commit to user
xl perempuan masih menarik untuk di bahas dan ingin menunjukkan kepada
khalayak bahwasanya isu tentang kekerasan terhadap perempuan masih terus berlanjut. Sebagai media komunikasi teater juga berperan serta dalam rangka
sosialisasi terhadap masyarakat.
6. Kekerasan terhadap Perempuan
Berdasarkan sifatnya, kekerasan digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik yang terbuka overt maupun tertutup covert dan baik yang
bersifat menyerang offensive atau bertahan deffensive yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain. Kekerasan juga bisa diartikan sebagai
membawa kekuatan, paksaan dan tekanan. Menurut Johan Galtung kekerasan adalah penyebab perbedaan antara yang potensial dan yang aktual Windhu,
1992: 64. Tindakan kekerasan menghasilkan perusakan terhadap emosi, psikologi,
seksual, fisik dan material. Tindakan kekerasan melibatkan penggunaan kekuatan atau perlawanan yang dilakukan individu-individu, atas nama mereka sendiri
atau tujuan kolektif atau sanksi yang diberlakukan negara Adam Jessica Kuper, 2000: 1122.
Dalam bukunya Teori-teori Kekerasan, Thomas Santoso menuliskan pendapat Johan Galtung, bahwa kekerasan terjadi bila manusia dipengaruhi
sedemikian rupa sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada di bawah realisasi potensialnya. Pemahaman Galtung tentang kekerasan lebih
ditentukan pada segi akibat atau pengaruhnya pada manusia. Galtung tidak
commit to user
xli membedakan violence acts tindakan-tindakan yang keras, keras sebagai kata
sifat dengan acts of violence tindakan-tindakan kekerasan. Galtung juga menguraikan enam dimensi penting dari kekerasan yaitu sebagai berikut:
1. Kekerasan fisik dan psikologis; dalam kekerasan fisik, tubuh manusia
disakiti secara jasmani bahkan sampai pada pembunuhan. Sedangkan kekerasan psokologis adalah tekanan yang dimaksudkan untuk meredusir
kemampuan mental dan otak. 2.
Pengaruh positif dan negatif; sistem orientasi imbalan reward oriented yang sebenarnya terdapat “pengendalian” tidak bebas, kurang terbua dan
cenderung manipulatif, meskipuin memberikan kenikmatan dan euphoria.
3. Ada objek atau tidak; dalam tindakan tertentu tetap ada ancaman
kekerasan fisik dan psikologis meskipun tidak memakan korban tetapi membatasi tindakan manusia.
4. Ada subjek atau tidak, kekerasan disebut langsung atau personal jika ada
pelakunya dan bila tidak ada pelakunya disebut struktural atau tidak langsung. Kekerasan tidak langsung sudah menjadi bagian struktur itu dan
menampakkan diri sebagai kekuasaan yang tidak seimbang yang menyebabkan peluang hidup tidak sama.
5. Disengaja atau tidak; bertitik tolak pada akibat dan bukan tujuan,
pemahaman yang hanya menekankan unsur sengaja tentu tidak cukup untuk melihat, mengatasi kekerasan struktural yang bekerja secara halus
commit to user
xlii dan tidak disengaja dari sudut korban, sengaja atau tidak, kekerasan
tetap kekerasan. 6.
Yang tampak dan tersembunyi; kekerasan yang tampak nyata manifest, baik yang personal maupun struktural, dapat dilihat meski secara tidak
langsung. Sedang kekerasan tersembunyi adalah sesuatu yang memang tidak kelihatan latent tetapi bisa dengan mudah meledak. Santoso,
2002: 168-169 Perempuan identik dengan diskriminasi akan jenis kelamin dan menjadi
kaum yang kedudukannya di bawah kaum laki-laki. Budaya patriarki sendiri yang dianut masyarakat secara langsung membatasi hak-hak yang dimiliki perempuan.
perempuan hanya dianggap mempunyai peranan rumah tangga saja dan tidak berperan dalam urusan publik.
Dari pemaparan di atas, terdapat ketidakadilan di dalam masyarakat. Ketidakadilan pemberian hak baik kepada kaum perempuan maupun laki-laki, di
sini sama sekali tidak ada pengakuan persamaan gender. Latar belakang banyaknya hak-hak perempuan yang diabaikan dalam pola hidup masyarakat
sendiri yang tidak pernah mengakui persamaan gender. Dalam hal ini yang dimaksud dengan kekerasan terhadap perempuan
adalah segala bentuk perlakuan baik fisik maupun mental yang membuat perempuan menderita baik secara fisik maupun mental. Yang termasuk dalam
kekerasan terhadap perempuan dapat berupa penindasan, perlakuan tidak adil, maupun diskriminasi dalam berbagai bidang.
commit to user
xliii Mengapa perempuan rentan pada tindak kekerasan? Menurut
Coomaraswany dalam bukunya Freedom from Violence 1992 ada beberapa penyebab: 1. Karena kedudukan sosialnya dianggap lebih rendah, maka
perempuan menjadi sasaran pemerkosaan. 2. Karena berhubungan dengan laki- laki, maka perempuan rentan terhadap penganiayaan dan perlakuan sewenang-
wenang. Ini berkaiatan dengan anggapan bahwa perempuan merupakan milik laki-laki dan tergantung pada laki-laki, yaitu: ayah, suami, saudara laki-laki atau
anak laki-laki. 3. Karena posisinya di masyarakat, perempuan gampang menjadi sasaran kemarahan, kebrutalan dan penghinaan pada komunitas di mana
perempuan berada. Di Indonesia sendiri, terdapat budaya yang membentuk perempuan
sebagai sosok yang lemah lembut dan harus selalu menurut. Dalam hal ini terdapat mitos bahwasanya perempuan hanyalah “warga kelas dua” dan
kedudukannya lebih rendah. Dalam pandangan Jawa, perempuan hanya dianggap sebagai “konco wingking” yang berarti hanya sebagai pelengkap
seorang suami saja. Pandangan seperti inilah yang membuat posisi perempuan lebih rendah dan memungkinkan untuk munculnya ketidakadilan dan kekerasan.
Isu kekerasan terhadap perempuan merupakan permasalahan global yang dialami oleh perempuan di seluruh dunia dan telah menggugah lahirnya
tindakan yang nyata. Di tahun 1993 , melalui badan PBB telah menyetujui penunjukan Pelaporan Khusus PBB mengenai masalah Kekerasan Terhadap
Perempuan Special Rapporteur on Violence Against Women dan disepakati
commit to user
xliv Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pada 20 desember 1993.
Jurnal Perempuan edisi 45, 19-20. Kekerasan terhadap perempuan dinilai sebagai salah satu bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Dengan adanya
deklarasi tersebut diharapkan dapat meminimalisir kekerasan terhadap perempuan melalui tindakan tegas yang memberi sanksi kepada pelaku
kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan tidak melulu berupa tindakan yang
bersifat mencederai fisik namun juga bisa mengarah kepada munculnya gender violence kekerasan gender. Munculnya kekerasan gender ini menunjukkan
bahwa kekerasan tidak hanya terjadi di lingkungan strata bawah maupun menengah saja akan tetapi meliputi seluruh strata. Kekerasan berbasis gender
merupakan sebuah bentuk diskriminasi yang secara serius menghalangi kesempatan perempuan untuk menikmati hak-hak dan kebebasannya atas suatu
dasar kesamaan hak perempuan dan laki-laki. Hak-hak dan kebebasan tersebut termasuk hak untuk hidup, hak untuk tidak mengalami penganiayaan,
kekejaman, hak untuk mendapat perlindungan yang sama sehubungan dengan norma-norma kemanusiaan pada saat konflik bersenjata nasional atau
internasional, hak atas kebebasan dan keamanan seseorang, hak untuk mendapatkan kesamaan atas perlindungan hukum di bawah Undang-undang,
dan hak untuk mendapatkan standard tinggi dalam hal kesehatan mental dan fisik Jurnal Perempuan25: 21.
7. Semiotika: Sebuah Kajian Pemaknaan dalam Seni Teater