58
BAB IV GAMBARAN UMUM MALIOBORO MALL
A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
Koridor Jalan Malioboro merupakan bagian dari fungsi bangunan bersejarah yang memiliki fungsi komersial. Sebagai bagian dari fungsi
bangunan bersejarah, sudah seharusnya bangunan bersejarah yang ada di sepanjang Jalan Malioboro dijaga kelestariannya. Tuntutan komersial yang
bertentangan menimbulkan masalah terhadap penampilan visual kawasan di kedua sisi jalan. Fungsi bangunan bersejarah merupakan cikal bakal dari
pertumbuhan suatu kota. Namun modernisasi perlahan menggeser keaslian budaya yang dimiliki oleh suatu kota seiring perkembangan kota tersebut.
Salah satu fungsi bangunan bersejarah yang merupakan aset penting kota Yogyakarta dan selalu mengalami perkembangan adalah sepanjang jalan
Malioboro yang merupakan urat nadi kota Yogyakarta. Terdapat beberapa objek bersejarah di jalan ini yang merupakan simbol atau penanda
perkembangan bagi kota Yogyakarta namun telah mengalami banyak perubahan. Malioboro saat ini menunjukkan kemajuan dan perubahan lebih
modern secara fisik.
Perkembangan zaman membawa pengaruh terhadap perkembangan dan perubahan fisik bangunan, sehingga untuk mengusahakan upaya manajemen
pelestarian berkelanjutan dan bangunan di Malioboro terlebih dahulu menemukan permasalahan yang ada dan perubahan fisik yang terjadi pada
bangunan-bangunan bersejarah di koridor jalan Malioboro. Malioboro adalah kanal bisnis bagi kelompok Tionghoa yang dahulu memiliki sejarah hubungan
naik turun dengan kekuasaan Kesultanan Yogyakarta. Di Kotagede, kaum Tionghoa tidak diperbolehkan berdagang karena memang sudah ada mayoritas
pebisnis pribumi seperti kelompok Kalang dan kelompok pedagang Muslim yang melingkar pada organisasi Muhammadijah. Pada tahun 1916 kawasan
pecinan yang berkembang di wilayah Setjodiningratan yaitu sebelah timur kantor pos besar, mulai menjadi basis bisnis bersaing dengan wilayah
Kotagede, apalagi setelah dibangun pasar Gedhe yang sekarang bernama pasar Bringharjo dan mulai beroprasi tahun 1926 geliat ekonomi di kawasan ini
mulai beranjak naik. Kawasan Pecinan mulai meluas ke utara, sampai ke Stasiun Tugu yang dibangun pada 1887 dan Grand Hotel de Yogya berdiri
pada 1911 sekarang disebut Hotel Garuda. Malioboro menjadi penghubung titik stasiun sampai Benteng Rusternburg sekarang disebut Vredeburg dan
Kraton. Karena itu, secara kultural ruang Malioboro merupakan gabungan dua kultur dominan, yakni Jawa dan Cina.
Maliboro yang berarti jalan bunga mungkin untuk menghubungkan dengan pasar kembang disebelah utara sebelum menjadi pusat niaga hanyalah
jalan luji kebon. perkembangan Malioboro selain ditunjang oleh bakat bisnis orang-orang Tionghoa juga ditunjang oleh posisi yang strategis. Salah satu
warisan para seniman di Malioboro adalah „budaya lesehan‟, yang lalu
menjadi eksotisme dan merupakan daya jual kekhasan warung-warung di Malioboro. Dalam konteks budaya, bangunan-bangunan bergaya Indies