EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN KUADRAT DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL
commit to user
TIPE
STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)
DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT)
PADA POKOK
BAHASAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN
KUADRAT DITINJAU DARI KEMAMPUAN
AWAL SISWA SMA DI SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN
2010/2011
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
IMMANUEL DWIHERMAWAN SETYOBUDI S850809208
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
(2)
commit to user
ii
TIPE
STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)
DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT)
PADA POKOK
BAHASAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN
KUADRAT DITINJAU DARI KEMAMPUAN
AWAL SISWA SMA DI SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN
2010/2011
Disusun oleh :
Immanuel Dwihermawan Setyobudi
S 850809208
Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing Pada Tanggal ...
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Tri Atmojo K, M.Sc, Ph.D Drs. Budi Usodo, M.Pd NIP. 19630826 198803 1002 NIP. 19680517 199303 1002
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
Dr. Mardiyana, M.Si NIP. 19660225 199302 1002
(3)
commit to user
iii
TIPE
STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)
DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT)
PADA POKOK
BAHASAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN
KUADRAT DITINJAU DARI KEMAMPUAN
AWAL SISWA SMA DI SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN
2010/2011
Disusun oleh :
Immanuel Dwihermawan Setyobudi
S850809208
Telah Disetujui dan Disahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal ...
Jabatan Nama Tanda Tangan Ketua Dr. Mardiyana, M.Si. ...
NIP. 19660225 199302 1002
Sekretaris Dr. Riyadi, M.Si ... NIP. 19670116 199402 1001
Anggota Penguji :
1. Drs. Tri Atmojo K, M.Sc. Ph.D ... NIP. 19630826 198803 1002
2. Drs. Budi Usodo, M.Pd ... NIP. 19680517 199303 1002
Mengetahui
Direktur PPs UNS Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D Dr. Mardiyana, M.Si
(4)
commit to user
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : Immanuel Dwihermawan Setyobudi
NIM : S850809208
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul :
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT
(TGT) PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN
KUADRAT DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA SMA DI SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011
adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.
Surakarta, 19 Januari 2011 Yang membuat pernyataan
(5)
commit to user
v
Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktuNya
Tesis ini kupersembahkan kepada:
1. Yesus Kristus, Tuhan yang sangat kuhormati 2. Rina Wahyuningsih, istriku yang tercinta.
3. Ryan , Pras dan Gilang anak-anakku yang kukasihi. 4. Saudara-saudaraku.
5. Teman-temanku mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNS.
6. Rekan-rekan guru matematika SMA Negeri dan Swasta se-Surakarta. 7. Almamaterku tercinta.
(6)
commit to user
vi
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Baik, karena hanya dengan berkat dan kasihNya semata penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN TEAMS GAMES
TOURNAMENT (TGT) PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN DAN
PERTIDAKSAMAAN KUADRAT DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA SMA DI SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini telah banyak melibatkan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian dan kesempatan belajar yang seluas-luasnya untuk menyelesaikan tesis ini.
2. Dr. Mardiyana, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan petunjuk, bimbingan, dan dorongan sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.
3. Drs. Tri Atmojo K, M.Sc. Ph.D selaku pembimbing I dalam penyusunan tesis ini, yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti dalam penyusunan tesis ini, sehingga dapat penulis selesaikan dengan baik.
(7)
commit to user
vii
telah memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti dalam penyusunan tesis ini, sehingga dapat penulis selesaikan dengan baik.
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan sehingga mempermudah penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kota Surakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menempuh pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Kepala Sekolah SMA Batik 2 di Surakarta yang telah memberikan ijin untuk uji coba instrumen penelitian, yang diperlukan dalam penyusunan tesis ini.
8. Kepala Sekolah SMA Regina Pacis, SMA Kristen 1 dan SMA N 8 Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian dan berbagai kemudahan, sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.
9. Rekan guru SMA Regina Pacis, SMA Kristen 1 dan SMA N 8 Surakarta yang telah membantu dalam penelitian ini.
10.Rekan-rekan guru matematika SMA Negeri dan Swasta Surakarta yang senantiasa memberikan bantuan, kemudahan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
11. Teman-teman mahasiswa pascasarjana Program Studi Pendidikan Matematika angkatan 2009 Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
(8)
commit to user
viii tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Surakarta, Januari 2011 Penulis
(9)
commit to user
ix
Halaman
JUDUL ... i
PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TESIS ... iii
PERNYATAAN... iv
MOTTO dan PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xvi
ABSTRACT... xviii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pemilihan Masalah ... 7
D. Pembatasan Masalah ... 7
E. Perumusan Masalah ... 8
F. Tujuan Penelitian ... 9
G. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A.Landasan Teori ... 11
(10)
commit to user
x
2. Pembelajaran Kooperatif... 14
3. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 22
4. Pembelajaran Kooperatif tipe TGT ... 27
5. Kemampuan Awal siswa... 31
B.Penelitian yang Relevan ... 33
C.Kerangka Berpikir ... 35
D.Hipotesis Penelitian... 38
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitian ... 40
1. Tempat dan Subyek Penelitian ... 40
2. Waktu Penelitian ... 40
3. Jenis Penelitian ... 41
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 42
1. Populasi ... 42
2. Sampel... 42
3. Teknik Pengambilan Sampel ... 42
C. Variabel Penelitian ... 43
1. Variabel Bebas ... 43
2. Variabel Terikat ... 44
D. Teknik Pengumpulan Data, Instrumen dan Uji instrumen ... 45
1. Metode Pengumpulan Data ... 45
2. Prosedur Penyusunan Instrumen ... 45
(11)
commit to user
xi
2. Uji Prasyarat ... 52
3. Uji Hipotesis ... 54
4. Uji Komparasi Ganda ... 60
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 62
1. Instrumen Tes Kemampuan Awal Siswa ... 62
2. Instrumen Tes Hasil Belajar Matematika... 64
B. Deskripsi Data... 66
1. Data Kemampuan Awal Siswa ... 66
2. Data Hasil Belajar Matematika... 67
C. Hasil Analisis Data ... 69
1. Uji Keseimbangan ... 69
2. Uji Prasyarat ... 70
3. Uji Hipotesis Penelitian... 73
4. Uji Lanjut Pasca Anava... 74
D. Pembahasan Hasil Analisa Data ... 76
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... ... .82
B. Implikasi ... .82
C. Saran ... .84
(12)
commit to user
xii
Tabel Halaman
1. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif STAD ... 24
2. Kriteria Penghargaan Kelompok STAD ... 25
3. Kriteria Skor Kemajuan Individual ... 27
4. Kriteria Penghargaan Kelompok TGT ... 30
5. Desain Faktorial Penelitian ... 41
6. Interpretasi Indeks Kesukaran Soal (P ) ... 49
7. Interpretasi Daya Beda Soal (D ) ... 50
8. Data Amatan, Rataan dan Jumlah Kuadrat Deviasi ... 56
9. Rataan dan Jumlah Rataan ... 57
10. Rangkuman Analisis variansi... 59
11. Deskripsi Data Hasil Belajar ... 68
12. Rangkuman Uji Normalitas Kemampuan Awal ... 69
13. Rangkuman Uji Normalitas Hasil Belajar Matematika Siswa ... 71
14. Rangkuman Uji Homogenitas Variansi ... 72
15. Rangkuman Hasil Analisis Variansi ... 73
16. Rangkuman Rataan Marginal dan Rataan Parsial ... 75
(13)
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gambar Turnamen TGT... 30 2. Grafik Distribusi Student’s t... 52 3. Grafik Distribusi Chi Kuadrat ... 54
(14)
commit to user
xiv
Halaman Lampiran 1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelompok
Eksperimen 1 ...194
Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelompok Eksperimen 2 ...164
Lampiran 3 : Kisi-kisi Uji Coba Kemampuan Awal Siswa ...238
Lampiran 4 : Soal Uji Coba Kemampuan Awal Siswa ...242
Lampiran 5 : Lembar Jawaban Uji Coba Kemampuan Awal Siswa ...247
Lampiran 6 : Penyelesaian Soal Uji Coba Kemampuan Awal Siswa...248
Lampiran 7 : Lembar Validasi Instrumen Tes Kemampuan Awal Siswa ...254
Lampiran 8 : Jawaban Uji Coba Kemampuan Awal Siswa ...257
Lampiran 9 : Indeks Reliabilitas, Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba Kemampuan Awal Siswa...258
Lampiran 10 : Kisi-kisi Uji Coba Tes Hasil Belajar Matematika...264
Lampiran 11 : Soal Uji Coba Tes Hasil Belajar Matematika ...268
Lampiran 12 : Lembar Jawaban Uji Coba Tes Hasil Belajar Matematika... .274
Lampiran 13 : Penyelesaian Soal Uji Coba Tes Hasil Belajar Matematika ....275
Lampiran 14 : Lembar Validasi Instrumen Tes Hasil Belajar Matematika ... 282
Lampiran 15 : Jawaban Uji Coba Tes Hasil Belajar Matematika...285
Lampiran 16 : Indeks Reliabilitas, Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba Hasil Belajar Matematika ...286
Lampiran 17 : Data Induk Penelitian ...294 Lampiran 18 : Uji Normalitas Kemampuan Awal Kelompok Eksperimen 1
(15)
commit to user
xv
Lampiran19 : Uji Homogenitas Kemampuan awal Kelompok Eksperimen 1
dan Kelompok Eksperimen 2 ... 299
Lampiran 20 : Uji Keseimbangan Antara Kelompok Eksperimen 1 dan Kelompok Eksperimen 2...300
Lampiran 21 : Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Awal Siswa ...301
Lampiran 22 : Soal Tes Kemampuan Awal Siswa ...305
Lampiran 23 : Penyelesaian Soal Tes Kemampuan Awal Siswa ... ..311
Lampiran 24 : Data Amatan Penelitian ...316
Lampiran 25 : Kisi-kisi Soal Tes Hasil Belajar Matematika ...318
Lampiran 26 : Soal Tes Hasil Belajar Matematika...322
Lampiran 27 : Penyelesaian Tes Hasil Belajar Matematika ...329
Lampiran 28 : Uji Normalitas Hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen 1dan Eksperimen 2...338
Lampiran 29 : Uji Normalitas Kategori Tinggi, Sedang dan Rendah...340
Lampiran 30 : Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen 1 dan Kelompok Eksperimen 2...343
Lampiran 31 : Uji Homogenitas Kategori Tinggi, Sedang dan Rendah ...344
Lampiran 32 : Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama...345
Lampiran 33 : Uji Komparasi Ganda dengan metode Schefee ...347
Lampiran 34 : Rekapitulasi UN Tahun Pelajaran 2009/2010...349
Lampiran 35: Daftar Tabel Statitik ...350
Lampiran 36: Surat Ijin Penelitian ...351
(16)
commit to user
xvi
Immanuel D Setyobudi,S 850809208, Ekperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Teams Games Tournament (TGT) Pada Pokok Bahasan Persamaan Dan Pertidaksamaan Kuadrat ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa SMA Di Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011, Komisi Pembimbing I Drs. Tri Atmojo K, M.Sc, Ph.D dan Pembimbing II Drs. Budi Usodo, M.Pd. Tesis. Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1). Apakah model pembelajaran Koopertaif tipe TGT dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe TGT, pada materi persamaan dan pertidaksamaan kuadrat. (2) Apakah siswa yang mempunyai kemampuan awal yang lebih tinggi, lebih baik hasil belajarnya dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kemampuan awal yang lebih rendah. (3) Manakah diantara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TGT yang memberikan hasil belajar yang lebih baik ditinjau dari tingkat kemampuan awal tinggi, sedang maupun rendah.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA di Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. Sampel penelitian ini terdiri kelompok eksperimen 1 terdiri dari 20 siswa SMA Kristen 1, 36 siswa SMA Regina pacis terdiri dan 30 siswa SMA Negeri 8, jumlah siswa kelompok kelas eksperimen 1 adalah 88 siswa, sedangkan kelompok eksperimen 2 terdiri dari 20 siswa SMA Kristen 1, 36 siswa SMA Regina pacis terdiri dan 30 siswa SMA Negeri 8, jumlah siswa kelompok kelas eksperimen adalah 88 siswa. Jumlah anggota sampel dalam penelitian ini adalah 176 siswa diperoleh dengan cara stratified cluster random sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pre test dan tes hasil belajar.Untuk menguji validitas instrument dilakukan oleh validator, sedangkan untuk mengetahui reliabilitas tes digunakan rumus Kuder-Richardson 20.
Prasyarat analisis menggunakan Lilliefors untuk uji normalitas, dan Bartlett untuk uji homogenitas, Dengan taraf signifikansi α = 5%. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah Analisis Variansi dua jalan dengan sel tak sama. Hasil analisis menunjukkan (1) Ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ( Fobs = 5,83868 > 3,84 = F0,05;1;170 ). (2) Ada perbedaan yang signifikan antara hasil
belajar dari siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah (Fobs
= 12,1568 > 3,00 = F0,05;2;170). (3) Tidak ada interaksi antara model pembelajaran
kooperatif dengan tingkat kemampuan awal siswa (Fobs = 2,28914 < 3,00 = F0,05;2;170)
Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1). Hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran koopertif tipe TGT lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. (2). Siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi mempunyai hasil belajar lebih baik dibandingkan siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang maupun rendah, sedangkan siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang mempunyai hasil belajar yang sama baiknya dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah.
(17)
commit to user
xvii
dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
(18)
commit to user
xviii
Immanuel D Setyobudi. S850809208. The Experimentation of Cooperative Learning Model using Student Teams Achievement Division (STAD) and Teams Games Tournament (TGT) on Subject of Quadratic equality and inequality Viewed from Student’s Prior Competence of Senior High School Students at Surakarta Academic Year 2010/2011. The First Commision of Supervision is Drs. Tri Atmojo K, M.Sc, Ph.D and Second Supervision is Drs. Budi Usodo, M.Pd. Thesis. Mathematics Education Study Program of Postgraduate Program of Sebelas Maret University.2010
The aims of this research are to know: (1) Whether cooperative learning model using TGT type can give better result than cooperative learning model using STAD type on subject of quadratic equality and inequality. (2) Whether the result of student learning achievement in mathematics who have a high prior competence better than those who have a middle or low prior competence. (3) Which one of both cooperative learning model using TGT type and STAD type, that achieves better result for students viewed from student’s prior competence that have a high prior, middle prior or low prior competence.
The research uses a quasi experiment. The population of research is senior high school student grade X at Surakarta of academic year 2010/2011. This sample was obtained by experiment group 1 which consisted of 20 students of SMA Kristen 1, 36 students of SMA Regina Pacis, and 30 students of SMA Negeri 8 and experiment group 2 which consisted of 20 students of SMA Kristen 1, 36 students of SMA Regina Pacis and 30 students of SMA Negeri 8.
The number of participants in this research was 176 students and it was obtained by stratified cluster random sampling. The data was collected by using pre test and the evaluation’s result. The validity of test instrument was done by validator and realibity of test used Kuder-Richardson 20.
The prerequisites of data analysis employed Lilliefors for normality test and
Bartlett for homogenenity test at significance level α=5%. The technique of analysis
data in the research was two ways variance analysis wiyh different cells. The result shaws (1) Theres is a significant different of student learning achievement among cooperative learning model using STAD type and cooperative learning model of TGT type ( Fobs = 5.83868 > 3.84 = F0.05;1;170 ). (2) There is a significant different of
students learning achievement on students who have a high, middle and low prior competence (Fobs = 12.1568 > 3.00 = F0.05;2;170). (3) There is no interaction between
the cooperative learning model and the students prior competence (Fobs = 2.28914 <
3.00 = F0.05;2;170).
The conclusion of this research are : (1) Students learning achievement using cooperative learning model TGT type is better than cooperative learning model using STAD type. (2) The students who have high prior competence achieve better result than those who have middle or low prior competence while the students who have middle prior competence achieves the same result as those who have low prior competence. (3) The cooperative learning model using TGT type gives better result than cooperative learning using STAD type on each student prior competence.
(19)
commit to user
(20)
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan untuk memperbaiki kualitas hasil pendidikan yang telah berlangsung selama ini. Dalam hal ini guru menjadi salah satu faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran. Keberhasilan itu akan dapat diraih jika setidak-tidaknya guru mempunyai tiga hal, yaitu
(1) Penampilan terbaik (The Best Appearance); (2) sikap terbaik (The Best Attitude); (3)
dan prestasi terbaik (The Best Achievement) (M.Furqon Hidayatulah 2010 : 167).
Menurut Slavin (2009 : 9), seorang guru harus mempunyai keyakinan yang kuat untuk berhasil dengan cara terus-menerus mencoba menemukan strategi yang tepat, mencari gagasan dari rekan kerja, membaca buku, mengikuti lokakarya dan sumber yang lain untuk memperkokoh keterampilan mengajarnya. Salah satu ukuran keberhasilan guru adalah bila di dalam proses pembelajaran mencapai hasil yang optimal. Keberhasilan ini tentunya tidak terlepas dari kemampuan guru dalam mengelola proses belajar mengajar.
Komunikasi dua arah secara timbal balik sangat diharapkan dalam proses belajar mengajar, demi tercapainya interaksi belajar yang optimal, yang pada akhirnya membawa kepada pencapaian sasaran hasil belajar yang maksimal. Untuk mencapai kondisi yang demikian maka perlu adanya seorang fasilitator sekaligus motivator yaitu guru, yang memiliki kemampuan untuk menciptakan situasi belajar yang melibatkan siswa aktif, menyenangkan serta dapat menimbulkan motivasi dalam diri siswa, bahkan menurut Soewondo (dalam Sobry Sutikno, 2009 : 52) mengatakan seorang guru
(21)
mempunyai multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, komunikator, transformator, innovator, konselor, evaluator, dan administrator. Tugas utama guru adalah membelajarkan siswa, yaitu mengkondisikan siswa agar belajar aktif sehingga potensi dirinya dapat berkembang dengan maksimal.
Selama ini model pembelajaran yang digunakan di sekolah umumnya masih menggunakan metode ceramah. Guru secara aktif menjelaskan materi pelajaran, memberi contoh soal dan memberikan soal-soal latihan, siswa dianggap seperti mesin, mereka mendengarkan penjelasan guru, mencatat kemudian mengerjakan soal-soal. Akibatnya interaksi dalam pembelajaran yang muncul hanyalah interaksi satu arah, sehingga mengakibatkan prestasi belajar yang diperoleh selama ini khususnya pada mata pelajaran matematika sangat rendah.
Teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan-aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut Muhammad Asrori (2007:27) tekanan utama teori kontruktivisme adalah memberikan tempat kepada siswa/subyek dalam proses pembelajaran daripada guru atau instruktur. Salah satu model pembelajaran yang kini banyak mendapat respon adalah pembelajaran
kooperatif (cooperative learning). Hal ini sejalan dengan penerapan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), yang disempurnakan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) dimana guru mempunyai kebebasan dalam menentukan metode pembelajaran yang akan diterapkan, serta menciptakan pembelajaran yang lebih bervariasi dan dapat meningkatkan peran serta siswa dalam pembelajaran. Dari sini
(22)
commit to user
harus dirancang dan dibangun suasana kelas sedemikian rupa, sehingga siswa mendapat kesempatan untuk berinteraksi satu dengan yang lain.
Pemberlakuan kurikulum baru yang berorientasi siswa aktif (student oriented)
bagi keadaan sekarang, bagaimanapun perubahan tersebut membutuhkan penyesuaian semua pihak, terutama guru dan siswa sebagai subyek dan obyek langsung bagi pembelajaran yang dimaksud. Ini akan banyak memunculkan kasus, salah satunya adalah kegiatan pembelajaran yang dimaksud. Pada sisi lain yang terjadi bahwa pembelajaran dengan pendekatan konvensional sudah menjadi kebiasaan. Pada pembelajaran dengan pendekatan konvensional, komunikasi siswa masih terbatas hanya pada jawaban verbal yang pendek atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh guru. Hal ini disebabkan karena pembelajaran terpusat pada guru. Kebiasaan siswa hanya mendengarkan, mengikuti contoh, dan mengerjakan soal-soal latihan tanpa terlibat dalam mengkonstruksi konsep, prinsip ataupun struktur berdasarkan pemikirannya sendiri. Satu hal lain pula yaitu kemauan siswa untuk bertanya sangat minim, hal itu terjadi biasanya pada siswa yang mempunyai kemampuan rendah maupun sedang karena merasa kurang percaya diri. Dari keterkekangan tersebut, dalam setiap kegiatan pembelajaran seperti itu, membuat siswa bersikap "tertutup". Akhirnya kebiasaan tersebut terus terjadi yang menyebabkan siswa tidak terbiasa bersikap aktif dalam berinteraksi dengan guru ataupun dengan temannya, bahkan bersikap acuh tak acuh terhadap materi yang sedang dipelajarinya.
Sekarang ini sudah saatnya siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan diri. Peran guru sebagai pemberi ilmu, selayaknya berubah menjadi
(23)
fasilitator bagi siswa untuk belajar dan mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Hal ini relevan dengan pandangan konstruktivisme bahwa siswa yang harus aktif membangun pengetahuan mereka. Arend dan pakar model pembelajaran lain berpendapat bahwa tidak ada salah satu model pembelajaran yang paling baik diantara yang lainnya, karena masing-masing model pembelajaran dapat dirasakan baik apabila telah diujicobakan untuk mengajarkan materi tertentu Arend (dalam Triyanto 2007 : 9). Untuk itu seorang guru harus bijaksana dalam menentukan model pembelajaran yang sesuai dan dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai yang diharapkan.
Selama ini yang masih banyak terjadi seorang guru biasanya hanya mengajar dengan menggunakan model mengajar klasik atau konvensional seperti ceramah misalnya, ada kemungkinan hal ini disebabkan minimnya pengetahuan atau informasi tentang model-model pembelajaran. Padahal di sisi lain sudah banyak penelitian-penelitian dibidang pendidikan menyatakan bahwa model-model pembelajaran yang baru misalnya model pembelajaran kooperatif, secara signifikan memberikan hasil belajar matematika yang lebih baik dibandingkan model-model pembelajaran konvensional seperti ceramah. Penelitian yang telah dilakukan antara lain (1)
Ekperimentasi Pembelajaran Matematika dengan Model Kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar Se-Kecamatan Depok (Fitria Khasanah:2009). (2) Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Materi Pokok Persamaan Dan Fungsi Kuadrat Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa Kelas X SMA
(24)
commit to user
Negeri Di Kabupaten Tulungagung ( Adi Waluyo: 2010). (3) Efektivitas Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) Terhadap Prestasi Belajar
Matematika Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Persamaan Kuadrat dan Fungsi Kuadrat Kelas X di Kota Madiun (Ika Krisdiana: 2010). Ironisnya hingga saat ini model-model yang baru tersebut juga belum banyak digunakan oleh para guru. Hal ini kemungkinan masih minimnya publikasi dari hasil penelitian-penelitian tersebut. Kemungkinan lainnya adalah belum banyaknya penelitian-penelitian yang membandingkan manakah yang lebih baik diantara model-model pembelajaran yang baru itu sendiri, sehingga para guru tidak tahu manakah model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran yang akan diberikan.
Permasalahan tersebut menarik minat peneliti untuk mencoba membandingkan manakah yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tipe TGT. Selain model pembelajaran, hal yang tidak kalah pentingnya adalah melihat kemampuan awal yang dimiliki siswa, karena matematika adalah ilmu yang berjenjang artinya untuk memahami materi yang baru diperlukan pemahaman materi sebelumnya, sehingga kemampuan awal adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan didalam menentukan hasil belajar yang diharapkan.
B. Identifikasi masalah
Dari yang sudah diuraikan dalam latar belakang masalah, maka dapat di identifikasi permasalahan sebagai berikut :
(25)
1. Ada kemungkinan hasil belajar siswa yang belum memuaskan disebabkan siswa cenderung pasif, hanya menjadi pendengar dan hanya belajar secara individu. Terkait dengan ini, dapat diteliti apakah pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan siswa belajar secara kooperatif dalam kelompok dapat meningkatkan hasil belajar matematika
2. Rendahnya hasil belajar matematika siswa kemungkinan disebabkan oleh model
pembelajaran yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar kurang tepat. Terkait dengan hal ini, muncul permasalahan yang menarik untuk diteliti, yaitu model pembelajaran manakah yang sesuai dan tepat, yang dapat meningkatkan hasil belajar matematika.
3. Mengingat penguasaan kemampuan awal mempunyai peranan yang penting
dalam belajar matematika maka ada kemungkinan rendahnya hasil belajar siswa diakibatkan oleh lemahnya kemampuan awal. Terkait hal ini, dapat diteliti apakah rendahnya hasil belajar matematika siswa tergantung pada kemampuan awal yang dimiliki siswa.
4. Suatu model pembelajaran matematika tidak selalu dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Keberhasilan suatu proses pembelajaran matematika tidak lepas dari kemampuan awal matematika siswa. Terkait hal itu, perlu diteliti apakah pendekatan pembelajaran matematika tergantung dari kemampuan awal matematika yang dimiliki siswa.
(26)
commit to user
C. Pemilihan Masalah
Karena keterbatasan peneliti, tidaklah mungkin untuk melakukan penelitian dengan banyak masalah penelitian dalam waktu yang sama. Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti mencoba menyelesaikan masalah penelitian yang terkait dengan
variabel model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division
(STAD) dan Teams Games Tournament (TGT), kemampuan awal yang dimiliki siswa dan hasil belajar siswa.
D. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pemilihan masalah, terdapat tiga hal yang dipersoalkan. Hal pertama adalah efektivitas pendekatan pembelajaran matematika dalam arti apakah pendekatan pembelajaran yang satu memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran yang lain. Hal kedua apakah kemampuan awal mempengaruhi hasil belajar siswa. Hal ketiga adalah apakah efektivitas pendekatan pembelajaran matematika tergantung tingkat kemampuan awal yang dimiliki siswa. Agar penelitian ini dapat dilakukan dengan benar dan terarah, maka diperlukan pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan pada semester gasal tahun pelajaran 2010/2011 SMA Kota
Surakarta.
2. Materi matematika yang digunakan difokuskan pada pokok bahasan Persamaan
(27)
3. Pendekatan pembelajaran yang dibandingkan adalah model pembelajaran
kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dengan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament).
4. Kemampuan awal siswa dilihat dari nilai tes kemampuan awal yang diberikan
kepada siswa sebelum penelitian dilakukan.
5. Kemampuan awal siswa yang digunakan didalam penelitian ini dikelompokkan
menjadi kelompok kemampuan awal tinggi, kelompok kemampuan awal sedang dan kelompok kemampuan awal rendah.
E. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran
kooperatif tipe TGT mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pokok bahasan persamaan dan pertidaksamaan kuadrat?
2. Apakah siswa yang mempunyai kemampuan awal yang lebih tinggi mempunyai
hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kemampuan awal yang lebih rendah?
(28)
commit to user
3. Manakah di antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TGT yang
memberikan hasil belajar yang lebih baik jika ditinjau dari tingkat kemampuan awal tinggi, sedang, atau rendah?
F. Tujuan Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam meningkatkan prestasi belajar matematika. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Apakah hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2. Siswa yang mempunyai kemampuan awal yang lebih tinggi apakah mempunyai
hasil belajar lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kemampuan awal yang lebih rendah di dalam mengikuti pembelajaran matematika.
3. Manakah diantara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TGT yang
memberikan hasil belajar yang lebih baik jika ditinjau dari tingkat kemampuan awal tinggi, sedang, maupun rendah.
(29)
G. Manfaat Penelitian
1. Bagi Guru
a. Sebagai alternatif dalam pemilihan model pembelajaran matematika
b. Menambah wawasan dan pengalaman dalam mempraktekkan pembelajaran
inovatif yang berorientasi konstuktivistik.
c. Menambah pengetahuan tentang strategi pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pembelajaran kooperatif tipe TGT.
d. Menambah wawasan tentang pentingnya memperhatikan kemampuan awal
yang dimiliki siswa.
2. Bagi Siswa
a. Mendapat pengalaman yang baru dalam belajar matematika yaitu dengan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan kooperatif tipe TGT.
b. Siswa berani mengemukakan pendapat didalam kelompok belajarnya dan
belajar bersosialisasi dengan sesama teman belajarnya.
c. Meningkatkan percaya diri dan motivasi siswa dalam belajar matematika.
d. Merubah pandangan atau anggapan bahwa matematika merupakan pelajaran
yang sulit, menakutkan dan membosankan menjadi sebaliknya, yaitu matematika merupakan pelajaran yang mudah dan menyenangkan.
(30)
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Pembelajaran Matematika
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I mendefinisikan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Winkel (1991) dalam (Sobry Sutikno 2009 : 31) mengartikan pembelajaran sebagai seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian eksternal yang berperanan terhadap kejadian-kejadian internal yang berlangsung dalam diri peserta didik. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Sobry Sutikno 2009:32) mengartikan pembelajaran sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa. H.Isjoni (2009: 14) mendefinisikan “pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar”. Dari beberapa pengertian pembelajaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa inti dari pembelajaran itu adalah segala upaya yang dilakukan guru (pendidik) agar terjadi proses belajar dalam diri siswa. Secara implisit, di dalam pembelajaran ada kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Lungdren (dalam Sobry Sutikno, 2009 : 32), menyebutkan bahwa fokus sistem pembelajaran mencakup tiga aspek, yaitu: (1) Siswa, siswa merupakan faktor yang paling penting sebab tanpa siswa tidak akan
(31)
terjadi proses belajar mengajar. (2) Proses belajar, proses belajar adalah apa saja yang dihayati siswa apabila mereka belajar, bukan apa yang harus dilakukan pendidik untuk membelajarkan materi pelajaran melainkan apa yang akan dilakukan siswa untuk mempelajarinya. (3) Situasi belajar, situasi belajar adalah lingkungan tempat terjadinya proses belajar belajar dan semua faktor yang mempengaruhi siswa atau proses belajar seperti, guru, kelas dan interaksi di dalamnya.
Pendekatan pembelajaran di sini diartikan sebagai jalan yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi lingkungan yang memungkinkan seseorang belajar. Selain itu dari pengertian-pengertian pembelajaran di atas menunjukkan bahwa peran guru sangat dominan dalam pembelajaran di kelas, yaitu sebagai desainer sekaligus pengendali pembelajaran yang menentukan bentuk lingkungan belajar yang dialami siswa. Selanjutnya bentuk lingkungan ini akan menentukan arah pencapaian perubahan pada diri siswa selaku pebelajar.
Perubahan seseorang yang dihasilkan dari suatu pembelajaran disebut hasil belajar orang tersebut yang dapat dilihat dan diukur.
Sobry Sutikno (2009:4) menyatakan belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang dimaksud disini adalah perubahan secara sadar dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan hasil belajar juga bersifat aktif, maksudnya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha dari individu itu sendiri. Perubahan tingkah laku yang terjadi karena adanya tujuaan yang
(32)
commit to user
ingin dicapai. Jadi perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah pada tingkah laku yang sudah ditetapkan sebelumnya. Perubahan itu meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku, baik kognitif, afektif maupun psikomotorik. Dengan demikian dalam pembelajaran di sekolah, upaya peningkatan hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan penciptaan kondisi belajar yang memberikan banyak muatan pengalaman bagi siswa berkenaan dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan.
Karena belajar merupakan suatu aktivitas mental maka hasil belajar siswa ditentukan oleh sejauh mana siswa terlibat secara mental dalam kegiatan belajar. Keterlibatan siswa secara mental dalam belajar ditentukan oleh sejauh mana kedekatan siswa dengan objek (materi) belajar. Silberman (2006:27) menyatakan bahwa belajar memerlukan kedekatan dengan materi yang hendak dipelajari, jauh sebelum bisa memahami. Masing-masing cara dalam penyajian konsep akan menentukan pemahaman siswa. Jika kedekatan dengan materi ini terjadi pada peserta didik, dia akan merasakan sedikit keterlibatan mental. Oleh karenanya, pendekatan pembelajaran yang digunakan guru di kelas menentukan sejauh mana siswa terlibat secara mental dalam kegiatan belajar. Macam pendekatan pembelajaran yang digunakan akan menentukan seberapa banyak muatan pengalaman yang dapat diperoleh siswa berkenaan dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan. Hal ini berarti pendekatan pembelajaran merupakan faktor dominan dalam menentukan hasil belajar siswa.
Matematika sekolah yang selanjutnya disebut matematika merupakan pelajaran di sekolah yang memiliki karakteristik yang khas. Ebbutt dan Straker (1995) dalam Depdiknas (2006: 3-6) mendefinisikan matematika sebagai berikut: (a). Matematika
(33)
sebagai penelusuran pola dan hubungan, (b) Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan, (c). Matematika sebagai kegiatan
pemecahan masalah (problem solving), dan (d). Matematika sebagai alat
berkomunikasi. Selanjutnya dikemukakan klasifikasi materi pelajaran matematika yang
meliputi: (a). fakta (facts), (b). pengertian (concepts), (c). keterampilan penalaran, (d).
keterampilan algoritmik, (e). keterampilan menyelesaikan masalah matematika (problem solving), dan (f). keterampilan melakukan penyelidikan (investigation).
2. Pembelajaran Kooperatif
Persaingan dan rasa aman mempengaruhi siswa dengan kadar yang bervariasi berdasarkan kemampuannya dalam belajar. Siswa yang memiliki kemampuan tinggi umumnya lebih dapat menilai ancaman yang timbul dari situasi persaingan. Siswa yang berkemampuan sedang (sebagian besar siswa berada pada level ini) dan siswa yang berkemampuan rendah menjadi semakin cemas sehingga kurang bebas berhubungan dengan guru, materi pelajaran, dan situasi belajar. Kebutuhan rasa aman hanya mungkin dipenuhi jika ada suasana belajar kooperatif yang memungkinkan siswa saling
menolong dan saling memberi dorongan moril. Oleh karena itu, guru hendaknya
menciptakan suasana belajar di kelas yang kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran dengan penekanan pada aspek sosial dalam pembelajaran dan menggunakan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 - 5 siswa yang heterogen untuk bersama-sama saling membutuhkan dalam menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan belajar, juga dalam memperoleh
(34)
commit to user
penghargaan. Menurut Anita Lie (2007:28), model pembelajaran kooperatif merupakan
suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya menekankan kerjasama atau gotong royong, kelompok yang dimaksud bukanlah semata-mata kumpulan orang, tetapi menurut pakar dinamika kelompok
bernama Shaw dalam (Agus Suprijono 2009:57) memberikan pengertian kelompok “ as
two or more people who interact with and influence one another” yang artinya tiap anggotanya saling berinteraksi, saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain. Sedangkan menurut Isjoni (2009: 20) pembelajaran kooperatif mengkondisikan siswa untuk aktif dan saling memberi dukungan dalam kerja kelompok untuk menuntaskan materi masalah dalam belajar. Lingkup penyelesaian tugas bukan saja dalam hal menjawab pertanyaan-pertanyaan, tetapi lebih dari itu siswa bernalar berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya dalam pemahaman atas materi yang dipelajarinya. Berarti pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang didasarkan pada paham konstruktivisme. Dengan cakupan demikian memberikan peluang pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa dalam membangun pengetahuannya. Sehingga pembelajaran kooperatif merupakan salah satu alternatif strategi pembelajaran yang dapat membuka fenomena baru dalam kegiatan pembelajaran baik bagi guru maupun siswa. Keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran akan membawa suatu perasaan baru bagi siswa yang akan merasa sangat dihargai keberadaannya. Hal ini disebabkan siswa merasa terlibat di dalam memahami pengetahuan dari materi yang dipelajarinya. Dengan demikian pembelajaran kooperatif menjadi suatu strategi pembelajaran yang dapat memotivasi belajar siswa.
(35)
Pembelajaran kooperatif menekankan pada kerja secara kolaboratif. Tentunya berhubungan dengan kelompok. Kelompok yang dibentuk hanya berkisar 4 – 5 orang, berarti kelompok yang dibentuk adalah kelompok kecil. Tujuan dibentuk kelompok kecil adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar.
Selain siswa belajar secara berkelompok dalam pembelajaran kooperatif (seperti telah diuraikan di atas) terdapat beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif yaitu :
a. Setiap anggota memiliki peran.
b. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara para siswa.
c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga
anggota sekelompoknya.
d. Guru membantu para siswa untuk mengembangkan keterampilan
interpersonal kelompok.
e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan .
Suatu strategi pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Demikian pula dengan pembelajaran kooperatif. Kelebihan dari pembelajaran kooperatif menurut Sharan dan Johnson (dalam H.Isjoni,2009: 43) di antaranya sebagai berikut:
1. Mempunyai motivasi yang tinggi.
2. Meningkatkan kemampuan akademik,
3. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
4. Membentuk hubungan persahabatan.
5. Meningkatkan motivasi siswa memperbaiki sikap terhadap sekolah dan
belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik.
6. Membantu para siswa untuk menghargai pokok pikiran atau pendapat
orang lain.
Menurut Jarolimek & Parker (dalam H.Isjoni, 2009 :44) keuntungan lain yang diperoleh dari penerapan pembelajaran kooperatif, di antaranya adalah :
1. Saling ketergantungan positif
2. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu
(36)
commit to user
4. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.
5. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan
guru.
6. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekpresikan pengalaman emosi
yang menyenangkan.
Dengan melihat keuntungan dan kelebihan yang telah diuraikan di atas pembelajaran kooperatif sangat penting untuk diterapkan di dalam proses belajar mengajar. Alasan penting ini ditujukan terutama bagi efek pembelajaran tersebut bagi siswa yang berdampak positif.
Senada dengan pendapat para pakar diatas, pada penelitian yang dilakukan oleh Adeyemi, B tahun 2008 yang dipublikasikan pada jurnal internasional yang berjudul “Effects of Cooperative Learning and Problem Solving Strategies on Junior Secondary School Students Achievement in Social Studies”, menyatakan bahwa :
“the results showed that students exposed to cooperative learning strategy performed better than their counterparts in the other groups”
yang berarti pembelajaran dengan strategi pembelajaran kooperatif memberikan
prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan strategi pemecahan masalah pada siswa setara SMP pada kelas sosial. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Doymus, K. tahun 2007 yang dipublikasikan dalam jurnal internasional yang berjudul :“Effects of a Cooperative Learning Strategy and Learning Phases of Matter and One-Component Phase Diagrams” menyatakan bahwa :
“the results indicate that the instruction based on cooperative learning yielded significantly better achievement in terms of the Chemistry Achievement Test (CAT) and Phase Achievement Test (PAT) scores compared to the test scores of the control group, which was taught with
(37)
Ini berarti bahwa pembelajaran yang didasarkan pada pembelajaran kooperatif secara signifikan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada menggunakan pembelajaran tradisional.
Demikian pula penelitian yang dilakukan Garry Hornby (2009), dalam jurnal yang berjudul:
“ The effectiveness of cooperative learning with trainee teachers.” Menyatakan :
A plethora of research studies has found cooperative learning to be effective in promoting academic achievement with students of all ages. It has been suggested that key elements of cooperative learning are individual
accountability and positive interdependence. Results indicate that academic learning was greater in the experimental group, in which individual
accountability and positive interdependence were structured into the activity.
Yang artinya kebanyakan penelitian telah menyatakan bahwa Cooperative
Learning merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa
untuk segala usia. Disarankan bahwa unsur-unsur kunci dari Cooperative Learning
adalah akuntabilitas individu dan saling ketergantungan yang positif. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa hasil belajar akademik lebih baik pada kelompok eksperimen, di mana akuntabilitas individu dan saling ketergantungan yang positif terstruktur dalam kegiatan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Ballantine, J dan Larres, P yang
dipublikasikan pada jurnal internasional yang berjudul: “Cooperative learning: A
Pedagogy to Improve Students Generic Skills?” tahun 2007 menyatakan bahwa :
“students found the cooperative learning approach beneficial in developing their generic skills”.
(38)
commit to user
Ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif bermanfaat untuk
mengembangkan kemampuan umum para siswa.
Selain kelebihan tersebut pembelajaran kooperatif juga memiliki kekurangan-kekurangan, di antaranya yaitu :
1. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai
target kurikulum.
2. Membutuhkan waktu yang lama untuk guru sehingga pada umumnya guru
tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif.
3. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat
melakukan atau menggunakan pembelajaran kooperatif.
4. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.
Walaupun kelemahan-kelemahan tersebut melekat pada pembelajaran kooperatif, tetapi dapat diminimalkan dengan beberapa tindakan alternatif. Untuk kelemahan yang pertama dan kedua, dalam pembelajaran kooperatif digunakan LKS yang memungkinkan siswa dapat bekerja secara efektif dan efisien. Bagi guru, penggunaan LKS dapat mengurangi dominasi guru dalam menjelaskan materi. Berarti alokasi waktu yang digunakan untuk menjelaskan dapat dikurangi. Selain itu, pengelolaan kelas ke arah siswa aktif dengan segera dapat diwujudkan. Selain itu pembagian kelompok dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dan guru telah menata kelas sesuai dengan kelompok yang ada. Dengan demikian terjadi penghematan waktu yang dibutuhkan. Sedangkan untuk kelemahan ketiga, pada dasarnya guru dapat dilatih terlebih dahulu, sehingga guru telah memiliki kemampuan yang diharapkan. Demikian pula untuk kelemahan keempat, dengan digunakannya pendekatan psikologis, pembelajaran kooperatif akan membentuk sifat-sifat tertentu yang diinginkan sekaligus dapat dilatih. Hal ini didukung dengan pemberian motivasi dan tantangan tugas serta
(39)
tanggung jawab yang dibebankan kepada tiap kelompok melalui kerja sama anggota-anggotanya.
Guru hendaknya jangan mengasumsikan bahwa siswa menguasai keterampilan-keterampilan sosial atau kelompok untuk bekerja secara kooperatif. Siswa mungkin tidak mengetahui bagaimana saling berinteraksi, bagaimana mengembangkan rencana kerja kooperatif, bagaimana mengkoordinasi sumbangan-sumbangan dari berbagai kelompok, atau bagaimana menilai kemajuan kelompok dalam tugas-tugas tertentu. Untuk menjadikan pembelajaran kooperatif berlangsung sesuai dengan harapan, guru perlu mengajarkan keterampilan-keterampilan kooperatif yang diperlukan.
Ada tiga tingkatan keterampilan kooperatif yang dapat dilatihkan menurut Lungdren (dalam Isjoni 2009:65) yaitu keterampilan kooperatif tingkat awal, keterampilan kooperatif tingkat menengah, dan keterampilan kooperatif tingkat mahir. Tetapi dalam tesis ini hanya diambil beberapa dari masing-masing tingkatan tersebut yang dianggap sangat penting, yaitu :
1. Keterampilan kooperatif tingkat awal
a. Menggunakan kesepakatan dan menghargai kontribusi
Memiliki kesepakatan yang dijadikan komitmen dalam meningkatkan hubungan kerja kelompok. Saat anggota mengajukan pendapat, ide, atau suatu jawaban patut diperhatikan atau dikerjakan oleh anggota lain dalam kelompok setelah disepakati. Implikasinya, dalam kelompok akan menghasilkan perasaan kebersamaan dalam kelompok tersebut. Merasa satu dalam kelompok.
(40)
commit to user
Mendorong partisipasi berarti memotivasi semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok. Jika satu atau dua anggota tidak berpartisipasi atau hanya memberikan sedikit kontribusi, maka tugas dari kelompok tersebut tidak akan terselesaikan tepat pada waktunya atau hasilnya kurang memuaskan.
c. Mengambil giliran dan berbagi tugas
Menggantikan seseorang yang mengemban tugas tertentu dan mengambil tanggung jawab tertentu dalam kelompok. Implikasinya, setiap anggota kelompok akan tumbuh rasa sebagai anggota kelompok kerja untuk mencapai suatu tujuan bersama.
d. Berada dalam tugas dan kelompok
Meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga akan terselesaikan pada waktunya dengan ketelitian yang lebih baik dan kreatif. Berada dalam kelompok berarti tetap dalam kelompok selama kegiatan berlangsung. Implikasinya, kelompok akan lebih bangga terhadap peningkatan efisiensi dan efektifitas dalam mempersiapkan dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.
2. Keterampilan kooperatif tingkat menengah:
a. Mendengarkan dengan aktif
Jika mendengar dengan aktif maka siswa akan mampu menggunakan pesan fisik dan lisan, sehingga pembicara akan tahu bahwa orang lain secara giat sedang menyerap informasi. Pengertian dari suatu konsep akan meningkat dan hasil
(41)
kelompok akan menunjukkan tingkat pemikiran dan komunikasi yang tinggi. Sebagai implikasinya, perasaan bangga bagi siswa yang memberikan partisipasi akan merasa bahwa apa yang mereka sumbangkan itu berharga, paling tidak ia akan merasa dihargai pendapatnya.
b. Bertanya
Maksud dari bertanya adalah meminta atau menanyakan suatu informasi atau penjelasan lebih lanjut. Dengan bertanya sesorang yang sedang tidak aktif dapat dimotivasi untuk ikut serta, termasuk anggota kelompok yang pemalu. Dari hal ini berarti memperbaiki kemampuan komunikasi, juga interaksi.
c. Menafsirkan
Menafsirkan berarti menyatakan kembali informasi dengan kalimat berbeda. Ini akan menimbulkan pemahaman yang lebih, sebab apa yang diperoleh diungkapkan dengan cara yang berbeda.
d. Memeriksa ketepatan
Membandingkan jawaban dan memastikan bahwa jawaban itu benar. Pekerjaan akan cenderung bebas dari kesalahan dan kekurang tepatan. Pemahaman akan berkembang. Hal ini berakibat siswa menjadi kritis dan hasil kelompok akan lebih baik.
3. Keterampilan kooperatif tingkat mahir
Mengelaborasi, maksudnya adalah mampu memperluas konsep, kesimpulan, dan pendapat-pendapat yang berhubungan dengan topik tertentu. Keterampilan ini
(42)
commit to user
penting karena akan menghasilkan pemahaman yang lebih dalam dan prestasi yang lebih tinggi.
Semua keterampilan kooperatif tersebut (tidak langsung keseluruhan) dilatihkan guru dalam kegiatan pembelajaran, tetapi dapat dipilih sedikit demi sedikit yang dianggap sesuai dengan kepentingan hingga mencapai harapan dan seluruh keterampilan kooperatif.
3. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif yang sering digunakan ada beberapa tipe, di antaranya
yaitu kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division), kooperatif tipe
Jigsaw, kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament), dan kooperatif tipe The
Structural Approach (pendekatan struktural).
Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif, dengan menempatkan siswa dalam kelompok belajar yang beranggotakan 4-5 orang yang heterogen menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan materi pelajaran (penyajian materi dapat dilakukan baik dengan ceramah, demonstrasi, atau bahan bacaan), dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi tersebut. Pada akhir pembelajaran seluruh siswa diberi tes tentang materi tersebut, dengan ketentuan pada saat tes siswa tidak boleh saling membantu atau bekerja sama antara teman-teman baik dari teman satu tim maupun dengan tim yang lainnya. Skor siswa yang diperoleh dibandingkan dengan rata-rata skor yang lalu dari siswa yang bersangkutan dan poin diberikan berdasarkan seberapa jauh siswa menyamai kinerja
(43)
yang lalu pula. Poin tiap anggota ini dijumlah untuk mendapatkan skor tim, dan tim yang mencapai kriteria tertentu diberi sertifikat atau penghargaan.
Perencanaan pembelajaran kooperatif disusun berdasarkan langkah-langkah yaitu: (1) persiapan, (2) penyajian materi, (3) kegiatan kelompok, (4) tes hasil belajar, dan (5) penghargaan kelompok. Pembelajaran dimulai dengan penyampaian oleh guru tentang tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa dalam belajar. Termasuk di dalamnya penyajian informasi yang biasanya disertai bahan bacaan atau secara verbal. Kemudian siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 - 5 orang. Selanjutnya siswa bekerja dan belajar tentang materi yang dipelajarinya dengan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Bimbingan diberikan guru jika dianggap perlu baik kepada kelompok atau individu. Langkah berikutnya siswa dievaluasi, dapat melalui tes individu atau kelompok (diwakili oleh anggotanya). Dan terakhir diupayakan guru memberikan penghargaan kepada siswa dalam kelompok baik upaya maupun hasil kerja mereka. Langkah-langkah tersebut (dalam bentuk fase-fase) diuraikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Langkah-Langkah Kegiatan Guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan
belajar dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase-2
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa
(44)
commit to user
Langkah-Langkah Kegiatan Guru
bacaan.
Fase-3
Mengorganisasikan siswa
ke dalam
kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok-kelompok belajar
dan membantu setiap kelompok agar
melakukan transisi secara efisien. Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar.
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase-5
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau tiap-tiap kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase-6
Memberikan penghargaan
Guru menentukan cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok.
(Trianto, 2007:54)
Keenam langkah tersebut jika dilaksanakan maka akan terdapat siklus yang tetap dalam kegiatan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini. Seperti yang dikemukakan oleh Slavin (2009:143) bahwa STAD terdiri dari suatu komponen yang tetap dalam kegiatan pembelajaran, yaitu :
(45)
Guru menyajikan materi pelajaran. Penyajian materi ini dapat dengan verbal langsung disampaikan oleh guru atau dapat pula melalui bahan bacaan/teks.
b. Kegiatan kelompok
Siswa bekerjasama dalam kelompok masing-masing untuk menguasai materi pelajaran atau menyelesaikan tugas.
c. Tes/kuis
Siswa mengerjakan kuis atau penilaian lainnya secara individual.
d. Penghargaan kelompok
Skor kelompok dihitung berdasarkan poin peningkatan kelompok, pemberian sertifikat, laporan berkala kelas, atau papan buletin sebagai penghargaan skor tertinggi kelompok.
Tabel 2.2 Kriteria Penghargaan Kelompok STAD
Rata-Rata Poin Kelompok Penghargaan Kelompok
15 – 19 Kelompok Baik (Good Team)
20 – 24 Kelompok Hebat (Great Team)
≥ 25 Kelompok Super (Super Team)
(Slavin, 2009)
Berdasarkan uraian di atas pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki kelebihan (selain kelebihan pembelajaran kooperatif pada umumnya) lebih mudah diterapkan di kelas bagi guru yang baru memulai menggunakan pembelajaran kooperatif sebagai salah satu strategi pembelajarannya. Hal ini dimungkinkan karena dalam langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD masih memuat langkah
(46)
commit to user
pembelajaran konvensional, yaitu guru menyajikan materi. Hal ini sekaligus menjadi kelemahan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini, karena dengan demikian dominasi guru masih tampak dalam kegiatan pembelajaran. Namun kelemahan ini dapat direduksi dengan cara guru menyajikan materi dalam bentuk bahan bacaan. Hal ini berarti siswa menjadi lebih aktif. Namun pemberian bahan bacaan masih tetap harus diikuti dengan pemberian penjelasan pada bagian-bagian tertentu. Dengan demikian siswa yang baru memulai mengikuti pembelajaran koopertif akan tahap demi tahap menyesuaikan diri dengan situasi siswa belajar aktif.
Hal penting lain yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah penetapan kelompok beserta anggota-anggotanya. Penetapan anggota kelompok kooperatif dibuat oleh guru sebelum memasuki kegiatan pembelajaran. Pembentukan kelompok didasarkan pada nilai hasil pengukuran sebelumnya (rapor atau tes materi sebelumnya) dengan merangking nilai siswa. Urutan rangking kemudian dibagi dalam empat bagian. Tiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang masing-masing dari ke empat bagian tersebut. Akhirnya, penyempurnaan anggota kelompok dilakukan dengan menyeimbangkan jenis kelamin, etnik, dan lainnya.
Keberhasilan kelompok dapat dievaluasi dari kumpulan poin peningkatan tiap kelompok yang disumbangkan oleh anggotanya. Poin peningkatan dihitung dari hasil kuis. Kuis diberikan kepada siswa secara klasikal setelah mereka menyelesaikan tugas kelompok. Pemberian kuis harus dengan alokasi waktu yang cukup bagi siswa untuk dapat menyelesaikannya. Dalam pengerjaan atau penyelesaian soal kuis yakinkan siswa
(47)
agar bekerja secara individual. Kesempatan ini saatnya mereka menunjukkan apa yang telah mereka pelajari.
Sebagai motivasi, berdasarkan hasil kuis siswa dan perhitungan poin peningkatan kelompok, wujud penghargaan bagi kelompok dapat diberikan dengan berbagai bentuk. Mungkin sertifikat, laporan berkala kelas, atau buletin pajang. Isi semua bentuk tersebut menguraikan tentang prestasi kelompok. Prestasi tersebut dapat diketahui dari hasil perhitungan skor peningkatan kelompok berdasarkan kuis terdahulu.
Tabel 2.3 Kriteria Skor Kemajuan Individual
SKOR KUIS POIN KEMAJUAN Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5
1 - 10 poin di bawah skor awal 10 0 - 10 poin di atas skor awal 20 Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 Kertas jawaban sempurna 30
4. Pembelajaran Kooperatif tipe TGT
Pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif, dengan menempatkan siswa dalam kelompok belajar yang beranggotakan 4-5 orang yang heterogen menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Secara umum pembelajaran kooperatif tipe TGT sama saja dengan STAD kecuali satu hal : TGT menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis, dimana para siswanya berlomba sebagai wakil tim mereka dengan tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara dengan mereka, kelemahan dari pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah membutuhkan waktu yang relatif lama dalam
(48)
commit to user
pelaksanaannya. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai berikut :
1. Presentasi Kelas
Presentasi kelas digunakan guru untuk memperkenalkan materi pelajaran dengan pengajaran langsung atau diskusi ataupun dapat menggunakan perangkat audiovisual. Fokus presentasi pada kelas berbeda dengan presentasi pada kelas biasa,karena yang disampaikan hanya pokok-pokok materi dan teknis pembelajaran yang akan dilaksanakan, dengan demikian siswa harus memperhatikan dengan cermat sebelum presentasi berlangsung. Siswa harus menyadari kecermatannya sangat menunjang keberhasilan belajar selanjutnya yang akan menentukan nilai dari tim mereka.
2. Tim
Tim terdiri dari 4 – 5 orang siswa anggota kelas dengan kemampuan yang berbeda. Anggota tim mewakili kelompok yang ada di kelas dalam hal kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku. Fungsi utama tim adalah untuk memastikan bahwa semua anggota tim belajar, lebih khusus lagi adalah untuk menyiapkan anggotanya supaya dapat mengerjakan soal-soal dalam turnamen dengan baik.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang di rancang
untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari presentasi di kelas dan
pelaksanaan kerja tim. Game tersebut dimainkan di atas meja dengan beberapa
(49)
hanya berupa nomor-nomor pertanyaan yang ditulis pada lembar yang sama. Seorang siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan harus menjawab pertanyaan sesuai nomor yang tertera pada kartu tersebut.
4. Turnamen
Turnamen adalah sebuah struktur dimana game berlangsung. Perangkat turnamen
yang digunakan adalah kartu soal, lembar pembagian meja turnamen, lembar skor
game, lembar rangkuman tim . Turnamen biasanya berlangsung pada akhir minggu
atau akhir unit, setelah guru memberikan presentasi di kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar kegiatan. Pada turnamen pertama guru menunjuk siswa untuk berada di meja turnamen, tiga siswa berprestasi tinggi sebelumnya pada meja 1, tiga berikutnya pada meja 2 dan seterusnya. Kompetisi yang seimbang ini, seperti halnya system skor kemajuan individual dalam STAD, memungkinkan para siswa dari semua tingkat sebelumnya berkontribusi secara maksimal terhadap skor tim mereka jika mereka melakukan yang terbaik. Setelah turnamen pertama, para siswa akan bertukar meja tergantung kinerja mereka pada turnamen terakhir. Pemenang pada tiap meja “naik tingkat” ke meja berikutnya yang lebih tinggi (misalnya, dari meja 4 ke meja 3). Skor tertinggi kedua tetap tinggal pada meja yang sama, dan skor yang paling rendah “ diturunkan”. Dengan cara ini, jika pada awalnya siswa sudah salah ditempatkan, untuk seterusnya akan dinaikkan atau diturunkan sampai mereka mencapai tingkat kemampuan mereka yang sesungguhnya. Sebagai ilustrasi pelaksanaan turnamen dapat dilihat pada gambar berikut :
(50)
commit to user
Contoh penempatan siswa dalam tim meja turnamen seperti gambar berikut :
Skema pertandingan atau turnamen TGT
Keterangan:
A1,B1,C1 = Siswa berkemampuan tinggi
A(2,3,4) B(2,3,4) C(2,3,4) = Siswa berkemampuan sedang
A5,B5,C5 = Siswa berkemampuan rendah
TT1,TT2,TT3,TT4,TT5 = Meja Turnamen (1,2,3,4,5)
5. Penghargaan Tim
Dalam pembelajaran kooperatif, penghargaan diberikan untuk kelompok bukan individu, sehingga keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan setiap anggotanya. Penghargaan kelompok diberikan atas dasar rata-rata poin kelompok
yang diperoleh dari game dan turnamen dengan kriteria yang telah ditentukan
sebagai berikut.
Tabel 2.4 Kriteria Penghargaan Kelompok TGT
Rata-Rata Poin Kelompok Penghargaan Kelompok
40 – 44 Kelompok Baik (Good Team)
2005)
(51)
45 – 49 Kelompok Hebat (Great Team)
≥ 50 Kelompok Super (Super Team)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing tim akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan sesuai poin yang diperoleh.
Dari uraian di atas pada prinsipnya kedua model pembelajaran kooperatif tipe
Student Team Achievement Division (STAD) sama dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT), perbedaannya pada model
pembelajaran kooperatif tipe TGT di akhir unit di adakan game atau turnamen
sedangkan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD hanya diberikan tes atau kuis.
5. Kemampuan Awal Siswa
Salah satu faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah kemampuan awal siswa. Kemampuan awal siswa akan berpengaruh pada proses pembelajaran. Kemampuan awal siswa merupakan prasyarat awal yang harus dimiliki siswa agar proses pembelajaran yang dihadapi siswa dapat berjalan dengan lancar.
Dalam Depdiknas (2004: 2), matematika bersifat hierarkis yang berarti suatu materi merupakan prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya. Untuk mempelajari matematika hendaknya berprinsip pada:
1. Materi matematika hendaknya disusun menurut urutan tertentu atau tiap topik matematika berdasarkan subtopik tertentu,
2. Setiap siswa dapat memahami suatu topik matematika jika ia telah memahami subtopik pendukung atau prasyaratnya,
(52)
commit to user
3. Perbedaan kemampuan antar siswa dalam mempelajari atau memahami suatu topik matematika dan dalam menyelesaikan masalahnya ditentukan oleh perbedaan penguasaan subtopik prasyaratnya,
4. Pengusaan topik baru oleh seorang siswa tergantung pada penguasaan topik sebelumnya.
Sedangkan menurut Piaget (dalam Paul Suparno 1997: 20-21), bahwa setiap level keadaan dapat dimengerti sebagai akibat dari transformasi tertentu atau sebagai titik tolak bagi transformasi lain, sedangkan menurut Winkel (1991: 80), menyatakan bahwa kemampuan awal merupakan jembatan untuk menuju pada kemampuan final. Setiap proses belajar mengajar mempunyai titik tolaknya sendiri atau berpangkal pada kemampuan siswa tertentu untuk dikembangkan menjadi kemampuan baru, seperti apa yang menjadi tujuan dalam proses pembelajaran. Ini berarti pengalaman belajar yang lalu memegang peranan untuk memahami konsep-konsep baru. Jelas bahwa pengalaman belajar matematika di SMP misalnya, akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan penguasaan bahan matematika di SMA.
Menurut Ausubel (dalam Paul Suparno 1997: 53-54), belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Dalam proses belajar ini siswa mengasosiasikan pengalaman, fenomena dan fakta-fakta baru ke dalam sistem pengetahuan yang telah ia punyai sebelumnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan kemampuan awal siswa adalah suatu kemampuan yang telah dimiliki sebelum pembelajaran berlangsung yang merupakan
(53)
prasyarat untuk mengikuti proses belajar selanjutnya. Kemampuan awal berperan penting dalam proses pembelajaran. Kemampuan awal juga menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima materi pelajaran baru yang akan diberikan oleh guru pada kelas yang lebih tinggi.
B . Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan Hadi Wiyono (2008) yang mengemukakan bahwa siswa
yang mendapatkan pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD mendapat prestasi belajar pada pokok Bahasan Faktorisasi suku aljabar yang lebih baik daripada siswa-siswa yang diberikan metode belajar tradisional. Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Hadi Wiyono dengan yang peneliti lakukan adalah
sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student
Team Achievement Divisions). Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Hadi Wiyono dengan yang peneliti lakukan adalah pada penelitian Hadi Wiyono dilakukan pada peserta didik kelas VII SMP Negeri se Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2007/2008 pada pokok bahasan Faktorisasi suku aljabar, sedangkan penelitian yang peneliti lakukan adalah pada peserta didik kelas X SMA se-Surakarta pada materi persamaan kuadrat dan pertidaksamaan kuadrat
(54)
commit to user
2. Penelitian yang dilakukan oleh Adi Waluyo tahun 2010, Eksperimentasi model
pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Materi Pokok Persamaan Dan Fungsi Kuadrat Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa Kelas X SMA Negeri di Kabupaten Tulungagung, menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan model konvensional. Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Adi Waluyo dengan yang peneliti lakukan adalah sama-sama menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Divisions).
Perbedaan antara penelitian yang dilakukan Adi Waluyo dengan yang peneliti lakukan adalah Eksperimentasi model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Materi Pokok Persamaan Dan Fungsi Kuadrat Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa Kelas X SMA Negeri Di Kabupaten Tulungagung sedangkan penelitian yang peneliti lakukan adalah pada peserta didik kelas X SMA se-Surakarta pada materi persamaan kuadrat dan pertidaksamaan kuadrat dilakukan pembandingan
dengan Teams Games Tournaments (TGT).
3. Penelitian yang dilakukan oleh Latifah Mustofa Lestyanto tahun 2010,
Eksperimentasi Pembelajaran Matematika dengan Model Kooperatif Tipe Teams
Games Tournament (TGT) dan Student Team Achievement Division (STAD) pada Materi Kubus dan Balok bagi Siswa Kelas VII SMP Kabupaten Klaten Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa.mengemukakan bahwa siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan model kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT)
(1)
commit to user
Berdasarkan kesimpulan di atas tampak bahwa terdapat pengaruh penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X pada materi persamaan dan
pertidaksamaan kuadrat. Dengan kata lain terdapat perbedaan hasil belajar matematika
siswa kelas X pada materi persamaan dan pertidaksamaan kuadrat dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
Dilihat dari rerata hasil belajar yang diperoleh bahwa penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT lebih baik dari rerata hasil belajar dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Ini berarti hasil belajar matematika dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik daripada dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
Hasil ini secara teoritis dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk
pengembangan model pembelajaran pada materi persamaan dan pertidaksamaan
kuadrat, di samping itu hasil penelitian ini dapat juga digunakan sebagai acuan untuk
meningkatkan hasil belajar matematika pada materi persamaan dan pertidaksamaan
kuadrat khususnya dan materi pokok pada umumnya.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa berpengaruh
terhadap hasil belajar matematika pada materi persamaan dan pertidaksamaan kuadrat
siswa kelas X semester 1 tahun pelajaran 2010/2011. Hasil belajar matematika siswa
yang mempunyai kemampuan awal tinggi lebih baik dari siswa yang mempunyai
kemampuan awal sedang atau rendah, sedangkan hasil belajar matematika siswa yang
mempunyai kemampuan awal sedang mempunyai efek yang sama baiknya
(2)
dibandingkan siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah. Hasil ini secara teoritis
dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk memperhatikan aspek kemampuan awal
siswa dalam melakukan proses pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika.
Semakin baik kemampuan matematika yang dikuasai siswa sewaktu di SMP baik
kemampuan komputasi maupun kemampuan penguasaan konsep akan semakin baik
penguasaan belajar matematika di SMA, apalagi matematika adalah suatu ilmu yang
menganut sistem hierarki sehingga proses belajar selanjutnya akan tergantung
kemampuan yang dimiliki sebelumnya. Dengan demikian sebaiknya dalam
pembelajaran matematika seorang guru memperhatikan kemampuan awal siswa
sehingga hasil pembelajaran akan menjadi lebih optimal.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan calon guru
dalam upaya peningkatan kualitas proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa.
Dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar,
guru dapat memilih model pembelajaran yang tepat dan efektif dengan memperhatikan
kemampuan awal siswa.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi pada penelitian di atas dapat
dikemukakan saran sebagai berikut:
1.
Kepada guru mata pelajaran matematika
a.
Diharapkan seorang guru matematika mulai menggunakan model pembelajaran
(3)
commit to user
kooperatif tipe STAD atau TGT sehingga membuat siswa aktif didalam proses
belajar pembelajaran yang akhirnya prestasi belajarnya dapat meningkat secara
maksimal.
b.
Dalam memilih model pembelajaran hendaknya guru memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa. Salah satu
diantaranya adalah dengan memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki
siswa sehingga dalam proses pembelajaran akan diperoleh hasil yang maksimal.
2.
Kepada Kepala Sekolah
a.
Hendaknya kepala sekolah menghimbau para guru untuk mulai menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe
Student Teams Achievement Division
(STAD)
atau
Teams Games Tournament (TGT)
di dalam proses
pembelajarannya sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa menjadi lebih baik.
b.
Memberi dukungan sepenuhnya kepada para guru dengan menyediakan berbagai
fasilitas yang dibutuhkan sehingga dapat menunjang terlaksananya proses
belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD maupun model kooperatif tipe TGT.
3. Saran bagi para peneliti/calon peneliti
Bagi para peneliti, tesis ini dapat digunakan sebagi suatu acuan atau dapat dipakai
sebagai salah satu referensi untuk melakukan penelitian yang lain. Diharapkan para
peneliti dapat mengembangkan penelitian untuk variabel lain yang sejenis atau
model pembelajaran lain, sehingga dapat menambah wawasan dan kualitas
pendidikan yang lebih baik, khususnya pendidikan matematika.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Adeyemi, B. 2008. Effects of Cooperative Learning and Problem Solving Strategies on
Junior Secondary School students’ Achievement in Social Studies.
Electronic Journal of Research in Educational Psychology,
v6, n3,
p691-708.
Adi Waluyo. 2010.
Eksperimentasi model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada
Materi Pokok Persamaan Dan Fungsi Kuadrat Ditinjau dari
Kemampuan Awal Siswa Kelas X SMA Negeri Di Kabupaten
Tulungagung
. Tesis. Prodi Pendidikan Matematika Program Pasca
Sarjana UNS, Surakarta.
Agus Suprijono. 2009.
Cooperative Learning. Teori dan Aplikasi Paikem
. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Anas Sudijono. 2007.
Pengantar Evaluasi Pendidikan
. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Anita Lie. 2002.
Cooperative Learning
. Jakarta: Grasindo.
Arends, R. 1997.
Classroom Instruction and Management.
New York: McGraw-Hill.
Ballantine, J dan Larres, P. 2007. Cooperative learning: A Pedagogy to Improve
Students Generic Skills?
Journal Articles; Reports– Evaluative
.
Education & Training
, v49, n2, p126-137.
Budiyono. 2003.
Metodologi Penelitian Pendidikan
. Surakarta: UNS Press.
Budiyono. 2009.
Statistika Untuk Penelitian
. Surakarta: UNS Press.
Depdiknas. 2004.
Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian
Mata
Pelajaran Matematika
.
Jakarta.
DePorter, Bobbi dan Hernacki,M. 2007.
Quantum Learning,
Bandung : PT Mizan
Pustaka.
Doymus, K. 2007.
Effects of a Cooperative Learning Strategy and Learning Phases of
Matter and One-Component Phase Diagrams
. Journal of Chemical
Education,
v84, n11, p1857-1860.
(5)
commit to user
Fitria Khasanah. 2009.
Ekperimentasi Pembelajaran Matematika dengan model
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil Belajar
Matematika Ditinjau Dari Motivasi Belajar Matematika Siswa Sekolah
Dasar Se-Kecamatan Depok
. Tesis. Prodi Pendidikan Matematika
Program Pasca Sarjana UNS, Surakarta.
H. Isjoni. 2009.
Pembelajaran Kooperatif. Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi
Antara Peserta Didik.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hadi Wiyono . 2008.
Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD pada
pokok bahasan Faktorisasi suku aljabar kelas VII SMP Negeri se
Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2007/2008
ditinjau dari motivasi
belajar siswa
. Tesis. Prodi Pendidikan Matematika Program Pasca
Sarjana UNS, Surakarta.
Hornby, G. 2009. The effectiveness of cooperative learning with trainee teachers
.
Journal of Education for Teaching
, Volume 35, Issue 2 May 2009 ,
pages 161
–
168
.
Ika Krisdiana. 2010.
Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams
Achievement Division) Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau
Dari Aktivitas Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Persamaan Kuadrat
dan Fungsi Kuadrat Kelas X Di Kota Madiun
. Tesis.Prodi Pendidikan
Matematika Program Pasca Sarjana UNS, Surakarta.
Isjoni. 2010.
Cooperative Learning. Efektivitas Pembelajaran Kelompok
. Bandung :
Alfabeta.
Latifah Mustofa Lestyanto. 2010. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika dengan
Model Kooperatif Tipe
Teams Games Tournament
(TGT) dan
Student
Team Achievement Division
(STAD) pada Materi Kubus dan Balok bagi
Siswa Kelas VII SMP Kabupaten Klaten Ditinjau dari Aktivitas Belajar
Siswa. Tesis. Prodi Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana
UNS, Surakarta.
Mahedy,L; Michielli-Pendl,J; Barbara; Harper,G. 2002. A Collaborative Research
Project To Improve the Academic Performance of a Diverse Sixth Grade
Science Class.
Journal Articles; Reports – Evaluative
.
Teacher
Education and Special Education
, v25, n1, p55-70.
M. Furqon Hidayatullah. 2009.
Guru Sejati. Membangun Insan Berkarakter Kuat dan
Cerdas
. Surakarta : Yuma Pustaka.
(6)