54
signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0,05 p0,05. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan teknik One Sample
Kolmogorov-Smirnov Test pada program SPSS versi 19.0.
Tabel 12. Hasil Uji Normalitas
Variabel Kolmogorov-Smirnov Z
p0,05 Ket.
Citra tubuh ,993
,278 Normal
Perilaku seksual 1,419
,036 Tidak
Normal Uji normalitas pada skala citra tubuh menghasilkan koefisien
Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 0,993 dengan p = 0,278 p0,05, berarti sebaran data bersifat normal. Sementara untuk skala perilaku
seksual, koefisien Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 1,419 dengan p = 0,036 p0,05, artinya sebaran data bersifat tidak normal.
Meskipun demikian, sangat penting untuk tidak sepenuhnya bergantung pada hasil analisis statistik dalam bentuk angka tetapi perlu
dilihat data dalam bentuk grafik untuk memeriksa kejanggalan yang mungkin terjadi Santoso, 2010. Oleh karena itu, peneliti menguji
normalitas data dengan menggunakan grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual berikut ini:
55
Gambar 1. Grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Citra Tubuh dengan Perilaku Seksual
Berdasarkan gambar 1 dapat dilihat bahwa data tersebar mendekati garis normal yang melintang sehingga dapat dikatakan
bahwa asumsi normalitas terpenuhi atau data berdistribusi normal Santoso, 2010.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang linier antara citra tubuh sebagai variabel bebas dengan perilaku
seksual sebagai variabel tergantung. Uji linearitas yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan Test for Linearity pada program
SPSS versi 19.0. Suatu hubungan dinyatakan linier apabila nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 p 0,05, sedangkan
hubungan dinyatakan tidak linier apabila nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0,05 p0,05.
56
Tabel 13. Hasil Uji Linearitas
Variabel F
p0,05 Keterangan
Perilaku Seksual Citra Tubuh
93,079 ,000
Linier Berdasarkan hasil uji linearitas, citra tubuh dengan perilaku
seksual memiliki F sebesar 93,079 dengan signifikansi sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa citra tubuh dengan perilaku seksual
memiliki hubungan yang linier karena memiliki signifikansi lebih kecil dari 0,05 p0,05.
2. Uji Hipotesis
Teknik uji hipotesis dalam penelitian ini adalah korelasi Pearson- Product Moment yang terdapat dalam program SPSS versi 19.0. Teknik ini
dipilih karena data citra tubuh dan perilaku seksual termasuk ke dalam distribusi normal. Hasil uji korelasi citra tubuh dan perilaku seksual
disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 14. Hasil Uji Hipotesis
Citra Tubuh Perilaku Seksual
Citra Tubuh Pearson
Correlation 1
,596 Sig. 1-tailed
,000 N
100 100
Perilaku Seksual Pearson Correlation
,596 1
Sig. 1-tailed ,000
N 100
100
.
Correlation is significant at the 0.01 level 1-tailed. Berdasarkan hasil perhitungan, citra tubuh dengan perilaku seksual
memiliki koefisien korelasi r sebesar 0,596 dengan signifikansi sebesar
57
0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara citra tubuh dengan perilaku seksual karena nilai
signifikansinya lebih kecil dari 0,01 p0,01. Dengan demikian, semakin tinggi citra tubuh remaja akhir, maka semakin tinggi pula perilaku
seksualnya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah citra tubuh remaja akhir, artinya semakin tinggi pula perilaku seksualnya.
Untuk dapat memberikan besar kecilnya penafsiran terhadap koefisien korelasi yang ditemukan, maka dapat dilihat dengan
menggunakan nilai R Square yang didapatkan dari uji regresi, yakni 0,237.
Tabel 15. Uji Regresi
Model R
R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 ,596
a
,355 ,349
1,950 Angka tersebut berarti variabel citra tubuh memberikan sumbangan
efektif sebesar 35,5 terhadap variabel perilaku seksual. Sedangkan 64,5 merupakan sumbangan yang berasal dari variabel-variabel lain di
luar citra tubuh yang tidak dikontrol dalam penelitian ini.
D. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil perhitungan korelasi secara keseluruhan antara hubungan citra tubuh dengan perilaku seksual pada remaja akhir, diperoleh
hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antar dua variabel tersebut. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa hipotesis penelitian
diterima atau terbukti. Adanya hubungan positif antara citra tubuh dengan
58
perilaku seksual pada remaja akhir berarti bahwa semakin tinggi citra tubuh akan diikuti oleh semakin tingginya perilaku seksual. Begitu pula sebaliknya,
semakin rendah citra tubuh maka diikuti oleh semakin rendahnya perilaku seksual.
Berdasarkan perhitungan mean empiris dan teoretis, remaja akhir memiliki kecenderungan citra tubuh yang tinggi. Hal ini diperinci dengan
perhitungan kategorisasi skor yang menunjukkan bahwa sebagian besar subjek memiliki citra tubuh yang tergolong sedang 41.
Tingginya citra tubuh meningkatkan peluang seseorang untuk melakukan perilaku seksual. Sebagaimana diungkapkan oleh Yamamiya, dkk
2006 bahwa perasaan positif mengenai tubuh seseorang sering diasosiasikan dengan kepercayaan dan kepuasan diri yang lebih akan seksualitas.
Penelitian menunjukkan pula bahwa sebagian besar remaja akhir memiliki tingkat perilaku seksual yang tinggi, yakni skor yang berada pada
kategori sedang sebesar 38 dan tinggi 36, sedangkan yang memiliki perilaku seksual rendah hanya 17 dan sangat rendah 9.
Tingginya perilaku seksual remaja akhir disebabkan oleh kematangan fungsi seksual remaja yang memicu remaja mengembangkan sikap baru
terhadap lawan jenis pada kegiatan romantis yang melibatkan lawan jenis Hurlock, 1999 atau yang dikenal dengan istilah pacaran. Selain itu, menurut
Freud dalam Santrock, 2002 pada masa remaja akhir, seseorang mulai memasuki fase genital, yakni kenikmatan yang berasal dari alat kelamin