek GKFD menggunakan perantara atau memanfaatkan ilustrasi gambar untuk membantu memudahkan dalam menemukan solusi. Bahkan jika mengalami kesulitan atau kebuntuan dalam menyelesaikan masalah subjek dengan segera menggambar kembali atau melakukan corat-coret terhadap hasil kerjanya yang melahirkan ide atau gagasan sebagai pembuka

jalan menuju penemuan solusi dalam menyelesaikan masalah. Fischbein & Dooren et al, (dalam Nicholas, 2010) menjelaskan bahwa intuisi dalam matematika digunakan sebagai jembatan antara konsep matematika dan dunia nyata. Dengan kata lain, gambar yang dibuat subjek GKFD dijadikan strategi untuk mempermudah memahami soal yang abstrak menjadi kongret. Menurut Fischbein (1999) bahwa munculnya ilustrasi gambar yang dimaksud bersifat otomatis, spontan sebagai ide awal atau gagasan pembuka jalan menuju suatu solusi dan terjadi pada saat membaca soal yang dikategorikan sebagai aktivitas berpikir yang melibatkan intuisi yang tergolong model diagrammatic.

4. Subjek GKFD kurang atau mengabaikan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya dalam menyelesaikan masalah. Ia mengatakan “kayaknya pernah, tapi tidak sama persis seperti ini”. Subjek sama sekali tidak meniru langkah penyelesaian serupa dengan pengetahuan masa lalunya. Sebagaimana diungkapkan s ubjek “ya tidak tahu, susah mengingatnya”. Dengan demikian berarti subjek GKFD dalam menyelesaikan masalah cenderung mengabaikan pengalamannya saat menyelesaikan masalah serupa atau dengan kata lain berarti subjek tidak menggunakan model analogy.

5. Subjek GKFD dalam menyelesaikan soal tidak menuliskan hal penting dari soal, seperti yang diketahui dan apa yang ditanyakan agar lebih cepat selesai,

hal ini terlihat dari ungkapan subjek “biasanya cukup dengan gambar“. Subjek tidak menuliskan rumus jarak, menurutnya rumus hanya dipikirkan, seperti yang dikatakan subjek “yang ini (pertama) saya menebak aja, dan hal ini terlihat dari ungkapan subjek “biasanya cukup dengan gambar“. Subjek tidak menuliskan rumus jarak, menurutnya rumus hanya dipikirkan, seperti yang dikatakan subjek “yang ini (pertama) saya menebak aja, dan

Selain hal di atas, subjek juga tidak menuliskan satuan pada jawaban akhir, yakni 27 �=

12 3, menurutnya yang demikian tidak apa dan benar sebagaimana

dikatakan “biasanya gak apa-apa. biasanya dimaklumi dan dibenarkan”. Dengan demikian subjek GKFD melakukan langkah algoritma berlangsung secara cepat, bersifat implisit/tersembunyi. Ketika subjek dengan sengaja tidak menuliskan rumus jarak, walaupun sesungguhnya subjek telah mengenali dan mengetahui rumus yang sebenarnya, subjek merasa cukup (menggunakan feeling) dengan melihat gambar, Artinya GKFD melibatkan intuisi yang bercirikan implicitness. Hal ini sesuai dengan pendapat Fischbein & Grossman (1997) bahwa intuisi selalu didasarkan pada struktur skemata. Selanjutnya karena pemikiran dalam melaksanakan penyelesaian masalah muncul begitu saja yang didasarkan pada informasi yang ditangkap sepintas lalu ketika membaca teks soal, sehingga subjek tidak menjelaskan secara rinci mengapa seperti itu, sehingga tergolong berpikir global yang merupakan ciri intuisi yang tergolong model tacit.

6. Karakteristik berpikir intuitif yang digunakan subjek bergaya kognitif field dependent (GKFD) dalam menyelesaikan masalah geometri dengan memadukan dengan aktivitas berpikir analitis, seperti ditunjukkan dengan pemahaman masalah secara langsung dan subjek mampu menyelesaikan masalah walaupun melalui prosedur panjang (berbelit-belit) atau berbagai cara ditempuh melalui menduga dan mencoba-coba untuk menentukan

ukuran jarak B ke TD. Ketika subjek mengalami kesulitan, ia melakukan aktivitas mencoba-coba, menduga, mencorat-coret hasil kerjanya, menggambar berulang-ulang, sambil memikirkan langkah penyelesaiannya dan banyak melakukan kegitan algoritma sehingga waktu cukup lama (kurang lebih 4 menit). Namun demikian subjek tetap kokoh, teguh pendirian terhadap langkah yang diambil, hal ini diungkapkan subjek “ya begitulah “. Berdasarkan pengamatan terhadap hasil penyelesaian dan hasil wawancara berbasis tugas terlihat subjek GKFD menjawab masalah dengan berbagai prosedur algoritma dan terlihat kurang runtut, akan tetapi subjek menyelesaikan masalah bersifat langsung (directly), segera (immediately) atau tiba-tiba (suddently), yang dikategorikan sebagai karakter bepikir yang melibatkan intuisi. Hal ini sesuai dengan pendapat Bruner (1977) bahwa salah satu ciri dari berpikir intuitif cenderung memahami objek secara keseluruhan, tidak detail, terkadang bersifat acak dan kurang runtut. Keragaman penggunaan algoritma dan kurang fokus, dilakukan dengan mencoba-coba yang merupakan aktivitas berpikir yang melibatkan intuisi. Dengan demikian berarti bahwa subjek GKFD menggunakan berpikir dikategorikan sebagai ciri dari berpikir intuitif power of synthesis. Hal ini sesuai dengan pendapat Bunge (1999) bahwa power of syn thesis “is defined as “the ability to combine heterogeneous, or scattered elements into a unified or harmonious whole.” However, only a highly logical mentality is capable of achieving the synthetic apperception of a logical relation or set of relations. S uch a skill is defined as intellectual intuition”. Dengan kata lain power of synthesis merupakan kemampuan mengkombinasikan ukuran jarak B ke TD. Ketika subjek mengalami kesulitan, ia melakukan aktivitas mencoba-coba, menduga, mencorat-coret hasil kerjanya, menggambar berulang-ulang, sambil memikirkan langkah penyelesaiannya dan banyak melakukan kegitan algoritma sehingga waktu cukup lama (kurang lebih 4 menit). Namun demikian subjek tetap kokoh, teguh pendirian terhadap langkah yang diambil, hal ini diungkapkan subjek “ya begitulah “. Berdasarkan pengamatan terhadap hasil penyelesaian dan hasil wawancara berbasis tugas terlihat subjek GKFD menjawab masalah dengan berbagai prosedur algoritma dan terlihat kurang runtut, akan tetapi subjek menyelesaikan masalah bersifat langsung (directly), segera (immediately) atau tiba-tiba (suddently), yang dikategorikan sebagai karakter bepikir yang melibatkan intuisi. Hal ini sesuai dengan pendapat Bruner (1977) bahwa salah satu ciri dari berpikir intuitif cenderung memahami objek secara keseluruhan, tidak detail, terkadang bersifat acak dan kurang runtut. Keragaman penggunaan algoritma dan kurang fokus, dilakukan dengan mencoba-coba yang merupakan aktivitas berpikir yang melibatkan intuisi. Dengan demikian berarti bahwa subjek GKFD menggunakan berpikir dikategorikan sebagai ciri dari berpikir intuitif power of synthesis. Hal ini sesuai dengan pendapat Bunge (1999) bahwa power of syn thesis “is defined as “the ability to combine heterogeneous, or scattered elements into a unified or harmonious whole.” However, only a highly logical mentality is capable of achieving the synthetic apperception of a logical relation or set of relations. S uch a skill is defined as intellectual intuition”. Dengan kata lain power of synthesis merupakan kemampuan mengkombinasikan

Berdasarkan temuan karakteristik subjek bergaya kognitif FD memiliki kecenderungan alur aktivitas berpikir mulai dari aktivitas analitis, seperti berusaha memahami masalah melalui membaca hingga dua kali. Kemudian dilanjutkan aktivitas membayangkan objek dan rumus yang diperlukan dilanjutkan menggambar sebagai pembuka ide untuk mencapai solusi.. Apabila mengalami kesulitan atau kebuntuan dalam menyelesaikan masalah muncul aktivitas analitis seperti mencoba-coba, membagi gambar menjadi bagian-bagian yang lebih khusus sehingga muncul ide baru yang ditopang aktivitas algoritma dan saling melengkapi aktivitas yang satu dengan lainnya, sehingga dapat dimodelkan A-I-A-I-A (Analitis-Intuitif- Analitis-Intuitif-Analitis). Adapun alur aktivitas berpikir subjek bergaya kognitif field dependent dalam menyelesaikan masalah geometri disajikan pada gambar 5.2 berikut.

Global

Implicit

Power of Synthesis

MEMAHAMI

MENEMUKA MASALAH

MENETAPKAN

N SOLUSI

Keterangan : : Aktivitas Intuisi

: Aktivitas non-intuisi

C. Perbedaan dan Kesamaan Karakteristik Berpikir Intuitif Subjek GKFI dan Subjek GKFD dalam menyelesaikan Masalah Geometri

Beberapa kesamaan ataupun perbedaan karakteristik berpikir intuitif subjek bergaya kognitif field independent (GKFI) dan subjek bergaya kognitif field dependent (GKFD) dalam menyelesaikan masalah geometri diklasifikasi menjadi 2 bagian, yaitu (1) karakteristik berpikir intuitif dan (2) model intuitif yang digunakan subjek dalam menyelesaikan masalah geometri. Adapun beberapa kesamaan maupun perbedaan subjek bergaya kognitif field independent (GKFI) dan subjek bergaya kognitif field dependent (GKFD) dalam menyelesaikan masalah geometri antara lain: (1) Pada saat berusaha memahami masalah baik subjek GKFI maupun subjek

GKFD menerima secara langsung (direct) pada saat membaca soal, pemahaman subjek-subjek tersebut bersifat global. Sedangkan perbedaannya antara lain; subjek GKFI memahami masalah dengan membaca soal satu kali. Hal ini sesuai dengan pendapat Thomas (1990) bahwa dalam siswa dengan GKFI memahami secara artikulasi struktur yang diberikan atau pembatasan. Sedangkan subjek GKFD dalam memahami soal dengan membaca lebih dari satu kali dan disertai dengan membuat gambar. Hal ini sesuai dengan pendapat Thomas (1990) bahwa dalam siswa dengan GKFD mampu memahami secara global struktur yang diberikan.

(2) Pada saat berlangsung menyelesaikan masalah, subjek GKFI menemukan cara penyelesaian dengan cara membayangkan, memikirkan, serta (2) Pada saat berlangsung menyelesaikan masalah, subjek GKFI menemukan cara penyelesaian dengan cara membayangkan, memikirkan, serta

komponen-komponennya. Sedangkan subjek GKFD menetapkan strategi penyelesaian dengan cara memotong-motong gambar yang dibut menjadi beberapa gambar yang lebih sederhana dengan mencoba-coba dan melakukan berbagai aktivitas algoritma sehingga ekspresi hasil jawabannya terlihat kurang teratur dan berbelit-belit. Hal ini sesuai dengan pendapat Witkin (1990) bahwa seseorang dengan GKFD mengalami kesulitan dalam membedakan stimulus dari situasi yang dimiliki sehingga persepsinya mudah dipengaruhi oleh manipulasi dari situasi sekitarnya.

(3) Karakteristik berpikir intuitif subjek GKFI dalam menyelesaikan masalah geometri adalah common sense, hal ini ditunjukkan aktivitas subjek GKFI memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki yang datang sebera dan bersifat otomatis untuk membantu memunculkan ide awal atau apabila subjek mengalami kesulitan subjek memilih istirahat sejenak sehingga muncul ide secara tiba-tiba merupakan ciri dari berpikir yang melibatkan instuisi. Intuisi subjek GKFI ini tergolong intuisi yang sudah matang (mature intuition), seperti pendapat Thomas (1990) bahwa seseorang dengan GKFI bisa menyelesaikan masalah dengan situasi struktur sendiri sehingga memerlukan waktu relatif singkat, dan menggunakan pengujian hipotesis dalam mencapai konsep. Sedangkan karakteristik berpikir intuitif (3) Karakteristik berpikir intuitif subjek GKFI dalam menyelesaikan masalah geometri adalah common sense, hal ini ditunjukkan aktivitas subjek GKFI memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki yang datang sebera dan bersifat otomatis untuk membantu memunculkan ide awal atau apabila subjek mengalami kesulitan subjek memilih istirahat sejenak sehingga muncul ide secara tiba-tiba merupakan ciri dari berpikir yang melibatkan instuisi. Intuisi subjek GKFI ini tergolong intuisi yang sudah matang (mature intuition), seperti pendapat Thomas (1990) bahwa seseorang dengan GKFI bisa menyelesaikan masalah dengan situasi struktur sendiri sehingga memerlukan waktu relatif singkat, dan menggunakan pengujian hipotesis dalam mencapai konsep. Sedangkan karakteristik berpikir intuitif

masalah memerlukan pengorganisasian sehingga membutuhkan waktu relatif lama, menggunakan beberapa pendekatakan pengamatan tertentu untuk memahami konsep. Sedangkan pendapat Witkin (1977) bahwa subjek GKFD mudah dipengaruhi konteks dan kurang terstruktur.

(4) Adapun kesamaan model intuitif subjek GKFI dan subjek GKFD dalam menyelesaikan masalah geometri, yaitu model diagrammatic dan tacit. penggunaan model diagrammatic ini ditunjukkan adanya gambar yang dibuat subjek dijadikan strategi untuk memudahkan dan menumbuhkan gagasan/ide awal atau ketika mengalami kesulitan/kebuntuan dalam berpikir. Hal yang menarik terkait dengan penggunaan gambar tersebut, subjek GKFD menggunakan gambar berulang-ulang dijadikan sebagai jembatan untuk memahami sekaligus membantu memunculkan ide awal dalam menyelesaikan masalah, sedangkan subjek GKFI melukis gambar hanya satu kali pada saat menentukan strategi awal penyelesaian. Penggunaan model

tacit ditunjukkan pada aktivitas subjek tidak bisa menjelaskan secara ekplisit terhadap hasil jawaban final, melainkan secara tersembunyi (implicit), seperti ia merasa tidak perlu menulis rumus atau satuan, subjek merasa yakin bahwa apa yang dilakukan sudah benar dan orang lain pasti tidak mempermasalahkan. Sedangkan perbedaan model intuitif yang digunakan subjek GKFI adalah model analogy sedangkan subjek GKFD tidak menggunakan model analogy. Model analogy yang digunakan subjek GKFI menyelesaikan masalah ditunjukkan bahwa subjek GKFI secara tidak sengaja mengacu kepada langkah-langkah menyelesaikan masalah sebelumnya yang memiliki kesamaan atau kemiripan dengan masalah yang sedang dihadapi, seperti ketika menyelaikan masalah 1A atau M1 secara otomatis digunakan acuan untuk menyelesaikan masalah 1B atau M2. Sedangkan subjek GKFD dalam menyelesaikan masalah geometri cenderung mengabaikan pengalaman yang dimiliki. Hal ini juga didukung pendapat Witkin (1977) bahwa subjek GKFD mudah dipengaruhi oleh konteks dan kurang terstruktur.

Adapun beberapa kesamaan dan perbedaan karakteristik berpikir intuitif siswa SMA bergaya kognitif field independent (GKFI) dan bergaya kognitif field dependent (GKFD) dalam menyelesaikan masalah geometri disajikan pada Tabel 5.1 dan Tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.1 Kesamaan dan Perbedaan Karakteristik Berpikir Intuitif (BI) subjek GKFI dan subjek GKFD dalam menyelesaikan masalah geometri

Karakter

Subjek GKFD Berpikir

Subjek GKFI

intuitif

Globaly dan direct

1) Subjek dalam memahami 1) Subjek dalam memahami masalah secara langsung

masalah secara langsung (direct) dan pada saat

(direct) pada saat membaca soal membaca soal bersifat global

dan bersifat global 2) Subjek merasa yakin dengan

2) Subjek merasa cukup dengan

Kesamaan

gambar yang dibuat gambar yang dibuat memberikan makna global

memperjelas secara global apa untuk memperjelas maksud

yang dimaksud soal. soal, seperti apa yang diketahui dan apa yang dicari.

3) Jawaban akhir subjek 3) Jawaban akhir yang dibuat cenderung tidak

subjek tidak mencantumkan mencantumkan satuan,

satuan, karena subjek yakin karena subjek merasa yakin

tidak mungkin benar

dipermasalahkan.

Common sence

Power of Synthesis

1) Subjek cenderung 1) Subjek cenderung mengabaikan memanfaatkan pengalaman

pengalaman sebelumnya

sebelumnya (mampu (mampu memahami soal dengan memahami masalah dengan

lebih dari satu kali membaca). membaca soal sekali).

Perbedaan

2) Hasil jawaban subjek 2) Hasil Jawaban subjek relatif relatif teratur, runtut,

kurang teratur, kurang runtut, menggunakan gambar

menggunakan berbagai seperlunya.

algoritma, banyak coretan- coretan, menggunakan banyak gambar.

3) Apabila mengalami 3) Apabila mengalami kesulitan/ kesulitan/kebuntuan subjek

kebuntuan subjek beraktivitas memilih diam atau istirahat

mencoba-coba, menebak atau sejenak (membayangkan

memotong-motong gambar, gambar) untuk

mencorat-coret hasil memunculkan ide/gagasan

pekerjaannya untuk menuju penyelesaian

memunculkan ide menuju masalah.

penyelesaian yang harapkan.

4) Subjek cenderung 4) Subjek cenderung menolak menerima konsep atau

(bersifat memaksa) konsep yang memahami masalah

tidak sesuai dengan berdasarkan keyakinan

pengetahuan yang dimiliki.

Tabel 5.2 Kesamaan dan Perbedaan Model Intuitif (MI) subjek GKFI dan

subjek GKFD dalam mennyelesaikan masalah geometri

Subjek GKFD Model Intuitif

Subjek GKFI

Model tacit

1) Subjek menyelesaikan soal 1) Subjek menyelesaikan soal tidak langsung menghitung berdasarkan

menuliskan hal penting dari soal, angka-angka yang diketahui.

seperti yang diketahui dan apa yang ditanyakan.

2) Subjek melakukan langkah 2) Subjek juga tidak menuliskan algoritma dengan mengambil

Dokumen yang terkait

Kajian Karakteristik Fisik, Kimia dan Mikrobiologis Edible Film dari Tiga Jenis Pati (Kimpul, Ubi Jalar Putih dan Singkong) dengan Penambahan Filtrat Kunyit (Curcuma longa Linn.) Sebagai Penghambat Bakteri Salmonella.

16 119 21

PERBEDAAN ANATOMI JARINGAN EPIDERMIS DAN STOMATA BERBAGAI DAUN GENUS ALLAMANDA (Dikembangkan menjadi Handout Siswa Biologi Kelas XI SMA)

5 148 23

Konstruksi Media tentang Kontroversi Penerimaan Siswa Baru di Kota Malang (Analisis Framing pada Surat Kabar Radar Malang Periode 30 Juni – 3 Juli 2012)

0 72 56

Pendampingan Pada Siswa Berkesulitan Belajar Di SDI ISKANDAR SAID Surabaya

0 16 2

Hubungan Antara Iklim Sekolah Dengan Disiplin Siswa Di SMP Hutama Pondok Gede Bekasi

1 73 93

Karakteristik sintaksis ayat-ayat makiyah

0 41 2

Perancangan Sistem Informasi Akademik Pada SMK Bina Siswa 1 Gununghalu

27 252 1

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pela

7 98 60

Studi Perbandingan Sikap Sosial Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaraan Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dan Think Pair Share Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu

3 49 84