Lingkungan sosial baik yang berwujud maupun hal-hal lainnya, juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar.
Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Begitu pula dengan anak didik.
Mereka tidak akan terlepas dari interaksi sosial. Sebagai contoh, interaksi di sekolah, baik sesama teman, guru dan
sebagainya. Lalu, yang harus diperhatikan dalam lingkungan sosial ini adalah lingkungan dimana anak didik belajar.
Misalkan sekolah diusahakan jauh dari keramaian, seperti pabrik, pasar, arus lalu lintas, bangunan dan sebagainya.
Karena ini akan menyebabkan anak didik tidak berkonsentrasi dalam belajar.
39
b Faktor Instrumental Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaannya
dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi
sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini dapat berupa
kurikulum, program, sarana dan fasilitas, dan guru.
40
Kurikulum Kurikulum adalah a plan for learning yang
merupakan unsur substansial dalam pendidikan. Tanpa kurikulum belajar mengajar tidak dapat berlangsung, sebab
materi apa yang harus guru sampaikan dalam pembelajaran harus direncanakan terlebih dahulu. Dan perencanaan
tersebut termasuk dalam kurikulum, yang mana seorang guru harus mempelajari dan menjabarkan isi kurikulum ke
dalam program yang lebih rinci dan jelas sasarannya.
39
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar Jakarta: Rineka Cipta, 2011, h. 178.
40
Munadi, op. cit., h. 32.
Sehingga dapat diukur dan diketahui dengan pasti tingkat keberhasilan belajar mengajar yang dilaksanakan.
Muatan kurikulum akan mempengaruhi intensitas dan frekuensi belajar anak didik. Misalkan, jumlah tatap
muka, metode, media, dan sebagainya harus dilakukan sesuai dengan kurikulum.
41
Program Setiap sekolah mempunyai program pendidikan
yang disusun untuk dijalankan untuk kemajuan pendidikan. Keberhasilan pendidikan di sekolah tergantung dari baik
tidaknya program pendidikan yang dirancang. Perbedaan kualitas program pun akan membedakan kualitas
pengajaran.
42
Salah satu program yang dipandang harus dilakukan adalah program bimbingan dan penyuluhan. Karena
program ini mempunyai andil besar dalam keberhasilan belajar anak di sekolah. Karena tidak sedikit anak yang
mengalami kesulitan atau permasalahan dalam belajar. Dengan program bimbingan dan penyuluhan inilah anak
didik akan bisa memecahkan apa yang menjadi permasalahannya.
Program pengajaran yang dibuat tidak hanya berguna bagi guru, tetapi juga bagi anak didik. Bagi guru
dapat menyeleksi perbuatan sendiri dan kata-kata atau kalimat yang dapat menunjang tercapainya tujuan
pengajaran. Bagi anak didik dapat memilih bahan pelajaran atau kegiatan yang menunjang ke arah penguasaan materi
seefektif dan seefisien mungkin.
43
Sarana dan Fasilitas
41
Djamarah, op. cit., h. 180.
42
Ibid., h. 181.
43
Ibid., h. 182.
Sarana mempunyai arti penting dalam pendidikan. Gedung sekolah misalnya sebagai tempat yang strategis
bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di sekolah. Jumlah ruang kelas pun harus menyesuaikan peserta didik.
Karena jika anak didik lebih banyak dari pada jumlah kelas, akan terjadi banyak masalah, yang tentunya akan
berpengaruh pada hasil belajar anak.
44
Selain sarana, fasilitas pun tidak boleh diabaikan. Misalnya, perpustakaan. Lengkap tidaknya buku di sekolah
tersebut akan menentukan hasil belajar anak didik. Selain itu fasilitas yang digunakan guru dalam pengajar pun harus
diperhatikan. Misalkan mediaalat peraga dan sebagainya. Karena ini akan memudahkan dalam pembelajaran.
45
Guru Guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan.
Maka, kehadiran guru mutlak didalamnya. Kalau hanya ada anak didik, tanpa guru tidak akan terjadi kegiatan belajar
mengajar di sekolah. Jangankan tanpa guru, kekurangan guru saja akan menjadi masalah.
46
Tetapi harus diperhatikan juga guru yang seperti apa yang bisa menyukseskan belajar anak. Karena guru
haruslah memenuhi syarat-syarat menjadi guru. Dia harus berpengetahuan tinggi, profesional, paham psikologi anak
didik, dan sebagainya. Karena guru yang berkualitas, akan menentukan kualitas anak didik.
f. Bentuk Hasil Belajar Matematika
44
Ibid., h. 183.
45
Ibid., h. 184.
46
Ibid., h. 185.
Dalam taksonomi Bloom mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif pengetahuan atau
pemahaman, ranah afektif dan ranah psikomotorik.
47
a Tipe hasil belajar kognitif 1. Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan knowledge
Cakupan dalam pengetahuan hafalan termasuk pula pengetahuan yang sifatnya faktual, disamping pengetahuan
yang mengenai hal-hal yang perlu diingat kembali seperti pengertian bilangan bulat dan bilangan cacah, rumus, dll.
Dilihat dari segi proses belajar, istilah-istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat, agar dapat dikuasai dengan baik
sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep- konsep lainnya. Ada beberapa cara untuk dapat menguasai atau
menghafal, misalnya dibaca berulang-ulang menggunakan teknik mengingat. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk
kognitif tingkat paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi pemahaman.
48
2. Tipe hasil belajar pemahaman comprehention Tipe hasil belajar pemahaman lebih tinggi satu tingkat
dari tipe hasil belajar pengetahuan hafalan. Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari
sesuatu konsep, yakni kesanggupan melihat dibalik yang tertulis, tersirat dan tersurat, memperluas wawasan.
49
Contoh, dalam soal 2-5 mengandung arti 2 yang dikurang dengan 5
sehingga menghasilkan nilai negatif bukan 5 dikurang 2 yang menghasilkan nilai positif.
3. Tipe hasil belajar penerapan aplikasi Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi
kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin
47
Sudjana, op. cit., h. 22.
48
Ibid., h. 23.
49
Ibid., h. 24.
berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi.
50
Contoh, menerapkan operasi hitung matematika dalam kehidupan sehari-hari.
4. Tipe hasil belajar analisis Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi
unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang
kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai
pemahaman yang komprehensif dan dapat memilahkan integritas menjadi bagian-bagian yang tetap terpadu.
5. Tipe hasil belajar sintesis Sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-
bagian ke dalam bentuk menyeluruh. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen. Dalam berpikir divergen pemecahan atau
jawabannya belum dapat dipastikan. Mensintesiskan unit-unit tersebar tidak sama dengan mengumpulkannya ke dalam satu
kelompok besar. Berpikir sintesis merupakan salah satu terminal untuk menjadikan orang lebih kreatif.
51
6. Tipe hasil belajar evaluasi Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan
berkelanjutan untuk menentukan kualitas nilai dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka
pembuatan keputusan.
52
Dalam tipe hasil belajar evaluasi, lebih menekankan pada kemampuan menilai berdasarkan norma atau
kemampuan menilai pekerjaan sesuatu. b Tipe hasil belajar afektif
50
Ibid., h. 25.
51
Ibid., h. 27.
52
Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010, h. 5.
Bidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Hasil belajar bidang afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para
guru lebih banyak memberi tekanan pada bidang kognitif semata. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai
tingkah laku seperti perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan
hubungan sosial. c Tipe hasil belajar psikomotorik
Hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan skill, kemampuan bertindak individu.
53
Misalnya, mampu menggunakan alat peraga block dienes untuk melakukan
operasi hitung. Ada 6 tingkatan keterampilan, yakni; 1 gerakan refleks, 2 keterampilan pada gerakan-gerakan dasar, 3
kemampuan perseptual, 4 kemampuan di bidang fisik, 5 gerakan-gerakan skill, 6 kemampuan yang berkenaan dengan
komunikasi non-decursive.
54
2. Kajian Teori Alat Peraga a. Pengertian Alat Peraga
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka pencapaian tujuan belajarpembelajaran. Sebagai segala sesuatu yang
dapat digunakan dalam mencapai tujuan belajar alat mempunyai fungsi, yaitu alat sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu
memudahkan usaha untuk mencapai tujuan dan alat sebagai tujuan. Menurut
Estiningsih, alat
peraga merupakan
media pembelajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri konsep
yang dipelajari. Fungsi utama alat peraga adalah untuk menurunkan keabstrakan dari konsep, agar anak mampu menangkap arti sebenarnya
dari konsep yang dipelajari. Dengan melihat, meraba dan
53
Sudjana, op. cit., h. 29.
54
Ibid., h. 31
memanipulasi alat peraga maka anak mempunyai pengalaman nyata dalam kehidupan tentang arti konsep.
55
Sebagai alat dalam pendidikan dan pembelajaran, alat mempunyai sifat sebagai berikut:
1 Kemampuan untuk meningkatkan persepsi; 2 Kemampuan untuk meningkatkan pengertian;
3 Kemampuan untuk meningkatkan transfer pengalihan belajar; 4 Kemampuan
memberikan penguatan
reinforcement atau
pengetahuan hasil yang dicapai; 5 Kemampuan untuk meningkatkan retesi ingatan.
56
b. Syarat-syarat Alat Peraga
Menurut E.T. Ruseffendi ada beberapa persyaratan yang harus dimiliki alat peraga agar fungsi atau manfaat dari alat peraga tersebut
sesuai dengan yang diharapkan dalam pembelajaran. 1 Sesuai dengan konsep matematika.
2 Dapat memperjelas konsep matematika, baik dalam bentuk real, gambar atau diagram dan bukan sebaliknya mempersulit
pemahaman konsep matematika. 3 Tahan lama dibuat dari bahan-bahan yang cukup kuat.
4 Bentuk dan warnanya menarik. 5 Dari bahan yang aman bagi kesehatan peserta didik.
6 Sederhana dan mudah dikelola. 7 Ukuran sesuai atau seimbang dengan ukuran fisik dari peserta
didik. 8 Peragaan diharapkan menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep
berpikir abstrak bagi peserta didik, karena alat peraga tersebut
55
Sukayati dan Agus Suharjana, Pemanfaatan Alat Peraga Matematika dalam Pembelajaran di SD, Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional PPPPTK Matematika, 2009,
h. 6.
56
Iif Khoiru Ahmadi, M.Pd, Drs. Hendro Ari Setyono, Sofan Amri, S.Pd, Pembelajaran Akselerasi, Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2011, h. 142.