135
dan pengadilan sekular telah diperkenalkan di Mesir.
114
Nilai prestisius dari jabatan dan posisi dalam sistem hukum baru ini tampaknya lebih karena peran
yang dijalankannya adalah mengambil alih peran yang dulu hanya dimainkan dan dimonopoli oleh para ulama.
Motivasi menjadi pegawai pamong praja dalam konteks masyarakat saat itu tidaklah berlebihan, bahkan sejalan dengan maksud awal didirikannya
pendidikan modern sekular itu: menyediakan tenaga-tenaga ahli bagi berbagai institusi modern yang baru. Selain itu, Revolusi 1919 telah membuka pintu-pintu
PNS dan jabatan-jabatan pemerintahan bagi putra-putra kelas menengah setelah mayoritas jabatan ini berada di tangan orang asing, terutama Inggris sejak 1882
dan sebelumnya aristokrat Mesir-Turki. Sayangnya, karena tekanan krisis ekonomi antara 1930 dan 1934, pemerintah menutup pintu pegawai ini, sehingga
banyak anak-anak lulusan sekolah sulit mendapatkan pekerjaan. Gaji para PNS yang kecil dan, saat krisis seperti ini, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari juga terancam dipotong.
115
Lulusan pendidikan tinggi sekalipun saat itu hanya bergaji 10 pounds.
116
Kondisi sulit ini juga terpotret dalam karya realis Najib. Namun, Najib pada saat yang sama juga melukiskan bahwa semua elit
terdidik yang muncul dalam novel-novel realisnya tidak ada yang menjadi “pengangguran intelek.” Setelah lulus, mereka semua menempati posisi-posisi
tertentu, baik negeri atau swasta; dan baik dengan atau tanpa koneksi. Dengan ini semua, Najib ingin menegaskan bahwa pendidikan adalah aset utama bagi
masyarakat yang sedang modernisasi diri dan sebuah investasi yang tidak akan rugi. Dari dan kepada pendidikanlah, perubahan masyarakat sekarang dan di masa
depan dapat dimulai dan direncanakan.
C. Politik Sebagai Area Perang Fisik dan Perang Pemikiran
114
John L. Esposito ed., Identitas Islam: pada Perubahan Sosial-Politik, terjem. A. Rahman Zainuddid Jakarta: Bulan Bintang, 1986, 7.
115
Raja’ al-Naqqash, Fi H{ubb Najib Mah}fuz}, 71-3. Lihat pula, Soha Abdel
Kader, Egyptian Women, 19.
116
Najib Mah}fuz}, al-Sukkariyah, 46.
136
Ketika hampir tiba di Iskandariyah, Napoleon Bonaparte dari laut mengirimkan selebaran berbahasa Arab fus}h}a kepada masyarakat Mesir.
Dalam selebaran itu ia menyebut Mesir sebagai negara indah dan ia datang untuk memperkuat prinsip-pinsip kebebasan. Masyarakat Mesir itu menyembah Allah
dan mengagungkan nabi Muhammad SAW dan al-Quran. Semua orang sama di hadapan Allah, tetapi akal, bakat, dan pengetahuanlah yang membedakan mereka.
Dalam hal ini para bek tidak berbeda dari anggota masyarakat yang lain sehingga mereka memonopoli semua kekayaan. Tidak seorang pun masyarakat Mesir yang
tidak bisa mencapai jabatan dan kedudukan tertinggi. Ia pun menyerukan kepada para tentara Perancis untuk menghomati syiar-syiar kaum muslimin dan memiliki
toleransi beragama.
117
Dalam selebaran ini Napoleon menyebut-nyebut Mesir dan masyarakat Mesir. Sebutan ini seolah-olah merupakan pengakuan tidak langsung Napoleon
atas adanya sebuah kelompok bangsa tertentu dengan segala cita-cita dan harapan ideal yang akan dikejarnya. Dengan kata lain, Napoleon telah menyadari adanya
semangat nasionalisme dalam masyarakat Mesir. Kesadaran Napoleon ini tidak lama pun terbukti ketika kedatangannya segera disambut dengan perlawanan oleh
bangsa Mesir di berbagai daerah meskipun pembebasan Mesir dari orang-orang Mamluk yang disebutnya menindas Mesir telah menjadi bagian dari
propagandanya.
118
Pengangkatan Muh}ammad ‘Ali Pasha sebagai penguasa Mesir oleh masyarakat dan para ulama Mesir, lalu dukungan penuh mereka terhadapnya
dalam menghadapi kekuatan-kekuatan luar yang ingin menguasai Mesir dan juga dalam menghadapi para penguasa Turki Usmani itu sendiri, menjadi tanda lain
dari terus menguatnya rasa kebangsaan ini. Demikian pula dengan penentangan dan sikap oposisi sebagian mereka terhadap Muh}ammad ‘Ali Pasha ketika
yang terakhir ini menyimpang dari syarat-syarat yang mereka tetapkan. Sikap
117
Sami Sulayman Muh}ammad al-Sahm, al-Ta‘lim, 191.
118
‘Ali Salamah al-Jamal, Mudhakkirat fi Tarikh Mis}r: al-Qadim wa al- Jadid
Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1997, 29-31.
137
mereka ini tentu lahir dari kesadaran berbangsa dan semangat memperoleh kebebasan.
Tampaknya, perasaan kebangsaan mudah berkembang di Mesir. Bahkan sebelum nasionalisme itu menjadi sebuah doktrin kesadaran diri, para penulis
Mesir secara spontan mengidentifikasi Mesir sebagai wat}an, tanah air.
119
Homogenitas dan isolasi negeri ini, sejarah panjang pemerintahan terpusatnya,
120
dan peradaban masa lalunya yang khas, memperkuat kesadaran atas identitas Mesir.
121
Mas}r Umm al-Dunya Mesir adalah ibu atau pusat peradaban dunia adalah ungkapan yang lazim terlontar dengan penuh rasa bangga dari
119
Ada banyak pengertian nasionalisme. Stanley Benn, misalnya, menyebut lima hal dalam nasionalisme: semangat ketaatan pada suatu bangsa; kecenderungan untuk mengutamakan
kepentingan bangsa, terutama jika ia bertentangan dengan kepentingan lain; sikap menonjolkan ciri suatu bangsa; doktrin pentingnya kebudayaan bangsa dipertahankan; dan suatu teori politik
atau anthropologi bahwa manusia secara alami terbagi-bagi menjadi berbagai bangsa dan bahwa ada kriteria yang jelas untuk mengenali suatu bangsa berserta para anggota bangsa itu. Namun,
pada intinya nasionalisme menunjuk pada kecenderungan memberikan nilai tertinggi kepada bangsa, dengan mengorbankan nilai-nilai lain. Eksistensi bangsa itu sendiri didasarkan pada
kesamaan tertentu, sehingga dapat dikenali dan dibedakan dari bangsa lain. Dalam literatur Arab ada dua istilah yang digunakan secara bergantian, yang menunjuk pada perasaan berbangsa. Kedua
istilah dimaksud adalah
ﺔﻴ ﻮ ا
dan
ﺔﻴﻣﻮ ا
. Namun, Sati al-Husri membedakan dua istilah ini. Baginya,
ﺔﻴ ﻮ ا
patriotisme cinta tanah air dan rasa keterikatan batin dengannya; sedangkan
ﻣﻮ ا ﺔﻴ
nasionalisme adalah cinta bangsa
ﺔﻣ ا
dan rasa keterikatan yang sama dengannya. Meskipun keduanya berbeda, menurutnya, ada saling hubungan yang rapat antara keduanya. Cinta
tanah air pada dasarnya menyebabkan cinta kepada masyarakat penghuninya dan, demikian pula, cinta bangsa menyiratkan cinta negeri, tempat bangsa itu berada. Karena adanya saling hubungan
inilah, penulis tidak membedakan pengertiannya ketika menjumpainya dalam novel-novel realis Najib Mah{fuz}. Lihat, Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan keindonesiaan Bandung:
Mizan, 1987, 37; Zeenath Kausar, Islam and Nationalism: An Analysis of the views of Azad, Iqbal and Maududi
Kuala Lumpur: A.S. Noordeen, 34-7; William L. Cleveland, The Making of an Arab Nationalist
Princeton: Princeton University Press, 1971, 92-3.
120
Begitu panjangnya sejarah pemerintahan tersentral di Mesir hingga, dalam wacana tentang negara, Mesir dianggap sebagai salah satu negara tertua di dunia. Lima ribu tahun yang
lalu Menas telah menyatukan Mesir Delta dan Upper Egypt di bawah satu otoritas sentral yang pada akhirnya membuat penggunaan yang paling mungkin atas potensi pertanian dan pengairan
negara. Namun, dalam pengertian negara sebagai sebuah entitas teritorial yang secara ekternal didasarkan pada kedaulatan dan secara internal pada institusi-institusi legal dan pasar tunggal
sebagaimana yang dipahami oleh Eropa modern, sejarah negara modern di Mesir biasanya diidentifikasi dengan pemerintahan Muh}ammad ‘Ali Pasha yang mulai berkuasa pada 1805. Ia
tidak hanya membangun tentara nasional, tetapi juga jaringan industri yang ekstensif dan sistem pendidikan yang impresif. Di bawah pemerintahannya, isyarat-isyarat awal atas konsep
kewarganegaraan atau minimal kebangsaan telah muncul. Lihat, Nazih N. Ayubi, Over-stating the Arab State: Politics and Society in the Middle East
London: I.B.Tauris, 1995, 99.
121
Ira M. Lapidus, A History of Islamic Society Cambridge: Cambridge University Press, 2002, Edisi II, 518.
138
masyarakat Mesir dewasa ini ketika berbincang dan memperkenalkan Mesir kepada orang asing yang datang berkunjung ke negaranya.
Semangat kebangsaan ini pada akhir abad ke-19 bercampur dengan ide tentang reformasi yang memodernisasi. Para penulis seperti Mus}t}afa Kamil
1874-1908 mengemukakan gagasan tentang bangsa yang bersatu, berjiwa patriotik, bergelora dalam membenci penguasa asing, dan bahkan juga
mengabdikan diri bagi pembentukan pemerintahan konstitusional dan pendidikan model Barat. Ah}mad Lut}fi al-Sayyid 1872-1963 menjadi pemikir tentang
sebuah masyarakat konstitusional dan sekular. Kebebasan, menurutnya, merupakan basis masyarakat. Kebebasan dari penguasa asing, kebebasan dari
kontrol negara, dan pengakuan hak-hak sipil dan politik warga negara adalah prinsip-prinsip utama masyarakat. Baginya, nasionalisme berarti kemerdekaan
dan juga sebuah sistem sosial dan politik baru bagi Mesir. Melalui pendidikan, pengiriman misi ilmiah ke Eropa, dan media massa
seperti yang telah diuraikan di atas, ide kebangsaan ini terus menguat di kalangan elit terdidik. Peristiwa Dinshaway 1906 menebarkan ide nasionalis dari milieu
kelas menengah, asal mulanya, kepada mahasiswa dan bahkan masyarakat luas. Sekelompok tentara Inggris yang sedang berburu merpati terlibat bentrok dengan
masyarakat lokal. Seorang tentara pun terbunuh dan, sebagai tindakan balasan, Inggris menghukum mati empat orang petani dan mencambuk sejumlah orang
lainnya di depan khalayak umum. Kekejaman ini membangkitkan permusuhan masyarakat Mesir secara luas terhadap penguasa Inggris.
122
122
Inggris mulai berkuasa dan menduduki Mesir pada 1882 setelah memadamkan pemberontakan ‘Urabi 1881. Tindakan Inggris atas permintaan resmi Khedive Tawfiq itu
diklaimnya sebagai bertujuan mencegah anarkhi dan mengembalikan otoritas khedive, padahal tujuan Inggris sebenarnya adalah India dan untuk melindungi investasinya di Mesir.
Pemberontakan ‘Urabi sendiri dilatarbelakangi oleh penolakan campur tangan asing dalam urusan dalam negeri Mesir. Karena banyak berhutang pada pemerintahan dan bank Eropa untuk
membeli barang-barang mewah, peralatan militer, mesin pabrik, dan peralatan penting bagi pembangunan jalan kereta api dan Terusan Suez, Mesir sejak 1875 dinyatakan sebagai pailit dan
harus menerima manajemen administrasi hutang oleh asing di bawah kontrol Anglo-French. Inggris sendiri berkepentingan menguasai Mesir dalam rangka memperkokoh imperiumnya di
India dan karena Mesir menjadi importir pakaian dari Inggris. Sejak pemberontakan ‘Urabi yang gagal, Mesir harus berjuang melawan dominasi tiga tipe orang asing: Inggris yang
mengontrol negara secara politik dan ekonomi, orang-orang asing yang menetap mayoritas orang Eropa yang mendominasi kehidupan ekonomi, dan aristokrat lokal dari keturunan asing. Lihat,
Ira M. Lapidus, A History, 515 dan 519; Trevor Mostyn dan Albert Hourani Ed., The Cambridge
139
Perang Dunia I dalam beberapa hal membawa implikasi positif bagi masyarakat Mesir. Perang mempercepat pertumbuhan nasionalisme Mesir,
melicinkan jalan bagi penentuan identitas politik, dan mengkristalisasikan kebulatan tekad Mesir untuk merdeka. Pendeklarasian Mesir sebagai sebuah
protektorat pada 18 Desember 1914 oleh Inggris secara sepihak tentu saja mengimplikasikan pemberian kemerdekaan de facto kepada Mesir dari imperium
Turki Uthmani.
123
Selain administrasi kolonial yang dipimpin oleh Komisaris Tinggi Henry McMahon, administrasi militer dijalankan di bawah komando
panglima tertinggi pasukan Inggris di Mesir, John Maxwell, yang memperluasnya sampai kawasan-kawasan jauh dan terpencil Mesir. Administrasi baru yang
tersentral ini pada gilirannya mendukung identitas politik elit Mesir. Di mata mereka Mesir sekali lagi menjadi keseluruhan yang integral, yang mereka
interpretasikan sebagai sebuah bangsa nation. Mesir harus berdiri tanpa ikatan politik dengan entitas apapun yang lebih besar dari Mesir itu sendiri. Pemisahan
negara dari imperium Turki Uthmani atas inisiatif Inggris ini kemudian diterima secara umum oleh para nasionalis, bahkan oleh beberapa orang yang merasa rindu
dengan periode Turki Uthmani.
124
Melalui perlawanannya terhadap Inggrislah, Mesir diorganisir kembali sebagai sebuah negara bangsa. Dapat dikatakan bahwa sejak menjelang Perang
Dunia I sampai akhir 1920-an apa yang disebut nasionalisme telah menjadi roh masyarakat Mesir untuk melawan pendudukan Inggris dan meraih kemerdekaan.
Perang telah mengubah sifat nasionalisme Mesir. Dari sebuah gerakan elit terdidik, ia menjadi sebuah gerakan yang, pada saat krisis, dapat membangkitkan
Encyclopedia of the Middle East and North Africa Cambridge: Cambridge University Press,
1988, 319; dan Nicholas S. Hopkins dan Saad Eddin Ibrahim Ed., Arab Society Kairo: The American University in Cairo Press, 1994, 48-9.
123
Meskipun sejak ditaklukan Sultan Salim I 1517 sampai sebelum pendudukan Inggris 1882 bersatus sebagai bagian dari imperium Turki Uthmani dan diperintah oleh seorang wali
gubernur dari Mamluk atas nama Sultan Turki Uthmani, Mesir sejak Muh}ammad ‘Ali mulai berkuasa 1805 praktis hanya dalam nama berada di bawah imperium Turki Uthmani.
Pada kenyataannya, Mesir di masanya menjadi negara paling terkemuka di Timur Tengah, jauh melebihi imperium Turki Uthmani sendiri. Lihat, Ghulam Nabi Saqib, Modernization, 80.
124
Reinhard Schulze, A Modern History of the Islamic World New York: New York Unversity Press, 2002, 42.
140
dukungan pasif dan aktif dari hampir seluruh masyarakat. Inggris menjelma menjadi musuh bersama dan utama seluruh elemen bangsa bagi terwujudnya
dunia baru, tanah air baru, rumah baru, dan warga baru masyarakat Mesir sebagaimana yang terlintas dalam benak Fahmi, salah seorang tokoh mahasiswa
dalam BQ, ketika mendengar obrolan-obrolan tentang nasionalisme, “karena betapa obrolan-obrolan tentang patriotisme atau nasionalisme itu membangkitkan
mimpi-mimpi besar dalam dirinya. Dalam dunia penuh pesonanya ia melihat dunia baru, tanah air baru, rumah baru, warga baru, yang semuanya
membangkitkan vitalitas dan semangat.”
125
Semangat nasionalisme ini berpuncak pada lahirnya peristiwa terpenting pada dekade kedua abad ke-20 di Mesir, yaitu Revolusi 1919. Revolusi yang
terjadi pada bulan Maret ini dipicu oleh penangkapan dan pengasingan Sa‘ad Zaghlul 1860-1927 bersama teman-temannya, Isma‘il S{idqi,
Muh}ammad Mah}mud, dan H{amad al-Basil, ke Malta. Ini diawali dengan petisi menuntut pencabutan status protektorat dan pendeklarasian kemerdekaan
Mesir yang diajukan pada 13 Nopember 1918 kepada sultan oleh tiga orang, yang kemudian terkenal dengan sebutan wafd delegasi Mesir. Ketiga orang
tersebut adalah Sa‘ad Zaghlul,
126
‘Abd al-‘Aziz Fahmi, dan ‘Ali
125
Lihat, Najib Mah}fuz}, Bayn, 311:
... وو ،ةﺪ ﺪ ﺎﻴ د ﻴ ىءاﺮ ةﺮ ﺎ ا ﺎهﺎﻴ د ﻰ ،
ﻰ مﻼ ﻷا ﺮ آأ ﺔﻴ ﻮ ا ﺚ دﺎ أ ﺮﻴﺜ ﺎﻣ ﺪ ﺔﺳﺎ و ﺔ ﻮﻴ ﺎ ﻴ نﻮﻀ هأو ،دﺪ هأو ،ﺪ ﺪ ﻴ و ،ﺪ ﺪ
...
126
Sebelum menjadi wakil ketua dewan legislatif, lulusan al-Alzhar dan peraih sarjana Hukum dari Perancis ini mengawali karirnya sebagai pengacara, lalu hakim pada pengadilan-
pengadilan ahliyah pengadilan yang jurisdiksinya terbatas pada warga negara Mesir. Pada 1892 ia menjadi hakim di Pengadilan Banding dan di masa Khedive ‘Abbas H{ilmi II 1892-1914
pernah menjabat sebagai menteri keadilan wazir lilh}aqqaniyah tahun 191011 dan menteri pendidikan 1906. Ia menyerukan, dan berhasil, menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa semua
materi ajar di semua sekolah, menggantikan bahasa Inggris. Di masanya pula universitas pertama Mesir berdiri. Tahun 1913 murid Jamaluddin al-Afghani dan teman Muh}ammad ‘Abduh ini
meninggalkan jabatannya untuk masuk dewan legislatif. Setelah Revolusi 1919 anak seorang kepala kampung, ‘umdah, dan lulusan al-Azhar ini berubah menjadi pahlawan nasional dan bapak
spiritual bagi masyarakat Mesir. Masyarakat mencintai, mengkultuskan, dan mengagungkannya sampai tingkat ibadah. Hal ini karena bangsa Mesir, dalam pandangan Muh}ammad Farid,
laksana “pipa air” yang putus dan tidak ada harapan untuk tersambung kembali, minimal pada saat itu. Sa‘ad Zaghlul lalu datang memperbaiki “pipa air yang putus itu” dan mengubahnya menjadi
revolusi rakyat terbesar dalam sejarah Mesir modern. Lihat, ‘Ali Salamah al-Jamal, Mudhakkirat
, 63; Soha Abdel Kader, Egyptian Women, 78; dan Raja’ al-Naqqash, Najib
Mah}fuz}: S{afah}at , 208-9.
141
Sha‘rawi. Yang pertama adalah wakil ketua dan dua terakhir adalah anggota dewan legislatif al-Jam‘iyah al- Tashri‘iyah. Petisi ini mendapat dukungan
dan sambutan dari seluruh negeri. Dukungan masyarakat diwujudkan dengan gagasan penunjukan wakil rakyat yang tiada bandingannya dalam sejarah.
Jutaan tanda tangan atau cap jempol masyarakat Mesir berhasil dikumpulkan sebagai semacam mandat rakyat bagi para wakilnya dalam menuntut hak
kemerdekaannya, setelah sebelumnya Inggris mempertanyakan atas dasar apa Sa‘ad Zaghlul dan teman-temannya bicara tentang kemerdekaan Mesir. Isi
lembar penunjukan wakil ini disebutkan Najib dalam BQ sebagai berikut:
127
ىواﺮ ﻰ و ﺎ ﺎ لﻮ ز ﺪ ﺳ تاﺮﻀ ﺎ ﺎ أ ﺪ اﺬه ﻰ ﻴ ﻮ ا ﺪ ﻣو ﻰ ﺎ ﻜ ا ﻴﻄ ا ﺪ و ﻚ ﺔ ﻮ ﻰ ﺪ ﻣو ﻚ ﻰ ﻬ ﺰ ﺰ ا ﺪ و ﺎ ﺎ
نأ ﻰ ،نورﺎ ﺨ ﻣ ﻬﻴ إ اﻮ ﻀ نأ ﻬ و ،ﻚ ﺪﻴ ا ﻰ ﻄ ﺪ أو ﺎ ﺎ دﻮ ﻣ ﻰ
اوﺪ و ﺎ ﺜﻴ ﺔ وﺮ ا ﺔ ﻴ ا قﺮﻄ ﺎ اﻮ ﺮ ﻣ لﻼ ﺳا ﻰ ﻼﻴ ﺳ
ﺎﻣﺎ ﻼ ﺳا .
Revolusi 1919 mempunyai pengaruh besar dalam sejarah Mesir kontemporer. Ia menghasilkan pencapaian dalam semua level: menghapus hak-
hak istimewa orang asing, mendirikan pemerintahan demokratis, kemajuan seni, kebangkitan perempuan, kesatuan nasional, dan kebebasan. Sebelum Revolusi
1919 Inggris adalah segalanya dan terpenting di Mesir, tetapi setelah revolusi rakyat menjadi memiliki peran penting. Sumbangan lainnya adalah ia secara tidak
langsung menabur benih-benih Revolusi Juli 1952.
128
Pascarevolusi ini Sa‘ad Zaghlul muncul sebagai figur sentral dalam perjuangan kemerdekaan di Mesir. Ia adalah seorang tokoh nasionalis yang
127
Lihat, Najib Mah}fuz}, Bayn, 306-7, 311-6333, dan 306, yang terjemahannya adalah:
“Kami yang bertanda tangan di sini telah memberikan kuasa untuk mewakili kami kepada Sa‘ad Zaghlul Pasha, ‘Ali Sha‘rawi Pasha, ‘Abd al-‘Aziz Fahmi Bek, Muh}ammad ‘Ali
‘Alwabah Bek, ‘Abd al-Lat}if al-Mikbati, Muh}ammad Mah}mud Pasha, dan Ah}mad Lut}fi al-Sayyid. Mereka juga berhak merekrut orang-orang yang mereka pilih, untuk dengan
jalan apa pun mengupayakan kemerdekaan Mesir sepenuhnya, dengan cara-cara damai dan legal.”
.
128
Raja’ al-Naqqash, Najib Mah}fuz}: S{afah}at, 184.
142
berorientasi kemesiran. Dengan kata lain, ia adalah pendukung apa yang kemudian disebut sebagai nasionalisme Mesir, nasionalisme teritorial atau--
meminjam istilah Albert Hourani-- nasionalisme sekular dan konstitusionalis.
129
Bahkan, dapat dikatakan bahwa ia menjadi perwujudan dari orientasi nasionalisme mayoritas bangsa Mesir saat itu. Ketika bertemu dengan para
delegasi Arab pada 1918 di Versailes, misalnya, ia berpendirian bahwa perjuangan mereka bagi statehood tidaklah berhubungan. Problem kami adalah
problem masyarakat Mesir, bukan problem masyarakat Arab.
130
Masyarakat Mesir pertama-tama dan terutama harus memfokuskan pada kemerdekaan,
pembangunan, dan kemajuan Mesir, bukan pada masyarakat Arab atau Islam, demikian tampaknya maksud lain dari ucapan Sa‘ad Zaghlul tersebut.
Pandangan tokoh berpengaruh ini, secara implisit, menunjukkan struktur politik yang diperjuangkan bangsa Mesir saat itu. Struktur ini harus mewadahi
aspirasi seluruh elemen bangsa dari aliran dan kepercayaan yang berbeda. Kriteria utama untuk menilai warga negara dalam proses politik lebih didasarkan pada
kemampuan dan nasionalisme, daripada agama warga negara yang bersangkutan. Basis politik ini menjadi penting, terutama karena agama masyarakat Mesir
tidaklah homogen. Selain agama Islam yang dianut oleh mayoritas masyarakat
129
Bentuk sekular berarti meyakini sebuah ikatan yang mencakup orang-orang dari aliran dan kepercayaan yang berbeda dan sebuah kebijakan yang didasarkan pada kepentingan-
kepentingan negara dan masyarakat, sedangkan yang dimaksud dengan bentuk konstitusionalis bahwa keinginan negara seharusnya dinyatakan oleh pemerintahan terpilih yang bertanggung
jawab pada majelis terpilih. Lihat. Albert Hourani, A History, 343.
130
Dalam perjuangan bangsa Arab mencapai kemerdekaannya dari kolonial Barat
Eropa, dikenal dua orientasi gerakan. Pertama, gerakan yang menekankan sentimen Arab dan menuntut kesatuan politik dunia Arab yang berakar pada kesamaan bahasa, sejarah, budaya, dan
geografis. Kedua, gerakan yang menekankan dan menuntut kemerdekaan bagi masing-masing negara Arab, yang dipengaruhi oleh nasionalisme sekular-liberal Barat dan berakar pada perasaan
identitas, sejarah, dan selanjutnya kebangsaan Mesir yang berbeda. Orientasi pertama disebut sebagai nasionalisme Arab atau pan-Arabisme, sedangkan orientasi kedua sebagai nasionalisme
teritorial. Orientasi terakhir ini populer di Mesir, Saudi Arabia, Yaman, dan Lebanon. Ah}mad Lut}fi al-Sayyid, Sa‘ad Zaghlul, dan T{aha H{usayn adalah representasi dari orientasi kedua.
Kemesiran kita menuntut bahwa tanah air kita menjadi qiblah kita dan bahwa kita tidak mengarahkan wajah kita ke yang lain, tegas Lut}fi al-Sayyid. Dengan menggunakan kata
qiblah
, ia hendak menegaskan bahwa orang Mesir hendaknya hanya fokus ke satu arah, yaitu Mesir dan kepentingannya, sebagaimana fokusnya orang shalat menghadap ke arah satu qiblah
Ka‘bah. Michael N. Barnett, Dialogues in Arab Politics: Negotiations in Regional Order New York: Columbia University Press, 1998, 60-3. Lihat pula, John L. Esposito, Islam and Politics
New York: Syracuse University Press, 1998, 68-77 .
143
Mesir, ada agama Kristen yang dianut oleh 8,5 masyarakatnya, terutama orang Qibti; dan agama Yahudi yang sebelum 1948 diperkirakan dianut oleh 80.000
orang.
131
Dalam perkembangan selanjutnya, setelah melalui serangkaian negosiasi dan gerakan ekstra parlementer, Inggris pun harus mengakhiri protektoratnya dan
pada 28 Pebruari 1922 menyatakan Mesir sebagai negara merdeka. Namun, pernyataan itu mengandung empat klausul yang menegaskan bahwa Inggris tetap
mengambil kontrol penuh atas area-area yang dianggapnya vital bagi kepentingan mereka, yaitu Sudan dan, termasuk di dalamnya, Sungai Nil; semua orang asing
dan minoritas Kristen dan Yahudi di Mesir; sistem komunikasi; dan pertahanan Mesir.
132
Selain empat klausul yang tidak pernah disetujui oleh pemerintah Mesir itu, urusan dalam negeri Mesir kini dijalankan oleh seorang raja Mesir --
sebelumnya bergelar sultan-- dan sebuah parlemen. Konstitusi 1923 juga diundangkan.
133
Dengan pemerintahan parlementer dan konstitusionalis ini, era politik liberal di Mesir pun dimulai.
Dengan status baru ini, berbagai kelompok sosial dan politik kemudian lahir. Di sana ada Partai al-Wat}ani Nasional, Wafd, al-Ah}rar al-
131
http:www.photius.comcountriesegyptsocietyegypt_society_religion.html, Egypt Society: Religion
, 25 Juli 2008.
132
Karena adanya empat klausul ini, ada yang menganggap bahwa Mesir sebenarnya baru berstatus semi merdeka dan belum merdeka sepenuhnya. Pernyataan kemerdekaan itu --dalam
bahasa Sa‘ad Zaghlul-- seperti orang yang memberi Mesir 1000 dinar dengan satu tangannya dan mengambil 1000 dinar dari Mesir dengan tangannya yang lain. Kemerdekaan penuh Mesir, dalam
arti keluarnya tentara pendudukan Inggris dari negara itu, baru diperolehnya setelah Revolusi 23 Juli 1952. Meskipun demikian, hari saat Mesir memperoleh semi kemerdekaannya ini diakui
bangsa Mesir sebagai Hari Kemerdekaannya. Lihat Roy A. Andersen, Robert F. Seibert, dan Jon G. Wagner, Politics and Change in the Middle East: Sources of Conflict and Accomodation New
Jersey: Pearson Prentice Hall, 2004, 62; dan ‘Ali Salamah al-Jamal, Mudhakkirat, 81, 25 Juli 2008.
133
Dalam Konstitusi 1923 ini disebutkan bahwa parlemen terdiri dari Senat majlis al- shuyukh
dan DPR majlis al-nuwab yang dipilih oleh laki-laki yang memiliki hak pilih, kecuali untuk 25 anggota Senat yang ditunjuk raja. RUU yang dibuat parlemen baru mendapat
status hukum setelah ditandatangani oleh raja. Apabila raja menolak dan mengirimnya kembali untuk diperbaiki, DPR dapat mengesahkannya dengan 23 mayoritas, dan raja lalu diharuskan
menandatanganinya menjadi UU. Dengan cara ini, otoritas legislatif dibagi oleh raja, senat, dan DPR. Sayangnya, konstitusi ini dirancang oleh para pakar hukum Mesir yang bersimpati kepada
raja dan Inggris. Konstitusi memberi raja kekuasaan yang eksesif: membubarkan kementerian, menangguhkan parlemen, dan mengangkat atau memberhentikan perdana menteri. Lihat, M. W.
Daly Ed., The Cambridge History of Egypt, 286.
144
Dusturiyûn Liberal Konstitusional, Sa‘ad, al-Ittih}ad Persatuan, dan Partai
al-Sha‘b Rakyat. Pada dasarnya, banyaknya partai yang lahir menunjukkan
adanya banyak elit pribumi yang ingin mengambil bagian dalam pemerintahan Mesir sebagai wujud dari tingginya semangat nasionalismenya. Isu utama yang
diusungnya juga adalah keluarnya Inggris dari Mesir. Oleh karena itu, ada yang menyebut partai-partai ini sebagai partai-partai gerakan nasionalis ah}zab
h}arakah wat}aniyah .
134
Masing-masing partai gerakan nasionalis ini pun bersaing untuk mendapatkan cap nasionalis, sebagai bagian dari upaya menarik simpati
masyarakat. Akibatnya, apabila sebelumnya faktor Inggris sebagai musuh bersama bangsa Mesir mampu menghilangkan berbagai perbedaan di antara elit
nasionalis, maka perbedaan-perbedaan itu kemudian muncul kembali. Kini Inggris tidak lagi menjadi musuh satu-satunya, tetapi antar elemen masyarakat
juga saling berhadapan atau --meminjam perkataan al-Sayyid Ah}mad ‘Abd al-
134
Partai al-Wat}ani telah muncul sebelum Revolusi 1919, tetapi perannya pasca revolusi kalah populer dengan Partai Wafd. Partai terakhir ini bermetamorfosis dari gerombolan
orang banyak tajammu‘ menjadi partai pada 26 April 1924 dengan nama hay’ah al- wafdiyin. Partai al-Ah}rar al-Dusturiyun dan Sa‘ad adalah pecahan dari Partai Wafd.
Masing-masing berdiri 1922 dan 1938. Dua partai lainnya, al-Ittih}ad 1925 dan al-Sha‘b 1930 adalah berdiri atas dukungan atau inisiatif raja untuk memperkokoh kekuasaan raja. Sejarah partai
di Mesir sebenarnya telah dimulai pada 20 September 1907, saat 16 tokoh Mesir berkumpul di Harian al-Jaridah dan sang wakil ketua, H{asan Pasha ‘Abd Raziq, mendeklarasikan
berdirinya H{izb al-Ummah Partai Ummat. Istilah al-h}izb al-wat}ani Partai Nasional sendiri telah dipergunakan oleh Ah}mad ‘Urabi tahun 1882 dalam suratnya yang ditujukan pada
beberapa pendukungnya setelah bubarnya kementrian al-Barudi. Mus}tafa Kamil dan sekelompok nasionalis yang berada di lingkarannya juga menamakan diri al-h}izb al-wat}ani
sejak menerbitkan Koran al-Liwa’ pada Januari 1900. Namun, apa yang disebut partai oleh ‘Urabi dan Must}afa Kamil hanyalah arus atau aliran politik yang menghimpun para
nasionalis yang menentang campur tangan asing atau keberadaan Inggris, di samping tidak memiliki organisasi politik dengan struktur yang jelas majelis umum, dewan eksekutif, pemimpin,
wakil-wakil, dan sekretaris, sekretariat, dan program. Partai sebagaimana yang dikenal di Eropa sebagai “organisasi yang didirikan dengan tujuan mewujudkan prinsip tertentu atau mencapai
tujuan politik melalui penguasaan berbagai instrumen-instrumen konstitusional” baru bermunculan sejak Revolusi 1919. Selain Partai Ummah, sebelum Revolusi 1919 atau Konstitusi 1923, tercatat
empat partai lain: al-Is}lah ‘ala al-Mabadi’ al-Dusturiyah, al-Wat}ani al-H{urr, al- Dusturi
, dan al-Nubala’ al-Mis}ri. Tidak seperti Partai Ummah, keempat partai ini tidak meninggalkan jejak bagi politik praktis di Mesir selanjutnya, baik ada secara de facto seperti al-
h}izb al-wat}ani Partai Nasional maupun dari pengaruh pemikirannya seperti h}izb al-ummah
Partai Ummat. Lihat, Yunan Labib Rizq, al-Ah}zab al-Mis}riyah ‘Abra Mi’a ‘Am Kairo: al-Hay’ah al-Mis}riyah al-‘Ammah li al-Kitab, 2006, 23-4, 59, 99, 111, dan 141.
Lihat pula, Jamal Badawi, Naz}arat, 23.
145
Jawwad-- perang tidak lagi antara Mesir dan Inggris.
135
Atau, seperti kata Riyad} Qaldas, yang di arena kini bukan Inggris, melainkan raja versus
rakyat.
136
Sa‘ad Zaghlul yang dulu diagungkan oleh seluruh masyarakat dan menjadi ikon Revolusi 1919, kini mulai dihujat oleh kelompok atau simpatisan
partai lain. Nasionalisme bagi Sa‘ad itu hanyalah semacam retorika yang menawan khalayak umum ... Ada banyak tokoh yang tidak suka bicara, tetapi
mereka berbuat dan memberi negara manfaat satu-satunya yang dipetiknya dalam sejarah modernnya, kata H{asan Salim, salah satu tokoh dalam QS,
menanggapi pujian Kamal bahwa Sa‘ad seorang nasionalis tulen. Bagi H{asan Salim yang ayahnya seorang simpatisan partai al-Ah}rar al-Dusturiyun ini,
Sa‘ad tidak menginginkan orang Mesir lain berbicara atas nama Mesir meskipun orang itu yang terbaik dan paling bijak. Pada saat yang sama, H{asan Salim
memuji-muji ‘Adli Yakan, Tharwat, Muh}ammad Mah}mud, dan tokoh-tokoh partai al-Ahrar al-Dusturiyun lain yang, dalam pandangan Kamal,
hanyalah para pengkhianat atau orang-orang Inggris yang memakai t}arbush kopyah.
137
Dalam pentas politik yang multi partai dan ideologi ini muncullah tiga kekuatan: Inggris, Partai Wafd, dan raja plus partai-partai kecil atau minoritas.
Inggris merupakan kekuatan penjajah yang menguasai militer dan, sesuai kepentingannya, kerap mengadu antara raja bersama partai-partai minoritas dan
Wafd . Ia menjadi target utama gerakan nasionalis, yang dimotori oleh Partai Wafd
yang merupakan partai nasionalis terdepan dan tidak terkalahkan kapanpun pemilihan umum bebas digelar. Cap nasionalis Wafd begitu kuat, sehingga
nasionalisme itu identik dengan Wafd. Bukankah setiap nasionalis adalah seorang Wafd? tanya Kamal pada keponakannya, ‘Abd al-Mun‘im dan
Ah}mad, yang diiyakan oleh mereka meskipun dengan satu catatan bahwa Wafd tidak sepenuhnya memuaskan idealisme mereka berdua.
138
Raja Ah}mad Fu’ad
135
Najib Mahfuz}, Qas}r, 334.
136
Najib Mahfuz}, al-Sukkariyah, 147.
137
Najib Mahfuz}, Qas}r, 157-8, 161, dan 203-4.
138
Najib Mahfuz}, al-Sukkariyah, 33.
146
meninggal pada 28 April 1936 lalu Faruq sendiri tampaknya setengah hati menghargai konstitusi dan membagi kekuasaannya. Ia seringkali bekerja sama
dengan Inggris untuk melumpuhkan proses konstitusional dan menentang gerakan nasionalis. Akibatnya, konstitusi Mesir tidak dapat sepenuhnya menopang
demokrasi liberal. Meskipun ada banyak partai politik, pemilihan umum, sidang parlemen, dan kebebasan pers, konstitusi berulang-ulang diabaikan, ditangguhkan,
dan terkadang diubah. Ini terlihat dari percakapan di antara al-Sayyid Ah}mad ‘Abd al-Jawwad, Muh}ammad ‘Affat, Ibrahim al-Far, dan ‘Ali ‘Abd al-
Rah}im, generasi yang tentu saja menyaksikan hubungan di antara ketiga kekuatan politik ini dalam perjuangan demi membela hak masyarakat di sisi
lain.
139
139
Lihat, Najib Mahfuz}, al-Sukkariyah, 42-3:
- ﺎ
لﺎ ر ﺎﻣ
ﻜ أر ﻰ
ﻰ ﻄ ﻣ ؟سﺎ ا
ﺮ ا ىﺬ ا
ﺮ ﺆ ﻴ
عﻮﻣد ﻚ ا
ﻴ ا ﺮ ا
ﻰ ﺄ نأ
ﻰ ﺔﻴ ﺎ
ةﺪ او ﻄﻣ
ﻷا ﻰ ﺳ
رﻮ ﺳد ﺔ ﺳ
1923 وأ
. ﺮ
ﺪ ﻣ ﺎ ﺄ
لﺎ و ﻰ
روﺮﺳ :
- إ
أ ﻣ
ﺪ ﺳ لﻮ ز
... بﺮ و
ﺪ ﻣ ﺔﻴ
ﺳﺄآ لﺎ
: -
ﻰ مﺎ
1935 ،
ﺎ تاﻮ ﺳ
تﺮﻣ ﻰ
تﻮﻣ ،ﺪ ﺳ
ﺔ و
ﺮ ﺎﻣﺎ
ﻰ ،ةرﻮﺜ ا
و لاﺰ
ﺰﻴ ﻹا ﻰ
آ ،نﺎﻜﻣ
ﻰ تﺎ ﻜﺜ ا
ﻮ او او
ﻴ ﻰ و
،تارازﻮ ا زﺎﻴ ﻣﻹا
تا ﺔﻴ ﻷا
ﻰ ا ﻣ
آ ا
ةﺆ اﺪﻴﺳ
ﺎ ﺎﻬﻣ ازﺎﻣ
،ﺔ ﺋﺎ ﻰ
نأ ﻰﻬ
ﺬه لﺎ ا
ﺔ ﺳﺆ ا .
- و
دﻼ ا لﺎﺜﻣأ
ﻴ ﺎ ﺳإ ﻰ ﺪ
ﺪ ﻣو دﻮ ﻣ
ﻰ اﺮ ﻹاو -
اذإ هذ
ﺰﻴ ﻹا ﻰ
ﺪ ﻷ ﻣ
ء ﺆه نﺄ
... -
، اذإو
ﺮﻜ ﻚ ا
نأ ﺬ
ﺪ ﻣ
ﺪ ﺎ دﺎ و
ﺪ ﻣ لﻮ
: -
ﺪ ﻴﺳ ﻚ ا
ﻴ ﻴ ا
ﺎﻣﺈ ماﺮ ا
رﻮ ﺳﺪ ا ﺎﻣإو
مﻼ ا ﻜﻴ
- Hai, Teman, apa pendapatmu tentang Must}afa al-Nah}h}as Ketua Partai Wafd, pen., orang yang tidak terpengaruh dengan air mata raja yang sedang sakit dan sedetik pun enggan
melupakan tuntutan utamanya Konstitusi 1923 dulu?” tanya ‘Ali ‘Abd al-Rah}im. - Bravo .. bravo Ia memang lebih keras daripada Sa‘ad itu sendiri,” timpal Muh}ammad ‘Affat
dengan gembira. - Kita kini ada di tahun 1935, delapan tahun sepeninggal Sa‘ad dan lima belas tahun semenjak
revolusi. Inggris masih tetap di setiap tempat: di tangsi, kepolisian, tentara, dan bermacam- macam kementrian. Konsesi-konsesi asing yang menjadikan anak singa betina sebagai serigala
angker tetap ada. Kondisi menyedihkan ini perlu diakhiri,” lanjut Muh}ammad ‘Affat setelah meminum sisa minumannya.
- Jangan lupa para algojo semisal Isma‘il S{idqi, Muh}ammad Mah}mud, dan al-Ibrashi” - Kalau Inggris hengkang, orang-orang itu tidak akan ada apa-apanya..”
147
Yang kemudian mengemuka dari berbagai kekuatan politik pribumi di Mesir adalah persaingan memperebutkan kursi di parlemen dan di kabinet, bukan
perjuangan untuk mengakhiri pendudukan Inggris. Apa Mesir perlu merdeka? Lha, para pemimpinnya saling bertengkar memperebutkan kekuasaan, sedangkan
rakyatnya tidak layak merdeka, kata ‘Affat, salah seorang tokoh dalam QJ.
140
Kedudukan dan kekuasaan di dalam pemerintahan bukan menjadi sarana untuk membawa kesejahteraan dan memperjuangkan kemerdekaan masyarakat Mesir
secara keseluruhan, melainkan lebih menjadi alat perjuangan bagi diri dan kelompoknya.
141
Nepotisme pun menjadi fenomena yang biasa, sebagaimana yang dinyatakan dengan sinis oleh Mah}jub ‘Abd al-Da’im di atas:
Pemerintah itu berarti orang-orang kaya dan hanya satu keluarga ... Pemerintah itu hanya satu keluarga atau satu kelas sosial dengan banyak keluarga. Parlemen
pun, dalam pandangannya, tidak jauh berbeda. Anggota parlemen yang mengeluarkan banyak uang sebelum dipilih tidak mungkin mewakili rakyat
miskin.
142
Karena kekuasaan yang menjadi fokus utama, maka memahami dan mencari solusi atas berbagai masalah bangsa, bagi banyak politisi, tidaklah begitu
penting. Bagi mereka, yang terpenting adalah bicara, dan bila perlu, selantang mungkin agar rakyat mengenalnya sebagai orang yang memperjuangkannya dan
memilihnya lagi dalam pemilihan umum berikutnya. Institusi parlemen pun menjadi tidak jauh berbeda dengan tempat hiburan. Di tempat hiburan, seperti
halnya di parlemen, yang terpenting itu bukan kamu memahami apa yang
- Betul Kalau raja berpikir untuk bertindak macam-macam, pasti ia tidak akan mendapat pendukung”
- Raja sendiri hanya punya dua pilihan: menghormati konstitusi atau tamat,” kata Muh}ammad ‘Affat lagi.
140
Najib Mahfuz}, al-Qahirah, 186.
141
Sikap mementingkan diri dan kelompok ini ditandai oleh tidak pernah bersatunya partai-partai dalam menghadapi Inggris. Pihak yang duduk di pemerintahan akan membersihkan
kekuasaannya dari elemen-elemen lawan dan, sebaliknya, pihak yang di luar pemerintahan mencoba dengan segala cara untuk dapat duduk di pemerintahan. Kekuasaan pun silih berganti.
Selama periode 1919-1952 telah terjadi pergantian perdana menteri dan kabinetnya sebanyak 34 kali. Lihat, ‘Is}am Muh}ammad Sulayman, Azmat al-H{ukm fi Mis}r 1919-1952 Kairo: al-
Fikrah, tt..
142
Najib Mahfuz}, al-Qahirah, 45.
148
dikatakan, melainkan kamu bicara, kata teman ngobrol Mah}jub ‘Abd al- Da’im di sebuah kedai minuman.
143
Politisi semacam ini lebih mementingkan isi perutnya daripada isi kepalanya. Penampilannya secara umum menunjukkan
bahwa perutnya jauh lebih penting daripada kepalanya, komentar narator ZM terhadap salah seorang calon anggota parlemen, Ibrahim Farh}at.
144
Selain partai-partai gerakan nasionalis, kurun waktu ini menyaksikan adanya kelompok-kelompok sosial dan politik yang muncul lebih kemudian dan
disebut kelompok-kelompok ideologis jama‘at ‘aqidiyah, baik marksis Orang-orang Marksis, agamis al-Ikhwan al-Muslimun maupun fasis Mis}r
al-Fatat . Berbeda dengan partai-partai gerakan nasionalis yang hanya terfokus
pada masalah kemerdekaan nasional al-qad}iyah al-wat}aniyah, kelompok-kelompok ideologis ini menjadikan masalah kemerdekaan nasional ini
sebagai salah satu, bukan satu-satunya, fokus perhatiannya. Mereka memiliki pemikiran-pemikiran sosial, agama, dan politik yang melampaui kerangka
masalah kemerdekaan nasional. Mereka merepresentasikan kekuatan-kekuatan sosial baru yang ingin berpartisipasi dalam kehidupan politik dengan berpartai.
Bila sebelumnya kehidupan partai didominasi oleh para pasha, bek, dan doktor, maka kini para pekerja, guru, dan pegawai rendahan juga ikut serta.
Dengan latar sosial dan pemikiran ideologisnya, tampaknya mereka lebih siap menerima dan bahkan menciptakan gerak perubahan daripada partai-partai
gerakan nasionalis.
145
143
Najib Mahfuz}, al-Qahirah, 145.
144
Najib Mahfuz}, Zuqaq al-Midaq, 146.
145
Yunan Labib Rizq, al-Ah}zab, 157-9.
149
Pertama, kelompok Marksis atau sosialis.
146
Dalam novel-novel realis Najib ideologi dan orientasi kelompok ini terepresentasikan oleh tokoh-tokoh
terdidik seperti ‘Ali T{aha dalam QJ, Ah}mad Rashid dalm KHAN, dan oleh sepasang kekasih atau suami-istri Ah}mad Shawkat-Susan H{ammad dan guru
spiritualnya, Ustadh ‘Adli Karim, yang memimpin majalah al-Insan al- Jadid
Manusia Baru dalam SU. Tema-tema yang mereka usung, baik dalam perbincangan maupun tulisan-tulisan mereka adalah ilmu pengetahuan dan
masyarakat, kesenjangan antar kelas sosial, persamaan dan humanisme, keadilan sosial, kelas buruh dan perjuangan kelas, dan revolusi. Kecuali Ustadh ‘Adli
Karim, mereka adalah anak-anak muda. Bagi mereka, nasionalisme dan demokrasi yang diperjuangkan partai-
partai gerakan nasionalis seperti Wafd itu hanyalah sasaran antara untuk menuju sosialisme. Kemerdekaan bagi sebuah negara memang perlu, tetapi negara
semestinya tidak berhenti di sini. Kemerdekaan, dalam pandangan mereka, bukan tujuan akhir, melainkan hanya menjadi alat rakyat untuk mendapatkan hak-hak
konstitusi, ekonomi, dan kemanusiaannya.
147
Ideologi, strategi, dan tujuan kelompok ini terlihat dari pernyataan Ustadh ‘Adli Karim di tengah-tengah
lingkaran studi kelompoknya:
148
146
Gerakan Marksis muncul di Mesir pada masa setelah Perang Dunia I dan semula hanya terbatas pada elemen-elemen asing di Mesir, terutama Italia. Gerakan ini kemudian segera
menjalar pada orang-orang Mesir. Pada Agustus 1921 H}usni al ‘Urabi, ‘Ali al-‘Inani, Salamah Musa, dan ‘Abdullah ‘Inan mendeklarasikan berdirinya Partai Sosialis Mesir.
Karena menghimpun dua orientasi, yaitu orientasi sosialis moderat yang direpresentasikan oleh Salamah Musa yang berideologi Fabia dan orientasi komunis yang direpresentasikan oleh
H{asan al-‘Urabi, partai ini pada 1922 pecah, dengan kemenangan unsur komunis yang pada 21 Desember 1922 mengubah nama partai menjadi Partai Komunis Mesir. Namun, partai ini tidak
bertahan lebih dari dua tahun, akibat berbenturan dengan pemerintahan rakyat pimpinan Sa‘ad Zaghlul pada 1924 dengan menduduki pabrik tempatnya bekerja yang berujung pada
penangkapan para pemimpin partai dan pelarangan aktivitas partai. Pada awal 1940-an gerakan Marxis tumbuh lagi meskipun secara rahasia, hingga pada Desember 1949 berdiri Partai Komunis
Mesir. Lihat, Walter dan Laqueur, Communism and Nasionalism in the Middle East London: Routletge Kegan Paul, 1957, 33 dan 247; dan Yunan Labib Rizq, al-Ah}zab, 164-5.
147
Najib Mahfuz}, al-Sukkariyah, 90.
148
Lihat, Najib Mahfuz}, al-Sukkariyah, 295-6, yang terjemahannya sebagai berikut: “Baguslah bila kalian mengkaji marxisme. Namun, ingatlah bahwa meskipun marxisme sebuah
keniscayaan sejarah, keniscayaannya itu bukan keniscayaan fenomena astronomi, melainkan hanya ada dengan kemauan dan kerja keras manusia. Kewajiban pertama kita bukanlah banyak
berfilsafat, melainkan memberi pencerahan kepada kelas pekerja tentang peran sejarah yang harus dimainkannya untuk menyelamatkan dirinya dan seluruh dunia … Masyarakat yang rusak hanya
150
ﻜ نإو ﺎﻬ أ اوﺮآﺬ ﻜ و ،ﺔﻴ آرﺎ ا اﻮﺳرﺪ نأ إ ﺔﻴﺨ رﺎ ةروﺮﺿ
ﺔ ﻴﻜ ا تاﺮهﺎ ﻈ ا ﺔ ﻴ ﻣ ﻴ ﺎ ﻬ ﻴ نأ
. ﺮ ا ةدارﺈ إ ﺪ ﻮ ﺎ ﻬ إ
ﺔ ﻄ ا ﻰ و نأ ﻰ ﻜ و اﺮﻴﺜآ
نأ ﻴ لوﻷا ﺎ اﻮ ، هدﺎﻬ و ﺎ ﻴ ﺎ او ﺎﻬ ذﺎ ﻹ
نأ ﺎﻬﻴ ىﺬ ا ﻰﺨ رﺎ ا روﺪ ا ﻰ ﺔ دﺎﻜ ا ...
ﺪﺳﺎ ا ا
،ﺪ ﺪ ا نﺎ ﻹﺎ ﺎﻬﻴ و ﻴ و ،ﺔ ﻣﺎ ا ﺪﻴ ﺎ إ رﻮﻄ
ﺔﻴ ﻬ ا ﻴ اﻮ ا ﺎ ﻴ ﺳ ﻰ ﻚ ﺎ ﻬ ،ةدارﻹا ﻣ ةﺪ او ﺔ آ ا ﻰ و
اﺪ ا و ...
،مﻼ ﺳ او لﻮ ﺨ او ﺔ ﺎ ا حور برﺎ نأ ﻰ وﻷا ﺎ ﻬﻣ نإ ا ﻇ ﻰ إ ﻴ ءﺎﻀ ا ﻰ ﺄ ﺪ ا ﺎﻣأ
إ ﻜ ا اﺬه و ،ﺮ ا ﻜ
ﺎﺨ نأ ﺎ ﺋاد ﺔ ﻜ ا ﻣو ،نﺎ ﻹا ﻣ ىﻮ أ ﺮ ﺎ مﻮ ا ﻰ و ،بﻼ ﺎ ﻬ ﻮ رﺪ ﻰ سﺎ ا
.
Ideologi kelompok ini adalah marxisme atau sosialisme. Oleh karena itu, Karl Marx dengan pemikiran sosialismenya adalah nabi mereka.
149
Masyarakat Mesir sedang terpuruk dan menderita sehingga harus dibawa kepada kebebasan
dan kemajuan. Penderitaan mereka itu akibat dari sistem kapitalisme yang disokong oleh kaum borjuis. Melalui revolusi proletariat, dunia akan terbebas dari
segala jenis penindasan atau --dalam bahasa Ah}mad Rashid dalam KHAN-- dunia akan menjadi satu kelas yang menikmati kebutuhan hidup dan kemewahan
manusia.
150
Inilah yang dalam sejarah disebut sebagai masyarakat sosialis atau
bisa maju di tangan kelas pekerja. Apabila kelas pekerja telah memiliki kesadaran baru dan semua masyarakat sudah satu kehendak, maka undang-undang yang biadab atau meriam tidak akan bisa
menghadang jalan kita. Tugas utama kita adalah memerangi jiwa nriman, lemah, dan pasrah. Untuk agama, ia hanya bisa lenyap di bawah pemerintahan yang bebas, sedangkan pemerintahan
semacam ini hanya terwujud dengan kudeta revolusi. Pada umumnya kemiskinan lebih kuat daripada iman. Alangkah bijaknya, apabila kamu mengajak bicara masyarakat sesuai dengan kadar
intelektualitasnya.”
149
Karl Marx menganggap bahwa sosialismenya adalah sosialisme ilmiah yang tidak hanya didorong oleh cita-cita moral, melainkan berdasarkan pengetahuan ilmiah tentang hukum-
hukum perkembangan masyarakat. Sosialisme ilmiah itu disebutnya sebagai “materialisme sejarah,” yaitu faktor yang menentukan sejarah bukanlah politik atau ideologi, melainkan
ekonomi. Perkembangan dalam cara produksi lama-kelamaan akan membuat struktur-struktur hak milik lama menjadi hambatan kemajuan. Dalam situasi ini akan muncul revolusi sosial yang
melahirkan bentuk masyarakat yang lebih tinggi. Lihat Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999, 9-10.
150
Najib Mah}fuz}, Khan al-Khalili dalam al-A‘mal al-Kamilah, 48.
151
komunis.
151
Model masyarakat inilah tujuan akhir dari perjuangan kelompok ini. Meskipun anggota kelompok ini adalah lintas agama dan kepercayaan, jumlahnya
minoritas atau kecil bila dibandingkan dengan anggota kelompok al-Ikhwan al- Muslimun
. Kelompok al-Ikhwan al-Muslimun selanjutnya disingkat IM adalah
rival utama kelompok Marxis atau sosialis.
152
Dalam novel-novel realis Najib tokoh-tokoh yang merepresentasikan kedua kelompok ini seringkali dipertemukan
dan diperhadapkan. Di QJ ada ‘Ali T{aha dan Mamun Rid}wan, di KHAN ada Ah}mad Rashid dan Ah}mad ‘Akif yang kedua ini tidak secara eksplisit
disebut sebagai orang IM, tetapi cara pandangnya di sini dipertentangkan dengan cara pandang yang pertama, dan di SU ada Ah}mad Shawkat dan ‘Abd al-
Mun‘im Shawkat. Tokoh-tokoh pertama adalah representasi dari kelompok Marxis atau sosialis dan tokoh-tokoh kedua adalah representasi dari kelompok
IM. Ideologi kelompok IM adalah Islam. Bagi mereka, Islam adalah sebuah
sistem yang komprehensif, meliputi totalitas kehidupan: dunia dan akhirat. Ia mengatur hubungan vertikal manusia dengan Allah dan hubungan horisontalnya
dengan sesamanya. Bahkan, Islam adalah satu-satunya sistem yang betul-betul sesuai compatible untuk mengatur urusan dunia Islam dan seluruh umat
151
Meskipun ada yang membedakan sosialisme dari komunisme bahwa dalam komunisme tujuan dicapai melalui revolusi, sedangkan dalam sosialisme melalui perubahan yang
bertahap, dalam novel al Sukkariyah ini kedua istilah itu tidak terlihat perbedaannya. Marx sendiri menggunakan kedua istilah itu dalam arti yang sama, yaitu bagi keadaan masyarakat
sesudah penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi. Lihat, William Ebenstein dan Edwin Fogelman, Isme-isme Dewasa Ini, terjem. Alex Jemadu Jakarta: Penerbit Erlangga, 1994,
216 dan 219; Lihat juga, Franz Magnis-Suseno, Pemikiran, 19 dan 172.
152
Al-Ikhwan al-Muslimun didirikan di Isma‘iliyah pada 19278 oleh H{asan al- Banna 1906-49 sebagai sebuah gerakan keagamaan yang memfokuskan pada amar makruf dan
nahi munkar. Gerakan ini muncul sebagai respon atas tantangan westernisasi dari dua arah: Inggris dan elit Mesir yang berusaha mengimplementasikan model-model Barat dalam pembangunan
ekonomi, sosial, dan politik. Di samping itu, gerakan ini ingin mengatasi penyakit atau problem kemunduran umat Islam: ketidaksatuan politik, kesenjangan sosio-ekonomi yang lebar,
ketercerabutan sosial, dan pengabaian yang mulai tumbuh terhadap agama dalam masyarakat Mesir. Resep yang mereka tawarkan adalah kembali ke Islam, dan kembali pada al-Quran dan
Sunnah Nabi. Pada 1933 gerakan ini memindahkan markasnya ke Kairo, dan pada 19389 memutuskan untuk terjun ke dalam politik praktis. Lihat, John L. Esposito, Islam, 136-9; Yunan
Labib Rizq, al-Ah}zab, 167; dan Zakariyah Sulayman Bayumi, al-Ikhwan al-Muslimun wa al-Jama‘at al-Islamiyah fi al-H{ayah al-Siyasiyah al-Mis}riyah 1928-1948
Kairo: Maktabah Wahbah, 1978, 41-3 dan 90.
152
manusia. Al-Din Islam itu akidah, syariah, dan politik. Allah terlalu sayang untuk membiarkan masalah manusia tanpa arahan dan tashri‘ pemberian
syariah, kata Shaykh ‘Ali al-Manufi --ada kesan kuat bahwa ia di sini mejadi penyambung lidah H{asan al-Banna yang dalam novel realis Najib
tidak muncul langsung atau disebut secara eksplisit dan hanya disebut murshid-- menjawab pertanyaan salah seorang muridnya, apakah tidak sebaiknya
kelompoknya menjauhi politik.
153
Di tempat lain ia menyatakan:
154
ﺬ ا نأو ،ةﺮ او ﺎﻴ ﺪ ا ﻰ سﺎ ا نﻮ ﻈ ﺔ ﻣﺎ ﻣﺎﻜ أو مﻼﺳﻹا ﻴ ﺎ ﻣ ﺎهﺮﻴ نود ةدﺎ ا وأ ﺔﻴ وﺮ ا ﺔﻴ ﺎ ا لوﺎ ﺎ إ ﻴ ﺎ ا ﺬه نأ نﻮ ﻈ
، ﻈ ا اﺬه ﻰ نﻮ ﻄﺨﻣ ﻰ اﻮ ا ﺎ
دو ﺔﻴ و وو ةدﺎ و ةﺪﻴ مﻼﺳﻹ ودو
ﻴﺳو ﻣو ﺔﻴ ﺎ ورو ﺔ
.
Oleh karena itu, mereka memberikan resep kembali ke Islam atau kembali ke al-Quran dan Sunnah Nabi bagi penyembuhan masyarakat dari
berbagai problem yang dihadapinya. Tentu saja agama. Islam adalah balsem semua penderitaan kita jawab Mamun Rid}wan spontan ketika ditanya
tentang cara mengatasi penyakit kemiskinan bangsanya.
155
Bagi Mamun Rid}wan, Islam mengandung sosialisme yang logis. Di sana ada ajaran zakat
yang, jika diimplementasikan, akan menjamin keadilan sosial, tanpa menghilangkan insting-insting manusia untuk memiliki kekayaan sebanyak
mungkin yang menjadi sumber motivasi perjuangan hidupnya. Dengan demikian, Islam menjamin tatanan dunia yang penuh persaudaraan, kebahagiaan, dan
keadilan.
156
Model ideal Islam seperti ini adalah Islam pada masa Nabi dan al- Khulafa’ al- Rashidun
. Kembali ke Islam inilah yang oleh Susan H{ammad dari kelompok Marxis atau sosialis dalam SU disebut sebagai mencari
153
Najib Mahfuz}, al-Sukkariyah, 84 dan 294.
154
Lihat, Najib Mahfuz}, al-Sukkariyah, 294-5. Terjemahan petikan ini adalah: “Ajaran-ajaran dan hukum-hukum Islam itu komprehensif, yang mengatur urusan manusia di
dunia dan akhirat. Mereka yang mengira bahwa ajaran-ajaran ini hanya mengenai aspek spiritual atau ibadah saja itu jelas keliru. Islam itu aqidah dan ibadah, tanah air dan kebangsaan, agama dan
negara, spiritual, al-Qur’an, dan pedang.”
155
Najib Mahfuz}, al-Qahirah, 45.
156
Najib Mahfuz}, al-Qahirah, 23.
153
solusi masalah-masalah kekinian dalam kekunoan.
157
Kecenderungan kelompok ini untuk menjadikan masa kejayaan Islam dulu sebagai referensi ideal bagi
penyelesaian berbagai problem kontemporer, di samping seringnya mereka dalam perbincangannya menggunakan terma-terma seperti shari‘ah hukum Islam,
dustur konstitusi, ummah, jihad, silah} senjata, dan sayf pedang
membuat dakwah kelompok mereka diberi label gerakan reaksioner, radikal atau fundamentalis.
158
Meskipun berpandangan positif terhadap partai Wafd yang beorientasi nasionalime teritorial atau nasionalisme Mesir dan menyebutnya sebagai partai
terbaik,
159
IM memiliki obsesi yang tidak berhenti pada batas teritorial Mesir. Obsesinya melintas dan menembus dunia Arab atau bahkan dunia secara
menyeluruh. Ia enggan mengakui problem kemesiran dan dengan bersemangat seperti biasa mengatakan bahwa ada satu problem, yaitu problem Islam pada
umumnya dan kearaban pada khususnya, deskripsi narator atas sikap dan pandangan Mamun Rid}wan dalam QJ.
160
Bersatunya bangsa Mesir dan umat Islam lainnya dengan dasar konstitusi al-Quran itulah obsesinya. Dakwah
kita tidak hanya tertuju pada Mesir, tetapi pada seluruh umat Islam di seluruh dunia. Dakwah ini hanya disebut berhasil bila Mesir dan umat Islam lainnya
bersatu atas dasar al-Quran. Karena itu, kita tidak akan menyarungkan senjata sampai kita melihat al-Quran sebagai konstitusi seluruh umat Islam, kata ‘Abd
al- Mun‘im Shawkat dalam SU.
161
Inilah yang membuat IM disebut sebagai gerakan “Pan” dan mendukung negara teokratis.
162
157
Najib Mahfuz}, al-Sukkariyah, 261.
158
Reaksioner mengacu pada tendensi IM untuk mengkonstruksi masa yang ada atau masa depan sesuai dengan model masa lalu yang terbukti handal; radikal menunjuk pada
kecenderungannya untuk mengganti apa yang dianggapnya ketinggalan zaman secara total; dan fundamentalis mengacu kepada keinginannya untuk kembali pada ajaran Islam fundamental: al-
Quran dan Sunnah Nabi. Lihat, Enver M. Khoury, The Patterns of Mass Movements in Arab Revolutionary Progessive States
Paris: Mouton, 1970, 53-4.
159
Najib Mahfuz}, al-Sukkariyah, 33 dan 81.
160
Najib Mahfuz}, al-Qahirah, 14.
161
Najib Mahfuz}, al-Sukkariyah, 295.
162
Walter dan Laqueur, Communism, 245.
154
Berbeda dengan kelompok Marxis atau sosialis yang jumlah pengikutnya minoritas, IM segera mendapat sambutan dari setiap kalangan masyarakat.
Bahkan, pada tahun 1940-an IM telah memiliki kantor di setiap desa. IM diuntungkan oleh ketidakpercayaan masyarakat pada partai-partai tradisional atau
partai-partai gerakan nasionalis.
163
Bermacam-macam aktivitas dijadikan media dakwah bagi kelompok yang oleh H{asan al-Banna disebut sebagai dakwah
salafi , t}ariqah sunni, haqiqah sufi, organisasi politik, klub olahraga, ikatan
ilmu pengetahuan dan budaya, serikat ekonomi, dan pemikiran sosialisme ini.
164
Strategi dakwah kelompok yang ditandai dengan jenggot panjangnya ini memang komunikatif. Ini diakui dan, tentu saja, disesalkan oleh salah seorang rivalnya
yang Marxis atau sosialis, Susan H{ammad dalam SU, Orang-orang IM melakukan praktik kebohongan besar-besaran. Di hadapan cendekiawan mereka
menawarkan Islam dengan kemasan modern, sedangkan di hadapan orang-orang awam mereka bicara tentang surga dan neraka.
165
Kelompok ideologis lain adalah Mis}r al-Fatat. Kelompok yang berdiri pada akhir tahun 1933 dan dipimpin oleh Ah}mad H{usayn dan Fath}i
Rid}wan ini bertujuan menghimpun anak-anak muda dalam satu basis, membiasakannya dengan tatanan dan kepatuhan, membuatnya satu warna dan satu
suara, menjadikannya memiliki slogan dan tujuan yang jelas, mengisinya dengan kepercayaan pada hak, kekuatan, dan kemampuannya untuk beraksi, dan
membuatnya tidak tamak dunia, membenci hura-hura, dan menyembah Allah
163
Menurut Halah Mus}t}afa, ada beberapa faktor meluasnya dukungan masyarakat terhadap IM. Pertama, dalam pemikiran muncul gelombang ateisme ilh{adiyah terutama
setelah penghapusan kekhalifahan Turki 1924. Pada saat itu pemikiran sekular juga meluas yang ditandai oleh munculnya dua buku kontroversial: Fi al-Shi‘r al-Jahili Fi al-Adab al-
Jahili karya T{aha H{usayn dan al-Islam wa Us}ul al-H{ukm karya Shayk ‘Ali ‘Abd al-
Raziq. Pemikiran seperti ini dikaitkan IM dengan aktivitas misionaris-misionaris Eropa di Mesir. Kedua, modernisasi masyarakat dan perubahan yang cepat menimbulkan berbagai masalah, seperti
perubahan gaya hidup dan keluarnya perempuan ke ruang publik untuk bekerja. Ketiga, dari aspek politik IM cukup pragmatis fokus pada masalah keagamaan bila penguasa kuat dan bermain
politik bila penguasa lemah dan ada konflik-konflik politik yang tajam di antara partai-partai lain. Lihat, Halah Mus}t}afa, al-Islam al-Siyasi fi Mis}r: min H{arakah al-Is}lah ila
Jama‘at al-‘Unf
Kairo: Markaz al-Mah}rusah, 1999, 112-6.
164
Najib Mahfuz}, al-Sukkariyah, 294-5.
165
Najib Mahfuz}, al-Sukkariyah, 261, 297, dan 322.
155
demi tanah air.
166
Berbeda dengan dua kelompok ideologis sebelumnya, kelompok Mis}r al-Fatat yang pada 1938 berubah menjadi partai politik ini
tidak memiliki tokoh dalam novel-novel realis Najib yang menjadi jubirnya. Eksistensinya hanya diketahui melalui tokoh-tokoh dari partai dan kelompok
ideologis lain. Di samping karena pendukungnya yang kebanyakan dari kalangan pelajar dan mahasiswa itu sedikit sekali, kehadirannya yang tidak langsung ini
hanya dimaksudkan sebagai penegas atas munculnya ideologi-ideologi baru dalam masyarakat Mesir. Tentang kelompok ini, sang tokoh sosialis Ustadh ‘Adli
Karim menyebutnya sebagai gerakan fasis dan reaksioner. Menurutnya, gerakan ini tidak kalah berbahayanya dibandingkan dengan reaksioner religius. Ia
hanyalah gema dari tentara Jerman dan Italia yang mengagungkan kekuatan, mendasarkan pada kediktatoran, dan bertopengkan nilai-nilai humanisme dan
kemuliaan manusia. Reaksioner itu, dalam pandangannya, penyakit bangsa Timur sebagaimana kolera dan tipus sehingga harus dicerabut sampai akar-akarnya.
167
Selanjutnya, adanya partai-partai nasionalis dan kelompok-kelompok ideologis ini menegaskan bahwa pada paroh pertama abad ke-20 masyarakat
Mesir mengalami dua perang: fisik dan pemikiran. Perang pertama memiliki tujuan mengeluarkan Inggris dari tanah air Mesir, sedangkan perang kedua
berupaya memasukkan sebanyak mungkin masyarakat Mesir ke dalam barisan masing-masing pihak yang terlibat: Marxis atau sosialis, IM, dan Mis}r al-Fatat.
Apabila dampak perang pertama dapat dirasakan oleh semua kalangan, maka dampak perang kedua baru terlihat di beberapa rumah, tempat anggota
keluarganya memiliki akses pada pendidikan meskipun, dalam pandangan Riyad} Qaldas dalam SU, cepat atau lambat dampak perang kedua ini pasti akan
terasa di setiap rumah.
168
Apabila serangkaian negosiasi dalam perang pertama
166
Yunan Labib Rizq, al-Ah}zab, 171.
167
Lihat, Najib Mahfuz}, al-Sukkariyah, 90:
ﺎﻣأ ﺮ ﻣ
ةﺎ ا ﺔآﺮ
ﺔﻴ ﺎ ﺔﻴ ر
،ﺔﻣﺮ ﻣ ﻴ
نود ﺔﻴ ﺮ ا
ﺔﻴ ﺪ ا اﺮﻄ
ﻰهو ﻴ
إ ىﺪ
ﺔ ﺮﻜ ﺔﻴ ﺎ ﻷا
و ﺔﻴ ﺎﻄ ﻹا
ﻰ ا ﺪ
ةﻮ ا مﻮ و
ﻰ داﺪ ﺳ ا
ىرﺰ و ﻴ ﺎ
ﺔﻴ ﺎ ﻹا ﺔﻣاﺮﻜ او
،ﺔ ﺮ ا نإ
ﺔﻴ ﺮ ا ءاد
ﻮ ﻣ ﻰ
قﺮ ا اﺮﻴ ﻮﻜ ﺎآ
دﻮ ﻴ او ﻰ ﻴ
ﺎ ﺳا
.
168
Najib Mahfuz}, al-Sukkariyah, 151.
156
menghasilkan bergesernya Inggris dengan pelan-pelan ke luar Mesir dengan memberi status merdeka bersyarat pada Mesir pada 28 Pebruari 1922, menyetujui
diundangkannya Konstitusi 1923, dan membuat persetujuan dengan Mesir dalam perjanjian 1936,
169
maka berbagai propaganda dalam perang kedua menghasilkan awal gerak masuk kelompok IM ke dalam pentas sosial, politik, dan agama Mesir.
Hanya saja, salah satu kekuatan utama saat itu yang mulai beranjak keluar dan kelompok yang mulai bergerak masuk itu tidak saling mengggantikan, sehingga
ruang yang ditinggalkan oleh yang pertama tidak otomatis diisi oleh yang kedua. Bahkan, yang kedua ini hingga kini tidak pernah hadir secara formal dalam pentas
politik Mesir. Bagi masyarakat Mesir, sistem politik yang melahirkan pemimpin lewat
pemilihan umum ini telah mendesakralisasi kepemimpinan ruang publik. Yang melegitimasi seseorang menjadi pemimpin adalah kepercayaan masyarakat, bukan
Tuhan melalui wahyu dan mukjizat-Nya yang diberikan pada orang tersebut. Masyarakat dapat mengambil kembali kepercayaannya kapan saja apabila tidak
ada lagi kesamaan visi dan orientasi antara mereka dan pemimpin yang dipilihnya. Model kepemimpinan yang dasar pemilihannya adalah kesamaan visi dan
orientasi, bukan warisan atau kekeluargaan seperti ini sekaligus merupakan salah satu tanda sedang berlangsungnya modernisasi.
Desakralisasi kepemimpinan publik ini diperkuat oleh fakta bahwa para pemimpin yang berupaya mendapatkan kepercayaan publik tidak jarang
melakukan politik uang. Alih-alih membuat masyarakat memandang sakral kepemimpinan yang dihasilkannya, praktek politik uang ini bahkan membuat
masyarakat semakin pragmatis dalam mengikuti proses pemilihan dan penentuan pemimpinnya. Kirsyah dalam ZM, misalnya, dilukiskan narator sebagai orang
169
Perjanjian 1936 yang disepakati oleh Komisaris Tinggi Inggris di Mesir, Sir Miles Lamson, dan Mus}t}afa al-Nah{h{as pada 26 Agustus di London ini menghapus pendudukan
militer Inggris di Mesir, kecuali 10.000 tentara di zona pantai untuk mempertahankan Terusan Suez. Sebagai pengakuan atas kedaulatan penuh Mesir, Inggris diwakili di Kairo oleh seorang duta
besar yang harus lebih diutamakan dari wakil negara-negara lain. Inggris harus mendukung masuknya Mesir ke dalam PBB. Dengan perjanjian ini, kekuasaan asing di Inggris telah berakhir.
Meskipun posisi internasionalnya tetap sangat terkait dengan posisi Inggris Raya, jalan menuju pembangunan internalnya telah terbuka. Lihat, Carl Brockelmann, History of the Islamic Peoples
London: Routledge Kegan Paul, 1949, 468-9.
157
yang mengamati pemilihan-pemilihan umum laiknya mengamati pasar yang menguntungkan. Ia menjadi pendukung orang yang membayarnya lebih banyak.
Sikapnya ini dilatarbelakangi oleh rusaknya kehidupan politik. Jika harta menjadi tujuan orang-orang yang bersaing dalam kekuasaan, maka tidak ada salahnya bila
harta juga menjadi tujuan para pemilih miskin, dalihnya.
170
Dalam struktur politik demikian para pemimpin non formal bisa saja memberi nasehat dan menengahi percekcokan, tetapi apa yang dilakukannya itu
sama sekali tidak bersifat memaksa. Sikap dan ekspresi ketidakpuasan H{amidah terhadap pendapat dan pemikiran al-Sayyid Rid}wan al-H{usayni
yang sangat otoritatif di kawasan itu, ketika penerimaannya atas lamaran al- Sayyid Salim ‘Ulwan setelah terlebih dahulu menerima lamaran ‘Abbas al-
Hilu tidak disetujuinya, bisa menjadi contoh:
171
- ...
ﺎﻣأ ﷲاو
ﻮ نﺎآ
ﺎ ﻴ ﺎ آ
نﻮ ﺰ ﺎ
أزر ﷲا
ﺋﺎ أ ﺎ ﻴ
ﺎ راو ،ةأﺮ ا
ﺎ و ﺎﻬ
رﺎﻜ ﺈ أو
: -
اﺬهأ مﻼآ
لﺎ مﺮآأ
سﺎ ا ؟ ﻬ ﻀ أو
ﺎ ةﺎ ا
ةﺪ ﺪ و
ترﺬ أ ﺎﻬ ﺎ
ﺮ ﺮﻴﻄ ﻣ
. -
ﻮه ﺿﺎ
نإ ،تدرأ
ﻰ وو ﻣ
ءﺎﻴ وأ ﷲا
نإ ،
ﻰ و ﺎﻀ أ
نإ ،
أ ﻜ و
ﺮ ةﺮﺜ
ﻰ ﻴ ﺳ
ﻰ دﺎ ﺳ .
Demikianlah, modernisasi di Mesir telah melahirkan perubahan-perubahan dan dampak-dampak yang dapat diamati terhadap institusi-institusi dasar
masyarakat: keluarga, pendidikan, ekonomi, dan pemerintahan. Dalam keluarga, suami atau ayah tidaklah menjadi pemegang otoritas absolut atas istri dan
anaknya. Karena pendidikan, horison intelektual dan estetis, lalu peluang ekonomi
170
Najib Mahfuz}, Zuqaq al-Midaq, 148.
171
Lihat, Najib Mahfuz}, Zuqaq al-Midaq, 142. Terjemahannya adalah: “Kalau memang dia baik, seperti yang ibu sangka, tentu Allah tidak akan mengambil semua anak-
anaknya,” kata H{amidah. Ummu H{amidah terkejut, lalu katanya keheranan bercampur sedih:
“Kata-kata semacam itu kamu tujukan kepada orang paling mulia dan terhormat ini?” “Katakanlah dia orang mulia kalau ibu mau, atau katakanlah dia kiai atau ulama sesuka hati ibu, dan juga nabi
kalau perlu. Tetapi, dia tidak boleh menjadi perintangku dalam usahaku mencari kebahagiaan hidup,” teriak H{amidah dan, pada saat yang bersamaan, keadaannya memberi sinyal atas sebuah
kejahatan yang tersembunyi.
158
yang didapatkannya, sang anak tidak saja sering mengabaikan pandangan orang tuanya dalam menjalani kehidupan dan menentukan masa depannya, tetapi bahkan
dalam beberapa kasus, ia mengambil alih peran ekonomis sang ayah dalam keluarga. Dengan alasan yang sama, anak perempuan atau istri mulai masuk
dalam dunia publik yang selama ini hanya diisi oleh laki-laki dan dapat menentukan pilihan-pilihan hidupnya. Dalam banyak kasus, perempuan bahkan
terbukti lebih superior dibandingkan dengan saudara laki-laki atau suaminya dalam bidang yang sama.
Dalam institusi pendidikan, model pendidikan sekuler modern berdiri berdampingan dan bahkan lebih diprioritaskan oleh negara. Dari institusi
pendidikan ini lahirlah generasi terdidik atau ilmuwan dengan pemikiran- pemikiran ilmiahnya dan teknokrat dengan keahlian-keahlian teknisnya yang
mengisi berbagai sektor kehidupan publik. Mereka mulai menggeser peran sosial- politik ulama, produk pendidikan tradisional sebelumnya. Dalam institusi politik,
nasionalisme telah mendorong semua elemen Mesir dari lintas agama dan etnis untuk bersatu menghadapi Inggris. Kepemimpinan publik juga didasarkan pada
kepercayaan rakyat melalui pemilihan umum, bukan pada yang lain. Ideologi- ideologi yang menawarkan masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Mesir
juga beragam. Selain itu, masyarakat semakin menganggap kepemimpinan publik sebagai tidak sakral dan menjadi semakin pragmatis dalam pilihannya.
Di samping perubahan-perubahan yang tampak positif ini, modernisasi juga melahirkan dampak-dampak yang oleh sebagian masyarakat dipandang
negatif. Dampak terakhir ini, misalnya, adalah meluasnya gaya hidup hedonis, berbaurnya perempuan dalam dunia publik dengan laki-laki, pergaulan muda-
mudi yang makin bebas, merebaknya sikap ateis di kalangan pelajar dan mahasiswa, perpecahaan yang melanda elit penguasa pribumi sehingga Inggris
belum sepenuhnya dapat diusir dari Mesir, dan berlangsungnya praktek politik uang dalam upaya meraih jabatan dan kepemimpinan publik.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana perubahan dan dampak yang ditimbulkannya terhadap keberagamaan dan pandangan masyarakat Mesir
159
terhadap agama? Jawaban atas pertanyaan ini akan diurai dalam bab IV berikut ini.
BAB IV CORAK KEBERAGAMAAN MASYARAKAT MESIR