Keterkaitan Berpikir Intuitif dan Gaya Kognitif dalam Menyelesaikan Masalah

G. Keterkaitan Berpikir Intuitif dan Gaya Kognitif dalam Menyelesaikan Masalah

Pada saat seseorang dihadapkan pada permasalahan matematika, mungkin akan berupaya sekuat tenaga melibatkan aktivitas berpikir untuk menyelesaikannya atau mungkin justru ia dengan rileks atau santai dalam menghadapi persoalan

tersebut. Kejadian semacam ini mungkin dipengaruhi gaya kognitif yang dimiliki. Misalnya, seorang guru bertanya kepada muridnya apakah kamu dapat memikirkan langkah-langkah yang akan kamu gunakan dalam menyelesaikan masalah matematika telah benar. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan guru tersebut, sesungguhnya beliau meminta siswa tersebut untuk melakukan berpikir matematika. Berpikir itu sendiri merupakan suatu aktivitas mental yang melibatkan manipulasi pengetahuan atau pengalaman dan terjadi dalam pikiran seseorang yang bersifat abstrak, akan tetapi dapat dilihat melalui perilakunya (Solso, 1995: 409). Sedangkan tujuan utama berpikir adalah untuk menemukan jalan keluar dari suatu permasalahan yang sedang dihadapi.

Beberapa hasil penelitian Dane & Pratt (dalam Sukmana, 2011: 24) melaporkan bahwa intuisi setidaknya berperan dalam tiga aspek berikut, yaitu: (a) sebagai sarana untuk pemecahan masalah; (b) sebagai masukan untuk membuat keputusan moral; dan (c) Sebagai instrumen untuk memfasilitasi kreatifitas. Konseptualisasi intuisi paling umum adalah merujuk pada intuisi dalam menyelesaikan masalah. Intuisi hadir dan digunakan ketika berhadapan dengan dilema penyelesaian masalah atau pengambilan keputusan.

Menurut Hogarth (dalam Sukmana, 2011: 25) proses yang mendasari intuisi pemecahan/penyelesaikan masalah adalah mencocokan pola yang dapat dipertajam melalui pelatihan dan latihan berulang. Dengan demikian intuisi pemecahan masalah sangat terhubung dengan domain pengetahuan atau kepakaran, sehingga intuisi penyelesaian masalah sering dirujuk pada “intuisi seorang ahli”.

Pernyataan tersebut tidaklah sepenuhnya benar, karena tidak semua keterlibatan intuisi dalam penyelesaian masalah terbentuk sebagai sebuah hasil dari suatu kepakaran. Kahneman & Tversky (1982) menyatakan bahwa keterlibatan intuisi dalam penyelesaian masalah justru dipupuk mulai dari heuristik yang relatif sederhana sehingga tidak peduli bagaimana kompleksnya struktur kognitif seseorang. Keterlibatan intuisi dalam penyelesaian masalah terjadi berdasarkan kesamaan dan perbedaan dengan pengalaman sebelumnya. Muniri (2012) mengatakan bahwa adanya perbedaan kemampuan matematika mereka dan kemandirian dalam menyelesaikan soal sangat mungkin tidak mengacu pada langkah penyelesaian soal masa lalu, akan tetapi lebih mengandalkan kepada pemahaman primer terhadap konsep yang ia miliki. Jenis intuisi yang lain adalah intuisi moral yang digunakan untuk membuat keputusan benar atau salah dalam suatu situasi, serta intuisi kreatif untuk mendukung kreatifitas seseorang. Hal ini sesuai pendapat Muniri (2010) bahwa siswa dalam menyelesaikan masalah memiliki kemampuan yang bersifat divergen dan tidak selalu dipengaruhi langkah penyelesaian yang sudah ada, akan tetapi dapat dikembangkan berdasarkan keyakinan, feeling yang ditopang melalui latihan-latihan.

Untuk mengetahui secara detail mengenai karakteristik berpikir intuitif berdasarkan gaya kognitif yang digunakan sebjek dalam menyelesaikan masalah matematika termasuk masalah geometri, serta representasi atau interpretasi dalam menyelesaikan soal-soal geometri, dapat dilihat dari berbagai aktivitas subjek pada saat menyelesaikan masalah seperti melalui jawaban tertulis, simbol yang Untuk mengetahui secara detail mengenai karakteristik berpikir intuitif berdasarkan gaya kognitif yang digunakan sebjek dalam menyelesaikan masalah matematika termasuk masalah geometri, serta representasi atau interpretasi dalam menyelesaikan soal-soal geometri, dapat dilihat dari berbagai aktivitas subjek pada saat menyelesaikan masalah seperti melalui jawaban tertulis, simbol yang

Berdasarkan karakter berpikir yang melibatkan intuisi sebagaimana telah dipaparkan di atas, secara umum karakter berpikir intuitif ditunjukkan adanya aktivitas kognisi yang bersifat segera (immediate cognition) atau aktivitas kognisi yang datangnya secara tiba-tiba (suddently cognition). Dua sifat tersebut merupakan ciri khusus dari suatu aktivitas mental/berpikir intuitif. Hal ini sesuai dengan yang diungkap Fischbein di atas, bahwa beberapa sifat aktivitas mental yang dianggap sebagai bentuk intuisi adalah sesuatu yang bersifat segera (immediate) dan dianggap terbukti dengan sendirinya, merasa tidak perlu memberikan penjelasan baik secara formal, maupun secara empiris, bahkan menganggap aktivitasnya dapat dipahami orang lain.

Namun di sisi lain Bergson & Hussel (dalam Hinden, 2004) mengatakan “that all the intuition of scientists are normal modes of perceiving and thinking”

berarti semua intuisi ilmuwan adalah modus normal menggunakan perasaan (feeling) atau berpikir. Seperti halnya bilangan-bilangan genap di antaranya 2, 4, 6 dan seterusnya, jika ditanyakan pada siswa sekolah dasar kelas bawah (sebut kelas

1, 2, dan 3), mengapa bilangan-bilangan tersebut dikatakan bilangan genap, maka secara sepontan mereka menjawab memang bilangan-bilangan tersebut merupakan bilangan genap, mereka tidak mampu menjelaskan secara detail dan rinci mengapa bilangan-bilangan tersebut dikatakan bilangan genap. Mereka menerima kebenaran tersebut apa adanya tanpa memerlukan bukti lebih lanjut, walaupun persoalan 1, 2, dan 3), mengapa bilangan-bilangan tersebut dikatakan bilangan genap, maka secara sepontan mereka menjawab memang bilangan-bilangan tersebut merupakan bilangan genap, mereka tidak mampu menjelaskan secara detail dan rinci mengapa bilangan-bilangan tersebut dikatakan bilangan genap. Mereka menerima kebenaran tersebut apa adanya tanpa memerlukan bukti lebih lanjut, walaupun persoalan

2, 4, dan 6 disebut bilangan genap, tentu mereka dapat menerima secara otomatis dan spontan serta mampu menunjukkan secara formal bahwa bilangan-bilangan tersebut merupakan bilangan kelipatan dua atau dituliskan dengan 2n, di mana n bilangan bulat.

Tujuan utama pembelajaran matematika tidak lain mengembangkan kemampuan memecahkan/menyelesaikan masalah matematika yang kompleks. Stanic & Kilpatrick (1988: 7) mengatakan bahwa banyak para ahli matematika menyatakan matematika sinonim dengan penyelesaian masalah, mengenal atau membuat pola, menginterpretasikan gambar, mengembangkan konstruksi geometri, pembuktian teorema, dan lain-lain. Namun selama ini dalam pembelajaran matematika masih mengacu pada langkah penyelesaian secara formal (seperti mempertimbangkan penggunaan rumus, aturan dan langkah-langkah sistematis) sehingga aktivitas matematika terasa asing atau bahkan sama sekali tidak ada hubungannya dengan pengetahuan informal siswa. Oleh karenanya dalam menyelesaikan masalah matematika termasuk geometri diperlukan aktivitas kognisi lain yang berbeda dengan aktivitas kognisi formal (bersifat analitis) yang kurang memperhatikan kelogisan, langkah demi langkah. Kognisi yang berbeda dengan berpikir analitis atau formal disebut aktivitas berpikir yang melibatkan intuisi atau berpikir intuitif.

Berpikir intuitif adalah sebuah aktivitas mental atau kognitif yang terjadi secara instan dalam diri seseorang, sehingga dapat membantu dengan mudah

mengenali pola yang sudah tidak asing banginya. Atau dengan kata lain berpikir intuitif bukanlah lawan rasionalitas atau berpikir analitis dan bukan pula kerangka kerja feeling atau prasangka tanpa alasan. Sebaliknya kerangka kerja berpikir yang melibatkan intuisi dengan didasarkan pada pengalaman yang ada akan memperbaiki bentuk kerja analisis dalam penyelesaian masalah. Kondisi seperti inilah sehingga banyak ahli beranggapan bahwa pengalaman merupakan pelajaran yang berarti bagi setiap orang. Berdasarkan pengalaman tersebut seseorang dapat menemukan alasan-alasan logis dan memiliki dasar yang amat kuat, tentang apa yang ia kerjakan. Kondisi semacam ini sesuai dengan pendapat Hinden (2004: 130) bahwa “The younger you are the more important is the analysis. With experience and more

developed intuition you see the picture more clearly. I have learned from my previous mistakes. ” Artinya semakin muda usia seseorang maka semakin mengandalkan analisis. Intuisi akan memberikan penjelasan dan memberikan jalan kemudahan bagi orang yang memiliki banyak pengalaman, oleh karenanya pelajaran yang berarti adalah belajar dari berbagai kesalahan sebalumnya.

Berpikir secara analitis merupakan konsep berpikir yang sudah lazim dalam penyelesaian masalah matematika. Beberapa ahli pada umumnya memberikan respon bahwa aktivitas matematika merupakan aktivitas analitis, mereka mengabaikan peran dan fungsi berpikir jenis lainnya. Hinden (2004: 69) mengatakan bahwa “The analytic process may be considered as a step-by-step process comparing just two elements at a time” artinya proses berpikir analitis merupakan aktivitas berpikir dengan mempertimbangkan proses tahap demi tahap Berpikir secara analitis merupakan konsep berpikir yang sudah lazim dalam penyelesaian masalah matematika. Beberapa ahli pada umumnya memberikan respon bahwa aktivitas matematika merupakan aktivitas analitis, mereka mengabaikan peran dan fungsi berpikir jenis lainnya. Hinden (2004: 69) mengatakan bahwa “The analytic process may be considered as a step-by-step process comparing just two elements at a time” artinya proses berpikir analitis merupakan aktivitas berpikir dengan mempertimbangkan proses tahap demi tahap

feedback feelings for t he whole field of knowledge simultaneously” artinya berpikir intuitif merupakan aktivitas mental menggunakan perasaan untuk menangkap keseluruhan informasi bidang pengetahuan secara simultan. Lebih lanjut Hinden (2004: 75) menjelaskan bahwa “intuition facilitates visualization of how things will proceed and this increases the chance for success” artinya dengan berpikir intuitif

mampu melihat gambaran terhadap sesuatu yang akan terjadi dan ini memungkinkan memperoleh kesempatan sukses lebih besar.

Contoh paling sederhana tentang cara kerja berpikir yang melibatkan intuisi dan analisis ini digambarkan oleh Klein (2002:93) adalah seperti mekanisme pada alat visual. Mata memiliki pandangan fovea (fovea vision) dan pandangan periferal (peripheral vision). Pandangan fovea memungkinkan seseorang melihat secara detail dan jelas ketika membaca, memfokuskan fovea mata pada “huruf demi huruf”

dan memperhatikan tanda baca pada kalimat yang sedang dibaca. Sebaliknya pandangan periferal berguna untuk memberikan perspektif keseluruhan huruf atau kalimat yang memungkinkan dapat menjaga keseimbangan orientasi di dalam ruang, artinya pada saat seseorang membaca suatu soal geometri, pandangan mata lebih cepat mendahului huruf/kalimat yang sedang dibaca. Kendati demikian, tidak menggangu terhadap keseimbangan dan pemahaman dalam menangkap makna arti bacaan/cerita tersebut.

Sama halnya dengan berpikir intuitif dianalogikan seperti fungsi pandangan periferal untuk menjaga keseimbangan dan menyadari lingkungan sekitar. Sebaliknya berpikir analitis berfungsi seperti pandangan fovea yang membantu seseorang berpikir secara cermat, teliti, dan hati-hati. Mungkin selama ini telah diyakini bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan keputusan, penemuan solusi berasal dari pemikiran analitis, kesadaran, dan argumen kokoh yang telah disusun dalam pikiran yang berdasar pengetahuan dan pengalaman. Namun hal yang demikian disebabkan karena kurangnya menyadari terhadap bagaimana intuisi bekerja mengarahkan proses pemikiran sadar tersebut. Ilustrasi dari hubungan secara simultan antara pandangan fovea dan pandangan periferal disajikan melalui Gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2.4 : Ilustrasi Pandangan Fovea dan Periferal

Secara umum aktivitas setiap subjek, pada saat dihadapkan pada permasalahan matematika dan apabila solusinya tidak ditemukan secara langsung,

maka ia akan berusaha untuk memeperoleh menemukan solusi melalui beberapa langkah seperti diungkapkan Stanic & Kalpatrik (1988: 10), yaitu (1) problems solver mencoba untuk memahami pernyataan dan pertanyaan dengan menggunakan berbagai informasi yang tersaji dalam teks masalah tersebut. Aktivitas langkah ini, mungkin dengan cara membedakan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, (2) untuk menyelesaikan masalah, problems solver harus mengerahkan (mengumpulkan) berbagai informasi terdahulu dan hal-hal yang berkaitan dengan informasi tersebut yang dapat dipergunakan sebagai jembatan untuk menyelaraskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, (aktivitas yang mungkin adalah mengingat pengetahuan yang dimiliki, mengingat rumus, atau langkah paling cepat, dan sebagainya), dan (3) ketika usaha keras telah mencapai hasil akhir yang terstruktur (well-structured end), problems solver merasakan (melibatkan feeling) bahwa ia telah memperoleh pemecahannya (final solution) walaupun apa yang dipikirkan belum dilakukan atau diekspresikan dalam bentuk tulisan (bersifat implicitness).

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, berarti pada saat problems solver mencoba untuk memahami pernyataan dan pertanyaan melalui membaca teks masalah, ada kemungkinan ia dapat memahami secara langsung dari teks pada saat membaca (baca: memehami segera) atau mungkin ia menggunakan beberapa perantara (jembatan) untuk memahami masalah melalui beberapa aktivitas, seperti menggambar, mencoret-coret soal, atau mengingat-ingat pengalaman sebelumnya. Berdasarkan sifat segera dan aktivitas perantara (jembatan) tersebut berarti subjek

melakukan aktivitas berpikir yang melibatkan intuisi. Selanjutnya problems solver mengerahkan semua kemampuannya untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan berbagai aktivitas, seperti memikirkan/membayangkan cara mencapai solusi (memikirkan rumus atau algoritma yang tepat), atau mungkin mengingat informasi terdahulu dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi yang digunakan sebagai “jembatan” untuk menyelaraskan atau mencocokkan (memilah dan memilih mana yang cocok dan maana yang tidak) atau menetapkan cara paling efektif dengan mengacu pada apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Kemudian problems solver ada kemungkinan pada saat berusaha keras untuk menemukan solusi, muncul ide secara “tiba-tiba” sebagai langkah awal menemukan

cara untuk mencapai solusi (hal ini bisa terjadi langsung menemukan dengan segera atau secara tiba-tiba), yang dipandu perasaannya (melibatkan feeling) telah memperoleh pemecahannya (final solution) walaupun belum diekspresikan dalam bentuk tulisan (bersifat implicitness). Berdasarkan sifat “tiba-tiba” dan “segera langsung menemukan ” dan sifat “implicitness” tersebut di atas, berarti subjek menggunakan aktivitas berpikir yang melibatkan intuisi.

Uraian di atas, sesuai dengan pendapat Fischbein (1983: 70) bahwa proses penyelesaian masalah yang lebih kompleks biasanya melalui tahapan-tahapan, yaitu pertama, seseorang akan berusaha secara maksimal dan melakukan percobaan atau perkiraan-perkiraan atau menduga (prediction) dalam memilih strategi untuk memperoleh skema dan model penyelesaian, mungkin menolak informasi atau solusi yang tidak memenuhi. Mungkin saja dia berubah-ubah aktivitas yang lain

atau bahkan justru memilih istirahat (diam sejenak). Tahap kedua, mungkin saja pada saat istirahat (diam), muncul ide atau strategi baru yang lebih akurat datang secara “tiba-tiba” melalui olah rasa (feeling) untuk menyelesaikan masalah. Walaupun dia belum memiliki unsur-unsur pemecahan masalah yang lengkap berupa pertimbangan-pertimbangan secara formal, analitik, deduktif atau induktif. Apa yang terlintas dipikirannya pada saat muncul ide awal tersebut merupakan ide global, representasi global atau berupa jembatan menuju penyelesaian masalah. Aktivitas semacam ini tergolong aktivitas intuisi. Tahap ketiga, mungkin saja intuisi tersebut berasosiasi dengan feeling dan keyakinan dan bersifat kokoh (bersifat final), perasaan akan kepastian yang terjadi sebelum rangkaian formal yang berbasis analitis dilakukan dalam menyelesaikan masalah.

Adapun alur aktivitas berpikir intuitif dalam menyelesaikan masalah geometri dinyatakan pada gambar 2.5 berikut. Catalytic

Common Inference

Power of

MASALAH STRATEGI

Diagramatic Paradigmatic

Gambar 2.5 A lur aktivitas berpikir intuitif dalam menyelesaikan masalah

Perbedaan gaya kognitif dan konten masalah yang dihadapi subjek sangat mungkin menghasilkan cara dan hasil akhir yang berbeda. Perbedaan-perbedaan cara dan hasil akhir tersebut mungkin juga berdampak pada perbedaan karakteristik berpikir intuitif siswa dalam menyelesaikan masalah geometri. Seperti halnya dalam memahami konsep bangun ruang atau memahami gambar bangun ruang yang berdimensi tiga yang dinyatakan pada bidang yang berdimensi dua diperlukan kemampuan berpikir intuitif (intuitive cognition). Dalam hal ini yang dijadikan sandaran berpikir adalah kesepakatan yang dapat berupa definisi atau aksioma yang tidak perlu menyertakan bukti-bukti, artinya dapat dipahami atau diterima begitu saja secara intuitif, bahkan mungkin terdapat suatu pernyataan yang apabila dibuktikan justru memerlukan waktu lama atau menjadi pekerjaan sia-sia.

Fakta lain dalam dimensi dua (R 2 ) diilustrasik an dalam pernyataan “dua garis berlainan yang tidak sejajar berpotongan pada satu titik.” Kebenaran

pernyataan tersebut dapat dibuktikan secara formal, tetapi kebenaran pernyataan tersebut bisa diterima begitu saja oleh akal sehat (secara intuitif). Hal lain juga

dinyatakan pada dimensi tiga (R 3 ) “sudut-sudut yang sama besarnya, tetapi jika dilukis pada bidang ortogonal tampak lebih besar atau lebih kecil dari sudut yang

sebenarnya, namun siswa tetap menerima atau meyakini bahwa sudut-sudut tersebut benar- benar sama besar.” Kondisi yang demikian telah disepakati dan dapat diterima secara intuitif atas dasar kondisi faktual yang dialami. Kemudian dengan intuisi seseorang dapat memahami suatu konsep kubus, balok dalam sebenarnya, namun siswa tetap menerima atau meyakini bahwa sudut-sudut tersebut benar- benar sama besar.” Kondisi yang demikian telah disepakati dan dapat diterima secara intuitif atas dasar kondisi faktual yang dialami. Kemudian dengan intuisi seseorang dapat memahami suatu konsep kubus, balok dalam

Peran pemahaman intuitif siswa terhadap suatu konsep geometri (seperti garis, sudut, bidang, ruang, dan sebagainya) amat diperlukan agar konsep tersebut terlihat konkret dan sesuai dengan yang dimaksudkan dibalik gambar, diagram, grafik konsep tersebut. Berpikir intuitif bisa terjadi pada saat siswa memperhatikan gambar atau bentuk fisik aslinya yang memungkinkan secara spontan, lancung dapat melihat sifat, melihat pola, dapat menebak, menduga, melakukan observasi untuk menemukan strategi yang memberikan kemudahan menemukan jawaban sebelum langkah formal dilakukan. Dengan demikian siswa bertindak aktif dan dapat memberikan alasan yang aktual (ciri berpikir intuitif) sebelum pembuktian formal secara deduktif dilakukan. Selanjutnya siswa secara aktif dapat menghubungkan konsep matematika dengan realita kehidupan, sehingga menemukan langkah awal dan akhirnya dapat mengaplikasikan konsep tersebut untuk menyelesaikan masalah.

Klein (2002: 43) menyatakan bahwa sintesis yang tampaknya paling efektif antara intuisi dan analisis adalah ketika seseorang menempatkan intuisi di depan (di

awal) sehingga akan memandu analisisnya tentang berbagai situasi yang sedang dihadapi. Dengan cara ini berarti intuisi berperan membantu dalam memutuskan cara bereaksi, sementara analisis akan memverifikasi intuisi untuk memastikan bahwa mereka tidak menyesatkan. Oleh karenanya dimungkinkan intuisi berkembang disebabkan kepakaran seseorang. Menurut Baylor (2001: 237) mengungkapkan bahwa secara kualitatif membagi jenis intuisi kedalam dua bagian, yaitu pertama intuisi yang belum matang (immature intuition) dan kedua intuisi yang sudah matang (mature intuition). Menurutnya intuisi yang belum matang sering dijumpai ketika seseorang masih berada pada tahap pemula di bidang tertentu, dimana penngetahuan analitiknya belum banyak mencampuri kemampuannya dalam menemukan gagasan baru, sedangkan intuisi yang sudah matang kebanyakan muncul ketika seseorang sudah menjadi pakar dibidang tertentu dengan modal struktur pengetahuan yang relevan yang sudah terbentuk secara baik.

Berdasarkan pendapat di atas, berarti peran intuisi hadir ketika seseorang dalam proses memahami dan menyelesaikan masalah, baik seorang tersebut tergolong pada taraf pemula maupun taraf kepakaran, hanya saja intuisi yang terjadi disini berbeda antara intuisi seorang pada taraf pemula dan intuisi seorang yang pada taraf pakar. Intuisi seorang pakar merupakan intuisi tergolong matang didasarkan pada struktur kognitif yang sudah baik dan struktur pengetahuan yang relevan dengan struktur pengetahuan yang dihadapi.

Dalam penelitian ini untuk menyimpulkan apakah ungkapan, pernyataan, interpretasi atau representasi subjek dalam menyelesaikan masalah geometri, baik secara tertulis atau secara lisan saat dilakukan wawancara didasarkan intuisi atau bukan, digunakan kriteria sebagai berikut:

1. Pernyataan, interpretasi atau representasi diungkapkan secara langsung, segera, spontan atau tiba-tiba didasarkan feeling tanpa memperhatikan definisi atau teorema.

2. Pernyataan, interpretasi atau representasi diungkapkan secara langsung, segera, spontan atau tiba-tiba, terkadang didasarkan pengalaman.

3. Pernyataan, interpretasi atau representasi diungkapkan secara langsung, segera, spontan atau tiba-tiba, bersifat global tanpa memerlukan justifikasi pembuktian matematis.

4. Subjek dikatakan merepresentasikan atau menginterpretasikan segera, tiba-tiba sebuah pernyataan, jika representasi atau interpretasi subjek tersebut dinyatakan langsung, jelas dan lancar setelah pewawancara mengajukan pertanyaan atau meminta penjelasan dan tidak ada upaya tertentu terlebih dahulu dalam mempresentasikan atau menginterpretasikan pernyataan.

Adapun beberapa indikator karakter berpikir intuitif (BI) dalam menyelesaikan masalah yang dijadikan panduan dalam penelitian ini dapat diamati dari hasil pekerjaan, tulisan, jawaban, hasil wawancara subjek pada saat menyelesaikan soal geometri yang disajikan dalam Tabel 2.4 berikut.

Tabel

2.4 Indikator Berpikir Intuitif Subjek yang dapat diamati pada Saat Menyelesaikan Masalah

Karakter Berpikir

Deskriptor Intuitif

Indikator

Berpikir cepat dalam

1. Jawaban singkat, ada memahami masalah, langkah-

lompatan langkah langkahnya singkat,

penyelesaian menggunakan jalan pintas,

2. Jawaban kurang rinci.

Catalytic

terlihat kurang runtut

3. Menggunakan jalan pinta,

Inference

(implicitly), ada lompatan tidak mamperhatikan langkah penyelesaian karena

kelogisan. sifat global, dan mengabaikan

4. Gambar yang dibuat tidak kelogisan

lengkap.

1. Jawaban subjek berdasarkan kemampuan

Berpikir heterogen

menggunakan berbagai yang dimiliki, melakukan

kaidah dan prinsip apersepsi sintetis,

algoritma.

Power of

menggunakan kombinasi

2. Jawaban subjek rinci

synthesis

prinsip, rumus dan algoritme kurang teratur. yang beravariatif dalam

3. Gambar yang dibuat menentukan jawaban yang

berulang dan bervariasi muncul tiba-tiba, jawaban terlihat kurang teratur

Berpikir menggunakan akal

1. Langkah-langkah jawaban sehat, berdasarkan

teratur, rapi, mengabaikan pengalaman dan pengetahuan

kelogisan. sebelumnya, kemunculan ide

2. Jawaban mengacu pada Common Sense bersifat segera, spontan dan

pengetahuan dan otomatis, langkah-langkahnya

pengalaman sebelumnya terlihat rapi, teratur dengan

(sering latihan). sendirinya tanpa

3. Gambar yang dibuat sesuai mengeluarkan banyak usaha

dengan fakta yang ada.

Untuk menyatakan subjek menggunakan model intuitif tertentu dapat diamati pada saat subjek melakukan aktivitas menyelesaikan soal seperti halnya merepresentasikan atau menginterpretasikan sebuah pernyataan atau pertanyaan yang dinyatakan dengan tulisan, gambar, coretan-coretan, gerakan tubuh atau secara lisan secara langsung, jelas, dan lancar.

Beberapa indikator model-model intuitif (MI) dalam menyelesaikan masalah yang dijadikan panduan dalam penelitian ini dapat diamati dari hasil pekerjaan, tulisan, jawaban, hasil wawancara subjek pada saat menyelesaikan soal geometri yang disajikan dalam Tabel 2.5 berikut.

Tabel

2.5 Indikator Model-model Intuitif Subjek yang dapat diamati pada Saat Menyelesaikan Masalah

Model Intuitif

Indikator

Deskriptor

Subjek memaknai masalah 1. Jawaban subjek singkat bersifat implisit dan global,

(implisit).

memahami masalah secara 2. Jawaban subjek tidak langsung, segera, ada

memperhatikan kelogisan.

Tacit

lompatan langkah 3. Subjek beranggapan bahwa penyelesaian dan

jawaban yang dibuat dimengerti beranggapan orang lain

orang lain

memahami. Subjek menggunakan

1. Jawaban subjek mengikuti langkah penyelesaian

langkah penyelesaian soal yang mengacu langkah konsep lain

pernah dilakukan (gagasan yang memiliki kesamaan atau

muncul secara otomatis).

Analogy

kemiripan dengan konsep 2. Langkah penyelesaian masalah tersebut. Kemunculan ide

mengacu pola penyelesaian bersifat segera dan tidak

masalah berdasarkan pengalaman banyak mengeluarkan usaha.

sebelumnya

Subjek menggunakan 1. Subjek menggunakan ilustrasi gambar atau diagram

Diagrammatic gambar/grafik untuk memahami

dalam menyelesaikan soal, masalah secara baik gambar atau grafik bersifat

2. Gambar yang dibuat

Model Intuitif

Indikator

Deskriptor

segera atau tiba-tiba (muncul dimaksudkan sebagai alat ideal saat membaca atau

untuk menjembatani konsep dan menyelesaikan soal).

realita.

3. Subjek yakin bahwa gambar/grafik yang dibuat memberikan kemudahan dalam menyelesaikan soal

Subjek menggunakan 1. Jawaban subjek didasarkan pada langkah-langkah

konsep lain yang sepintas penyelesaian soal didasarkan

dianggap memiliki kesamaan Paradigmatic pada konsep lain yang

dengan soal yang dihadapi. dianggap sama dengan

2. Subjek memaknai soal menurut masalah yang dihadapi.

paradigma atau pandangan mereka sendiri.

Dokumen yang terkait

Kajian Karakteristik Fisik, Kimia dan Mikrobiologis Edible Film dari Tiga Jenis Pati (Kimpul, Ubi Jalar Putih dan Singkong) dengan Penambahan Filtrat Kunyit (Curcuma longa Linn.) Sebagai Penghambat Bakteri Salmonella.

16 119 21

PERBEDAAN ANATOMI JARINGAN EPIDERMIS DAN STOMATA BERBAGAI DAUN GENUS ALLAMANDA (Dikembangkan menjadi Handout Siswa Biologi Kelas XI SMA)

5 148 23

Konstruksi Media tentang Kontroversi Penerimaan Siswa Baru di Kota Malang (Analisis Framing pada Surat Kabar Radar Malang Periode 30 Juni – 3 Juli 2012)

0 72 56

Pendampingan Pada Siswa Berkesulitan Belajar Di SDI ISKANDAR SAID Surabaya

0 16 2

Hubungan Antara Iklim Sekolah Dengan Disiplin Siswa Di SMP Hutama Pondok Gede Bekasi

1 73 93

Karakteristik sintaksis ayat-ayat makiyah

0 41 2

Perancangan Sistem Informasi Akademik Pada SMK Bina Siswa 1 Gununghalu

27 252 1

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pela

7 98 60

Studi Perbandingan Sikap Sosial Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaraan Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dan Think Pair Share Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu

3 49 84