Fakta abstrak berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol tertentu.
Simbol bilangan “3” secara umum sudah dipahami sebagai bilangan “tiga”.
Konsep adalah idea abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengkategorikan sekumpulan objek atau
peristiwa, serta menentukan apakah objek atau peristiwa tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak
tersebut. Misalnya, bilangan genap diungkap dengan definisi bilangan yang merupakan kelipatan 2.
15
Operasi abstrak adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika lainnya. Sementara relasi adalah
hubungan antara
dua atau
lebih elemen.
Misalnya, penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
Prinsip abstrak adalah objek matematika yang kompleks, yang terdiri atas beberapa fakta, beberapa konsep yang
dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara
berbagai objek dasar matematika. Contoh dari prinsip, jika a dan b bilangan real maka berlaku a+b=b+a.
16
b Bertumpu pada kesepakatan Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan
yang amat penting. Kesepakatan yang amat mendasar askioma dan konsep primitif. Aksioma diperlukan untuk menghindarkan
berputar-putar dalam pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan
untuk menghindar
berputar-putar dalam
pendefinisian. Beberapa aksioma dapat membentuk suatu system aksioma, yang selanjutnya dapa menurunkan berbagai
teorema. Dalam aksioma tentu terdapat konsep primitive
15
Ibid., h. 14.
16
Ibid., h. 15.
tertentu. Dari satu atau lebih konsep primitif dapat dibentuk konsep baru melalui pendefinisian.
17
Simbol-simbol dan istilah-istilah dalam matematika merupakan kesepakatan atau konvensi yang penting. Dengan
simbol dan istilah yang telah disepakati dalam matematika maka pembahasan selanjutnya akan menjadi mudah dilakukan
d an dikomunikasikan. Contoh, lambang bilangan 1, 2, 3, …
adalah salah satu bentuk kesepakatan dalam matematika. Lambang bilangan itu menjadi acuan pada pembahasan
matematika yang relevan. c Berpola pikir deduktif
Matematika sebagai ilmu hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan
pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus”.
Pola pikir deduktif didasarkan pada urutan kronologis dari pengertian pangkal, aksioma postulat, definisi, sifat-sifat,
dalil-dalil rumus-rumus dan penerapannya dalam matematika sendiri atau dalam bidang lain dan kehidupan sehari-hari.
18
Contoh, bila seorang siswa telah belajar konsep operasi hitung matematika penjumlahan, pengurangan, perkalian dan
pembagian kemudian ia dibawa ke situasi baru jual beli dan ia dapat mengaplikasikan operasi hitung matematika tersebut
dalam kegiatan jual beli itu maka berarti siswa itu telah menerapkan pola pikir deduktif.
d Memiliki simbol yang kosong dari arti Dalam matematika terlihat banyak menggunakan
simbol baik berupa huruf ataupun yang bukan berupa huruf. Rangkaian simbol-simbol ini dapat membentuk suatu model
17
Ibid., h. 16.
18
Ibid.
matematika berupa persamaan, pertidaksamaan, bangun geometrik dan sebagainya. Secara umum, simbol dan model
matematika sebenarnya kosong dari arti. Artinya, suatu simbol atau model matematika tidak ada artinya bila tidak dikaitkan
dengan konteks tertentu.
19
Contoh, simbol x tidak ada artinya. Bila kemudian kita menyatakan bahwa x adalah bilangan bulat,
maka x menjadi bermakna, artinya x mewakili suatu bilangan bulat. Pada model matematika x + y = 40, x dan y tidak berarti,
kecuali bila kemudian dinyatakan konteks dari model itu. Misalnya, x dan y mewakili panjang suatu sisi bangun datar
tertentu atau x dan y mewakili banyaknya barang jenis I dan II yang dijual di suatu toko.
e Memperhatikan semesta pembicaraan Karena simbol-simbol dan model-model matematika
kosong dari arti, dan akan bermakna bila dikaitkan dengan konteks tertentu maka perlu adanya lingkup atau semesta dari
konteks yang dibicarakan. Lingkup atau semesta dari konteks yang dibicarakan sering diistilahkan dengan nama semesta
pembicaraan. Ada-tidaknya dan benar-salahnya penyelesaian permasalahan dalam matematika dikaitkan dengan semesta
pembicaraan. Contoh, bila dijumpai model matematika 4x = 10, kemudian akan dicari nilai x, maka penyelesaiannya
tergantung pada
semesta pembicaraan.
Bila semesta
pembicaraannya himpunan bilangan bulat, maka tidak ada penyelesaiannya. Karena tidak ada bilangan bulat yang bila
dikalikan 4 hasilnya 10. Bila semesta pembicaraannya bilangan rasional, maka penyelesaian dari permasalahan adalah x = 10 :
4 = 2,5.
20
f Konsisten dalam sistemnya
19
Ibid., h. 17.
20
Ibid., h. 18.
Matematika memiliki banyak sistem. Sistem dibentuk dari prinsip-prinsip matematika. Tiap sistem dapat saling
berkaitan namun dapat pula dipandang lepas tidak berkaitan. Sistem yang dipandang lepas misalnya sistem yang terdapat
dalam aljabar dan geometri. Tetapi dalam sistem aljabar sendiri terdapat sistem-sistem yang lebih kecil atau sempit dan antar
sistem saling berkaitan. Dalam suatu sistem matematika berlaku hukum konsistensi dan ketaatazasan, artinya tidak
boleh terjadi kontradiksi di dalamnya. Konsistensi ini mencakup dalam hal makna maupun nilai kebenarannya.
21
Contoh, bila kita mendefinisikan konsep trapesium sebagai segiempat yang tepat sepasang sisinya sejajar maka kita tidak
boleh menyatakan bahwa jajaran genjang termasuk trapesium. Karena jajaran genjang mempunyai dua pasang sisi sejajar.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang matematika yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah
ilmu yang berasal dari hasil pemikiran intelektual manusia yang membutuhkan pembuktian-pembuktian dan merupakan bentuk dari
simbol-simbol yang telah disepakati. Matematika merupakan respon yang timbul karena adanya permasalahan dalam kehidupan sehari-hari
tentang bilangan, bentuk, susunan besaran, konsep-konsep yang berhubungan, sehingga muncul aturan-aturan atau yang biasa dikenal
oleh para siswa dengan istilah rumus.
b. Pengertian Belajar
Menurut pendapat tradisional, belajar hanyalah dianggap sebagai: Pengumpulan sejumlah ilmu saja, seperti yang dikemukakan
oleh S. Nasution M.A. di dalam bukunya “Asas-asas Kurikulum”
21
Ibid.
sebagai berikut: “Menurut pendapat yang tradisional belajar itu hanya
menambah dan mengumpulkan sejumlah ilmu pengetahuan”.
22
Ahli pendidikan modern merumuskan perbuatan belajar sebagai: Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan
dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Tingkah laku yang baru itu
misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, timbullah pengertian baru, timbul dan berkembangnya sifat-sifat sosial, susila dan emosional.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses,
suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil
belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.
23
Cronbach dalam bukunya Educational Psychology menyatakan bahwa belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan
mengalami, dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan panca inderanya.
24
Dalam pada itu Emesr R. Hilgard dalam bukunya Theories of Learning memberikan definisi belajar bahwa seseorang yang belajar
kelakuannya akan berubah daripada sebelum itu. Jadi belajar tidak hanya mengenai bidang intelektual, akan tetapi mengenai seluruh
pribadi anak.
25
Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Lester D. Crow Alice Crow sebagai berikut: “Belajar ialah perubahan individu dalam
kebiasaan, pengetahuan dan sikap”. Dalam definisi ini dikatakan
bahwa seseorang mengalami proses belajar kalau ada perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dalam menguasai ilmu pengetahuan. Belajar
di sini merupakan “suatu proses” di mana guru terutama melihat apa
22
Roestiyah N.K, Didaktik Metodik, Jakarta: PT. Bina Aksara, 1986, h. 8.
23
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001, h. 27.
24
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2008, h. 231.
25
Abu Ahmadi, Teknik Belajar yang Efektif, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991, h. 14.
yang terjadi selama murid menjalani pengalaman edukatif, untuk mencapai sesuatu tujuan.
26
Selanjutnya dalam kamus paedagogik dikatakan bahwa belajar adalah berusaha memiliki pengetahuan atau kecakapan. Seseorang
telah mempelajari sesuatu terbukti dengan perbuatannya. Ia baru dapat melakukan sesuatu hanya dari hasil proses belajar sebelumnya.
27
Dari beberapa definisi di atas maka kita dapatkan hal-hal pokok sebagai berikut:
a Bahwa belajar itu membawa perubahan dalam arti behavioral changes, aktual maupun potensial,
b Bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru,
c Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha dengan sengaja.
28
c. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas
mencakup kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Hasil belajar adalah tingkah laku yang dimiliki individu
sebagai akibat dari proses belajar yang ditempuh. Hasil belajar yang dimaksud berupa perkembangan sikap dan kepribadian siswa yang
sekaligus menjadi tujuan pengajaran yang ingin dicapai pada pokok bahasan studi tertentu yang sering dikaitkan dengan aspek kognitif,
afektif, dan aspek psikomotorik. Untuk mengetahui apakah tujuan pengajaran suatu bidang studi sudah dicapai maka diadakan tes atau
evaluasi. M. Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa “hasil belajar
adalah hasil tes yang digunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran
26
Roestiyah, op. cit., h. 8.
27
Ahmadi, op. cit., h. 15.
28
Suryabrata, op. cit., h. 232.
yang diberikan oleh guru atau dosen kepada siswa dalam waktu tertentu”.
29
Hasil belajar dan kecakapan kognitif mempunyai hirarki yang bertingkat-tingkat, yaitu: nformasi non verbal, informasi fakta dan
pengetahuan verbal, konsep prinsip, pemecahan masalah dan kreatifitas. Informasi non verbal dipelajari dengan cara penginderaan
terhadap objek-objek dan peristiwa-peristiwa secara langsung. Informasi fakta dan pengetahuan verbal dipelajari dengan cara-cara
mendengarkan orang lain dengan cara membaca. Semua itu penting untuk memperoleh konsep-konsep. Selanjutnya, konsep-konsep itu
penting untuk membentuk prinsip, kemudian prinsip-prinsip itu penting di dalam pemecahan masalah dan kreatifitas.
30
Hasil belajar diri seseorang akan terlihat melalui kemampuan- kemampuan yang dimilikinya. S. Nasution menyatakan bahwa hasil
belajar adalah suatu perubahan yang terjadi pada individu, bukan hanya perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga perubahan
membentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penguasaan dan penghargaan dalam diri pribadi individu yang belajar.
31
d. Pengertian Hasil Belajar Matematika
Menurut Gagne dalam Muhammad Zainal Abidin, 8:2011 bahwa hasil belajar matematika adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar matematikanya atau dapat dikatakan bahwa hasil belajar matematika adalah perubahan
tingkah laku dalam diri siswa, yang diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, tingkah laku, sikap dan keterampilan setelah
mempelajari matematika.
29
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2009, h.3.
30
Slameto, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, h. 131.
31
S. Nasution, Didaktik Azas-azas Mengajar, Bandung: Jemmars, 1986, h. 38.
Dari definisi di atas, serta definisi-definisi tentang matematika, belajar, dan hasil belajar, maka dapat dirangkai sebuah kesimpulan
bahwa hasil belajar matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar matematika yaitu
berupa pengetahuan, pengertian, pemahaman dan juga kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol,
yang dapat dilihat dari kemampuan berpikir matematika dalam diri siswa yang bermuara pada kemampuan matematika sebagai bahasa dan
alat dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Matematika
1. Faktor Internal a Faktor Fisiologis
Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam
keadaan cacat jasmani, dan sebagainya, semuanya akan membantu dalam proses dan hasil belajar. Siswa yang
kekurangan gizi misalnya, ternyata kemampuan belajarnya berada di bawah siswa-siswa yang tidak kekurangan gizi, sebab
mereka yang kekurangan gizi pada umumnya cenderung cepat lelah dan capek, cepat ngantuk dan akhirnya tidak mudah
dalam menerima pelajaran.
32
Di samping kondisi-kondisi tersebut, merupakan hal yang penting juga memperhatikan kondisi pancaindera. Bahkan
dikatakan oleh Aminuddin Rasyad, pancaindera merupakan pintu gerbang ilmu pengetahuan five sense are the golden gate
of knowledge. Artinya, kondisi pancaindera tersebut akan memberikan pengaruh pada proses dan hasil belajar. Dengan
memahami kelebihan dan kelemahan pancaindera dalam
32
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, Jakarta: Gaung Persada Press, 2008, h. 24.