Karakteristik Berpikir Intuitif Siswa Be

KARAKTERISTIK BERPIKIR INTUITIF SISWA SMA BERGAYA KOGNITIF FIELD INDEPENDENT DAN FIELD DEPENDENT DALAM MENYELESAIKAN MASALAH GEOMETRI DISERTASI

MUNIRI NIM: 08716009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

KARAKTERISTIK BERPIKIR INTUITIF SISWA SMA BERGAYA KOGNITIF FIELD INDEPENDENT DAN FIELD DEPENDENT DALAM MENYELESAIKAN MASALAH GEOMETRI DISERTASI

Diajukan kepada Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Matematika

MUNIRI NIM: 08716009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2015

HALAMAN PERSETUJUAN

Disertasi oleh Muniri, NIM 08716009, dengan judul Karakteristik Berpikir Intuitif Siswa SMA Bergaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent dalam Menyelesaikan Masalah Geometri, telah memenuhi syarat dan disetujui untuk diuji.

Pembimbing I

Tanggal

Prof. Dr. H. Akbar Sutawijaya, M.Ed .................................

Pembimbing II

Prof. Dr. Mohamad Nur ..................................

Konsultan

Dr. Tatag Yuli Eko Siswono, M.Pd ...................................

Mengetahui, Ketua Program Studi S-3 Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Unesa

Dr. Agung Lukito, MS NIP.196201041991021002

LEMBAR PENGESAHAN

Disertasi oleh Muniri, NIM 08716009, dengan judul “Karakteristik Berpikir Intuitif Siswa SMA Bergaya Kognitif Field Independent dan Field Dependent Dalam Menyelesaikan Masalah Geometri”, telah dipertahankan dalam ujian terbuka di depan Tim Penguji pada tanggal ..... April 2015

Tim Penguji:

Prof. Drs. I Ketut Budayasa, Ph.D Ketua Penguji

Prof. Dr. St. Suwarsono Anggota

Prof. Dr. H. Akbar Sutawidjaja, M.Ed Anggota

Prof. Dr. Mohamad Nur Anggota

Prof. Dr. Siti M Amin, M.Pd Anggota

Dr. Agung Lukito, M.Si Anggota

Mengetahui, Direktur Program Pascasarjana

Prof. Drs. I Ketut Budayasa, Ph.D

NIP. 19571204 199402 1 001

PERSEMBAHAN

Disertasi ini kupersembahkan kepada orang-orang teristimewa di hatiku: Ibunda tercinta Ny. Siti Sumna, ayahanda (alm) Moh. Tasyar

Istriku tercinta Dra. Yulistiani dan anak-anakku tersayang: Mohammad Alfian Taufiqi El Kamali dan Ahmad Minatullah El Makki

Padanya aku melihat dan menemukan berjuta kasih & sayang terpancar dari sinar wajah dan terukir pada setiap lukisan garis tangan mereka

Juga kepada guru spritualku: Hadratus Syeh Kyai Haji Mohammad Harir Sholahudin Al Ayyubi bin Abdul Jalil bin Mustaqim bin Khusen Pondok PETA Tulungagung dan Romo Kyai Haji Maskun Mukti Bendiljati Tulungagung serta Romo Kyai Haji Suyuthi Asyrof Pondok Pesantren Al Mubarok Malang

Karenanya aku telah mendapati dan menemukan jati diriku sendiri....

Juga kepada para Dosen dan Ustadzku: Prof. R. Soejadi (alm), Prof. Herman Hudojo, Prof. Dr. H. Akbar Sutawidjaja, M.Ed, Prof. I Ketut Budayasa, Ph.D, Prof. Frans Susilo, Prof. Dr. Suwarsono, Dr. Yansen Marpaung, Dr. Agung Lukito, Prof. Dwi Juniati, Ph.D, Dr. Tatag Yuli Eko Siswono, M.Pd, Prof. Dr. Muhammad Nur,

Prof. KH. Moh. Tholhah Hasan, Prof. Dr. H. Surahmat, M.Si. Darinya aku telah mendapati & menemukan jutaan hasanah ilmu pengetahuan.....

Juga kepada sahabatku:

H. Mohammad Athiyah, S.H, Dr. H. Hobri, M.Pd, Dr. Abdussyakir, M.Pd, Dr. H. Akhyak, M.Ag, dan Ir. H. Alfa Isnaini M.Si

Padanya aku menemukan banyak kenangan & hangatnya persahabatan....

ABSTRAK

Muniri, 2015. Karakteristik Berpikir Intuitif Siswa SMA Bergaya Kognitif Field Independent dan Field Dependent dalam Menyelesaikan Masalah Geometri. Disertasi, Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. Promotor: Prof. Dr. H. Akbar Sutawidjaja, M.Ed. Kopromotor: Prof. Dr. Mohamad Nur. Konsultan: Dr. Tatag Yuli Eko Siswono, M.Pd.

Kata-kata Kunci: berpikir intuitif, gaya kognitif, menyelesaikan masalah Apabila seorang siswa dihadapkan permasalahan geometri sudah barang

tentu melibatkan kemampuan berbagai aktivitas berpikir yang dimiliki. Peran intuisi sebagai bagian dari aktivitas berpikir memiliki posisi strategis dalam menentukan langkah awal atau menemukan cara terbaik dalam memahami dan menyelesaikan masalah tersebut. Setiap individu memiliki sifat, cara pandang dan gaya kognitif berbeda dalam menyikapi permasalahan geometri, sehingga berakibat keterlibatan atau kehadiran intuisipun dimungkinkan berbeda pula dalam menyelesaikan masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan mengeksplorasikan karakteristik berpikir intuitif siswa SMA bergaya kognitif (field independent dan field dependent) dalam menyelesaikan masalah geometri.

Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti menetapkan empat subjek penelitian dan satu masalah utama, yaitu masalah geometri. keempat subjek penelitian tersebut terdiri atas dua subjek bergaya kognitif field independent (GKFI) dan dua subjek bergaya kognitif field dependent (GKFD). Peneliti juga melakukan wawancara mendalam terhadap empat subjek tersebut. Wawancara tersebut dilakukan pada saat atau setelah subjek menyelesaikan tugas. Analisis data dalam penelitian ini melalui beberapa tahap, yaitu reduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan. Secara rinci langkah-langkah analisis data tersebut adalah: (1) mentranskrip data, (2) menelaah seluruh data yang tersedia, (3) mereduksi data dengan mengabstraksi, (4) mengkategorisasikan data dengan pengkodean, (5) menvalidasi data dengan triangulasi, (6) menginterpretasi data, dan (7) menarik kesimpulan.

Hasil penelitian ini adalah: pertama karakteristik berpikir intuitif yang digunakan siswa SMA bergaya koginitif field independent (GKFI) dalam menyelesaikan masalah geometri adalah directly, globaly dan common sense. Sifat directly ini terjadi saat siswa GKFI memahami soal secara langsung pada saat

membaca soal. Sifat globaly ini muncul pada saat subjek GKFI membedakan apa yang diketahui dan apa yang dicari dan secara tidak sadar terlintas atau terbayang gambar serta rumus yang cocok dalam pikirannya untuk menyelesaikan masalah (pemahaman bersifat global). Adapun berpikir intuitif common sense ditunjukkan aktivitas siswa pada saat memahami dan menyelesaikan masalah ditopang membaca soal. Sifat globaly ini muncul pada saat subjek GKFI membedakan apa yang diketahui dan apa yang dicari dan secara tidak sadar terlintas atau terbayang gambar serta rumus yang cocok dalam pikirannya untuk menyelesaikan masalah (pemahaman bersifat global). Adapun berpikir intuitif common sense ditunjukkan aktivitas siswa pada saat memahami dan menyelesaikan masalah ditopang

Kedua Karakteristik berpikir intuitif yang digunakan siswa SMA bergaya koginitif field dependent (GKFD) dalam menyelesaikan masalah geometri adalah directly, globaly, perseverable dan power of synthesis. Sifat directly ini ditunjukkan pada saat siswa GKFD memahami masalah secara langsung saat membaca soal. Sifat globaly ini ditunjukkan siswa GKFD menangkap makna masalah melalui membaca. Pada saat membaca pertama siswa langsung membedakan apa yang diketahui dan apa yang dicari (pemahaman global). Selanjutnya pada saat membaca yang kedua terlintas (muncul tiba-tiba) dalam pikirannya cara yang tepat untuk mencapai solusi. Sifat perseverable terjadi ketika subjek menggambar atau mencorat-coret hasil kerjanya terlintas dalam pikirannya berasosiasi dengan aktivitas analitis yang ditopang dengan feeling dan keyakinan bersifat kokoh. Adapun power of synthesis ini terjadi pada saat subjek menngalami kesulitan, ia mengandalkan kemampuan berhitung, mencoba, menduga, sehingga langkah penyelesaian yang dilakukan terlihat menggunakan prosedur panjang (berbelit- belit), kurang logis, melakukan dugaan, memprediksi dan mencoba-coba, mencorat- coret hasil kerjanya sehingga menemukan ide atau strategi yang cocok muncul secara tiba-tiba berdasarkan feeling.

Ketiga model intuitif siswa SMA bergaya kognitif field independent (GKFI) dalam menyelesaikan masalah geometri adalah model tacit, model diagrammatic, dan model analogy. Model tacit ini ditunjukkan siswa cenderung tidak menuliskan satuan pada jawaban akhir. Siswa GKFI lebih memilih menjawab langsung agar lebih singkat dan cepat. Model diagrammatic ini ditunjukkan saat siswa menggunakan perantara atau memanfaatkan ilustrasi gambar untuk menemukan strategi yang membantu memudahkan menemukan solusi. Siswa GKFI kurang yakin akan jawabannya tanpa bantuan gambar, menurutnya ilustrasi gambar yang dibuat membuka jalan pikiran atau ide yang bersifat spontan dan tiba-tiba (suddently). Adapun model analogy ditunjukkan oleh siswa GKFI memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya menopang munculnya ide dengan segera (immediate). Menurutnya langkah penyelesaian yang dilakukan secara tidak sadar meniru langkah-langkah penyelesaian masalah serupa.

Keempat Model intuitif siswa SMA bergaya kognitif field dependent (GKFD) dalam menyelesaikan masalah geometri adalah model tacit dan diagrammatic. Model tacit ini ditunjukkan pada saat membaca soal siswa GKFD membayangkan objek. Ia langsung menggambar seperlunya (tidak lenkap), begitu pula jawabannya tidak memuat satuan, langkah tersebut dilakukan agar lebih singkat. Adapun model diagrammatic ini ditunjukkan oleh aktivitas siswa GKFD Keempat Model intuitif siswa SMA bergaya kognitif field dependent (GKFD) dalam menyelesaikan masalah geometri adalah model tacit dan diagrammatic. Model tacit ini ditunjukkan pada saat membaca soal siswa GKFD membayangkan objek. Ia langsung menggambar seperlunya (tidak lenkap), begitu pula jawabannya tidak memuat satuan, langkah tersebut dilakukan agar lebih singkat. Adapun model diagrammatic ini ditunjukkan oleh aktivitas siswa GKFD

ABSTRACT

Muniri, 2015. Intuitive Thinking Characteristics of The Independent-Field- Cognitive-Styled and Dependent-Field-Cognitive-Styled Students of Senior High School in Solving The Geometric Problems. Dissertation, Mathematics Education Department, Graduate School of State University of Surabaya. Promoter: Prof. Dr. H. Akbar Sutawidjaja, M.Ed, Co-promoter: Prof. Dr. Mohamad Nur, Consultant: Dr. Tatag Yuli Eko Siswono, M.Pd

Keywords : intuitive thinking, cognitive style, problem solving

Solving mathematics problems, especially geometric problems, surely involves the process of thinking. Intuition plays the strategic role in the process of thinking in selecting the initial step or finding out the best way in solving the mathematics problems. Every individual possess different characteristics, points of views, and cognitive styles in solving the geometric problems. As the result, the involvement of intuition plays different role in solving those problems. This study is intended to describe and investigate the intuitive thinking characteristics of the independent-field-cognitive-styled and dependent-field-cognitive-styled students of senior high school in solving the geometric problems.

To achieve the objective in question, the researcher assigns four subjects and selects one main problem, the geometric problem. Those four subjects encompass two independent-field-cognitive-styled students and two dependent-field-cognitive- styled students of senior high school. The researcher conducts deep interview with those four subjects. The interview is conducted while the subjects are working with the geometric problems and soon after the work is finished. The data analysis is done through the following steps: data reduction, data presentation, and conclusion drawing. In more detail, the data analysis is conducted through the following steps: (1) data transcription, (2) data analysis, (3) data reduction and abstraction, (4) data coding and categorization, (5) data validation and triangulation, (6) data interpretation, and (7) conclusion drawing.

The finding of this study shows that first, the intuitive thinking characteristics of the independent-field-cognitive-styled students of senior high school in solving the geometric problems are directly, globally, and common sense. The direct characteristic appears when the students directly comprehend the questions while they are reading them. The global characteristic can be identified when the students differentiate what they have known from what the questions about and unconsciously appear in their minds images and the suitable formulas to solve the problems. The common sense characteristic is shown fr om the students‟ strategies in understanding and solving the problems supported by their schemata and prior experiences. The analytical and intuitive thinking possibly integrate and positively influence each other such as when the students utilize the illustrative image which The finding of this study shows that first, the intuitive thinking characteristics of the independent-field-cognitive-styled students of senior high school in solving the geometric problems are directly, globally, and common sense. The direct characteristic appears when the students directly comprehend the questions while they are reading them. The global characteristic can be identified when the students differentiate what they have known from what the questions about and unconsciously appear in their minds images and the suitable formulas to solve the problems. The common sense characteristic is shown fr om the students‟ strategies in understanding and solving the problems supported by their schemata and prior experiences. The analytical and intuitive thinking possibly integrate and positively influence each other such as when the students utilize the illustrative image which

Second, the intuitive thinking characteristics of the dependent-field-cognitive- styled students of senior high school in solving the geometric problems are directly, globally, per severable and power of synthesis. The direct characteristic is shown when the students read the questions. The global characteristic is identified when the students understand the essence of the problems through reading them. When reading the problems for the first time, the students directly differentiate what has been known from what is questioned (global understanding). Then, at the second reading, suddenly appear in their mind the appropriate solutions to the problems. The perseverable characteristics take place when the subjects are making some drawing or sketches on their work which are associated to the analytical activities supported by the feeling and strong belief. The power of synthesis happens when the subjects find difficulties. They tend to count on their ability in counting, trying out, predicting so that it seems the strategy or the procedure to solve the problems is complicated, illogical, involving prediction and trying out, making sketches on their work until they come to suitable ideas or strategies which emerge suddenly based on the feeling.

Third, the intuitive thinking models of the independent-field-cognitive-styled students of senior high school in solving the geometric problems are tacit model, diagrammatic model, and analogy model. The tacit model is shown when the students tend not to mention the measurement after the number. The students of this type prefer directly mention the number only in order that they can answer it quickly. The diagrammatic model is shown when the students use cues or illustrative picture to find out the appropriate strategy to solve the geometric problems. They may feel unconvinced with their final answer when they do not utilize the illustrative pictures because the illustrative pictures function to spontaneously or suddenly open their mind to the ideas. The analogy model is shown by utilizing schemata and prior experiences which yield in the immediate emergence of ideas.

Fourth, the intuitive thinking models of the dependent-field-cognitive-styled students of senior high school in solving the geometric problems are tacit model and diagrammatic model. This tacit model is shown when reading the questions, at the same time the students are imagining an object. They directly draw the object as needed or incomplete, their answers are not completed with the measurement in order to give the answer as short as possible. The diagrammatic model can be identified when the subjects utilize illustrative picture as an aid or thinking bridge to understand the questions as well as to define the tentative strategy to find the appropriate and quick solution. When the students encounter difficulties, they tend to make drawing again or making sketches on their work until to come up with ideas they think to be the appropriate solution.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil „alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan dari lubuk hati yang tulus ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq,

karunia dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul “Karakteristik Berpikir Intuitif Siswa SMA Bergaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent dalam Menyelesaikan Masalah Geometri ” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan Matematika pada Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Berbagai hambatan, rintangan dan kesulitan sudah pasti menghiasi hari demi hari dalam proses penyelesaian disertasi ini, namun berkat bantuan, bimbingan, dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak, maka kesulitan dan rintangan tersebut dapat teratasi dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Akbar Sutawijaya, M.Ed selaku promotor yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan pada penulis dengan penuh kesabaran, keihlasan tanpa mengenal waktu sampai pada penyelesaian penulisan disertasi ini, bahkan beliau banyak memberi nasehat dan wawasan kepada penulis tentang keilmuan dan kehidupan untuk masa kini maupun masa yang akan dijalani.

2. Bapak Prof. Dr. Mohamad Nur selaku kopromotor yang senantiasa bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan dan teladan kepada penulis selama dalam menyelesaikan disertasi ini.

3. Bapak Dr. Tatag Yuli Eko Siswono, M.Pd selaku konsultan dan sekaligus menjadi validator yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan ide-ide cemerlang serta dukungannya berupa referensi yang terkait dengan topik utama disertasi ini.

4. Bapak (alm) Prof. Dr. Suryanto, M.Ed selaku reviwer sekaligus penguji pada ujian tertutup yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan disertasi ini, teriring do‟a semoga segala amal baiknya senantiasa memperoleh pahala yang tiada putus dan medapatkan tempat terindah disisi Tuhan Allah SWT, amien.

5. Bapak Rektor dan Direktur Pascasarjana Unesa Surabaya serta Segenap dosen Program Doktor Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang dengan tulus membimbing penulis selama menempuh 5. Bapak Rektor dan Direktur Pascasarjana Unesa Surabaya serta Segenap dosen Program Doktor Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang dengan tulus membimbing penulis selama menempuh

6. Bapak/Ibu reviewer Prof. Dr. Mega Teguh Budiarto, M.Pd, dan Prof. Dr. Siti Amin M, M.Pd, yang bersedia meluangkan waktunya untuk memeriksa atau mereview dengan tekun, cermat dan teliti demi kesempurnaan penulisan disertasi ini.

7. Bapak Dr. Subanji, M.Si, Dr. Sri Mulyati, M.Pd dari Universitas Negeri Malang, Drs. Aries Yuwono, M.Pd (guru SMAN Kedungwaru), Drs. Yasip Gautama, M.Pd (dosen STKIP PGRI Tulungagung) yang bersedia menjadi validator instrumen penelitian ini

8. Bapak Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberi izin dan dukungan untuk melanjutkan studi di Program Studi S3 Pendidikan Matematika PPs. Unesa Surabaya.

9. Bapak Ketua STKIP PGRI Tulungagung yang telah memberi dukungan untuk melanjutkan studi di Program Studi S3 Pendidikan Matematika PPs. Unesa Surabaya.

10. Teman-teman mahasiswa S3 Pendidikan Matematika PPs. Unesa Surabaya dan teristmewa angkatan 2008, Dr. Jackson Pasimi Mairing, M.Pd, Dr. Muhrizal, M.Si, Drs. Suryo Widodo, M.Pd, Drs. Wiryanto, M.Si, Drs. Qodri Ali Hasan, M.Pd, Drs. Irwani, M.Kes, Dra. Desti Hariningsih, M.Pd.

11. Bapak Kepala SMA Negeri Kedungwaru Tulungagung yang memberi kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolahnya.

12. Istriku tercinta Dra. Yulistiani, dan anak-anakku tersayang Mohamad Alfian Taufiqi El Kamali, dan Ahmad Minatullah El Makki yang telah mensupport dan penuh kesabaran serta medoakan penulis dalam menyelesaikan studi di PPs. Unesa Surabaya.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, yang banyak memberi bantuan baik berupa materi maupun berupa moril.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap bahwa disertasi ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak. Semoga keikhlasan dan bantuan yang telah diberikan senantiasa memperoleh balasan yang lebih baik dari sisi-Nya.

Amin…. Surabaya, April 2015

Penulis

DAFTAR DIAGRAM

Halaman

Diagram 3.1 Prosedur Pemilihan Subjek Penelitian .........................

99 Diagram 3.2 Prosedur Penyusunan Instrumen Penelitian .................

105 Diagram 3.3 Prosedur Pengumpulan Data (Triangulasi Data) ..........

108 Diagram 3.4 Metode Triangulasi Sumber untuk Subjek GKFI .........

114 Diagram 3.5 Metode Triangulasi Sumber untuk Subjek GKFD ........ 115 Diagram 3.6 Prosedur Penelitian .......................................................

118

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Petunjuk Penyelenggaraan Tes Gaya Kognitif ................

249 Lampiran 2 Group Embedded Figure Test (GEFT) ............................

250 Lampiran 3 Tabel Hasil Tes GEFT .....................................................

262 Lampiran 4 Distribusi Hasil Tes GEFT ..............................................

264 Lampiran 5 Analisis Validitas butir soal GEFT .................................

266 Lampiran 6 Lembar Masalah Geometri ..............................................

270 Lampiran 7 Pedoman Wawancara Berbasis Tugas (PWBT) ..............

271 Lampiran 8 Alternatif Jawaban Masalah Geometri ............................

275 Lampiran 9 Hasil Jawaban Subjek penelitian .....................................

276 Lampiran 10 Transkrip Hasil Wawancara ...........................................

284 Lampiran 11 Daftar Nama Validator ....................................................

301 Lampiran 12 Validasi Ahli terhadap Lembar Masalah .........................

302 Lampiran 13 Validasi Investigator .......................................................

321 Lampiran 14 Surat Pengantar Penelitian dari Unesa ............................

342 Lampiran 15 Surat Keterangan Dinas Pendidikan (SMA Negeri

Kedungwaru Tulungagung) ........................................... 343 Lampiran 16 Surat Pernyataan Keaslian Tulisan .................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan ilmu pengetahuan bersifat universal yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar bagi perkembangan disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi modern serta mempunyai peran penting dalam perkembangan berpikir manusia. Demikian juga kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini banyak dilandasi perkembangan matematika seperti halnya bidang geometri, teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan matematika diskrit. Oleh karenanya, dalam penguasaan dan pemanfaatan teknologi di masa depan tentu tidak terlepas adanya dukungan pemahaman dan penguasaan matematika.

Ditegaskan dalam Kurikulum 2004 tentang tujuan pembelajaran matematika, yaitu (1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam penarikan kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksperimen, eksplorasi dalam menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten, dan inkonsisten; (2) mengembangkan aktivitas rasa ingin tahu yang kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba; (3) mengembangkan kemampuan memecahkan masalah; dan (4) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomuni-kasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan (Depdiknas, 2003: 6).

Berdasarkan tujuan kurikulum di atas, berarti dalam belajar matematika siswa hendaknya dilatih dan dibiasakan untuk mempertajam atau memperkuat

aktivitas mental dan berpikir melalui proses penyelesaian masalah (secara tepat dan cepat) melalui serangkaian aktivitas yang melibatkan berbagai kemampuan, antara lain kemampuan imajinatif, prediktif dan intuitif. Melalui kemampuan imajinatif seseorang mampu membayangkan objek permasalahan yang dihadapi, sehingga ia mampu memberikan interpretasi atau representasi terhadap masalah tersebut. Kemampuan prediktif dapat mengarahkan seseorang peka dan mampu menentukan solusi alternatif masalah yang dihadapi, sedangkan kemampuan intuitif dapat dijadikan sebagai “kognisi antara” yang digunakan sebagai “jembatan” untuk memudahkan dalam melakukan pengaitan objek yang dibayangkan dengan alternatif solusi yang diharapkan serta mampu menuntun seseorang dalam menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai solusi tersebut secara formal.

Fischbein & Dooren et al. (dalam Nicholas, 2010: 20) menyatakan bahwa “intuition in mathematics, is primarily used as a bridge between mathematical concepts and the real word. ” Pendapat tersebut berarti intuisi dalam matematika digunakan sebagai “jembatan” berpikir antara konsep abstrak matematika dengan dunia nyata. Dengan demikian intuisi dapat berguna mempermudah memahami

konsep-konsep abstrak matematika menjadi kongkret berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki dan mungkin bercampur aduk dengan perasaan atau feeling.

Berkaitan dengan berpikir intuitif, secara eksplisit Bruner (1999: 58) menjelaskan dengan cara membandingkan antara karakteristik berpikir intuitif dan

berpikir analitis. Menurutnya berpikir analitis adalah proses berpikir yang diekpresikan melalui langkah demi langkah (memahami objek dari bagian-bagian khusus), masing-masing langkah terkait dengan langkah sebelumnya, biasanya terencana secara sadar dan lebih hati-hati dalam menangkap informasi dan operasi yang terkait di dalamnya, misalnya langkah-langkah proses induksi atau percobaan dan analisis statistik dalam kegiatan penelitian, sedangkan berpikir intuitif merupakan komplemen dari berpikir analitik. Berpikir intuitif bekerja secara implisit dan cenderung memahami objek secara langsung bersifat keseluruhan (globaly), menemukan strategi untuk mencapai jawaban yang diharapkan secara tiba-tiba, tidak terencana dan kurang hati-hati, kurang detail, bersifat acak atau kurang runtut, serta terkadamg melalui dugaan atau perasaan.

Fischbein (1999: 12) memberikan pengertian intuisi ditinjau dari sifat dan bentuknya. Menurut sifatnya intuisi berguna untuk mengantisipasi dan mengawali aktivitas dalam perspektif global. Dengan demikian kognisi intuisi merupakan cara atau strategi mengatasi masalah atau memprediksi kemungkinan terjadinya peristiwa. Pendapat serupa disampaikan Hinden (2004: 32) bahwa “Intuition gives the advantage of taking action early. The analysis is introduced later and provides secondary support and documentation required when setting the decision. ” Dengan kata lain intuisi memberikan keuntungan dalam menentukan solusi lebih awal, sedangkan analisis bisa dilakukan pada tahap berikutnya. Ini berarti bahwa analisis memberikan dukungan sekunder dan dokumentasi dibutuhkan sebagai alat pada saat pengambilan keputusan.

Uraian di atas memberikan makna bahwa intuisi merupakan aktivitas berpikir yang berfungsi sebagai pembuka ide, inspirasi yang mengarahkan seseorang menetapkan langkah-langkah mengkonstruksi dan menemukan solusi masalah yang dihadapi atau mungkin bersifat global atau prediktif. Akan tetapi jika ditinjau dari bentuknya yang conclusive, berarti intuisi berperan mengembangkan cara cepat dan tepat menganalisis suatu solusi yang telah diperoleh sebelumnya. Dengan demikian, intuisi dapat digunakan untuk mempersiapkan dan memulai tindakan atau aktivitas penyelesaian masalah berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki melalui interpretasi (difokuskan atau dirancang untuk menemukan solusi secara langsung) dan sangat bermanfaat bagi proses berpikir secara aktif dan produktif.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, berpikir intuitif berfungsi sebagai “mediating cognitive” atau “kognisi perantara” yang dapat membantu atau memudahkan untuk memulai menentukan langkah-langkah penyelesaian masalah atau menemukan solusi, sedangkan sifat berpikir intuitif adalah berlangsung segera (immediate) atau muncul secara tiba-tiba (suddent). Berlangsung segera artinya seseorang memahami, menemukan strategi penyelesaian masalah matematika terjadi dalam kurun waktu tertentu tanpa dipisahkan oleh aktivitas berpikir lainnya. Proses berpikir tersebut muncul secara tiba-tiba artinya munculnya strategi yang digunakan seseorang untuk menemukan solusi pada saat menyelesaikan masalah matematika bersifat spontan (tidak diketahui asal-usulnya) atau terkadang muncul ketika mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan masalah.

Mengenai pentingnya memecahkan masalah bagi siswa diungkapkan National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) dalam Principles and Standards for School Mathematics (NCTM, 2000: 52) yaitu “Solving problem is not only a goal of learning mathematics but al so a majors means of doing so …By learning problem solving in mathematics, students should acquire ways of thinking, habits of persistence and curiosity and confidence in unfamiliar situations …” yang berarti pemecahan masalah bukan hanya tujuan matematika tapi melatih cara berpikir siswa, membiasakan tekun dalam mengerjakan sesuatu dan menumbuhkan rasa ingin tahu serta percaya diri dalam menyikapi masalah yang tidak biasa dihadapi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Krulik, Rudnik & Milou (2003: 90) bahwa salah satu cara untuk membelajarkan siswa berpikir adalah melalui proses pemecahan masalah. Dengan kata lain, dalam menyelsaikan masalah siswa harus melakukan serangkaian aktivitas berpikir yang merupakan salah satu hal mendasar dalam pembelajaran matematika. Ketika siswa menyelsaikan masalah matematika (termasuk masalah geometri) menggunakan strategi-strategi khusus dan memungkinkan adanya keterlibatan intuisi pada saat menentukan strategi yang cocok atau menemukan solusi.

Dalam hal penyelesaian masalah geometri, penggunaan berpikir yang melibatkan intuisi memiliki peranan penting untuk membantu siswa menemukan solusi yang tepat atau muncul secara cepat, seperti diungkapkan oleh Bruner (1977: 119) bahwa peran penggunaan intuisi dapat dimaknai dalam dua aspek yang agak berbeda. Di satu sisi, seseorang dikatakan berpikir intuitif apabila ia telah

melakukan kegiatan menyelesaikan masalah dalam waktu yang cukup lama, dan tiba-tiba ia memperoleh dan menemukan solusinya berdasarkan pengalamannya walaupun bukti formal belum dilakukan. Pada sisi lain, dikatakan bahwa seorang ahli matematika dikatakan berpikir intuitif yang baik apabila orang tersebut dihadapkan pada suatu masalah, ia dapat memberikan tebakan jawaban dengan segera terhadap pertanyaan yang diajukan kepadanya, atau dia dapat menyelesaikan atau memeriksa dengan berbagai pendekatan untuk mencapai bukti yang diinginkan. Misalnya aktivitas-aktivitas berpikir intuitif yang mungkin digunakan untuk memahami atau menyelesaikan masalah antara lain, melalui ilustrasi gambar, membuat diagram, atau coretan-coretan, membayangkan atau imajinasi, analogi, dan memprediksi. Hal yang demikian menunjukkan betapa pentingnya peran intuisi dalam menyelesaikan masalah geometri yang tidak hanya dititikberatkan pada pemahaman konsep, namun juga penentuan strategi penyelesaian masalah diperlukan kesiapan intelektual yang memadahi, aktivitas mental tinggi, serta kemampuan kognitif yang kompleks (seperti kemampuan berpikir divergen dan berpikir konvergen, kreativitas, kemampuan pemecahan masalah).

Terjadinya perbedaan strategi dalam menyelesaikan masalah geometri bagi sebagian siswa bukan semata-mata disebabkan keabstrakan dan banyaknya konsep geometri yang dipelajari mereka, namun penyebab lainnya mungkin dipengaruhi adanya perbedaan persepsi, karakteristik individu siswa saat belajar atau dalam memahami masalah, seperti perbedaan kemampuan berpikir atau gaya kognitif siswa. Oleh karenanya, perbedaan gaya kognitif tersebut memiliki dampak terhadap Terjadinya perbedaan strategi dalam menyelesaikan masalah geometri bagi sebagian siswa bukan semata-mata disebabkan keabstrakan dan banyaknya konsep geometri yang dipelajari mereka, namun penyebab lainnya mungkin dipengaruhi adanya perbedaan persepsi, karakteristik individu siswa saat belajar atau dalam memahami masalah, seperti perbedaan kemampuan berpikir atau gaya kognitif siswa. Oleh karenanya, perbedaan gaya kognitif tersebut memiliki dampak terhadap

Dalam penelitian ini, pemilihan subjek difokuskan bagi siswa yang memiliki perbedaan gaya kognitif. Witkin (dalam Elkind & Weiner, 1978) mengatakan bahwa gaya kognitif adalah perbedaan cara siswa memproses informasi dan memberlakukan lingkungannya. Gaya kognitif merujuk pada bagaimana siswa memproses informasi dan menggunakan strategi dalam merespon tugas. Hal ini berarti bahwa masing-masing siswa atau individu memiliki perbedaan kemampuan dalam memahami, memilih strategi atau metode menyelesaikan masalah yang mungkin dipengaruhi taraf kecerdasan, kemampuan berpikir, serta cara memperoleh, menyimpan, serta menerapkan pengetahuan tersebut.

Lebih lanjut Rahman (2003) mengemukakan adanya perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika siswa bergaya kognitif field-independent dengan hasil belajar matematika siswa bergaya kognitif field-dependent. Selanjutnya penelitian Stein (dalam Ardana, 2002) menyimpulkan bahwa gaya Lebih lanjut Rahman (2003) mengemukakan adanya perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika siswa bergaya kognitif field-independent dengan hasil belajar matematika siswa bergaya kognitif field-dependent. Selanjutnya penelitian Stein (dalam Ardana, 2002) menyimpulkan bahwa gaya

Hasil penelitian di atas, memperkuat dugaan peneliti bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dipengaruhi oleh gaya kognitif serta kecakapan intuisi mereka. Berarti strategi, pendekatan atau model yang digunakan siswa bergaya kognitif berbeda dimungkinkan berbeda pula karakter berpikir intuitif yang digunakan dalam menyelesaikan masalah. Sejalan dengan hasil penelitian di atas, Mahlios (dalam Slameto, 1995) memperhatikan tingkah laku siswa berdasarkan gaya kognitifnya dalam belajar antara lain: (a) Siswa bergaya kognitif field independent (GKFI) cenderung bekerja secara mandiri. (b) Siswa bergaya kognitif field dependent (GKFD) dalam memberikan jawaban banyak tergantung pada pujian yang diberikan oleh guru. (c) siswa dengan GKFI lebih banyak menerima unpan balik berkaitan dengan konsep atau materi pelajaran yang disampaikan guru. (d) Siswa dengan GKFD lebih banyak menerima umpan balik terkait hal yang bersifat pribadi.

Uraian di atas memberikan gambaran akan pentingnya dilakukan kajian secara mendalam tentang karakteristik berpikir intuitif berdasarkan gaya kognitif Uraian di atas memberikan gambaran akan pentingnya dilakukan kajian secara mendalam tentang karakteristik berpikir intuitif berdasarkan gaya kognitif

Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstrak berdasarkan pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, ruang, pola, pengukuran dan pemetaan, dan sebagainya. Sedangkan dari sudut pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan dalam memahami dan menyelesaikan masalah, misalnya persoalan verbal dapat diilustrasikan dalam bentuk gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi. Pendekatan secara geometri juga merupakan sarana yang memberikan kemudahan dalam memahami struktur dan pemecahan masalah matematika (Burger & Shaughnessy, 1986: 40).

Suydam (dalam Clements & Battista, 1992: 421) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah (1) mengembangkan kemampuan berpikir logis, (2) mengembangkan intuisi spasial mengenai dunia nyata, (3) menanamkan pengetahuan yang dibutuhkan matematika lanjut, dan (4) mengajarkan cara membaca dan menginterpretasikan argumentasi matematika.

Berdasarkan uraian di atas, berarti konsep geometri mempunyai peluang lebih besar untuk dipahami siswa secara intuitif disebabkan konsep geometri yang sudah dikenal dan akrab dengan siswa sejak mereka belum memasuki dunia sekolah. Hal ini berarti peran berpikir intuitif dimungkinkan memiliki peluang lebih Berdasarkan uraian di atas, berarti konsep geometri mempunyai peluang lebih besar untuk dipahami siswa secara intuitif disebabkan konsep geometri yang sudah dikenal dan akrab dengan siswa sejak mereka belum memasuki dunia sekolah. Hal ini berarti peran berpikir intuitif dimungkinkan memiliki peluang lebih

Pada saat siswa dihadapkan pada masalah geometri, tentu ia akan berusaha memahami dan ingin menyelesaikan masalah tersebut, mungkin saja siswa tersebut menyelesaikan masalah dengan segera apabila memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baik mengenai masalah tersebut. Bahkan pada saat seseorang mengalami kesulitan, kebuntuan dalam menyelesaikannya mungkin ia berusaha menyelesaikan dengan merenung (diam sejenak) dan berpikir dalam beberapa saat sehingga muncul ide, atau menggunakan perantara penyajian dalam bentuk mencoba-coba atau menduga melalui aktivitas coretan-coretan, gambar, grafik yang munculnya ide mungkin berlangsung segera atau secara tiba-tiba. Strategi penggunakan perantara yang dapat memunculkan ide/gagasan dengan segera atau tiba-tiba tersebut dikenal sebagai model intuitif. Hal ini sesuai dengan pendapat Gentner (dalam Fieschbein, 1987: 121) bahwa model diartikan sebagai sarana atau media esensial yang memberi kemudahan bagi seseorang memahami objek atau konsep tertentu yang sebelumnya sulit dipahami atau dibayangkan.

Karakteristik berpikir intuitif dapat diamati berdasarkan aktivitas siswa pada saat menyelesaikan masalah akan tetapi tidak dapat dipisahkan secara dikotomi dengan aktivitas berpikir analitis, artinya kedua aktivitas berpikir ini (analitis dan intuitif) merupakan rangkaian aktivitas berpikir yang saling melengkapi dan saling menyempurnakan satu dengan lainnya. Beberapa klasifikasi berpikir intuitif tersebut ditunjukkan dengan beberapa indikator karakteristik Karakteristik berpikir intuitif dapat diamati berdasarkan aktivitas siswa pada saat menyelesaikan masalah akan tetapi tidak dapat dipisahkan secara dikotomi dengan aktivitas berpikir analitis, artinya kedua aktivitas berpikir ini (analitis dan intuitif) merupakan rangkaian aktivitas berpikir yang saling melengkapi dan saling menyempurnakan satu dengan lainnya. Beberapa klasifikasi berpikir intuitif tersebut ditunjukkan dengan beberapa indikator karakteristik

Karakteristik pertama, yaitu catalytic inference adalah berpikir dengan jalan pintas dari suatu proposisi ke proposisi lainnya, yaitu dengan loncatan ke suatu proposisi ke proposisi lain, mungkin melalui lompatan rangkaian secara cepat tanpa mempertimbangkan premis atau proses langkah-langkah yang harus dilewati, sehingga langkah dalam menentukan kesimpulan tidak kelihatan. Biasanya sifat berpikir tersebut digunakan langsung untuk menemukan jawaban sebelum kegiatan-kegiatan analitis dilakukan. Karakteristik kedua, yaitu power of synthesis, yaitu aktivitas berpikir yang ditopang kemampuan mengkombinasikan pengetahuan yang dimiliki, baik berupa pemahaman konsep, prinsip-prinsip, dan rumus-rumus atau aturan-aturan yang dipelajari sebelumnya. Bentuk berpikir ini dapat berupa kegiatan algoritma, biasanya sifat berpikir ini digunakan apabila seseorang tidak bisa menemukan solusi secara langsung atau tidak ada keyakinan kuat terhadap kebenaran jawaban yang ditemukan, sedangkan karakteristik ketiga, yaitu common sense adalah aktivitas berpikir yang ditopang oleh pengalaman atau pengetahuan (ordinary knowledge) yang pernah dimiliki sebelumnya. Sifat berpikir ini tidak terlihat adanya usaha yang terlalu berat, disebabkan pengetahuan yang memadai, mungkin saja ekspresi kegiatannya dapat melibatkan kegiatan analitis seperti Karakteristik pertama, yaitu catalytic inference adalah berpikir dengan jalan pintas dari suatu proposisi ke proposisi lainnya, yaitu dengan loncatan ke suatu proposisi ke proposisi lain, mungkin melalui lompatan rangkaian secara cepat tanpa mempertimbangkan premis atau proses langkah-langkah yang harus dilewati, sehingga langkah dalam menentukan kesimpulan tidak kelihatan. Biasanya sifat berpikir tersebut digunakan langsung untuk menemukan jawaban sebelum kegiatan-kegiatan analitis dilakukan. Karakteristik kedua, yaitu power of synthesis, yaitu aktivitas berpikir yang ditopang kemampuan mengkombinasikan pengetahuan yang dimiliki, baik berupa pemahaman konsep, prinsip-prinsip, dan rumus-rumus atau aturan-aturan yang dipelajari sebelumnya. Bentuk berpikir ini dapat berupa kegiatan algoritma, biasanya sifat berpikir ini digunakan apabila seseorang tidak bisa menemukan solusi secara langsung atau tidak ada keyakinan kuat terhadap kebenaran jawaban yang ditemukan, sedangkan karakteristik ketiga, yaitu common sense adalah aktivitas berpikir yang ditopang oleh pengalaman atau pengetahuan (ordinary knowledge) yang pernah dimiliki sebelumnya. Sifat berpikir ini tidak terlihat adanya usaha yang terlalu berat, disebabkan pengetahuan yang memadai, mungkin saja ekspresi kegiatannya dapat melibatkan kegiatan analitis seperti

Adapun model-model intuitif yang dimaksud adalah sebagaimana telah dijabarkan Fischbein (1987: 123), yaitu (1) model implicit (tacit), (2) model analogy, (3) model diagrammatic, dan (4) model paradigmatic. Adapun penjelasan dan penjabaran dari model-model intuitif tersebut adalah berikut ini.

Model implicit (tacit) merupakan alat atau perantara yang sering digunakan seseorang untuk memudahkan atau mengarahkan dalam menyelesaikan masalah. Suatu model dipilih dan diciptakan secara otomatis dihubungkan dengan realitas tertentu untuk membantu seseorang menemukan solusi. Sebagai contoh, seseorang membuat maket atau alat peraga atau bentuk simulasi untuk kepentingan tertentu, seperti gambar grafik, diagram, dan histogram.

Model Analogy merupakan model yang digunakan untuk dua konsep yang berbeda, dimana sistem konsep yang satu memiliki kesamaan dengan sistem konsep lainnya. Sebagai contoh, untuk memudahkan pemahaman terhadap konsep penjumlahan menggunakan pendekatan konsep gabungan (union) dua himpunan saling asing (disjoint). Ini berarti bahwa pada saat siswa melakukan penjumlahan, ia akan melakukan penggabungan objek-objek tersebut untuk memudahkan proses penghitungannya. Contoh lain adalah pada saat siswa diminta untuk mencari luas daerah jajargenjang dengan rumus panjang alas kali tinggi (ditulis L = a.t), ia menganalogikan bahwa jajargenjang sebagai bentuk dari dua segitiga, sehingga Model Analogy merupakan model yang digunakan untuk dua konsep yang berbeda, dimana sistem konsep yang satu memiliki kesamaan dengan sistem konsep lainnya. Sebagai contoh, untuk memudahkan pemahaman terhadap konsep penjumlahan menggunakan pendekatan konsep gabungan (union) dua himpunan saling asing (disjoint). Ini berarti bahwa pada saat siswa melakukan penjumlahan, ia akan melakukan penggabungan objek-objek tersebut untuk memudahkan proses penghitungannya. Contoh lain adalah pada saat siswa diminta untuk mencari luas daerah jajargenjang dengan rumus panjang alas kali tinggi (ditulis L = a.t), ia menganalogikan bahwa jajargenjang sebagai bentuk dari dua segitiga, sehingga

Model paradigmatic merupakan suatu model yang memuat subkelas dari sistem yang dimodelkan. Sebagai contoh, seorang anak menganggap zat cair adalah air. Jadi air adalah model paradigmatik untuk zat cair. Sama halnya “lelehan lilin”

merupakan model paradikmatik untuk zat cair, disebabkan ia mengalir dan tidak terbakar sebagai halnya sifat air.

Model intuitif yang terakhir adalah model diagrammatik. Model ini menggunakan diagram atau grafik merupakan representasi fenomena dan sesuatu yang terkait dengan fenomena tersebut. Sebagai contoh diagram Venn digunakan untuk menyatakan himpunan, diagram pohon digunakan untuk memudahkan menentukan FPB dan KPK dua bilangan atau lebih.

Lebih spesifik mengenai kegunaan intuisi dalam matematika diungkapkan oleh Raman (2002) bahwa representasi dan interpretasi intuitif dapat memandu individu membuat strategi atau langkah-langkah untuk membagi segitiga ABC menjadi dua bagian dengan luas sama, dapat dilakukan dengan menggambar segitiga tersebut, kemudian membagi salah satu sisinya (sebut ) menjadi dua bagian yang sama sehingga � = � , kemudian melalui titik D tersebut dibuat garis melalui titik sudut dihadapan garis tersebut diperoleh ruas garis . Berdasarkan ilustrasi di atas diperoleh dua segitiga ABD dan segitiga ADC yang memiliki luas sama sebagaimana disajikan pada Gambar 1.1 berikut.

Gambar

1.1 Kesamaan Luas Daerah Segitiga ABD dan Segitiga ADC Melengkapi beberapa pendapat di atas, Fensham & Marton (1992: 115)

menyatakan tentang kegunaan intuisi bagi ilmu pengetahuan dalam tiga cara berbeda, yaitu pertama intuisi sebagai outcome, artinya intuisi dinyatakan dengan munculnya suatu ide, ungkapan, atau jawaban melalui feeling, kedua intuisi didasarkan pada pengalaman (experience), yaitu intuisi dapat digunakan untuk mempengaruhi tindakan berdasarkan pengalaman atau kejadian masa lalu, dan ketiga intuisi sebagai individual capability, yaitu intuisi dapat meningkatkan kemampuan individu secara maksimal.

Minggi (2010; 207) merekomendasikan bahwa penggunaan intuisi berperan positif dalam memahami konsep matematika secara umum termasuk limit fungsi secara verbal maupun secara visual. Ia menyatakan bahwa berpikir intuitif dapat digunakan untuk mempermudah menjelaskan makna notasi limit dan mengkonstruksi definisi limit melalui grafik atau gambar.

Observasi awal yang dilakukan peneliti saat melalukan penelitian pendahuluan (uji coba) untuk siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sumbergempol

Tulungagung pada tanggal 16 Juni 2011 terhadap 2 orang responden, yaitu R1 dan R2. Temuan berdasarkan hasil uji coba tersebut adalah terdapat perbedaan cara atau stretegi dalam menyelesaikan soal geometri tersebut. Responden R1 dapat menyelesaikan dengan bantuan gambar, sementara responden R2 menyelesaikan tanpa bantuan gambar. Perbedaan strategi penyelesaian masalah tersebut dimungkinkan beberapa faktor seperti perbedaan kemampuan akademik atau perbedaan gaya kognitif mereka. Jawaban responden terhadap masalah geometri

Dokumen yang terkait

Kajian Karakteristik Fisik, Kimia dan Mikrobiologis Edible Film dari Tiga Jenis Pati (Kimpul, Ubi Jalar Putih dan Singkong) dengan Penambahan Filtrat Kunyit (Curcuma longa Linn.) Sebagai Penghambat Bakteri Salmonella.

16 119 21

PERBEDAAN ANATOMI JARINGAN EPIDERMIS DAN STOMATA BERBAGAI DAUN GENUS ALLAMANDA (Dikembangkan menjadi Handout Siswa Biologi Kelas XI SMA)

5 148 23

Konstruksi Media tentang Kontroversi Penerimaan Siswa Baru di Kota Malang (Analisis Framing pada Surat Kabar Radar Malang Periode 30 Juni – 3 Juli 2012)

0 72 56

Pendampingan Pada Siswa Berkesulitan Belajar Di SDI ISKANDAR SAID Surabaya

0 16 2

Hubungan Antara Iklim Sekolah Dengan Disiplin Siswa Di SMP Hutama Pondok Gede Bekasi

1 73 93

Karakteristik sintaksis ayat-ayat makiyah

0 41 2

Perancangan Sistem Informasi Akademik Pada SMK Bina Siswa 1 Gununghalu

27 252 1

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pela

7 98 60

Studi Perbandingan Sikap Sosial Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaraan Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dan Think Pair Share Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu

3 49 84