PERUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN DESKRIPSI PENTAS WAJAH SEBUAH VAGINA

commit to user xviii mengeksplorasi naskah pertunjukan secara gamblang dan khas garapan Klompok Tonil Klosed. Tema tentang perempuan telah banyak menginspirasi sejumlah penulis untuk membuat karya tentang perempuan. Novel Nawal El Saadawi “Perempuan di Titik Nol” yang bercerita tentang perempuan terpenjara, pementasan “Vagina Monolog”, sampai pada novel “Perempuan Berkalung Sorban” yang telah difilmkan. Tema perempuan tidak akan pernah habis, karena banyak sekali aspek yang bisa digali tentang perempuan, tentang feminisme, tentang kekerasan terhadap perempuan, diskriminasi perempuan maupun persoalan gender.

B. PERUMUSAN MASALAH

Teater sebagai media komunikasi berfungsi sebagai penyampai pesan dari penulis maupun sutradara kepada penonton sebagai penerima pesan. Teater dilihat sebagai sebuah bentuk media penyampai pesan mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dibandingkan dengan media pesan lainnya. Dalam penyampaiannya, teater banyak menggunakan bahasa non-verbal untuk menggambarkan pesan yang ingin disampaikan. Pesan yang terkandung dalam sebuah pementasan teater diwujudkan melalui unsur-unsur teater, yang mencakup: pemilihan kostum, pemilihan artistik panggung, dialog para pemain, keaktoran pemain, tata cahaya, maupun dari cara penyutradaraan yang kesemuanya merupakan lambang simbol yang mempunyai makna tersendiri. commit to user xix Makna di sini berupa penginterpretasian oleh sutradara dengan benda-benda atau unsur pementasan yang digunakan dalam penyampaian pesan tersebut. Sebuah pementasan teater merupakan penyampaian pesan, begitu juga dengan pementasan teater berjudul Wajah Sebuah Vagina yang mengandung makna kompleks dan kaya akan tanda-tanda dan simbol mengenai kekerasan terhadap perempuan. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana kekerasan terhadap perempuan digambarkan melalui tanda-tanda dalam pementasan teater Wajah Sebuah Vagina?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kekerasan terhadap perempuan yang digambarkan melalui tanda-tanda dalam pementasan teater Wajah Sebuah Vagina.

D. KAJIAN PUSTAKA

1. Penelitian Terdahulu

Sampai saat ini telah banyak penelitian yang meneliti tentang teater. Hal ini disebabkan oleh sekup dan ruang lingkup teater sendiri yang amat luas, mulai dari penelitian akademik yang bersifat sastra sampai pada penelitian mengenai kehidupan sosial dalam komunitas teater. Teater bisa diartikan sebagai sarana apresiasi proses berkesenian namun juga menjadi sebuah wadah tempat commit to user xx berkumpulnya orang-orang yang mempunyai kesamaan visi dan membentuk sebuah komunitas maupun organisasi teater. Salah satu penelitian terhadap teater pernah dilakukan oleh Yudho Wahyanto pada tahun 2006 yang meneliti makna pesan dalam naskah teater berjudul “Aib” karya Putu Wijaya. Dalam karya skripsinya yang berjudul KEBOBROKAN BANGSA DALAM NASKAH TEATER, Yudho Wahyanto menggunakan analisis semiotik Roland Barthes untuk meneliti lambang-lambang berupa teks yang terdapat dalam naskah teater tersebut. Dalam pandangan peneliti, naskah karya Putu Wijaya tersebut mengandung makna yang kompleks dan kaya akan konstruksi tanda-tanda simbol dan lambang serta tersirat makna kebobrokan yang digambarkan melalui tokoh-tokoh dan adegan. Selain itu naskah teater “Aib” mempunyai kekuatan dalam menggambarkan kondisi bangsa Indonesia Yudho Wahyanto, 2006: 5. Naskah tersebut menceritakan keadaan sebuah negara yang sedang mengalami kemunduran moral seperti menggambarkan keadaan negara Indonesia pada saat ini yang sedang dilanda kebobrokan. Dalam penelitiannya, Wahyanto menentukan beberapa korpus yang digunakan sebagai fokus penelitian yang dipandang sebagai representasi keadaan Bangsa Indonesia. Terdapat 7 buah korpus yang ditemukan dalam naskah ini, yaitu: 1. Tentang karakteristik bangsa Indonesia yang majemuk, 2. Tentang kebobrokan moral, 3. Ketidakdisiplinan sebagai cermin masyarakat Indonesia, 4. Kesejahteraan dan kepentingan rakyat yang kurang diperhatikan pemerintah, 5. Saling melempar commit to user xxi tanggung jawab sebagai bentuk lemahnya mental masyarakat Indonesia, 6. Penyelesaian masalah menggunakan kekerasan, dan 7. Perlawanan rakyat sebagai bentuk usaha dalam mencari keadilan. Korpus-korpus tersebut diteliti dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes yaitu signifikasi 2 tahap melalui makna denotasi dan konotasi. Korpus yang telah ditentukan tersebut masing-masing diinterpretasi dengan penarikan makna denotatif kemudian makna konotatif untuk mengetahui apa makna yang terkandung dalam korpus tersebut. Dalam kajian Yudho Wahyanto yang berlatar belakang Ilmu Komunikasi ini, dia menyebutkan bahwa sebuah naskah teater merupakan media penyampai pesan kepada masyarakat yang memungkinkan adanya distribusi sebuah ideologi teks naskah teater ke khalayak yang lebih luas maupun sebagai alat propaganda penyebaran ideologi nasionalisme kapada masyarakat. Dalam penelitian lain yang ditulis oleh Muchlis Daroini 2007 sedikit banyak juga mengupas tentang kekuatan pesan dalam sebuah naskah teater. Dalam skripsinya yang berjudul PESAN DAKWAH DALAM NASKAH PROFETIK TEATER ESKA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA tersebut, Muchlis Daroini mengambil 3 judul naskah teater Eska yang menurutnya sarat akan pesan dakwah yaitu Hingga Perbatasan Hari, Berdiri di Tengah Hujan dan Togh-Out. Dalam penelitiannya tersebut, peneliti menggunakan analisis isi untuk mengupas makna pesan profetik yang ada dalam ketiga naskah teater tersebut. Penelitian ini menemukan ada 3 jenis pesan etik profetik yang terkandung dalam setiap naskah, 1. Pesan Akhlaqul Karimah yang merupakan bagian dari commit to user xxii unsur profetik yaitu humanisasi. Di dalamnya mengandung ajaran-ajaran humanisme yaitu pentingnya ilmu bagi manusia, kesabaran, amanah, keikhlasan dan kekuasaan yang adil serta berpihak kepada rakyat, 2. Pesan Syariah yang dimaknai sebagai penegakan hukum dan keadilan sosial Liberasi seperti dihapuskannya diskriminasi terhadap perempuan, terhapusnya kesewenang- wenangan, terhapusnya hegemoni budaya dan anjuran dihentikanya perang karena hanya akan menyengsarakan masyarakat sipil, dan 3. Pesan Aqidah Transendensi yaitu perdamaian yang berakar pada essensi ketauhidan, pluralisme dalam beragama dan bermasyarakat. Menurut peneliti, media seni seperti naskah teater bukan hanya sebagai sarana penyaluran ekspresi berkesenian saja namun bisa menjadi sarana dakwah penyampaian pesan kebaikan. Di sisi lain, Teater ESKA merupakan komunitas seni di sebuah universitas Islam yang tentu saja tetap mengemban misinya sebagai sarana dakwah. Berkaitan dengan dakwah tersebut jika memakai teori Kuntowijoyo; seni dalam konteks ini naskah teater sebagai karya sastra diposisikan bukan hanya sebagai alat dakwah tetapi proses berkesenian – yang bukan sekedar hasil, tapi adalah simbol dari sebuah peradaban. Sehingga pesan dakwah dari sebuah karya seni dapat ditangkap karena merupakan ekspresi dari keislaman itu sendiri Daroini, 2007: 42. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pesan yang dikaji dari beberapa peneliti sebelumnya hanya sebatas teks saja, sedangkan pesan yang terkandung dalam teater baru bisa tersampaikan apabila commit to user xxiii telah dipentaskan. Selain itu pesan teater dapat lebih mudah ditangkap dalam pementasan dibanding pada saat masih berupa teks naskah.

2. Kajian Teori

Teori adalah himpunan konstruk konsep definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematika tentang gejala dengan menjabarkan relasi antara variabel untuk menjelaskan gejala tersebut Jalaluddin Rahmat, 1996: 6. Menurut istilah, komunikasi bermakna bersama-sama common, commones : Inggris. Istilah komunikasi Indonesia atau communication Inggris itu berasal dari bahasa Latin—communicatio yang berarti pemberitahuan, pemberian bagian, pertukaran di mana si pembicara komunikator mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya. Kata sifatnya communis mempunyai arti bersifat umum atau bersama-sama. Kata kerjanya communicare, artinya berdialog, berunding atau bermusyawarah Anwar Arifin, 1992: 19. Komunikasi, menurut Carl I. Hovland dalam Onong U. Effendy, 1981: 12 yaitu “the process by which an individual the communicator transmits stimuli ussually verbal symbols to modify the behaviour of other individuals communicates” yang artinya “proses di mana seseorang komunikator menyampaikan perangsang-perangsang biasanya dalam bentuk kata-kata untuk merubah perilaku orang-orang lain komunikate”. commit to user xxiv Komunikasi bukan sekedar tukar-menukar pikiran serta pendapat saja, akan tetapi kegiatan yang dilakukan untuk berusaha mengubah pendapat dan tingkah laku orang lain. Definisi komunikasi kemudian juga digambarkan oleh Harold Lasswell dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Who? Says what? In which channel? To whom? With what effect? Atau “siapa”, “mengatakan apa”, “dengan saluran apa”, kepada siapa”, dan “dengan akibat atau hasil apa” Deddy Mulyana, 2000: 30. Dari paradigma Lasswell tersebut komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Melalui media yang tepat maka kemudian gambaran mengenai komunikasi menurut Lasswell tersebut dapat dijawab. Kehidupan manusia tak pernah lepas dari apa yang dinamakan dengan komunikasi. Dengan melakukan komunikasi, manusia bisa saling tukar informasi. Karena bentuk jaringan interaksi yang kompleks bagi manusia. Komunikasi merupakan salah satu aktivitas kehidupan yang tidak mungkin ditinggalkan. Setiap orang berkomunikasi, baik secara individu maupun kelompok. Tanpa komunikasi, kehidupan sosial tidak akan berjalan. Orang tidak bisa menyampaikan apa yang menjadi pendapatnya kepada orang lain, karena komunikasi pada dasarnya adalah kegiatan pertukaran pesan dari satu individu atau kelompok dengan individu atau kelompok lain. Dengan komunikasi, manusia dapat saling mengenal, saling kontak dengan yang lain sehingga terjadi pertukaran informasi, ide, dan pengalaman. commit to user xxv Sebagai kegiatan pertukaran pesan dari sumber pesan komunikator kepada penerima komunikan, komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima olah komunikan. Jadi antara komunikator dan komunikan harus memiliki frame of reference yang sama Jalaluddin Rahmat,1996:280. Menurut Onong U. Effendy 1999: 11 proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder. Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang simbol sebagai media. Komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan kata lain, komunikasi, adalah proses membuat pesan setala tuned bagi komunikator dan komunikan. Yang kedua yaitu komunikasi secara sekunder. Proses secara sekunder adaalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain, dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Penggunaan media kedua ini dimaksudkan apabila seorang komunikator berkomunikasi dengan komunikan sebagai sasarannya dan berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Akan halnya teater, juga merupakan media komunikasi sekunder, teater menyampaikan pesan kepada khalayak dengan sajian yang dipentaskannya. Media-media seperti televisi, surat kabar, radio, film maupun pertunjukan teater dinilai efisien dalam hal penyampaian pesan kepada khalayak, karena dengan commit to user xxvi satu kali saja dalam penyampaian pesan akan sudah dapat tersebar luas kepada khalayak yang jumlahnya banyak massive.

3. Teater

Menurut asal katanya teater berasal dari bahasa Yunani teatron, yang berarti sebuah tempat pertunjukan yang sangat besar. Teater juga bisa diartikan mencakup gedung, pekerja dan kegiatannya atau juga dapat diartikan sebagai semua jenis dan bentuk tontonan baik yang di panggung atau area terbuka N. Riantiarno, 2003: 7. Menurut pengertiannya, teater adalah salah satu bentuk kegiatan manusia yang secara sadar menggunakan tubuhnya sebagai unsur utama untuk menyatakan dirinya yang diwujudkan dalam suatu karya seni suara, bunyi dan rupa yang dijalin dalam cerita pergulatan kehidupan manusia. Ada beberapa definisi tentang pengertian teater, ada yang mengartikan teater sebagai “gedung pertunjukan”, ada yang mengartikan sebagai “panggung” stage. Namun secara etimologi asal katanya, teater adalah gedung pertunjukan auditorium yang bisa menampung banyak orang. Dalam arti luas teater adalah kisah hidup dan kehidupan manusia yang dipertunjukan di depan orang banyak, misalnya wayang orang, ludruk, lenong, reog, sulapan. Sedangkan dalam arti sempit teater adalah kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan dalam pentas, disaksikan oleh orang banyak, dengan media, gerak, percakapan dan laku, dengan atau tanpa dekor layer yang didasarkan pada naskah tertulis hasil seni sastra dengan atau tanpa musik. Selain hal tersebut commit to user xxvii teater juga bisa diartikan mencakup gedung, pekerja pemain dan kru panggung, sekaligus kegiatannya isi-pentas peristiwanya. Teater merupakan aspek paling langsung dan bentuk paling tua dari kesenian. Kendati merupakan cabang kesenian yang sederhana, teater mampu menjadi penyalur inspirasi dan keinginan manusia untuk menyelaraskan diri dengan lingkungannya. Dalam perkembangannya teater telah mengalami perubahan-perubahan. Namun ada satu kecenderungan yang selalu tetap, yang kemudian menempatkannya sebagai aspek langsung dari seni, yaitu penggambaran kembali dan pencerminan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, dalam dimensi ruang dan waktu yang sama yang ditempati penonton. Unsur utama sebuah karya seni teater adalah lakon atau naskah cerita. Menurut Aston dalam Satoto, 1994: 7 ada empat unsur yang membangun sebuah naskah drama teater yaitu: 1 wujud atau bentuk dramatikdramatic shape, 2 tokohcharacter, 3 dialogdialogue, dan 4 petunjuk pementasanstage directions. Menurut Roedjito, teater merupakan pertunjukan dari serangkaian peristiwa, dengan pemeran sebagai materi baku utama, dalam upaya mengungkapkan pengalaman. Dengan demikian, impersonifikasi peniruan atau peniruan peran role playing tidaklah penting. Seluruh aktifitas pertunjukan, dari serangkaian peristiwa, dituntut untuk memenuhi logika peristiwa Roedjito, 1998: 74. commit to user xxviii Dari rumusan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur teater menurut urutannya adalah sebabagai berikut : a. Tubuh, manusia sebagai unsur utama pemeran pelaku pemain b. Gerak, sebagai unsur penunjang. c. Suara, sebagai unsur penunjang katauntuk acuan pemeran d. Bunyi, sebagai unsur penunjang bunyi benda,efek dan musik. e. Rupa sebagai unsur penunjang cahaya, rias dan kostum.. f. Lakon sebagai unsur penjalin cerita, non cerita, fiksi dan narasi . Unsur-unsur tersebut merupakan bagian dari teater yang mutlak ada dalam setiap pementasan teater. Karena dalam penyampaian pesannya menggunakan teater sebagai sarana komunikasi kepada penontonnya. Teater sebagai salah satu bentuk seni pertunjukan modern memiliki wilayah estetis yang eksklusif dan tertutup, dengan keterbatasan sekaligus kelebihan yang sesungguhnya menjadi karakteristiknya yang membedakannya dengan televisi, film, dan sebagainya. Teater dapat dirumuskan dalam pengertian sebagai suatu kegiatan berekspresi yang bertolak dari alur cerita yang dipertunjukkan, dengan menggunakan tubuh sebagai media utama yang dalam proses penciptaannya dengan menggunakan unsur gerak, suara, bunyi dan rupa wujud yang akan disampaikan kepada penonton. Achmad, 2005: 3 . commit to user xxix Berdasarkan pengertian tersebut, arti teater dapat dibagi menjadi 2 yaitu tetaer dalam arti luas dan teater dalam arti sempit. Dalam arti luas teater adalah segala macam tontonan yang dipertunjukan di depan banyak orang. Sedangkan dalam arti sempit teater adalah drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan dan diproyeksikan di atas pentas sebagai suatu bentuk kualitas komunikasi, situasi, aksi, dan segala apa yang terlihat dalam pentas baik secara obyektif maupun subyektif yang menimbulkan perhatian, kehebatan, ketrenyuhan dan ketegangan perasaan pada pendengar atau penontonnya dimana konflik sikap dan sifat manusia sebagai tulang punggungnya. Disajikan dengan media percakapan, gerak dan laku. Dengan atau tanpa dekor, didasarkan pada naskah tertulis sebagai hasil sastra atau secara lisan, improvisasi, dengan atau tanpa musik, nyanyian maupun tarian. Meluasnya teater yang bergerak di bidang penyadaran dan pemberdayaan masyarakat di Indonesia mulai marak sejak tahun 1950-an, tetapi dalam prosesnya berubah menjadi gerakan bawah tanah di tahun 1965. Baru kemudian di awal tahun 1980-an generasi baru seniman teater dari Yogyakarta kembali menyuarakan kritik-kritik politik di bidang kesenian. Proses tersebut terinspirasi dari suksesnya pelatihan-pelatihan dan kerjasama yang dibangun di Philipina, dengan berbagai kelompok macam kelompok teater yang menyuarakan pembebasan. Pementasan teater merupakan suatu bentuk pengembangan produk kebudayaan yang mengalami perluasan pandangan dan ekplorasi. Juga commit to user xxx merupakan hasil kerja kolaboratif dari sejumlah pikiran kreatif, yang menghasilkan suatu keutuhan, saling mendukung dan saling melengkapi. Unsur- unsur yang terlibat dalam proses pembuatan sebuah pementasan teater antara lain: sutradara, yang menemukan tema yang dimaksud kemudian mengungkapkannya ke dalam bentuk garapan; para aktor, serta tim artistik yang mengatur dan menentukan segala sesuatu yang berhubungan dengan keindahan audio dan visual yang meliputi setting, lighting, make up dan kostum, serta musik pengiring. Seluruh unsur yang terlibat dalam proses pementasan teater memiliki peranan yang sangat penting dan saling terkait satu sama lain. Apabila salah satu unsur tersebut mengalami gangguan, maka isi proses produksi dari pementasan tersebut juga akan mengalami gangguan. Oleh karena itu perlu adanya kerjasama yang baik antar masing-maing unsur yang terlibat untuk menunjang kelancaran suatu proses produksi sehingga dapat tercipta suatu hasil karya yang memuaskan. Seni pertunjukan teater sebagai suatu hasil kebudayaan selalu mengalami perkembangan, mengikuti gerak kebudayaan. Kebudayaan muncul dan tumbuh di masyarakat sehingga segala gerak dan dinamisasi yang terjadi di masyarakat dapat mempengaruhi kebudayaan baik secara langsung maupun tidak langsung.

4. Teater sebagai Salah Satu Media Komunikasi

Teater merupakan salah saru media seni peran yang bisa berfungsi sebagai media komunikasi yang pada hakekatnya merupakan suatu wadah, commit to user xxxi tempat dari pengalaman manusia yang sudah diringkas-padatkan. Pengalaman yang terjadi dalam suatu konteks, dari suatu situasi kebudayaan aktual, yaitu saat di mana seseorang berada bersama yang lainnya dalam kehidupan yang kini dan nyata. Teater dapat dianggap sebagai gejala sosial karena ia mempresentasikan situasi sosial, suatu persekutuan sosial, ia membangun suatu kerangka sosial teretntu yang didalamnya para aktor merupakan bagian yang integral. Teater merupakan gejala sosial karena teater tidak mungkin terbentuk tanpa adanya sekelompok aktor. Kelompok aktor ini biasanya sangat menyatu, mereka begitu aktif, hidup dan kohesif, namun juga penuh dengan konflik, persaingan, intrik dan pertentangan. Pada saat bersamaan, sebuah lakon yang dimainkan oleh aktor-aktor tersebut merupakan serangkaian tindakan yang tokoh-tokohnya harus dihidupkan. Hal ini menjadi tidak mungkin tanpa adanya beberapa kerangka sosial bagi kelompok tersebut: mereka harus bertemu bersama, bersatu, membentuk afiliasi, terpecah-pecah, serta saling menyesuaikan cara interaksi dan lingkungan sosial bersama-sama. Pada setiap pertunjukan teater selalu terdapat penonton yang membentuk publik yang tidak jarang selera, kebutuhan, dan asal sosial mereka cukup beragam. Publik teater ini mungkin membentuk kelompok-kelompoknya sendiri yang anggotanya terdiri dari sekumpulan massa, mulai dari lingkungan kecil kenalan sampai pada sebuah komunitas Amin, 2001: 51. Karena teater commit to user xxxii selalu membutuhkan komunitas sebagai penyangga eksistensinya. Bahkan dalam teater tradisi, pertunjukan adalah bagian dari dinamika sosial komunitas atau masyarakat pendukungnya. Di sinilah, fungsi sosial teater menjadi penting karena dapat mengolah persoalan-persoalan sosial ke dalam pertunjukan. Dalam hubungannya dengan komunikasi, teater berperan sebagai sarana media penyampai pesan kepada khalayak. Pesan yang disampaikan dalam pementasan tersebut berupa pesan nonverbal yang diungkapkan dalam bentuk simbol. Dale G. Leather menyebutkan beberapa alasan mengapa komunikasi nonverbal sangat penting: pertama, faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Ketika terjadi komunikasi tatap muka, gagasan dan pikiran lebih banyak tersampaikan melaui pesan-pesan nonverbal. Kedua, perasaan dan emosi lebih cermat diampaikan lewat pesan nonverbal daripada pesan verbal. Ketiga, pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar. Keempat, pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif memberikan informasi tambahan yang memperjelas makna dan pesan yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Kelima, pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal. Keenam, pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat Rahmat, 1996: 287-289. commit to user xxxiii Dalam sebuah proses penyampaian komunikasi, pesan merupakan hal yang utama Effendy, 1995: 1. Definisi pesan sendiri adalah segala sesuatu, verbal maupun nonverbal yang disampaikan komunikator untuk mewujudkan motif komunikasi Vardiansyah, 2004: 23. Pesan pada dasarnya bersifat abstrak, kemudian diciptakan lambang komunikasi sebagai media atau saluran dalam menghantarkan pesan berupa suara, mimik, gerak–gerik, bahasa lisan dan tulisan yang dapat saling dimengerti sebagai alat bantu dalam berkomunikasi. Pertunjukan teater sebagai produk kebudayaan dapat digunakan sebagai sarana untuk komunikasi menyampaikan pesan tertentu tema cerita yang disampaikan secara eksplisit maupun implisit melalui isyarat, ekspresi, gerak tubuh gesture, sikap, dan tanda-tanda atau lambang-lambang serta secara audio visual bertutur secara dramatik. Tanda dan lambang-lambang ini memiliki makna. Pada hakikatnya semua seni termasuk pertunjukan teater bermaksud untuk dikomunikasikan kepada khalayak. Oleh karena itu, sebagai hasil pengungkapan nilai maupun hasil ekspresi perasaan manusia, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Makna adalah balasan terhadap pesan, makna baru timbul jika ada seseorang yang menafsirkan lambang atau tanda yang bersangkutan dan berusaha memahami artinya. Tanpa ada penafsiran, lambang tetaplah lambang tanpa ada makna khusus yang menyertainya. Pesan dalam bentuk tanda atau lambang ini diharapkan dapat ditangkap dan diinterpretasikan oleh khalayak yang menyaksikan pertunjukan teater tersebut. Seberapa jauh commit to user xxxiv penonton dapat menangkap arti dan isi dari suatu pertunjukan teater yang dilihatnya, sangat tergantung dari latar belakang kebudayaannya, pengalaman hidup, pendidikan, pengetahuan dan perasaan, kepekaan artistik dan kesadaran sosial mereka. Pada dasarnya, persepsi visual dan auditif itu bersifat subyektif. Dua orang penonton teater yang mengamati sebuah pertunjukan teater yang sama akan membuat persepsi yang berbeda. Kepekaan akan sisi dramaturgi dan pengalaman serta sudut pandang sangat diperlukan untuk dapat mengenali dan mencermati sebuah bentuk pementasan teater. Akan tetapi, ada kepekaan lain yang lebih penting yaitu kepekaan untuk mengenali dan menemukan nilai-nilai atau pesan-pesan yang terkandung di dalam sebuah karya. Sebagai media komunikasi, teater menggunakan sarana panggung serta unsur-unsur pendukung sebuah pementasan dalam penyampaian pesannya. Alat tersebut dapat berupa media tubuh si aktor, cara berakting, setting properti yang mendukung, ilustrasi musik, dan tentu saja kostum yang sangat menentukan. Sebuah pertunjukan teater yang diselenggarakan di sebuah gedung kesenian kemasannya mungkin akan berbeda dengan pertunjukan teater yang diselenggarakan di sebuah kampung ataupun di sebuah pondok pesantren. Dalam beberapa hal, teater atau yang dalam masyarakat kita lebih dikenal dengan istilah drama; kadang kala juga digunakan sebagai alat propaganda politik kepada masyarakat. Pada saat Indonesia mengadakan pesta demokrasi beberapa waktu yang lalu, banyak calon legislatif ataupun partai commit to user xxxv politik yang mengadakan kampanye di kampung dan mengemasnya sebagai sebuah pertunjukan teater yang mengandung pesan politik. Teater atau drama tersebut disisipi pesan-pesan tertentu yang dirasa akan mudah diterima oleh masyarakat dan tidak terkesan semata-mata kampanye. Seringkali juga dalam rangka memperingati hari-hari tertentu dan digelar demonstrasi, aksi teatrikal tak ketinggalan turut ambil bagian di dalamnya. Melalui aksi teatrikal, diharapkan pesan yang terkandung di dalamnya dapat tersampaikan. Menurut Vardiansyah 2004: 23 proses pengolahan pesan sendiri merupakan bagian proses komunikasi yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: 1. Proses penginterpretasian pesan interpreting sebagai upaya mewujudkan motif komunikasi dalam diri komunikator. 2. Proses penyandian encoding, yaitu usaha untuk mengubah pesan yang abstrak menjadi konkret, berupa proses pembentukan dan pemilihan lambang komunikasi yang sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan. 3. Proses pengiriman transmitting pesan dalam bentuk lambang komunikasi oleh komunikator. 4. Proses perjalanan pesan dalam bentuk lambang komunikasi oleh komunikator. 5. Proses penerimaan receiving dalam bentuk lambang komunikasi pada diri komunikan. 6. Prosen penguraian decoding dalam bentuk lambang komunikasi kembali kepada pesannya oleh komunikan. 7. Proses penginterpretasian pesan interpreting denotatif dan konotatif sebagaimana dimaksud komunikator yang terjadi dalam diri komunikan. Jadi melalui teater, terjadilah suatu proses penyampaian pesan yang kompleks mulai dari saat komunikastor menyampaikan pesan sampai pada akhirnya pesan tersebut dapat dipahami oleh audiens. Dalam objek kajian ilmu commit to user xxxvi komunikasi dipelajari tentang bentuk pesan itu sendiri, makna pesan dan penyajian pesan kepada khalayak. Pola, isyarat maupun simbol dalam pesan itu sendiri tidak mempunyai makna, karena hanya perubahan-perubahan wujud perantara yang berguna untuk komunikasi, akal budi manusia penggunanya, serta apa yang dilambangkan Kincaid Schramm, 1987: 55. Dunia dalam kehidupan manusia adalah dunia yang ditafsirkan segala sesuatunya menjadi sebuah makna: itulah sebabnya manusia berbahasa. Dalam bahasa manusia menemukan dunianya dan dalam bahasa itulah manusia berkomunikasi dan terjadilah pertukaran makna. Teater merupakan salah satu media yang dapat mempertemukan manusia dengan dunianya melalui sebuah pertunjukan di panggung dengan dengan bahasa dan maksud tertentu. Dalam sebuah pertunjukan teater terdapat komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi verbal ditandai dengan penggunaan bahasa sebagai dialog yang diucapkan oleh para pemain. Bahasa adalah medium yang menjadi sarana dalam memaknai sesuatu, memproduksi dan mengubah makna. Hal ini dapat dilakukan bahasa karena bahasa beroperasi sebagai sistem representasi. Sedangkan komunikasi non verbal dalam sebuah pertunjukan teater ditunjukkan melalui adegan, termasuk di dalamnya adalah gerak tubuh, ekspresi wajah, cara pengucapan, gaya berpakaian dan lain-lain Pearson Nelson, 2001: 75. Teater bisa berperan sebagai bahasa, melalui pertunjukan yang disajikan teater mengungkapkan maksudnya, menyampaikan pesan dan penonton commit to user xxxvii berhubungan dengannya. Dengan bahasa yang mudah dimengerti maka pesan yang tersirat akan dapat sampai kepada penonton. Terdapat kesepakatan di kalangan manusia untuk memberikan makna pada simbol-simbol yang mereka pakai. Namun seseorang yang tidak mengenal sandi kode atau ketentuan-ketentuannya, hanya akan dapat menerka saja makna simbol-simbol tersebut. Orang-orang tidak akan mempunyai makna yang tepat sama untuk simbol atau tanda yang sama, tetapi masing-masing makna yang dimiliki oleh mereka akan cukup mirip, dan mereka akan dapat menggunakan pesan yang sama itu bersama-sama, dengan begitu mereka berkomunikasi. Makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar sesuai dengan kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling mengerti. Fatimah 1999: 6 mengatakan bahwa makna memiliki tiga tingkat keberadaan, yakni: 1 makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan, 2 makna menjadi isi dari suatu kebahasaan, dan 3 makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan informasi tertentu. Pada tingkat pertama dan kedua dilihat dari segi hubungannya dengan penutur, sedangkan yang ketiga lebih ditekankan pada makna di dalam komunikasi.

5. Perempuan dalam Media Teater

commit to user xxxviii Sebagai media komunikasi, teater merupakan sarana yang menyampaikan gagasan seorang sutradara tentang suatu tema cerita tertentu kepada masyarakat yang kebanyakan merupakan refleksi dari kehidupan manusia. Penggambaran kehidupan masyarakat tersebut direpresentasikan melalui sebuah pertunjukan teater yang sarat akan makna dan pesan. Sebuah pertunjukan teater merupakan sebuah karya dari berbagai pihak yang terlibat di dalamnya dan merupakan sebuah hasil karya bersama. Artinya dalam sebuah proses menuju pementasan teater terdapat kerjasama di dalam satu tim yang saling mendukung. Selain itu sebuah hasil pementasan teater sebagai media massa juga dibuat untuk masyarakat umum, sehingga kebanyakan temanya tidak jauh dari realitas di masyarakat. Sebagai sebuah representasi dari realitas, sebuah pementasan teater juga menyajikan potret hidup masyarakat dalam sistem budayanya yang kemudian dikembangkan sesuai dengan ideologinya sehingga dapat diterima dan memberikan pengetahuan baru bagi masyarakat yang bersangkutan. Meskipun teater merupakan sarana pemunculan realitas hidup masyarakat, namun teater juga memiliki semacam rambu maupun peraturan untuk dipatuhi. Yaitu tanpa menghilangkan unsur seni yang merupakan karakteristik dari sebuah karya teater. Antara seni teater dan masyarakat merupakan hubungan yang saling melengkapi, diantara keduanya terdapat interaksi dan menghasilkan mutualisasi. Dengan teater masyarakat dapat belajar mengembangkan kebudayaannya commit to user xxxix melalui sifat refleksi tersebut dan seni teater dapat terus berkembang dengan inovasi-inovasi baru mengangkat berbagai tema ke atas panggung pementasan. Peristiwa teater tidak bisa ditakar hanya dari kacamata estetisme saja. Lebih dari itu, teater adalah sebuah upaya untuk mengomunikasikan gagasan- gagasan perubahan, yang dalam banyak hal muncul kritik sosial. Disana ide dalam pertunjukan teater adalah ide yang tumbuh di masyarakat. Kegelisahan dalam panggung teater adalah kegelisahan komunitas pendukungnya, penontonnya, dan masyarakatnya. Dengan kata lain, teater sampai pada fungsinya sebagai sebuah medium untuk menyampaikan kegelisahan sosial. Tema-tema yang diangkat oleh teater sangat beragam, mulai dari kondisi sosial, ekonomi, politik, kebudayaan maupun wacana keberagaman multikultural yang posisinya dekat dengan masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Heather Godall bahwa media tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, tetapi sangat dekat dengan hubungannya, terutama dalam hal kaum wanita dengan kaum pria, kelas, usia, ras dan kelompok etnik Godall, 1994: 47. Melalui karakter yang ditampilkan pada tokoh yang ada dalam sebuah pementasan teater, hal ini merupakan cerminan dari kehidupan nyata masyarakat. Mengapa tema perempuan diangkat ke dalam pementasan teater? Kegelisahan muncul karena banyak fenomena tentang perempuan yang mengalami kekerasan baik itu dalam pengertian fisik maupun psikis. Tema ini dipandang perlu untuk disajikan dalam pementasan teater, karena tema tentang commit to user xl perempuan masih menarik untuk di bahas dan ingin menunjukkan kepada khalayak bahwasanya isu tentang kekerasan terhadap perempuan masih terus berlanjut. Sebagai media komunikasi teater juga berperan serta dalam rangka sosialisasi terhadap masyarakat.

6. Kekerasan terhadap Perempuan

Berdasarkan sifatnya, kekerasan digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik yang terbuka overt maupun tertutup covert dan baik yang bersifat menyerang offensive atau bertahan deffensive yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain. Kekerasan juga bisa diartikan sebagai membawa kekuatan, paksaan dan tekanan. Menurut Johan Galtung kekerasan adalah penyebab perbedaan antara yang potensial dan yang aktual Windhu, 1992: 64. Tindakan kekerasan menghasilkan perusakan terhadap emosi, psikologi, seksual, fisik dan material. Tindakan kekerasan melibatkan penggunaan kekuatan atau perlawanan yang dilakukan individu-individu, atas nama mereka sendiri atau tujuan kolektif atau sanksi yang diberlakukan negara Adam Jessica Kuper, 2000: 1122. Dalam bukunya Teori-teori Kekerasan, Thomas Santoso menuliskan pendapat Johan Galtung, bahwa kekerasan terjadi bila manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada di bawah realisasi potensialnya. Pemahaman Galtung tentang kekerasan lebih ditentukan pada segi akibat atau pengaruhnya pada manusia. Galtung tidak commit to user xli membedakan violence acts tindakan-tindakan yang keras, keras sebagai kata sifat dengan acts of violence tindakan-tindakan kekerasan. Galtung juga menguraikan enam dimensi penting dari kekerasan yaitu sebagai berikut: 1. Kekerasan fisik dan psikologis; dalam kekerasan fisik, tubuh manusia disakiti secara jasmani bahkan sampai pada pembunuhan. Sedangkan kekerasan psokologis adalah tekanan yang dimaksudkan untuk meredusir kemampuan mental dan otak. 2. Pengaruh positif dan negatif; sistem orientasi imbalan reward oriented yang sebenarnya terdapat “pengendalian” tidak bebas, kurang terbua dan cenderung manipulatif, meskipuin memberikan kenikmatan dan euphoria. 3. Ada objek atau tidak; dalam tindakan tertentu tetap ada ancaman kekerasan fisik dan psikologis meskipun tidak memakan korban tetapi membatasi tindakan manusia. 4. Ada subjek atau tidak, kekerasan disebut langsung atau personal jika ada pelakunya dan bila tidak ada pelakunya disebut struktural atau tidak langsung. Kekerasan tidak langsung sudah menjadi bagian struktur itu dan menampakkan diri sebagai kekuasaan yang tidak seimbang yang menyebabkan peluang hidup tidak sama. 5. Disengaja atau tidak; bertitik tolak pada akibat dan bukan tujuan, pemahaman yang hanya menekankan unsur sengaja tentu tidak cukup untuk melihat, mengatasi kekerasan struktural yang bekerja secara halus commit to user xlii dan tidak disengaja dari sudut korban, sengaja atau tidak, kekerasan tetap kekerasan. 6. Yang tampak dan tersembunyi; kekerasan yang tampak nyata manifest, baik yang personal maupun struktural, dapat dilihat meski secara tidak langsung. Sedang kekerasan tersembunyi adalah sesuatu yang memang tidak kelihatan latent tetapi bisa dengan mudah meledak. Santoso, 2002: 168-169 Perempuan identik dengan diskriminasi akan jenis kelamin dan menjadi kaum yang kedudukannya di bawah kaum laki-laki. Budaya patriarki sendiri yang dianut masyarakat secara langsung membatasi hak-hak yang dimiliki perempuan. perempuan hanya dianggap mempunyai peranan rumah tangga saja dan tidak berperan dalam urusan publik. Dari pemaparan di atas, terdapat ketidakadilan di dalam masyarakat. Ketidakadilan pemberian hak baik kepada kaum perempuan maupun laki-laki, di sini sama sekali tidak ada pengakuan persamaan gender. Latar belakang banyaknya hak-hak perempuan yang diabaikan dalam pola hidup masyarakat sendiri yang tidak pernah mengakui persamaan gender. Dalam hal ini yang dimaksud dengan kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk perlakuan baik fisik maupun mental yang membuat perempuan menderita baik secara fisik maupun mental. Yang termasuk dalam kekerasan terhadap perempuan dapat berupa penindasan, perlakuan tidak adil, maupun diskriminasi dalam berbagai bidang. commit to user xliii Mengapa perempuan rentan pada tindak kekerasan? Menurut Coomaraswany dalam bukunya Freedom from Violence 1992 ada beberapa penyebab: 1. Karena kedudukan sosialnya dianggap lebih rendah, maka perempuan menjadi sasaran pemerkosaan. 2. Karena berhubungan dengan laki- laki, maka perempuan rentan terhadap penganiayaan dan perlakuan sewenang- wenang. Ini berkaiatan dengan anggapan bahwa perempuan merupakan milik laki-laki dan tergantung pada laki-laki, yaitu: ayah, suami, saudara laki-laki atau anak laki-laki. 3. Karena posisinya di masyarakat, perempuan gampang menjadi sasaran kemarahan, kebrutalan dan penghinaan pada komunitas di mana perempuan berada. Di Indonesia sendiri, terdapat budaya yang membentuk perempuan sebagai sosok yang lemah lembut dan harus selalu menurut. Dalam hal ini terdapat mitos bahwasanya perempuan hanyalah “warga kelas dua” dan kedudukannya lebih rendah. Dalam pandangan Jawa, perempuan hanya dianggap sebagai “konco wingking” yang berarti hanya sebagai pelengkap seorang suami saja. Pandangan seperti inilah yang membuat posisi perempuan lebih rendah dan memungkinkan untuk munculnya ketidakadilan dan kekerasan. Isu kekerasan terhadap perempuan merupakan permasalahan global yang dialami oleh perempuan di seluruh dunia dan telah menggugah lahirnya tindakan yang nyata. Di tahun 1993 , melalui badan PBB telah menyetujui penunjukan Pelaporan Khusus PBB mengenai masalah Kekerasan Terhadap Perempuan Special Rapporteur on Violence Against Women dan disepakati commit to user xliv Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pada 20 desember 1993. Jurnal Perempuan edisi 45, 19-20. Kekerasan terhadap perempuan dinilai sebagai salah satu bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Dengan adanya deklarasi tersebut diharapkan dapat meminimalisir kekerasan terhadap perempuan melalui tindakan tegas yang memberi sanksi kepada pelaku kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan tidak melulu berupa tindakan yang bersifat mencederai fisik namun juga bisa mengarah kepada munculnya gender violence kekerasan gender. Munculnya kekerasan gender ini menunjukkan bahwa kekerasan tidak hanya terjadi di lingkungan strata bawah maupun menengah saja akan tetapi meliputi seluruh strata. Kekerasan berbasis gender merupakan sebuah bentuk diskriminasi yang secara serius menghalangi kesempatan perempuan untuk menikmati hak-hak dan kebebasannya atas suatu dasar kesamaan hak perempuan dan laki-laki. Hak-hak dan kebebasan tersebut termasuk hak untuk hidup, hak untuk tidak mengalami penganiayaan, kekejaman, hak untuk mendapat perlindungan yang sama sehubungan dengan norma-norma kemanusiaan pada saat konflik bersenjata nasional atau internasional, hak atas kebebasan dan keamanan seseorang, hak untuk mendapatkan kesamaan atas perlindungan hukum di bawah Undang-undang, dan hak untuk mendapatkan standard tinggi dalam hal kesehatan mental dan fisik Jurnal Perempuan25: 21.

7. Semiotika: Sebuah Kajian Pemaknaan dalam Seni Teater

commit to user xlv Pementasan teater sebagai salah satu dari media komunikasi mengandung pesan yang berbentuk tampilan secara audio visual di atas panggung. Sajian ini memerlukan pemaknaan yang lebih dari penonton. Untuk memberi kelengkapan atas proses pemaknaan terhadap pementasan tersebut, maka akan dilibatkan unsur-unsur yang mendukungnya secara keseluruhan. Dalam sebuah pementasan teater terhadap tanda yang memungkinkan untuk diinterpretasikan oleh penonton. Tanda-tanda ini dapat bersifat audio visual atau yang berhubunngan dengan indera lain. Setiap tanda dalam komunikasi harus memiliki 3 ciri khas, yaitu: a. Harus memiliki bentuk fisik, karena indra harus mampu menerimanya. b. Harus menunjukkan sesuatu yang lain di luar dirinya. c. Harus digunakan dan dikenal oleh orang lain sebagai suatu tanda. Jika suatu tanda tidak dapat dikenal dan dimengerti oleh orang lain maka tanda itu tidak dapat memberikan makna, sebab itu tidak bisa menjadi unsur dalam komunikasi Eilers, 2001: 29. Di sini, teater merupakan media komunikasi yang sarat akan makna. Sedangkan penonton yang menyaksikan pementasan teater juga mempunyai apresiasi dan bebas untuk menafsirkan simbol-simbol yang terdapat dalam medium teater tersebut. Seperti dikemukakan oleh John Fiske dalam jurnal yang ditulis oleh Sonia Katyal yang berjudul Semiotic Disobedience: “John Fiske, coined the term semiotic democracy to describe a world where audiences freely and widely engage in the use of cultural symbols in response to the forces of media.” commit to user xlvi Semiotika atau semiologi secara etimologis berasal dari kata semeion yang dalam bahasa Yunani berarti ‘tanda’. Sehingga sebagai suatu disiplin ilmu, semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya: caranya berfungsi, hubungannya dengan tanda–tanda yang lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya Sudjiman dan Zoest, 1996: 5. Semiotik bukan hanya hal mengkaji tanda-tanda di sekitar kita. Namun juga telah menjadi sistem tanda pada kegiatan komunikasi. Seperti yang ditulis oleh Pamela Nilan dalam jurnal komunikasi massa dengan judul Applying Semiotic Analysis to Social Data in Media Studies: “Semiotics is now a field of study involving many different theoretical stances and methodological tools. Semiotics involves the study not only of ‘signs’ in everyday speech, but of anything which ‘stands for’ something else. In a semiotic sense, signs take the form of words, images, sounds, gestures and objects. Contemporary semioticians study signs not in isolation but as part of semiotic ‘sign systems’ such as a medium or genre, and are thereby concerned not only with communication but also with the construction and maintenance of reality.” Mengemukakan simbol-simbol dalam seni teater berarti menjelaskan bagaimana hubungan antar unsur tersebut sehingga mencapai makna keseluruhan. Metode analisis semiotika dalam aplikasinya untuk penelitian ini adalah berorientasi pada pesan-pesan yang muncul dan melalui simbol-simbol apa pesan tersebut dimaknai dengan menggali hakikat sistem tanda yang commit to user xlvii beranjak keluar dari tata bahasa dan yang mengatur arti teks yang rumit dan tersembunyi serta bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian menimbulkan perhatian pada makna tambahan connotative dan arti penunjukkan denotative atau kaitan dan kesan yang ditimbulkan dan diungkap melalui penggunaan dan kombinasi tanda Sobur, 2002:126-127. Tanda sign merupakan pusat perhatian dalam pendekatan semiotik. Menurut John Fiske 1990: 40, terdapat 3 area penting dalam studi semiotik, yaitu: 1. The Sign itself. This consists of the study of different varieties of signs, of the different ways they have of conveying meaning, and of the way they relate to the people who use them. For signs are human construct and can only be understood if terms of the uses people put them to. Tanda itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda, seperti cara mengantarkan makna serta cara menghubungkannya dengan orang yang menggunakannya. Tanda adalah buatan manusia dan hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang menggunakannya. 2. The codes or systems into which signs are organized. This study covers the ways that a variety of codes have developed in order to meet the needs of a society of culture. Kode atau sistem di mana lambang-lambang disusun. Studi ini meliputi bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun untuk mempertemukan dengan kebutuhan masyarakat dalam sebuah kebudayaan. 3. The culture within which these codes and signs operate. Kebudayaan di mana kode dan lambang itu beroperasi. Istilah semiotika pertama kali diajukan pada akhir abad ke sembilan belas oleh seorang filsuf pragmatis Amerika yang bernama Charles Sanders Peirce 1839-1941 untuk merujuk kepada “doktrin formal tanda-tanda”. Peirce mengusulkan kata semiotik sebagai sinonim kata logika. Menurut Peirce, logika commit to user xlviii harus mempelajari bagaimana orang bernalar. Penalaran ini menurut hipotesis teori Peirce yang mendasar dilakukan melaui tanda-tanda. “Tanda-tanda memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain, dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta. Kita mempunyai kemungkinan yang luas dalam keanekaragaman tanda, diantaranya tanda-tanda linguistik merupakan kategori yang penting, tetapi bukan satu-satunya kategori.” Peirce membatasi semiotika sebagai ilmu tentang tanda dan segala hal yang berhubungan dengan tanda-tanda lain, pengirimanya dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakanya. Dasar pemikiran teori ini adalah: bahwa individu menggunakan tanda sign untuk menunjukkan suatu obyek tertentu. 1. Tanda sign diberikan untuk menggambarkan sesuatu gambaran dari sesuatu itu disebut makna meaning. 2. Makna meaning akan bervariasi dari individu yang satu dengan yang lain tergantung dari referensi mereka. Tanda yang digunakan oleh pengguna tanda adalah yang diketahui secara kultural oleh penggunanya. Pengetahuan tentang hal tersebut diperoleh melalui interaksi sosial sebagai anggota suatu masyarakat atau kultur budaya tertentu, berupa suatu bentuk pengalaman dalam menghadapi peristiwa. Suatu tanda dapat dipahami dan ditafsirkan secara berbeda-beda oleh orang yang sama di tampat dan pada waktu yang berbeda. Menurut Peirce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan obyek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada commit to user xlix dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut Sobur,2002:114-115. Berikut ini merupakan gambaran proses semiotika dalam bentuk segitiga yang dikembangkan oleh Peirce: Bagan 1 Segitiga Makna Peierce Tanda Interpretant Obyek Panah 2 arah menandakan bahwa masing-masing istilah dapat dipahami hanya dalam relasinya dengan yang lain. Sebuah tanda mengacu pada sesuatu di luar dirinya sendiri-objek, dan ini dipahami oleh seseorang dan ini memiliki efek di benak pengguna-interpretant. Harus disadari bahwa interpretant bukanlah pengguna tanda, tapi Peirce menyebutnya sebagai “efek penandaan yang tepat” yaitu konsep mental yang dihasilkan baik itu oleh tanda maupun pengalaman penggunanya terhadap objek. Interpretant kata tanda dalam setiap konteks akan menghasilkan pengalaman pengguna atas kata itu dan dia tidaka akan menerapkannya pada sebuah kolase teknik, dan pengalamannya dengan institusi bernama “sekolah” sebagai objeknya. Jadi makna itu tidak tetap, commit to user l dirumuskan dalam kamus, namun bisa beragam dalam batas-batas sesuai dengan pengalaman penggunanya. Batasan itu ditetapkan oleh konvensi sosial, variasi di dalamnya memungkinkan adanya perbedaan sosial dan psikologis di antara penggunanya. Bagi Peirce, tanda “is something which stand to somebody for something in some respect or capacity”. Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda sign atau reprtesentamen selalu terdapat dalam hubungan triadik, yaitu ground,obyek,dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda sebagai berikut: 1. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibagi menjadi: a. Qualisign : kualitas yang ada pada tanda b. Sinsign : ekstensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda c. Legisign : norma yang dikandung oleh tanda 2. Tanda berdasarkan obyeknya dibagi menjadi: a. Icon : tanda yang hubungan antara tanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah, atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan obyek atau acuan yang besifat kemiripan. b. Indeks : hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. commit to user li c. Symbol : tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbiter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi perjanjian masyarakat. 3. Tanda berdasarkan interpretant dibagi menjadi: a. Rheme : tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. b. Dicent sign: tanda yang sesuai kenyataan atau penanda yang menampilkan informasi tentang petandanya. c. Argument : tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu Sobur,2003:41-42 Fokus atau studi utama pendekatan semiotika adalah teks. Dengan mengacu pada model Peirce, makna dalam suatu teks tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi diproduksi dalam interaksi antara teks dengan pengguna tanda. Teks dalam hal ini diartikan secara luas, bukan hanya teks tertulis. Segala sesuatu yang mempunyai sistem tanda tersendiri dapat dianggap sebagai teks. Ketika sebuah teks dan pengguna tanda berasal dari satu kultur atau subkultur yang relatif sama, interaksi keduanya lebih mudah terjadi, karena konotasi makna tambahan dan mitos cara pencapaian suatu pengertian dalam teks sudah menjadi referensi pengguna tanda yang bersangkutan. Suatu tanda memiliki beragam makna ketika diinterpretasikan bahwa bisa pula bertentangan denga makna. Di antara semua jenis tanda-tanda yang ada yang terpenting adalah kata-kata. Kata dipakai sebagai sebuah tanda dari suatu commit to user lii konsep atau ide. Sebagai ilmu tentang tanda, semiotika digunakan sebagai teknik atau metode dalam menganalisa dan menginterpretasikan sebuah teks. Seperti yang dinyatakan Komarudin Hidayat bahwa bidang kajian semiotika atau semiologi adalah mempelajari fungsi tanda dalam teks yang berperan membimbing pembacanya agar bisa menangkap pesan yang terkandung di dalamnya. Dengan kata lain semiologi berperan untuk melakukan interogasi terhadap kode-kode yang dipasang oleh penulis agar pembaca bisa memasuki bilik-bilik makna yang tersimpan dalam sebuah teks. Sobur, 2003: 107 Roland Barthes 1915-1980, membangun suatu model yang sistematis dengan nama negosiasi, saling berpengaruh antara ide atas pemaknaan dapat dianalisis. Barthes memberikan perhatian lebih pada interaksi tanda dalam teks dengan pengalaman personal dan kultural pemakainya. Fokus perhatian Barthes lebih tertuju pada gagasan tentang signifikansi dua tahap. Tingkat pertama tanda ini disebut denotasi.denotasi ini menunjuk kepada “makna awam” atau “makna literal” yang secara obyektif hadir dan mudah dikenali. Tingkat kedua tanda disebut konotasi. Konotasi merujuk kepada makna yang tersembunyi dibalik makna denotasi akan tetapi tergantung situasinya. Di level ini terbentuklah mitos. Bagan 3 Signifikasi Dua Tahap Barthes Conotation commit to user liii Seperti dikutip oleh Fiske, dengan model ini, Barthes menjelaskan bahwa signifikansi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna yang nyata dari tanda. Signifikansi tahap kedua yang disebut konotasi menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dan kebudayaannya. Pemilihan kata-kata kadang merupakan pilihan terhadap konotasi, misalnya kata “penyuapan” dengan “memberi uang pelicin”. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda dalam sebuah objek; sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Fiske dalam Sobur, 2004: 128. Konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahab, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum dengan denotasi dan konotasi yang dimengerti melalui konsep Barthes. Dalam pengertian umum denotasi biasanya dimengerti sebagai makna harfiah, makna yang “sesungguhnya” kadang kala ada pula yang dirancu dengan referensi atau acuan. Proses signifikansi secara tradisional disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu pada penggunaan bahasa dengan apa yang terucap. Akan tetapi, di dalam semiologi Barthes denotasi merupakan Denotasi Signifier Signified Myth commit to user liv sistem signifikansi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Sobur, 2003: 70. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebut sebagai “mitos” dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Budiman dalam Sobur, 2003: 71. Dalam mitos juga terdapat tiga pola dimensi, yaitu: penanda, petanda, dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik, motos dibangun untuk suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain mitos adalah suatu pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos myth. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai satu dominasi. Mitos primitif misalnya, mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa, dan sebagainya. Sedangkan mitos masa kini, misalnya mengenai femininitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan, dan kesuksesan. Fiske dalam Sobur, 2004: 128. Menurut Susilo dalam Sobur, 2004: 128, mitos merupakan suatu wahana di mana suatu ideologi berwujud. Mitos dapat berangkai menjadi mitologi yang memainkan peranan penting dalam kesatuan-kesatuan budaya. Secara teknis, Barthes menyebutkan bahwa mitos merupakan urutan kedua dari sistem semiologis, di mana tanda-tanda pada urutan pertama pada commit to user lv sistem itu yaitu kombinasi antara petanda dan penanda menjadi penanda dalam sistem kedua. Dengan kata lain dalam sebuah sistem linguistik menjadi penanda dalam sistem yang disebut “penandaan”. Bathes menggunakan istilah khusus untuk membedakan sistem mitos dan hakikat bahasanya. Barthes juga menggambarkan penanda dalam mitos sebagai bentuk petanda sebagai konsep. Kombinasi kedua istilah seperti yang telah tersebut di ata merupakan penandaan. Penjelasannya dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 2 Perbandingan Bahasa dan Mitos Bahasa Mitos Penanda Signifier Petanda Signified Tanda Sign Bentuk Form Konsep Concept Penandaan Signification Sumber: Arthur Asa Berger, Tanda-tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2000, hal 56. Menurut Barthes mitos adalah sebuah sistem komunikasi yang dengan demikian ia adalah sebuah pesan. Mitos kemudian tak mungkin berubah menjadi sebuah objek, sebuah konsep, atau sebuah ide, karena mitos adalah sebuah mode penandaan, yakni sebuah bentuk. Mitos sebagai sebuah bentuk tidak dibatasi oleh objek pesannya, tetapi dengan cara apa mitos menuturkan pesan itu. Berger, 2000: 83. Dengan demikian, ada batas-batas formal dari mitos, tetapi tidak ada batasan yang “substansial”. Sejarah mengkorvesikan realitas ke commit to user lvi dalam turunan speech dan manusia sendirilah yang menentukan hidup dan matinya bahasa mitos. Semiologi Barthes yang menekankan semiologi pada tahap kedua mempunyai peran besar bagi pembaca untuk memproduksi makna. Hal ini menyebabkan terjadinya pergeseran pusat perhatian dari pengarang kepada pembaca. Menurut Barthes dalam Kurniawan, 2001: 90 sebuah teks mempunyai dua unsur, yaitu writerly text dan readerly text. Writterly text adalah apa yang dapat ditulis pembaca sendiri terlepas dari apa yang ditulis pengarangnya. Sedangkan readerly text adalah apa yang dibaca, tetapi tak dapat ditulis, yakni teks terbaca yang merupakan nilai reaktif dari writerly text. Dalam hal ini Barthes beralasan karena tujuan karya sastra adalah untuk membuat pembaca tak selamanya seorang konsumen, tapi seorang produsen teks. Efeknya, teks kemudian menjadi terbuka terhadap segala kemungkinan. Pembaca akan berhadapan dengan pluralitas signifikasi. Menurut pandangan Barthes, penyempurnaan teori semiotik Saussure, sebuah teks merupakan kontruksi tanda-tanda yang pemaknaannya dilakukan dengan jalan merekontruksi kembali tanda-tanda tersebut. Empat unsur tanda menurut Barthes yaitu: 1. Substansi ekspresi, misalnya suara dan artikulasi. 2. Bentuk ekspresi, yang dibentuk dari sintagmatik dan paradigmatik. 3. Sustansi isi, dilihat dari aspek emosional dan ideologis atau pengucapan sederhana dari petanda, yaitu makna positifnya. 4. Bentuk isi, susunan formal petanda di antara petanda-petanda melalui hadir atau tidaknya sebuah tanda semantik. Kurniawan, 2001: 56 commit to user lvii Teori Roland Barthes mengupas apa yang sering disebut sebagai sistem tataran kedua yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya atau dikenal dengan istilah Two Order of Signification Pemaknaan Dua Tahap. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif. Oleh karena itu, semiologi Roland Barthes juga sering disebut sebagai semiologi konotasi, yang menyelidiki makna-makna konotatif atau sekunder dalam bentuk mitos. Pemaknaan pada tataran pertama disebut dengan denotasi, yaitu sebuah pemahaman langsung dari sebuah tanda tanpa memperhatikan kode sosial yang lebih luas. Untuk dapat melihat proses pemaknaan 2 tahap ini dengan lebih rinci, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja. Cobley Janz dalam Sobur, 2003: 69 Bagan 4 Peta Tanda Roland Barthes 1. signifier penanda 2. signified petanda 3. denotative sign tanda denotatif 4. CONNOTATIVE SIGNIFIER PENANDA KONOTATIF 5. CONNNOTATIVE SIGNIFIED PETANDA KONOTATIF 6. CONNOTATIVE SIGN TANDA KONOTATIF Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif 3 terdiri atas penanda 1 dan petanda 2. Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif commit to user lviii adalah juga penanda makna konotatif 4. Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya Sobur, 2003: 69.

8. Terminologi dan Kategorisasi

Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan yang berkaitan atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan, secara fisik, seksual, psikologis, ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan dan perampasan kebebasan baik yang terjadi di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan rumah tangga Depkes RI, 2006. Terminologi dan kategorisasi dalam penelitian ini antara lain: a Bentuk Kekerasan Fisik yang Dialami Tokoh Sumira Kekerasan fisik yaitu tindakan yang bertujuan melukai, menyikasa atau menganiaya orang lain. Tindakan tersebut dilakukan dengnan menggunakan anggota tubuh pelaku tangan, kaki atau dengan alat-alat lainnya. Adapun kategorisasi bentuk-bentuk kekerasan fisik terhadap perempuan antara lain: 1. Kekerasan terhadap perempuan secara seksual. 2. Penyiksaan atau pembunuhan. b Bentuk Kekerasan Non Fisik yang Dialami Tokoh Sumira Kekerasan psikologis yaitu tindakan yang bertujuan mengganggu atau menekan emosi korban. Secara kejiwaan commit to user lix korban menjadi tidak berani mengungkapkan pendapat, menjadi penurut, menjadi selalu bergantung pada orang lain dalam segala hal. Kekerasan jenis ini meliputi: ancaman dan intimidasi. Adapun kategorisasi bentuk-bentuk kekerasan non fisik terhadap perempuan antara lain: 1. Ancaman atau intimidasi 2. Pelecehan seksual

3. Penghinaan

4. Human Trafficking Perdagangan Manusia

E. METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif di mana data yang digunakan merupakan data kualitatif deskriptif, yaitu berupa pesan-pesan verbal maupun non verbal yang terdapat dalam setiap tanda yang termuat dalam pementasan teater “Wajah Sebuah Vagina”. Seluruh rangkaian cara kerja, dari proses penelitian ini berlangsung serempak dan dilakukan dalam bentuk pengumpulan, pengolahan dan menginterpretasikan sejumlah data yang bersifat kualitatif Koentjaraningrat:1994, hal 29. commit to user lx Penelitian komunikasi kualitatif lebih dimaksudkan untuk membangun mengemukakan, membuat teori komunikasi dan bukan untuk menguji teori komunikasi Pawito, 2007: 42. Studi interpretatif kualitatif adalah sebuah bentuk riset yang bersifat subyektif, artinya makna yang dihasilkan bersifat subyektif. Namun, subyektifitas juga mengandung kebenaran. Menurut Hidayat Nataatmaja, seperti yang dikutip oleh H.B Sutopo 1998: 4: “Landasan yang dijadikan dasar tempat manusia membangun penelitian adalah subyektifitas, subyektifitas kitalah yang bicara, yang mengambil keputusan mengenai kebenaran sesuatu. Bahkan subyektifitas itulah yang mengambil keputusan tentang ditegakkannya rasionalisme, empirisme, obyektifitas dan realitifitas dalam dunia ilmiah.” Penelitian kualitatif yang bertitik tolak dari pendekatan enomenologis menekankan berbagai aspek subyektif dari perilaku manusia, supaya dapat mengerti tentang bagaimana dan apa makna yang mereka bentuk dari berbagai peristiwa sehari-hari.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah teknik yang dipakai dalam menganalisis data penelitian. Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data Moleong, 2002: 103. Dalam penelitian kualitatif, proses analisis bersamaan dengan pengumpulan data. Dengan commit to user lxi demikian, proses analisisnya dilakukan terus dan berkelanjutan selama perjalanan penelitiannya Sutopo, 2002: 86-87. Untuk menganalisis pementasan teater maka yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Secara lebih jauh, menurut S. Nasution 1992: 38 tentang konsep dasar penelitian kualitatif dan masalah yang mendasar tentang penelitian ini yaitu: a Penelitian ini tidak bertujuan menguji atau membuktikan kebenaran suatu teori. b Tidak ada pengertian populasi dalam penelitian ini. Sampling bersifat purposive yaitu tergantung tujuan dan fokus pada suatu saat. c Instrumen penelitian tidak bersifat eksternal, melainkan internal, yakni penelitian ini tanpa menggunakan teks, eksperimen atau angket melainkan menyeleksi aspek-aspek khas yang berulang kali terjadi dan menyelidiki lebih dalam. d Analisis bersifat terbuka dan induktif yang membuka peluang untuk perubahan, perbaikan atau penyempurnaan berdasar data baru yang masuk. e Hipostesis tidak dirumuskan pada awal penelitian karena tidak ada maksud menguji kebenaran. f Hasil penelitian tidak bisa diramalkan atau dipastikan sebelumnya sebab akan banyak hal terungkap dan tidak terduga sebelumnya. commit to user lxii Penelitian ini menggunakan semiotik sebagai alat analisisnya.

3. Sumber Data

Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dari video pementasan teater Wajah Sebuah Vagina yang dipentaskan oleh Klompok Tonil Klosed di Taman Budaya Jawa Tengah. Dengan memperhatikan setiap lambang baik berupa visual maupun yang berupa audio yang mengandung pesan-pesan tentang kekerasan tehadap perempuan. Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan sutradara serta studi pustaka untuk mendapatkan teori-teori yang relevan dan data-data yang dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah. Data- data pendukung juga diperoleh melalui media massa dan internet.

4. Teknik Pengumpulan Data

Tahapan tahapan dalam pengunpulan data dibagi menjadi: a. Pengamatan dan korpus. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan melihat dan mengamati secara seksama video dokumentasi pementasan teater Wajah Sebuah Vagina dengan mengumpulkan dan menyusun korpus. Korpus sebagai sarana representasi simbol yang difokuskan dalam simbol audio visual pementasan yang meliputi: 1 Visual Image commit to user lxiii Segala sesuatu yang tertuang dalam frame yang komposisional pada suatu adegan. Juga meliputi artistik, setting, lighting, kostum dan properti. 2 Sumber suara Suara dapat menampilkan ekspresi melalui karakteristiknya, sebagai referensi terhadap konteks pementasan secara keseluruhan. Dalam sumber suara ini bisa berupa musik ilustrasi maupun dialog antara pemain. b. Studi dokumenter dan pustaka Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan klasifikasi bahan- bahan tertulis yang berhubungan dengan konsep penelitian. Studi dokumenter meliputi artikel-artikel, situs internet dan buku-buku tentang rumusan masalah penelitian.

5. Analisis Data

1. Model Analisis Model analisa semiotika Barthes membagi dua sistem semiologi. Pada sistem yang pertama dikenal sebagai bahasa dan makna yang dihasikan berupa makna denotasi. Sedangkan pada sistem yang kedua disebut dengan meta-bahasa di mana makna yang dihasilkan pada sistem kedua ini adalah makna konotasi. Pada sistem kedua inilah mitos bekerja. commit to user lxiv Dengan menggunakan model Barthes maka peneliti akan meneliti makna yang terkandung dalam obyek baik denotasi maupun konotasi, selanjutnya dengan menganalisis simbol-simbol lain dalam video pementasan maka peneliti mencoba mengurai makna konstruksi mitosnya. 2. Tahap Analisis Secara ringkas proses analisis dijelaskan dengan menggunakan jabaran langkah sebagai berikut: a. Pemilihan Adegan Pemilihan adegan dalam video dokumentasi ini didasarkan pada perspektif peneliti berdasarkan kebutuhan penelitian. Setelah melalui pengamatan akan dipilih adegan kekerasan terhadap perempuan dalam pementasan Wajah Sebuah Vagina. b. Analisa semiologi adegan kunci Analisa dilakukan peradegan yang menunjukkan bentuk- bentuk kekerasan terhadapa perempuan dalam pementasan teater Wajah Sebuah Vagina. Kemudian dianalisis mulai dari makna denotasi, makna konotasi dan mitos. c. Membuat kesimpulan commit to user lxv Kesimpulan umum dalam penelitian ini akan ditarik dari hasil analisis data yang telah disebutkan di atas. commit to user lxvi BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

A. DESKRIPSI PENTAS WAJAH SEBUAH VAGINA

Pementasan Teater yang berjudul Wajah Sebuah Vagina ini dipentasakan oleh Klompok Tonil Kloearga Sedjahtra “Klosed” Surakarta dan disutradarai oleh Sosiawan “Leak”. Pementasan teater ini tidak seperti pementasan teater realis pada umumnya, namun ditampilkan secara surealis. Kemasan pementasan Wajah Sebuah Vagina ini terbilang sederhana, tidak terlalu melulu berkutat dengan detail artistik dan dramaturgi tapi lebih condong ke arah sastra. Kekuatan utama pementasan Wajah Sebuah Vagina ini terletak pada teks yang diucapkan oleh para pemain yang berperan menjadi beberapa tokoh, maupun beberapa pemain yang memerankan satu tokoh. Dalam pementasan ini, teks menjadi sangat penting karena pembacaan narasi naskah diucapkan secara langsung oleh para pemain. Setiap pemain tidak hanya menjadi aktor yang berdialog dengan lawan mainnya, namun juga bisa menjadi apapun, baik barang maupun objek yang secara tidak langsung menjadi properti pementasan. Pentas teater Wajah Sebuah Vagina menggambarkan kehidupan seorang tokoh perempuan bernama Sumirah yang sejak remaja sudah mengalami pelecehan seksual. Setelah itu, dia menjadi wanita tuna susila dan tetap mengalami kekerasan seksual dari para lelaki yang menggunakan jasanya. Hingga akhirnya Sumirah terbujuk oleh seorang seorang lelaki bernama Mulder yang commit to user lxvii ternyata malah menjualnya sampai ke Afrika dan semakin membuatnya sengsara. Pementasan Wajah Sebuah Vagina ini diangkat dari sebuah novel yang berjudul sama ditulis oleh seorang penulis perempuan bernama Naning Pranoto. Kemudian dari novel tersebut diadaptasi dialih-tekskan menjadi sebuah naskah teater sebelum akhirnya dipentaskan. Hal ini merupakan sebuah proses tersendiri, di mana sebuah novel yang merupakan karya sastra tulis ditransformasikan menjadi sebuah karya pementasan teater yang melibatkan banyak aspek pendukung; seperti keaktoran, dramaturgi, maupun artistik. Proses berlangsungnya transformasi ini dimaksudkan dengan tanpa mengurangi esensi tema cerita tersebut. Bentuk dasar naskah teater Wajah Sebuah Vagina ini merupakan “teks jadi” yang berisi keseluruhan narasi dan dialog yang digunakan dalam pementasan. Dalam pentasnya, Wajah Sebuah Vagina mewakili sebuah bentuk teater yang tidak konvensional, di mana Klosed membentuk sebuah perpaduan antara bentuk teater surealis dan dipadu dengan komposisi gerakan. Menurut pandangan kacamata konvesional, pementasan Wajah Sebuah Vagina ini mungkin tidak sesempurna pementasan teater pada umumnya, yang mana memenuhi kaidah sebuah-kaidah dasar pementasan teater, namun Klosed mengemasnya menjadi pementasan yang segar dengan diselipi humor khasnya. Konsep penataan artistik pada setting nampak pada pemilihan artistik panggung. Karena konsep yang diusung dalam pementasan teater ini berupa surealis, maka commit to user lxviii dalam pementasannya banyak menggunakan lambang nonverbal yang multitafsir. Misalnya dalam pemilihan kostum, sutradara memilih penggunaan kostum dasar tertentu dan semua tokoh dapat memerankan beberapa tokoh yang diwakili. Seperti pada pementasan Klosed sebelumnya, sutradara Sosiawan Leak juga menggunakan pemain sebagai properti dan benda pementasan. Dalam pementasan Klosed, seorang aktor tidak melulu memerankan tokoh manusia saja, namun bisa juga menjadi sesosok benda mati maupun menjadi properti penunjang pentas. Hal ini disadari Sosiawan Leak sebagai ciri khas teater Klosed yang selalu mengeksplorasi gerak dan tubuh pemain. Komposisi-komposisi gerakan tersebut dinilai unik dan sangat personal bagi teater Klosed. Menurut sutradara, adanya bentuk komposisi gerakan tersebut menggambarkan bahasa yang nonverbal, selain dari dialog yang diucapkan oleh para pemain. Dalam pementasan Wajah Sebuah Vagina sendiri, bentukan-bentukan bahasa non-verbal sudah nampak pada pemilihan konsep artistik dan pemilihan kostum maupun konsep pementasan.

B. SINOPSIS