Temuan samping

D. Temuan samping

Selain temuan hasil penelitian di atas, juga ditemukan beberapa hal yang berkaitan dengan penggunaan intuisi dalam menyelesaikan masalah geometri bagi subjek bergaya kognitif FI dan subjek bergaya kognitif FD. Adapun subjek bergaya kognitif FI cenderung memiliki intuisi yang lebih matang (mature intuition), sedangkan subjek bergaya kognitif FD memiliki intuisi yang belum matang (immature intuition). Hal ini ditemukan pada subjek bergaya kognitif FI pada saat membaca soal langsung memiliki gambaran langkah jawaban yang diinginkan, ia sesungguhnya memadukan aktivitas intuitif dan analisis, seperti ia membaca soal langsung menggambar apa yang dimaksud soal sebelum menuliskan jawabannya. Hal ini berarti subjek bergaya kognitif FI memiliki kecenderungan alur aktivitas berpikir mulai dari aktivitas intuitif sebagai pembuka ide untuk menemukan jalan untuk mencapai solusi yang harapkan, selanjutnya aktivitas analitis seperti menggambar dan menuliskan rumus yang cocok. Apabila mengalami kesulitan atau kebuntuan dalam menyelesaikan masalah cenderung diam (istirahat sejenak) sambil membayangkan solusi sehingga muncul ide baru (intuitif) disertai aktivitas algoritma (analitis) yang saling memberikan topangan dan saling menyempurnakan satu dengan lainnya. Sebagaimana diungkapkan Thomas (1990) bahwa ciri subjek GKFI memiliki kecenderungan lebih mengandalkan analitis. Namun demikian aktivitas sintesis juga mempunyai peran dalam menyelesaikan masalah, disinilah peran intuisi sebagai pembuka ide dan mengaitkan pengetahuan dan pengalamannya dalam pengambilan keputusan. Klein (2002) menyatakan bahwa sintesis yang Selain temuan hasil penelitian di atas, juga ditemukan beberapa hal yang berkaitan dengan penggunaan intuisi dalam menyelesaikan masalah geometri bagi subjek bergaya kognitif FI dan subjek bergaya kognitif FD. Adapun subjek bergaya kognitif FI cenderung memiliki intuisi yang lebih matang (mature intuition), sedangkan subjek bergaya kognitif FD memiliki intuisi yang belum matang (immature intuition). Hal ini ditemukan pada subjek bergaya kognitif FI pada saat membaca soal langsung memiliki gambaran langkah jawaban yang diinginkan, ia sesungguhnya memadukan aktivitas intuitif dan analisis, seperti ia membaca soal langsung menggambar apa yang dimaksud soal sebelum menuliskan jawabannya. Hal ini berarti subjek bergaya kognitif FI memiliki kecenderungan alur aktivitas berpikir mulai dari aktivitas intuitif sebagai pembuka ide untuk menemukan jalan untuk mencapai solusi yang harapkan, selanjutnya aktivitas analitis seperti menggambar dan menuliskan rumus yang cocok. Apabila mengalami kesulitan atau kebuntuan dalam menyelesaikan masalah cenderung diam (istirahat sejenak) sambil membayangkan solusi sehingga muncul ide baru (intuitif) disertai aktivitas algoritma (analitis) yang saling memberikan topangan dan saling menyempurnakan satu dengan lainnya. Sebagaimana diungkapkan Thomas (1990) bahwa ciri subjek GKFI memiliki kecenderungan lebih mengandalkan analitis. Namun demikian aktivitas sintesis juga mempunyai peran dalam menyelesaikan masalah, disinilah peran intuisi sebagai pembuka ide dan mengaitkan pengetahuan dan pengalamannya dalam pengambilan keputusan. Klein (2002) menyatakan bahwa sintesis yang

Sedangkan subjek bergaya kognitif FD berusaha memahami masalah melalui membaca dan membaca kemudian langsung (directly) menggambar maksud soal melakukan analisis-analisis, artinya subjek bergaya kognitif FD masih bersifat prediktif, menduga-duga (intuitif) dalam penyelesaian masalah, kemudian ia menentukan/menemukan langkah jawaban setelah melakukan berbagai aktivitas seperti mencorat-coret hasil kerjanya, membuat beberapa gambar untuk memandu munculnya ide atau gagasan penyelesaian masalah walaupun solusi akhir belum dituliskan. Hal ini berarti subjek bergaya kognitif FD memiliki kecenderungan mengawali kegiatan pemecahan masalah dengan aktivitas berpikir intuitif kemudian peran berpikir analitis yang ditopang berpikir intuitif untuk memperlancar aktivitas mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Klein (2002) menyatakan bahwa sintesis yang tampaknya paling efektif antara intuisi dan analisis adalah ketika menempatkan intuisi di depan sehingga akan memandu aktivitas analisis tentang berbagai situasi yang sedang dihadapi.

Dengan cara ini intuisi dapat membantu dalam memutuskan cara bereaksi, sementara analisis akan memverifikasi hasil intuisi untuk memastikan langkah yang digunakan tidak menyesatkan.

Temuan lain yang menunjol adalah subjek bergaya kognitif FI cenderung memiliki intuisi yang lebih matang (mature intuition). Intuisi yang sudah matang muncul pada saat seseorang sudah memiliki modal pengetahuan dan pengalaman yang relevan dan sudah tertata dengan baik, sehingga domain analitis mampu mencampuri untuk memahami dan menemukan ide secara cepat (quickly) strategi menyelesaikan masalah. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Baylor (2001) bahwa intuisi yang sudah matang (mature intuition) kebanyakan muncul ketika seseorang sudah menjadi pakar/ahli dibidang tertentu dengan struktur pengetahuan relevan yang terbentuk dengan baik. Siswa bergaya kognitif FI mampu memahami dan langsung menjawab disertai menggambar seperlunya untuk memperjelas langkah penyelesaiannya. Apabila mengalami kesulitan atau menemukan jalan buntu dalam menyelesaikan soal, subjek bergaya kognitif FI memilih diam sejenak (melakukan perenungan, membayangkan gambar) yang secara bersamaan (spontaniosly) memikirkan langkah yang cocok sebagai strategi dalam menentukan jawaban. Hal yang demikian dimungkinkan karena kemampuan berpikir analitis yang merupakan salah satu ciri subjek bergaya kognitif field independent berkolaborasi dengan berpikir intuitif terjadi secara harmoni.

Sedangkan subjek bergaya kognitif FD memiliki intuisi yang belum matang (immature intuition). Intuisi ini terjadi pada seseorang yang berada pada

taraf pemula di bidang tertentu, ia belum/tidak banyak memiliki pengetahuan dan pengalaman, sehingga pengetahuan analitiknya belum bisa mencampuri kemampuannya dalam menemukan ide-ide baru. Kondisi ini didukung pendapat Baylor (2001) bahwa intuisi yang belum matang (immature intuition) sering dijumpai pada proses pemahaman dan menyelesaikan masalah ketika seseorang berada pada taraf pemula. Dengan kata lain pada saat seseorang belum memiliki banyak pengalaman dan pengetahuan dibidang tertentu, ia akan atau cenderung menggunakan dugaan, ramalan, prediksi berdasarkan feeling. Hal ini ditunjukkan aktivitas subjek bergaya kognitif FD mengalami hambatan atau kebuntuan justru subjek beraktivitas menggambar secara berulang-ulang atau membagi gambar tersebut dalam bagian-bagian yang lebih kecil, mencoret-coret gambar atau hasil kerjanya, melakukan dugaan atau mencoba-coba sambil memikirkan langkah penyelesaian yang cocok sebagai strategi dalam menemukan jawaban. Kondisi demikian dimungkinkan karena kemampuan berpikir sintesis yang merupakan salah satu ciri subjek bergaya kognitif field dependent.

Dokumen yang terkait

Kajian Karakteristik Fisik, Kimia dan Mikrobiologis Edible Film dari Tiga Jenis Pati (Kimpul, Ubi Jalar Putih dan Singkong) dengan Penambahan Filtrat Kunyit (Curcuma longa Linn.) Sebagai Penghambat Bakteri Salmonella.

16 119 21

PERBEDAAN ANATOMI JARINGAN EPIDERMIS DAN STOMATA BERBAGAI DAUN GENUS ALLAMANDA (Dikembangkan menjadi Handout Siswa Biologi Kelas XI SMA)

5 148 23

Konstruksi Media tentang Kontroversi Penerimaan Siswa Baru di Kota Malang (Analisis Framing pada Surat Kabar Radar Malang Periode 30 Juni – 3 Juli 2012)

0 72 56

Pendampingan Pada Siswa Berkesulitan Belajar Di SDI ISKANDAR SAID Surabaya

0 16 2

Hubungan Antara Iklim Sekolah Dengan Disiplin Siswa Di SMP Hutama Pondok Gede Bekasi

1 73 93

Karakteristik sintaksis ayat-ayat makiyah

0 41 2

Perancangan Sistem Informasi Akademik Pada SMK Bina Siswa 1 Gununghalu

27 252 1

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pela

7 98 60

Studi Perbandingan Sikap Sosial Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaraan Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dan Think Pair Share Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu

3 49 84